• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kartu Pemantauan Legislasi Harian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kartu Pemantauan Legislasi Harian"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Kartu Pemantauan Legislasi

Harian

Nama RUU RUU Pemilu

Tanggal 3 September 2007

Pembahas Pansus RUU Pemilu dan Pilpres

Agenda Pembahasan RDPU tentang RUU Pemilu Legislatif Sifat rapat Terbuka

Tempat Ruang Rapat Komisi I Nama Pemantau YPH

A. PROSES Jumlah peserta yang hadir berdasarkan: 1. Daftar hadir

2. Kehadiran fisik - (tidak dicek) 17 orang (berdasarkan penghitungan manual pemantau), ada beberapa orang (mis. Nurlif) yg masuk sebentar kemudian keluar.

Mulai rapat 14.20, ada penundaan dari jadwal sebenarnya (14.00) karena yg hadir terlalu sedikit.

Selesai rapat 17.00

Pimpinan Rapat Drs. H. B. Tamam Achda, M.Si (PPP) Orang/pihak lain yang

diundang 1. 2. Cetro PSHK 3. JPPR 4. LSPP

Metode pembahasan Pansus membahas pendapat umum dari pihak-pihak yang diundang mengenai RUU pemilu. Pimpinan sidang

memimpin sidang dengan memberikan kesempatan bagi seluruh pihak yang diundang untuk menyampaikan

pendapat mereka tentang RUU pemilu legislatif. Kemudian pimpinan sidang meminta kesediaan para anggota DPR yang hadir untuk menjawab pendapat atau isu-isu yang sedang hangat dibahas.

Catatan Khusus:

• Perubahan komposisi anggota Pansus B. DOKUMEN

Beredar:

1. Diperoleh 1. Masukan PSHK tentang RUU Pemilu.

2. Press release JPPR seputar pembahasan RUU Pemilu. 3. Masukan JPPR untuk RDPU di Pansus Pemilu.

4. Masukan Cetro tentang RUU Pemilu 2. Tidak diperoleh -

(2)

C. SUBSTANSI

Isu yang berkembang 1. Pendataan pemilih untuk pemilu.

2. Penyerdehanaan parpol serta electoral threshold. 3. Pengaturan kampanye, dalam hal masa kampanye

dan mobilisasi massa pada kampanye. 4. KPU digugat oleh PTUN.

5. Sistem, cara, dan perizinan pemantauan pada pemilu. Catatan khusus:

• Pansus A akan fokus ke RUU Pemilu, dengan target selesai tgl. 27 November. Setelah itu baru membahas RUU Pilpres.

• DIM dari fraksi-fraksi harus sudah dimasukkan pada 7 September 2007 Masukan dari para pihak yang diundang:

Masukan dari Cetro :

1. Menyarankan agar menggunakan system pemilu proporsional terbuka

2. Gagasan perubahan daerah pemilih DPRD Tingkat I & DPRD Tingkat II. Karena menurut UU Pemilu no 12 tahun 2003 terdapat gabungan antara daerah pemilih Kabupaten dan Kota. Hal ini menimbulkan permasalahan yaitu:

a. Kursi-kursi daerah pemilih menjadi kecil, bahkan terdapat beberapa kabupaten atau kota yang hanya memiliki satu kursi.

b. Jumlah suara yang hilang menjdai lebih banyak karena adanya gabungan-gabungan beberapa daerah menjadi satu daerah pemilihan c. Perlu pengaturan pasal khusus bagi daerah yang memiliki jumlah

pemilih yang besar.

d. Angka kesetaraan bilangan pembagi yang sifatnya lebih luas, seperti angka kesetaraan propinsi dan angka kesetaraan nasional seharunya menggunakan metode penghitungan yang sama

Masukan dari PSHK:

1. Electoral Treshold, penyerdehanaan parpol.

Konsep dari electoral threshold yang sebenarnya adalah “parliamentary threshold”, yaitu batasan minimal suara yang diperlukan parpol untuk masuk ke parlemen. Jadi sebenarnya bukan untuk maju ke pemilu berikutnya:

a. Memaksa parpol untuk menyederhanakan jumlah parpol yang ikut pemilu dengan cara koalisi

b. Mengefektifkan keterwakilan.

Mengenai angka 3%, menurut PSHK memang tidak perlu ditingkatkan dulu, namun perlu mulai diperbaiki mengenai pemahaman electoral treshold yang selama ini di Indonesia disalahpahami dan akibatnya tidak membawa perubahan dalam hal penyederhanaan parpol.

