• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) adalah dasar hukum tertinggi bangsa Indonesia dan di dalamnya terdapat tujuan nasional bangsa Indonesia pada alinea keempat Pembukaan UUD NRI 1945 yaitu “...membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan abadi dan keadilan sosial”. Tujuan nasional tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur merata. Dalam rangka pembangunan perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial seperti dalam bidang keuangan pada umumnya dan bidang Asuransi pada khususnya harus berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945.

Asuransi menjadi salah satu penggerak utama dalam mendorong pertumbuhan ataupun kemajuan perekonomian suatu negara. Kemajuan perekonomian itu dicapai melalui penciptaan ketenangan dalam masyarakat atas kepastian pengendalian terhadap peristiwa yang belum tentu atau tidak pasti di dalam aktivitas bisnis maupun kehidupannya (Ricardo Simanjuntak, 2007: 73). Sehingga dapat dikatakan bahwa kehadiran Asuransi menjadi cukup penting dalam mendorong perekonomian bangsa. Adanya Asuransi akan memberikan perlindungan dan rasa aman pada masyarakat.

Asuransi di Indonesia sudah ada sejak lama. Ketentuan yang mengatur mengenai asuransi yaitu Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), bahwa Asuransi atau Pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang Penanggung mengikatkan diri kepada seorang Tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang

(2)

diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.

Berdasarkan Pasal 246 KUHD tersebut dapat dikemukakan bahwa pada dasarnya, Asuransi atau Pertanggungan itu adalah merupakan suatu ikhtiar dalam rangka menanggulangi adanya risiko (Chairuman Pasaribu, 2004: 84). Risiko yang terjadi dapat berupa kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang disebabkan oleh suatu peristiwa yang tidak pasti. Risiko yang dimungkinkan dihadapi oleh Tertanggung dapat dialihkan kepada Penanggung yang akan menjamin memberikan penggantian kepada Tertanggung.

Adanya peristiwa yang tidak pasti dalam asuransi, maka asuransi juga dapat termasuk dalam kategori perjanjian untung-untungan yaitu perjanjian pertanggungan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1774 (KUHPerdata). Secara lengkap dalam Pasal 1774 KUHPerdata menyebutkan bahwa suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun sementara pihak bergantung kepada kejadian yang belum tentu. Demikian adalah perjanjian pertanggungan, bunga cagak hidup, perjudian, dan pertaruhan.

Pelaksanaan asuransi di Indonesia juga memerlukan peraturan dalam sebuah undang-undang. Sehingga pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian untuk mengakomodir pelaksanaan asuransi di Indonesia. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian menjelaskan bahwa:

“Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atu untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”

(3)

Dilihat dari pengertian Asuransi menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian lebih luas dari pada pengertian asuransi dalam Pasal 246 KUHD. Apabila dalam Pasal 246 KUHD hanya meliputi asuransi kerugian saja. Sedangkan, dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian meliputi Asuransi kerugian sekaligus Asuransi jiwa.

Perkembangan Asuransi tidak berhenti pada satu konsep saja, ada alternatif lain bagi masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas asuransi, yakni takaful atau Asuransi Syariah. Asuransi Syariah secara sederhana dikatakan sebagai Asuransi bernuansa Islami yang lebih condong pada kegiatan sosial daripada kegiatan yang mengutamakan profit oriented (keuntungan bisnis), dikarenakan aspek tolong-menolong menjadi dasar utama dalam menegakkan praktik asuransi. Tatkala konsep Asuransi tersebut dikemas dalam sebuah organisasi perusahaan yang berorientasi kepada profit, akan berakibat pada penggabungan dua visi yang berbeda yaitu visi sosial yang menjadi landasan utama dan visi ekonomi yang merupakan landasan tambahan (Hasan Ali, 2006: 54). Sehingga, apabila dalam Asuransi Konvensional berorientasi profit semata, sedangkan Asuransi Syariah tidak hanya untuk profit tetapi juga untuk sosial yang bertujuan untuk saling tolong-menolong sesama.

