• Tidak ada hasil yang ditemukan

pembahasan bea perolehan hak atas tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "pembahasan bea perolehan hak atas tanah"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Ketentuan mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) diatur dalam UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana terakhir diubah dengan UU no. 20 tahun 2000.

Undang – Undang No. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah beberapa kali perubahan, Pertama : UU No. 7 tahun 1991, ke dua : UU No. 10 tahun 1994, Ke tiga : UU No. 17 tahun 2000 dan diubah terakhir dengan UU Pajak Pengahasilan No. 32 tahun 2008.

Undang – Undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU N0. 28 tahun 2007.

Pajak adalah iuran atau pungutan wajib yang dupungut oleh pemerintah dari masyarakat untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. Namun secara logika pajak yang dibayar oleh masyarakat tersebut mempunyai dampak secara langsung terhadap kesejahteraan masyarakat seperti pembangunan jalan, jembatan, dan tempat-tempat umum lainnya.

I.2 Rumusan Masalah

(2)

2. Apa subjek dan objek dalam BPHTB? 3. Bagaimana dasar pengenaan BPHTB?

4. Bagaimana cara perhitungan dalam BPHTB?

I.3 Tujuan Penulisan

(3)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Pengertian BPHTP

Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yaitu perbuatan atas peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan bangunan oleh orang pribadi atau badan. Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan diatasnya.

Ketentuan yang menjadi dasar pelaksanaan BPHTB :

1. Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 112 Tahun 2000 Tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Karena Pemberian Hak Pengelolaan.

3. Peratuturan Pemerintah Nomor 113 Tahun 2000 Tentang Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan.

4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 515/KMK.04/2000 Tentang Pencabutan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 638/KMK.04/1997.

II.2 SUBJEK DAN OBJEK PAJAK

(4)

Objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan BPHTB dikenakan kepada peristiwa hukum atau perbuatan hukum atas transaksi atau peralihan haknya yang meliputi pemindahan hak dan pemberian hak baru.

Pemindahan hak dapat terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukkan pembeli dalam lelang usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan hadiah.

Hak atas tanah meliputi :

1. Hak milik, yaitu turun menurun yang dapat dipunyai oleh orang pribadi atau badan hukum tertentu.

2. Hak guna usaha, yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara.

3. Hak guna bangunan, yaitu untuk mendirikan dan mempunyai bangunan – bangunan atas tanah yang hukan miliknya sendiri dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.

4. Hak pakai, yaitu hak untuk menggunakan dan memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain sesuai perjanjian.

5. Hak pengelolaan, yaitu hak menguasai oleh negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya.

Objek yang tidak dikenakan pajak : 1. Perwakilan diplomatik

2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintah dan pelaksaan pembangunan guna kepentingan umum.

(5)

4. Orang pribadi atau badan

5. Orang pribadi atau badan karena wakaf

6. Orang pribadi atau badan yang digunakkan untuk ibadah. II.3 TARIF DASAR PENGENAAN PAJAK DAN CARA PERHITUNGAN

PAJAK

Tarif BPHTB adalah tarif tunggal yang ditetapkan sebesar 5% dasar penggunaan pajak BPHTB adalah nilai perolehan objek pajak (NPOP) sebagaimana diatur dalam pasal 6 :

TRANSAKSI PEROLEHAN : DASAR PENGENAAN :

a) Jual beli.

b) Tukar menukar. c) Hibah.

d) Hibah wasiat.

e) Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya.

f) Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak.

g) Pemberian hak baru atas tanag diluar pelepasan hak.

(6)

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan, menetapkan besarnya NPOP secara regional dengan ketentuan :

a) Perolehan hak waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling tinggi Rp 300.000.000,-.

b) Untuk perolehan lainnya NPOP – TKP paling tinggi Rp 60.000.000,- Besarnya pajak tentang dihitung dengan cara mengalihkan tarif pajak dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak, yaitu :

BPHTP = 5% x (NPOP – NPOPTKP)

atau

BPHTP = 5% x (NJOP – NPOPTKP)

(7)

II.4 SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG

Saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan :

a) Sejak tanggal dibuat dan ditanda tangani akta dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah Atau Notaris meliputi jual beli atau tukar menukar hibah pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya.

b) Sejak tanggal penunjukkan pemenang lelang untuk lelang. c) Sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai

kekuatan hukum yang tetap dalam hal sudah keputusan hakim.