2. Penegakan hukum pemilu

Soal wacana hadirnya semacam pengadilan khusus atau Ad-Hoc pemilu, lebih baik dengan yang ada sekarang saja. Dari pengalaman selama ini sudah terdapat banyak pengadilan-pengadilan khusus lainnya, seperti pengadilan anak, pengadilan tipikor dll. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa dengan

(3)

minimnya jumlah hakim di Indonesia maka akan sulit untuk melaksanakan usulan ini. Maka PSHK mengusulkan untuk lebih ditegakkannya hukum tindak-tindak pidana pada pemilu.

3. Sinkronisasi dengan UU lain yang terkait.

Contoh : keberadaan MPR sebagai lembaga permanen, diluar DPR dan DPD yang pada akhirnya menimbulkan bias. Pada pasal 1 ayat (2) UUD, terdapat penafsiran jelas yang menyatakan untuk meniadakan posisi MPR yang lama sebagai lembaga tertinggi yang bekerja secara kontinu karena ia menjalankan kedaulatan rakyat. MPR yang sekarang seharusnya hanya bekerja sewaktu-waktu, misalnya pada saat melantik presiden dan wakil presiden. Sehingga jika MPR berdiri sebagai lembaga tertinggi permanent maka akan banyak menimbulkan inefisiensi, terutama dalam hal anggaran negara.

Masukan dari JPPR:

1. Pendaftaran data pemilih.

Pada Undang-Undang tahun 2007, maka seharusnya proses pendaftarannya adalah sama dengan pilkada. Namun kasus yang ditemukan adalah daftar pemilih yang disediakan pemerintah tidak disiapkan secara baik.

Contoh: daftar pemilih sementara yang masih digunakan di TPS pada Pilkada di Bekasi.

Seharusnya daftar pemilih sudah disiapkan 12 bulan sebelum pemilu. Untuk pemilu 2009 sepertinya pemerintah belum melakukan apa-apa. Apabila kenyataan dilapangan pada Pilkada ditemukan kasus seperti diatas maka apa yang akan terjadi pada Pemilu yang ruang lingkupnya lebih luas.

2. Pencalonan

Mempertahankan atau menaikkan electoral threshold (3% atau 5%) 3. Kampanye, terdapat beberapa usulan dan kritikan:

a. Pada Pilkada banyak ditemui kampanye yang menggunakan fasilitas negara yang tidak sesuai dengan UU pasal 98 ayat (1) huruf h.

b. Masa kampanye seharusnya tidak usah diatur, namun ada etikanya saja. Bahkan sebaiknya lebih panjang, sehingga bisa dimanfaatkan oleh parpol untuk memaparkan program-program kerjanya, mengadakan diskusi dan hal-hal lain yang dapat meningkatkan partisipasi politik rakyat dan bersifat lebih positif. Sedangkan jika dibatasi waktunya maka hanya akan menimbulkan pemanfaatan momen yang sifatnya terbatas sehingga banyak partai yang menarik simpati rakyat dengan cara yang sifatnya lebih menghibur, seperti mengundang artis dll.

c. Money politik

Memberikan materi-materi kepada para peserta kampanye, seperti kaos dll yang tidak sesuai dengan UU Pasal 98 Ayat (1) huruf j, pasal 101, pasal 102, pasal 262.

d. Materi kampanye

Media massa sesuai dengan pasal 1 selama minggu tenang dilarang menyiarkan berita atau iklan rekam jejak peserta pemilu.

4. Pembatasan pemantau

a. Sesuai dengan Pasal 90 Ayat 2 RUU Pilpres, pemantau dilarang berada didalam TPS. Namun dibeberapa TPS, khususnya daerah terpencil terdapat TPS yang berada didalam kelas sehingga menyulitkan pemantau untuk menjalankan tugasnya.

(4)

b. Berdasarkan kewenangan pemerintah, pemantau harus melapor dulu kepada polisi. Saran dari JPPR tidak perlu, karena hanya akan mengundang penyalahgunaan wewenang polisi.