Kemunculan Asuransi Syariah tidak lepas dari adanya Asuransi Konvensional sejak berdirinya lembaga keuangan bank maupun non-bank yang berasaskan syariah. Sehingga ketentuan asuransi syariah masih berlandaskan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (Heri Sudarsono, 2003: 114). Undang-undang tersebut kurang mengakomodir Asuransi Syariah, karena tidak dijelas lebih lanjut mengenai asuransi syariah. Oleh karena itu, pelaksanaan asuransi syariah di Indonesia tidak dapat dilaksanakan jika hanya berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian saja, tetapi juga memerlukan pengaturan lebih lanjut mengenai asuransi syariah.

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang mempunyai andil yang cukup kuat dalam mengembangkan lembaga

(4)

keuangan syariah, mengeluarkan Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN/MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah (Hendri Tanjung, 2014: 284). Sehingga pelaksanaan asuransi syariah di Indonesia selain berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian juga berdasaskan Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN/MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.

Menurut Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN/MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, Asuransi Syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah (Abdul Ghofur Anshori, 2007: 4). Tetapi Fatwa DSN-MUI tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dalam Hukum Nasional karena tidak termasuk dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia (Suyanto, 2010: 88). Sehingga asuransi syariah kurang berkembang karena ketentuan mengenai asuransi syariah kurang memadai. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu peraturan perundang-undangan yang dapat mengakomodir pelaksanaan asuransi syariah di Indonesia.

Selama beberapa periode pelaksanaan asuransi syariah di Indonesia dapat menjalankan operasionalnya dengan adanya regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah (Heri Sudarsono, 2003:114). Pada tahun 2014 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian yang menggantikan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian mengatur mengenai asuransi konvensional sekaligus asuransi syariah.

Pengertian asuransi konvensional dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, yaitu:

“Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan Asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan Asuransi sebagai imbalan untuk:

a. memberikan penggantian kepada Tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang

(5)

timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita Tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya Tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya Tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.”

Pengertian Asuransi Syariah dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, yaitu:

“Asuransi Syariah adalah kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara perusahaan Asuransi Syariah dan pemegang polis dan perjanjian di antara para pemegang polis, dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan cara:

a. memberikan penggantian kepada Peserta atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita Peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya Peserta atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya Peserta dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Diaturnya Asuransi Syariah dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian merupakan langkah pemerintah agar dapat mengembangkan Asuransi Syariah pula. Terdapat perbedaan antara Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Perbedaan tersebut karena Asuransi Syariah menggunakan prinsip syariah. Sehingga pengaturan Asuransi Syariah menyesuaikan prinsip syariah.

Menurut Norma Md. Saad dalam Review of Integrative Business and Econnomic Research Vol. 1 No. 1, yang berbunyi: (Norma Md. Saad, 2012: 35)

(6)

Due to the increased competition, consolidation and a changing regulatory environment that have characterized the insurance industry in recent years, it is imperative for the insurance operators to always seek for ways and methods to improve their operating performance. The findings from the expanding body of literature on efficiency in insurance for both developed and emerging economies, have important implications for both insurance operators in improving their competitive edge and the policymakers as well as the regulators of insurance companies in order to improve the stability of the financial institutions and to enhance further the effectiveness of the monetary system as a whole.

Terjemahan bebas:

Karena meningkatnya persaingan, konsolidasi dan lingkungan peraturan yang berubah yang ditandai industri Asuransi dalam beberapa tahun terakhir, sangat penting untuk pelaku Asuransi untuk selalu mencari cara dan metode untuk meningkatkan kinerja operasi mereka. Temuan dari memperluas literatur tentang efisiensi dalam Asuransi untuk negara maju dan berkembang, memiliki implikasi penting bagi kedua pelaku Asuransi dalam meningkatkan keunggulan kompetitif mereka dan pembuat kebijakan serta regulator perusahaan Asuransi dalam rangka meningkatkan stabilitas lembaga keuangan dan untuk meningkatkan lebih lanjut efektivitas sistem moneter secara keseluruhan.

Melihat dari pendapat Norm Md. Saad tersebut, bahwa selain dengan adanya perubahan industri Asuransi setiap tahunnya, maka penting pula mencari cara dan metode untuk meningkatkan pertumbuhan asuransi. Salah satu usaha meningkatkan industri Asuransi adalah dengan membentuk suatu peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan perkembangan industri Asuransi saat ini seperti pembentukan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 yang mengatur Asuransi Konvensional sekaligus Asuransi Syariah.

Hadirnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian serta semenjak bulan Januari 2013, seluruh industri keuangan di Indonesia, termasuk Asuransi berada dibawah lembaga Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap transparansi keuangan dan kegiatan

(7)

operasional seluruh lembaga keuangan, mempertahankan dan memelihara kestabilan perekonomian, serta melindungi kepentingan Tertanggung dan masyarakat (Hendrisman Rahim, 2013: 15). Oleh karena itu, untuk ke depannya diharapkan pelaksanaan industri perasuransian di Indonesia dapat tumbuh dan berkembang lebih baik lagi.

Perkembangan industri asuransi di Indonesia tidak hanya terjadi pada Asuransi Konvensional saja, akan tetapi juga terjadi pada Asuransi Syariah. Perkembangan Asuransi Syariah cukup pesat, dimulai dari 1 perusahaan pada tahun 1994 (Hendri Tanjung, 2014: 287) hingga menjadi 55 perusahaan pada tahun 2015. Dalam 5 tahun terakhir Asuransi Syariah mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 1.

Tabel 1.

Jumlah Asuransi Syariah Indonesia Tahun 2011-2015 No Jenis 2011 2012 2013 2014 2015 1 Asuransi Jiwa Syariah 3 3 3 3 5 2 Asuransi Umum Syariah 2 2 2 2 3 3 Unit Usaha Syariah Asuransi Jiwa 17 17 17 17 19 4 Unit Usaha Syariah Asuransi Umum 18 20 24 23 25 5 Unit Syariah Reasuransi 3 3 3 3 3 Jumlah 43 45 49 48 55 Sumber: OJK

(8)

Data dalam tabel di atas menunjukkan perkembangan Asuransi Syariah yang semakin tumbuh dan berkembang dari tahun ke tahun. Sehingga dapat dikatakan bahwa Asuransi Syariah merupakan salah satu lembaga keuangan syariah non bank yang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di Indonesia.

Banyak pengguna jasa Asuransi Syariah tidak hanya berasal dari umat muslim, tetapi juga dari kalangan non-muslim. Alasan kalangan muslim maupun non-muslim memilih Asuransi Syariah adalah adanya sistem yang lebih transparan dan adil dalam Asuransi Syariah. Adanya sistem tersebut membuat minat masyarakat terhadap Asuransi Syariah meningkat (Hasan Ali, 2004: 55). Namun, perkembangan Asuransi Syariah tersebut masih di bawah perkembangan Asuransi Konvensional. Jumlah perusahaan Asuransi Syariah di Indonesia pada tahun 2015 terdapat 55 perusahaan, sedangkan jumlah perusahaan Asuransi Konvensionalnya sejumlah 137 perusahaan. Jumlah perusahaan Asuransi Syariah masih kalah jauh bahkan tidak sampai setengah dari jumlah perusahaan Asuransi Konvensional. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 2.

Tabel 2.