II.5 PEMBAYARAN PAJAK

Wajib Pajak wajib membayar pajak terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak (Self Assysment System).

Pajak terutang dibayar ke Kas Negara melalui kantor pos dan atau badan usaha milik negara atau bank badan usaha milik daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan diwilayah Kabupaten Atau Kota yang meliputi letak tanah dan atau bangunan. BPHTB yang terutang disetor dengan surat setoran BPHTB (SBB) dan di pindah bukukan saldo penerimaan BPHTB ke Bank Operasional V BPHTB .

Kewajiban membayar sebagaimana tersebut diatas dilaksanakan sebelum :

(8)

b) Risalah lelang ditanda tangani oleh pejabat lelang

c) Dilakukan pendaftaran hak oleh kepala kantor pertanahan dalam hal :

1. Pemberian hak baru.

2. Pemindahan hak karena pelaksanaan keputusan hakim, hibah wasiat atau waris.

Fungsi SBB antara lain :

a) Digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran BPHTB terutang.

b) Sekaligus digunakan untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah dan bangunan.

c) Sebagai surat pemberitahuan Objek Pajak Bumi Dan Bangunan (SPOPPBB)

Penyampaian SSB sebagaimana tersebut diatas dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 hari sejak tanggal pembayaran atau perolehan hak atas tanah atau bangunan. II.6 PENETAPAN PAJAK

Dalam jangka waktu lima tahun sesudah saat terutangnya wajib pajak, Direktur Jendral Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan atas Tanah Dan Bangunan kurang bayar apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang bayar.

(9)

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah Dan Bangunan Tambahan (SKBHTB) ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100 % dari jumlah kekurangan pajak tersebut, kecuali wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

II.7 PENAGIHAN PAJAK

Direktorat Jendral Pajak dapat menerbitkan STBPHTB apabila : a) Pajak terutang atau kurang bayar.

b) Dari hasil pemeriksaan kantor STBPHTB terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung.

c) Wajib pajak dikenakan sanksi atau bunga.

Sanksi administrasi dikenakan berupa bunga sebesar 2% sebulan jangka paling lama 24 bulan sejak tanggal terutang.

Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STBPHTB) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak, sehingga penagihan dapat dilanjutkan dengan Surat Paksa.

Dasar penagihan pajak meliputi Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembelian, Surat Keputusan atau Putusan Banding menyebabkan pajak yang harus dibayar bertambah maksimal satu bulan.

II.8 KEBERATAN BANDING

(10)

a) Surat Ketetapan Bea Perolehan Atas Tanah Dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB);

b) Surat Ketetapan Bea Perolehan Atas Tanah Dan Bangunan Tambahan (SKBKBT);

c) Surat Ketetapan Bea Perolehan Atas Tanah Dan Bangunan Lebih Bayar (SKBLB);

d) Surat Ketetapan Bea Perolehan Atas Tanah Dan Bangunan Bangunan Nihil (SKBN).

Syarat Pengajuan Keberatan :

a) Mengemukakan jumlah pajak terutang dengan disertai alasan yang jelas.

b) Diajukan waktu paling lama 3 bulan sejak dibuktikannya dengan tanda terima atau tenda pengiriman kantor pos kecuali apabila wajib pajak tidak menunjukkan waktu tidak dapat dipenuhi karena sakit atau kena musibah.

(11)

kelebihan sampai dengan keputusan keberatan atau putusan banding.

PENGURANGAN PAJAK

Atas permohonan Wajib Pajak, pengurangan yang terutang dapat diberikan oleh Menteri Keuangan, karena :

a. Kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek Pajak, yaitu :

1. Wajib pajak yang memperoleh hak baru melalui program pemerintah;

2. Wajib pajak pribadi menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai hubungan keluarga;

3. Wajib pajak memperoleh hak baru selain hak pengelolaan.

b. Kondisi wajib pajak yang ada hubungannya dengan sebab sebab tertentu, yaitu :

1.Wajib pajak memperoleh hak atas tanah melalui dari pembelian ganti rugi.