Tanggapan dari para anggota DPR, mengenai usulan ataupun kritikan di atas:

1. H. Jazuli Juwaeni, MA (PKS)

a. Tentang penyiapan data pemilih

Kenapa komisi II meminta pemerintah untuk melakukan pendataan, karena terdapat asumsi pemerintah tidak akan menyalahgunakan wewenangnya, namun ternyata kenyataannya tidak seperti itu. Sebenarnya terdapat ruang waktu buat KPU untuk memperbaiki data-data yang sudah diperoleh.

b. Electoral threshold

Di atas 3% adalah kezaliman reformasi, 3% sudah cukup bagus. Kenapa harus dipaksa untuk koalisi? Dulu ketika electoral threshold 3% juga diprotes. Kalau nanti diperkecil maka pemerintah semakin powerfull sehingga semakin sulit untuk dipantau.

2. Abdillah Toha (PAN)

Masa kampanye tidak perlu dibatasi, tetapi tetap diatur dalam beberapa hal misalnya mengenai pengumpulan massa.

Pertanyaan :

1. Apakah sudah ada pendapat atau pendangan tentang sisa suara?

2. Bagaimana dengan sinkronisasi UU no 22 tahun 2007 tentang penyelenggara pemilu

3. Hadi Susilo (Golkar)

a. Menyederhanakan pemilu dengan cara membuat agenda pemilu

b. 1 daerah pemilihan memiliki jatah 3 - 6 kursi. Akan sulit bagi KPU untuk mengaturnya dan bagi pemilih sendiri juga sulit untuk fokus karena banyaknya calon.

c. Threshold multi partai, tetapi partai-partai yang kecil berkoalisi. Jika

partai besar akan mengurangi sumber daya manusianya maka akan menjadi mubazir.

d. Efektifitas DPR, fraksinya jangan terlalu besar. Mengusulkan 36 fraksi 4. Lena (PPP)

a. Calon-calonnya harus melalui primarily election, khususnya dari partai-partai yang belum bias mencalonkan caleg.

b. Harus diambil jalan yang moderat antara partai yang kuat dengan partai yang belum kuat.

c. Masa waktu kampanye tidak perlu dibatasi. Pertanyaan:

1. Affirmative action bagi wanita di parlemen apakah cukup 30%? 5. Bahrum Siregar (PBR)

a. Tidak setuju Daerah Pemilihan diperkecil.

b. Tidak setuju jika pemantau harus melapor kepada Polisi sebelum melaksanakan pemantauan pemilu, harus terdapat otoritas pemantau. 6. Drs. Simon Patricie Morin (Golkar)

(5)

electoral threshold.

Pertanyaan: Jumlah anggota DPR, apakah sudah fixed number? 7. Al Muzamil Yusuf (PKS)

a. Mengenai data pemilih, jika KPU yang disalahkan tidak adil. Karena data pemilih yang diperoleh KPU adalah berasal dari Depdagri. Namun KPU dapat memperbaiki (up date) data pemilih.

Pertanyaan:

1. Bagaimana dengan posisi DPD? Fungsi DPD adalah lebih mengatur tentang sumber daya alam yang terdapat pada suatu daerah, sedangkan fungsi DPR lebih mengatur tentang sumber daya manusianya yang kemudian akan mengatur sumber daya alam tersebut. Perbedaannya satu yang usung partai, yang satu lagi yang mengusung rakyat. Sehingga bagaimana orang-orang DPD bukan orang parpol?

2. Setuju dengan daftar urutan terbuka. Bagaimana jika menggunakan

party list, nama partainya angka, urutannya list?

8. DR.Y.H. Laoly, SH, MS (PDIP)

Mobilisasi massa pada kampanye harus dibatasi. Setuju jika kampanye tidak perlu membagikan kaos, sembako dll, agar biaya kampanye lebih kecil dan dapat lebih mendidik masyarakat.

9. DR.IR.Hj. Andi Yuliani (PAN)

a. Data pemilih pertama di Pilkada tidak sesuai. Menurut UU no 23 tahun 2003 yang melakukan pendataan adalah Pemda.

b. Tidak ada definisi dan kategorisasi tindak pidana pemilu. Misalnya pasal 184 ayat 1, mengenai pelanggaran penyimpangan rekapitulasi penghitungan suara yang tidak jelas. Seharusnya terdapat kejelasan tentang definisi, kategori dan beberapa hari waktu yang yang disediakan untuk menindaklanjuti tindak pidana pemilu.

10. Drs. H. B. Tamam Achda, M.Si (PPP)

a. Kepatutan jumlah pemilih pada setiap TPS. Dari RUU terdahulu 300 orang namun pada pilpres 600 orang sehingga tidak menguntungkan bagi partai kecil.

Pertanyaan:

1. Cadangan surat suara 5% menurut RUU. Apakah tidak bisa diperkecil? Karena mobilitas penduduk pada pemilu tidak tinggi.