Jumlah Asuransi Konvensional Indonesia Per 31 Desember 2015 No Jenis Jumlah 1 Asuransi Jiwa 50 2 Asuransi Umum 76 3 Reasuransi 6 4 Asuransi Wajib 3 5 Asuransi Sosial 2 Jumlah 137 Sumber: OJK

Berdasarkan jumlah perusahaan Asuransi Konvensional dalam Tabel 2. sejumlah 137 perusahaan dan jumlah perusahaan Asuransi Syariah dalam

(9)

Tabel 1 sejumlah 48 perusahaan, maka dapat dilihat selisih yang sangat jauh. Hal tersebut membuktikan bahwa perkembangan Asuransi Konvensional jauh lebih cepat dibandingkan dengan perkembangan Asuransi Syariah yang lambat.

Melihat perkembangan Asuransi tidak hanya dengan melihat jumlah perusahaannya saja tapi juga dapat dilihat dari jumlah aset perusahaannya. Jumlah aset yang cukup besar dalam suatu perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mengalami perkembangan yang sangat baik. Jumlah aset perusahaan Asuransi Konvensional jauh lebih tinggi dari aset perusahaan Asuransi Syariah. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan Asuransi Konvensional berkembang dengan baik. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 3.

Tabel 3.

Perbandingan Jumlah Aset

Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah Per 31 Desember 2015

(Dalam Miliar Rupiah) Asuransi Syariah Asuransi Konvensional

Jenis Aset Jenis Aset

Asuransi Umum 3.786 Asuransi Umum 123.362,8 Asuransi Jiwa 21.614 Asuransi Jiwa 336.044,7

Reasuransi 3.786 Reasuransi 130.308,9

Asuransi Wajib 130.308,9 Asuransi Sosial 235.358,3

Jumlah 26.519 Jumlah 955.383,6

Sumber: OJK

Melihat pada Tabel 3. di atas, besar jumlah aset Asuransi Konvensional sebesar 955.383,6 Miliiar Rupiah sedangkan jumlah aset Asuransi Syariah sebesar 26.519 Miliar Rupiah. Jumlah aset Asuransi Syariah hanya sebesar 0,03 persen dari jumlah aset Asuransi Konvensional. Tentu hal ini terdapat perbedaan yang sangat jauh. Dari segi aset yang dimiliki,

(10)

Asuransi Syariah berkembang lambat dan belum sejajar dengan Asuransi Konvensional.

Berdasarkan uraian yang telah diuraikan di atas, perkembangan Asuransi Syariah terlihat lebih lambat daripada perkembangan Asuransi Konvensional. Padahal masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, seharusnya faktor tersebut bisa meningkatkan pertumbuhan Asuransi Syariah di Indonesia, namun realitanya masih banyak masyarakat belum tertarik dengan Asuransi Syariah sehingga masih menggunakan Asuransi Konvensional. Padahal Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah juga telah diatur dalam sebuah undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuranasian. Oleh karena itu, penulis sangat tertarik untuk melakukan kajian secara menyeluruh terkait dengan perbedaan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian serta faktor-faktor pendorong perkembangan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah di Indonesia melalui penulisan hukum yang berjudul “Studi Komparasi Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, agar permasalahan yang diteliti menjadi lebih jelas, tegas, dan terarah serta tercapai sasaran yang diharapkan, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perbedaan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian?

2. Faktor-faktor apa yang mendorong perkembangan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah di Indonesia?

(11)

C. Tujuan Penelitian

Terdapat dua jenis tujuan dalam pelaksanaan suatu penelitian, yaitu tujuan objektif dan tujuan subjektif. Tujuan objektif merupakan tujuan yang berasal dari tujuan penelitian itu sendiri, sedangkan tujuan subjektif merupakan tujuan yang berasal dari penulis. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan objektif dan tujuan subjektif dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Objektif

a. Mengetahui perbedaan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian; dan

b. Mengetahui faktor-faktor perkembangan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah di Indonesia.

2. Tujuan Subjektif

a. Memperoleh data dan informasi sebagai bahan penelitian untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar kesarjanaan pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret;

b. Menambah ilmu pengetahuan dan pemahaman penulis dalam bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum perdata serta hukum dan masyarakat pada khususnya; dan

c. Mengembangkan proses penalaran yang dinamis serta cara berpikir kritis bagi penulis berdasarkan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum yang diperoleh dan dipelajari selama masa perkuliahan.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian merupakan salah satu aspek penting dalam penelitian. Dalam suatu penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat, baik manfaat secara teoritis maupun praktis, terutama bagi bidang ilmu yang sedang diteliti. Adapun manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(12)

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah:

a. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pengembangan di bidang Ilmu Hukum pada umumnya dan dan Hukum Perdata serta Hukum dan Masyarakat pada khususnya terkait Hukum Asuransi; dan

b. Hasil penelitian diharapkan dapat memperkaya tambahan referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan serta dapat digunakan sebagai sumber rujukan terhadap penelitian sejenis selanjutnya. 2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah:

a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti serta memberi sumbangan referensi bagi penelitian sejenis;

b. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan pemikiran bagi para pihak yang memiliki kepentingan dalam penelitian ini; dan

c. Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat di kemudian hari.

E. Metode Penelitian

Penulisan hukum adalah suatu usaha menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran hipotesa atau ilmu pengetahuan yang dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah. Penelitian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penelitian doktrinal dan non doktrinal. Penulisan hukum merupakan suatu kegiatan know-how dalam ilmu hukum, bukan sekedar know about. Hasil yang dicapai dimaksudkan untuk memecahkan isu hukum yang sedang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 60). Adapun metode penelitian yang akan digunakan penulis dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

(13)

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal. Penelitian doktrinal yaitu penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum yang fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan sekunder. Sehingga penelitian hukum akan mampu menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 55-56). Dalam penelitian ini, penulis mengkaji pengaturan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.

2. Sifat Penelitian

Penelitian hukum ini, penulis menggunakan penelitian yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, objek ilmu hukum adalah kohersi antara norma hukum dan prinsip hukum antara aturan hukum dan norma hukum, serta kohersi antara tingkah laku dengan norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 41). Suatu ilmu terapan hanya dapat diterapkan oleh ahlinya. Yang dapat menyelesaikan masalah hukum adalah ahli hukum melalui kaidah-kaidah keilmuan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 67). Metode ini diharapkan menghasilkan argumentasi dan konsep sebagai preskripsi yang sudah mengandung nilai dan dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan pengaturan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. 3. Pendekatan Penelitian

Penelitian hukum ini, penulis menggunakan beberapa pendekatan penelitian yaitu pendekatan undang-undang (statue approach) dan pendekatan komparatif (comparatif approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 133). Dalam pendekatan undang-undang, penulis mencoba menganalisis peraturan perundang-undangan dan

(14)

regulasi yang berkaitan dengan isu hukum yang sedang dikaji yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Sedangkan pendekatan komparatif, penulis mencoba mengkomparasikan peraturan perundang-undangan dengan regulasi lainnya yang berkaitan dengan isu hukum yang sedang dikaji yaitu mengkomparasi pengaturan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Penelitian hukum ini, bahan hukum yang dipakai adalah bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas, yaitu terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua publikasi yang bukan merupakan dokumen resmi yaitu meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal, dan komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 181).

a. Bahan Hukum Primer 1) Al-Quran; 2) Hadist;

3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

4) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; 5) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;

6) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian; dan

7) Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 21/DSN/MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah

(15)

b. Bahan Hukum Sekunder

Semua bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang meliputi:

1) Hasil karya ilmiah para sarjana; 2) Buku-buku ilmiah di bidang hukum; 3) Kamus-kamus hukum;

4) Jurnal-jurnal hukum;

5) Literatur dan hasil penelitian lainnya. 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan oleh penulis dalam penelitian hukum ini adalah studi dokumen atau studi kepustakaan (literature research), yaitu pengumpulan dan identifikasi bahan hukum yang didapat melalui perundang-undangan, buku referensi, karangan ilmiah, dokumen resmi, makalah, jurnal, serta bahan-bahan yang memiliki keterkaitan dengan isu hukum yang sedang dibahas dalam penelitian ini yaitu bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah. Kemudian bahan hukum disusun serta dikonstruksikan dengan sistematis.

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Analisis bahan hukum merupakan tahapan yang dilakukan penulis dalam menguraikan bahan hukum yang telah diperoleh, yang nantinya akan dipergunkan untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang akan diteliti. Analisis bahan hukum yang digunakan oleh penulis adalah metode silogisme dengan melalui pola berpikir deduksi. Penggunaaan pola berpikir deduksi ini berpangkal dari premis mayor yang merupakan aturan hukum. Aturan hukum yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Kemudian diajukan premis minor yang merupakan fakta hukum. Fakta hukum yang digunakan adalah perkembangan pengaturan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah. Dari kedua premis ini kemudian

(16)

ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban dari perumusan masalah (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 90).

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan disusun guna mendapatkan gambaran yang jelas mengenai isi dari penulisan hukum yang sedang dilaksanakan. Adapun sistematika penulisan hukum ini dibagi dalam 4 (empat) bab, yaitu sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini, penulisan memaparkan mengenai Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan Hukum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini, penulis akan memberikan landasan teori yang bersumber pada bahan hukum yang penulis gunakan berkaitan dengan judul permasalahan yang sedanga diteliti. Selain itu, untuk memudahkan pemahaman alur berfikir, maka dalam bab ini juga disertai kerangka pemikiran.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis membahas dan menjawab permasalahan hukum berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, yaitu perbedaan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, dan faktor-faktor pendorong perkembangan Asuransi Syariah di Indonesia.

BAB IV PENUTUP

Bab ini menjelaskan secara singkat tentang simpulan akhir dari pembahasan dan jawaban atas perumusan masalah, dan diakhiri dengan saran-saran yang didasarkan atas hasil keseluruhan penelitian.

Gambar

Tabel 1 sejumlah 48 perusahaan, maka dapat dilihat selisih yang sangat jauh.  Hal tersebut membuktikan bahwa perkembangan Asuransi Konvensional jauh  lebih  cepat  dibandingkan  dengan  perkembangan  Asuransi  Syariah  yang  lambat

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan yang sudah disampaikan diatas bahwa organ-organ yang didirkan berada pada kerangka Organisasi Konferensi Islam sesuai dengan resolusi-resolusi yang diadopsi oleh

Berdasarkan pada hal tersebut maka penyesuaian pola sertifikasi dirancang / di angkat sebagai kasus untuk dilakukan perhitungan dengan metode data mining untuk membantu dalam

supervisi akademik pada Sekolah Dasar Negeri Segugus Sukawati IV berada dalam kategori cukup baik dengan rata-rata skor mencapai 122,3. Kecendrungan motivasi

Apakah Bapak/Ibu/Saudara setuju dengan PEROMBAKAN/PERGANTIAN menteri di kabinet kerja Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla. Sebagian besar publik SETUJU (42.21%)

Berdasarkan Tabel 4.3 pada nilai histogram citra gelap terlihat tingkat kegelapan yang sangat dominan sehingga setelah dilakukan pencarian rata- rata pada nilai histogram maka

Namun demikian, definisi generik berikut bisa dipakai: penelitian kualitatif itu multi-metode dalam fokus, meliputi pendekatan naturalistik interpretif terhadap pokok

Agar tidak membias dan menimbulkan penafsiran yang keliru, perlu dipertegas di sini bahwa sesuai dengan judul penelitian “Analisis Semiotik Model Charles Sanders

Adhêdhasar asiling analisis data sagêd kapêndhêt dudutan: (1) penanda kohesi gramatikal ing salêbêting Wacana Antologi Cerkak “Puber Kedua” anggitanipun Ary