2.Wajib pajak memperoleh hak atas tanah melalui dari tanah yang dibebaskan

3.Wajib pajak memperoleh hak atas tanah melalui dari selain hak pengelolaan.

c. Tanah atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial pendidikan yang semata – mata tidak untuk mencari keuntungan.

II.9 PENGAMBILAN KELEBIHAN PEMBAYARAN

(12)

terutang dengan catatan wajib pajak tidak mempunyai catatan utang pajak lain.

a. Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak.

1.Dalam halam hal ini jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang :

a. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan restitusi ke direktorat jenderal pajak yang terutang;

b. Direktur Jendral Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, menerbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar dalam hal :

 Pajak Penghasilan, apabila jumlah kredit pajak lebih

besar daripada jumlah pajak yang terutang;

 Pajak Pertambahan Nilai, apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut; atau;

 Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, apabila jumlah

(13)

waktu paling lambat 1 (satu) bulan setelah jangka waktu berakhir.

 Apabila SKPLB terlambat diterbitkan, kepada Wajib

Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 1 (satu) bulan tersebut sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

2. Dalam hal pembayaran pajak yang seharusnya tidak terhutang:

Pajak yang yang seharusnya tidak terutang adalah pajak yang telah dibayar oleh WP yang bukan merupakan objek pajak yang terutang atau kesalahan pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan atau bukan merupakan objek pajak.

a. Wajib Pajak (WP orang pribadi dan badan termasuk orang pribadi yang belum memiliki NPWP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke kantor Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat WP terdaftar atau berdomisili, apabila terjadi kesalahan pembayaran pajak atas pajak yang seharusnya tidak terutang.

Surat permohonan harus melampirkan :

 Asli bukti pembayaran pajak;

 Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang;

dan

 Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.

(14)

Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat WP yang dipotong atau yang dipungut terdaftar atau melalui KPP tempat Pengusaha Kena Pajak yang dipungut dikukuhkan dengan catatan PPh dan PPN serta PPnBM yang dipotong atau dipungut belum dikreditkan atau

 Alasan permohonan pengembalian pembayaran

pajak yang seharusnya tidak terutang.

c. WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan dapat mengajukan permohonan restitusi ke kantor Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan terdaftar atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan dikukuhkan, apabila terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukannya dan pihak yang dipotong atau dipungut adalah :

 Orang pribadi yang belum memiliki NPWP;  Subjek pajak luar negeri; atau

 Terdapat kesalahan penerapan ketentuan oleh

pemotong atau pemungutan kecuali WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan tidak dapat ditemukan yang disebabkan antara lain karena pembubaran usaha.

Surat permohonan harus melampirkan :

 Asli bukti pembayaran pajak;

(15)

 Alasan permohonan pengembalian pembayaran

pajak yang seharusnya tidak terutang; dan d. Surat kuasa dari pihak yang dipotong atau dipungut kepada WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan.

d. Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian terhadap permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan WP diterima secara lengkap dan menerbitkan SKPLB bila hasil penelitian tersebut terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Apabila hasil penelitian tidak terdapat pajak yang seharusnya tidak terutang, maka Direktur Jenderal Pajak harus memberitahu secara tertulis kepada WP.

b. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Kepada Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu.

Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah :

1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

(16)

0,5% (setengah persen) dari jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh tersebut;

3. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan jumlah lebih bayarnya kurang dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); atau;

4. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan untuk suatu Masa Pajak paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan jumlah lebih bayarnya paling banyak Rp 28.000.000,00 (dua puluh delapan juta rupiah).

Terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu, Kepala KPP melakukan penelitian atas : 1. Kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya;

2. Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;

3. Kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh WP; dan

(17)

pemberitahuan perubahan alamat sehingga Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak tidak diterbitkan, maka Kepala KPP harus memberitahu secara tertulis kepada WP.

II.10 PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PAJAK

Berdasarkan Keputusan Mentri Keuangan Nomor 519/KMK.04/2000, penerimaan Negara dari Bea Perolehan Ha katas Tanah dan Banunan dibagi dengan imbangan :

 20% untuk Pemerintah Pusat kemudia dibagikan secara

merata kepada Pemerintah Kabupaten/Kota.