2. Anggota DPR bisa tidak jadi artis? Karena ada anggota DPR yang berprofesi sebagai artis memperoleh lebih banyak suara.

Tanggapan dan jawaban dari pihak yang diundang

• PSHK

1. Secara teknik perancangan peraturan (drafting), bila seperti dikatakan oleh JPPR bahwa data adminduk (berdasarkan UU adminduk) belum siap, maka bisa digunakan “aturan peralihan” di dalam UU. Sebab gunanya aturan peralihan justru untuk mengakomodasi ketidaksiapan pelaksanaan UU, supaya kondisi bisa disesuaikan.

2. Kamar kedua di dalam parlemen bikameral dilihat dari 2 aspek, yaitu: 1. Kekuatan politiknya.

2. Cara mereka dipilih.

Anggota DPD bukan dari partai, karena memang begitu konstitusinya dan rasionalnya tidak cukup kuat.

(6)

3. Definisi tindak pidana pemilu bukan secara harafiah namun lebih kepada pasal-pasalnya.

4. Mengenai gugatan PTUN terhadap KPU, memang KPU sudah banyak melakukan hal yang benar. Namun yang bisa dibuat sebagai batasan adalah pada soal waktunya.

• JPPR oleh Jerry

1. Pengerahan massa pada kampanye tidak positif dan hanya sebagai ajang rekreasi rakyat. Kampanye harus didorong untuk menjadi lebih edukatif.

2. Biaya untuk pemantau harus benar-benardipertimbangkan agar dapat digunakan secara optimal.

3. Penyederhanaan partai perlu dilakukan.

4. DPS harus bisa diakses oleh masyarakat, tidak hanya di kelurahan. 5. Menurut UU TPS harus terbentuk 6 bulan sebelum pemilu dan berakhir 2

bulan setelahnya. Untuk pemilu yang akan datang seperti tidak mungkin untuk dilaksanakan.

6. Menurut UU pasal 40 ayat 2, data penduduk dan data penduduk layak pilih sudah harus tersedia 6 bulan sebelumnya dan berakhir 2 bulan setelahnya.

7. DP4 dianggap tidak valid maka KPU mengembalikan D4 untuk divalidasi. 8. Intervensi Polisi terhadap pemantauan sangat berlebihan.

9. Data pemilu sebelum dipublikasikan harus dilaporkan kepada KPU.

DISCLAIMER:

Informasi dalam dokumen ini merupakan hasil catatan pemantauan tim pemantau www.parlemen.net terhadap

pembahasan suatu rancangan undang-undang yang dilakukan dalam rapat terbuka, dengan tujuan mendorong kebebasan memperoleh informasi dan partisipasi masyarakat dalam pembahasan rancangan undang-undang.

PSHK maupun tim pemantau www.parlemen.net tidak bertanggungjawab terhadap penggunaan dokumen ini di

luar tujuan tersebut. Segala informasi yang terkandung dalam dokumen ini memerlukan konfirmasi ulang dan penelitian lebih lanjut. Dokumen ini bukanlah notulensi resmi dari Pemerintah ataupun DPR-RI.

Referensi

Dokumen terkait

Dana berasal dari APBD dan Swadaya masyarakat di Kecamatan Kabun merupakan sebagai penjamin berjalannya setiap program yang dilakukan oleh Camat dalam menjalankan Perannya

memberikan persepsi nilai yang baik terhadap keempat merek sepeda motor tersebut. Nilai rata-rata yang berhasil didapatkan merek sepeda motor Suzuki

Untuk mengetahui upaya apa saja yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan oleh Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMD-PTSP) Kota

Studi Adhikara dan Septiyanto (2011) mengenai perilaku investor dan manfaat informasi akuntansi, menemukan bahwa informasi akuntansi tidak bermanfaat dalam melakukan

Saat ini kerap terjadi pelanggaran privasi di media sosial berbasis ojek online, timbulnya pelanggaran privasi pada ojek online ini karena aplikasi

Lubis, DTM&H, Sp.A(K), ( Rektor Universitas Sumatera Utara saat penulis diterima sebagai PPDS ) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti

Menurut Sofjan Assauri (2004:169) adalah suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan yang dimaksud untuk dijual dalam satu periode usaha yang normal atau

1) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. Di langkah ini guru diharapkan untuk menyampaikan apakah yang menjadi Kompetensi Dasar mata pelajaran yang