 80% untuk Pemerintah Daerah yang bersangkutan untuk

dibagikan kembali dengan imbalan sebagai berikut :

 Pemerintah Propinsi sebesar 16%, atau 20% dari 80%.  Pemerintah Kabupaten/Kotamadya 64% atau 80% dari

80%.

II.11 KETENTUAN LAINNYA

Ketentuan untuk pejabat :

 Pejabat Pembuat Akta Tanah / Notaris hanya dapat

menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat WP menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

 Pejabat Lelang Negara hanya dapat menandatangani Risalah

Lelang perolehan hak atas tanah dan bangunan pada saat WP menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

 Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan

(18)

menandatangani dan menerbitkan Surat Keputusan yang dimaksud pada saat WP menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

 Terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pertahanan Kabupaten / Kota pada saat WP menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan.

Pejabat yang melanggar akan dikenakan sanksi, berupa :

 Denda sebesar Rp 7.500.000,00 jika penandatanganan akta

atau risalah lelang tanpa SSP. Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP), atau lebih lengkapnya sebagaimana diuraikan pada rumus dibawah ini: Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP)

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)

(19)
(20)

BAB III

PEMBAHASAN

Contoh Soal :

1. Seorang anak menerima warisan dari orang tuanya sebidang tanah dan bangunan dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp 250.000.000,00. Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah dikenakan PBB dengan NJOP sebesar Rp 325.000.000,00. Apabila NPOPTKP karena waris untuk daerah tersebut ditentukan sebesar Rp 250.000.000,00 maka BPHTB yang terutang adalah sebesar :

2. Seorang cucu menerima hibah wasiat dari kakeknya sebidang tanah seluas 300 M2 dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp 300.000.000,00. Terhadap tanah tersebut telah diterbitkan SPPT PBB pada tahun pendaftaran hak dengan NJOP sebesar Rp 250.000.000,00. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut ditentukan sebesar Rp 50.000.000,00 juta BPHTB yang terutang adalah sebesar :

(21)

800.000.000,00. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut ditentukan sebesar Rp 60.000.000,00 maka BPHTB terutang yang harus dibayar oleh Yayasan tersebut adalah sebesar :

4. Seorang anak memperoleh warisan dari ayahnya dengan nilai pasar Rp. 500.000.000,00. NJOP yang tercantum dalam SPPT Rp. 800.000.000,00. NPOPTKP Rp. 300.000.000,00. Berapa Besarnya BPHTB-nya?

5. Budi menerima hibah wasiat dari ayak kandungnya sebidang tanah dan bangunan dengan nilai pasar Rp. 500.000.000,00, SPPT NJOP-nya Rp. 450.000.000,00. Apabila NPOPTKP ditetapkan Rp. 300.000.000, maka BPHTBnya adalah?

(22)
(23)

BAB IV

PENUTUP

IV.1 Kesimpulan

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah bea yang dikenakan pada setiap pemindahan hak atau hibah wasiat atas harta tetap dan hak-hak kebendaan atas tanah yang pemindahan haknya dilakukan dengan akta.

Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajibah wajib membayar BPHTB yang menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.

IV.2 Saran

Referensi

Dokumen terkait

Dasar dalam menentukan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dalam BPHTB pada Jual Beli Tanah dan/atau Bangunan di Kabupaten Badung.... Penghitungan Pajak BPHTB dalam Jual Beli

 Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikkan tarif pajak dengan Nilai Perolehan Objek Kena Pajak (Pasal 8 ayat 2

Peraturan Daerah Kota Ternate Nomor 9 Tahun 2011 menetapkan tarif pajak yang dikenakan untuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah 5% x Nilai Perolehan Objek Pajak

 Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya BPHTB Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan

Peraturan Daerah Kota Ternate Nomor 9 Tahun 2011 menetapkan tarif pajak yang dikenakan untuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah 5% x Nilai Perolehan Objek Pajak

 Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Perolehan Objek Kena Pajak (Pasal 8 ayat 2 UU No.21/97).. Perawatan instrumentasi dan

Apabila di Kabupaten/Kota letak tanah dan bangunan tersebut, Kepala Kantor Wilayah Direktorat JenderaI Pajak setempat menetapkan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak dalam hal

Surat Setoran Pajak Daerah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang selanjutnya disingkat SSPD BPHTB adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan