• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan - BAB II WIDYANINGRUM PBSI'11

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan - BAB II WIDYANINGRUM PBSI'11"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang bahasa khususnya tindak tutur direktif (kajian pragmatik) sebelumnya pernah dilakukan oleh Yuda Eka Setyaningsih (2004) dengan judul “Tindak Tutur Direktif Guru dalam Komunikasi Proses Belajar Mengajar di SD Negeri Karanggondang I Kecamatan Karangkobar Kabupaten Banjarnegara”.

Penelitian tersebut dilakukan untuk mendeskripsikan wujud tuturan direktif guru dalam komunikasi proses belajar mengajar di SD Negeri Karanggondang I, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara. Penelitian tersebut menghasilkan wujud tuturan direktif guru SD dalam proses belajar mengajar terbagi menjadi enam bentuk yaitu tuturan requestives, questions, requirement, prohibitives, permissives, dan advisories.

(2)

B. Pengertian Bahasa dan Fungsi Bahasa 1. Pengertian Bahasa

Hoetomo (2005: 75) menjelaskan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri.

Bahasa bersifat arbitrer, artinya hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya tidak bersifat wajib, bisa berubah dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang tersebut mengonsepsi makna tertentu. Meskipun lambang-lambang bahasa itu bersifat arbitrer, tetapi juga bersifat konvensional. Artinya setiap penutur suatu bahasa akan mematuhi hubungan antarlambang dengan yang dilambangkannya (Chaer dan Leonie Agustina, 2004: 12-13).

Bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran gagasan konsep atau juga perasaan (Chaer dan Leonie Agustina, 2004: 14).

Keraf (2004: 1) mengemukakan bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

Dari pengertian bahasa menurut beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia untuk berkomunikasi, bersifat arbitrer dan konvensional.

2. Fungsi Bahasa

(3)

a. Dilihat dari sudut penutur, bahasa berfungsi personal atau pribadi. Maksudnya, penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu waktu menyampaikan tuturannya.

b. Dilihat dari segi pendengar atau lawan bicara, bahasa berfungsi direktif, yaitu mengatur tingkah laku pendengar. Maksudnya, bahasa tidak hanya membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang diinginkan si pembicara.

c. Dilihat dari segi topik ujaran, bahasa berfungsi referensial. Maksudnya, bahasa berfungsi sebagai alat untuk membicarakan objek atau peristiwa yang ada di sekeliling penutur atau yang ada dalam budaya pada umumnya.

d. Dilihat dari kode yang digunakan, bahasa berfungsi metalingual atau metalinguistik, yakni bahasa digunakan untuk membicarakan bahasa itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam proses pembelajaran bahasa di mana kaidah-kaidah atau aturan-aturan bahasa dijelaskan dengan bahasa. e. Dilihat dari segi amanat yang akan disampaikan, bahasa berfungsi

imaginatif. Bahasa dapat digunakan untuk menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan; baik yang sebenarnya, maupun yang cuma imaginasi (khayalan, rekaan) saja.

C. Pragmatik

Menurut Rohmadi (2004: 2) pragmatik adalah studi kabahasaan yang terikat konteks. Konteks memiliki peranan kuat dalam menentukan maksud penutur dalam berinteraksi dengan lawan tutur. Wijana (1996: 1) menjelaskan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan di dalam komunikasi.

(4)

yaitu pragmatik mengkaji kemampuan pemakai bahasa untuk mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks yang sesuai dengan kalimat-kalimat-kalimat-kalimat tersebut.

Menurut Rahardi (2005: 49) pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia yang pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks yang mewadahi dan melatarbelakangi bahasa itu.

Purwa (dalam Chaniago dkk, 1997: 1.4) menjelaskan konteks yang dimaksud adalah ihwal siapa yang mengatakan kepada siapa, tempat dan waktu diujarkannya suatu kalimat, anggapan-anggapan mengenai yang terlibat di dalam tindakan mengutarakan kalimat. Rustono (1999:19) menjelaskan bahwa konteks adalah sesuatu yang menjadi sarana pemerjelas maksud.

Sehubungan dengan bermacam-macam maksud yang mungkin dikomunikasikan oleh penutur, Leech (1993: 19) mengemukakan sejumlah aspek yang senantiasa harus dipertimbangkan dalam pragmatik, yaitu (1) penutur dan lawan tutur, (2) konteks tuturan, (3) tujuan tuturan, (4) tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, (5) tuturan sebagai produk tindak verbal. Kelima aspek tersebut saling melengkapi untuk menganalisis suatu tuturan dalam pragmatik.

(5)

D. Tindak Tutur

1. Pengertian Tindak Tutur

Menurut Rohmadi (2004: 29), teori tindak tutur pertama kali dikemukakan oleh Austin (1956), seorang guru besar di Universitas Harvard. Teori yang berwujud hasil kuliah itu kemudian dibukukan oleh J.O.Urmson (1965) dengan judul How to do Things with words?. Akan tetapi teori itu baru berkembang secara mantap setelah Searle (1969) menerbitkan buku yang berjudul Speech Acts : An Essay in the Philosophy of Language. Menurut Searle dalam semua komunikasi linguistik terdapat tindak tutur. Ia berpendapat bahwa komunikasi bukan sekadar lambang, kata atau kalimat, tetapi akan lebih tepat apabila disebut produk atau hasil dari lambang, kata atau kalimat yang berwujud perilaku tindak tutur (fire performance of speech acts).

Menurut Chaer dan Leonie Agustina (2004: 50), tindak tutur merupakan gejala individu yang bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya.

Searle (dalam Rohmadi, 2004: 29) menegaskan bahwa tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu yang dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, perintah atau yang lainnya.

(6)

2. Bentuk Tindak Tutur

Searle (dalam Wijana, 1996: 17-19) dalam bukunya Speech Acts: An Essay in The Philosophy of Language mengemukakan bahwa secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (ilocutionary act), dan tindak perlokusi (perlocutionary act).

a. Tindak Lokusi

Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur ini sering disebut sebagai The Act of Saying Something. Contoh kalimat:

(2) “Kemarin ibuku sakit.”

Kalimat tersebut diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Tindak lokusi merupakan tindakan yang paling mudah diidentifikasi, karena dalam pengidentifikasian tindak lokusi tidak memperhitungkan konteks tuturannya.

b. Tindak Ilokusi

(7)

Ibrahim (1993: 16-43) mengklasifikasikan tindak ilokusi sebagai berikut. 1) Konstatif (constatives)

Secara umum, constative merupakan ekspresi kepercayaan yang dibarengi dengan ekspresi maksud sehingga mitra tutur membentuk atau memegang kepercayaan yang serupa. Misalnya menyatakan, memprediksi, melaporkan, menasehati, menilai dan membenarkan. 2) Direktif (directives)

Direktif mengekspresikan maksud penutur (keinginan, harapan) sehingga ujaran atau sikap yang diekspresikan dijadikan sebagai alasan untuk bertindak oleh mitra tutur. Misalnya meminta, bertanya, memerintah, melarang, menyetujui, dan menasehati.

3) Komisif (comissives)

Comissives merupakan satu kategori tindak ilokusi yang mewajibkan seseorang atau menolak mewajibkan seseorang untuk melakukan sesuatu yang dispesifikasi dalam proposisinya, yang bisa juga menspesifikasi kondisi-kondisi tempat isi itu dilakukan atau tidak harus dilakukan. Misalnya menjanjikan dan menawarkan.

4) Acknowledgments (Pengakuan)

Acknowledgments mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur, baik yang berupa rutinitas ataupun yang murni. Misalnya penyampaian salam, mengekspresikan rasa senang, berterima kasih dan mengucapkan selamat.

c. Tindak Perlokusi

Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Tuturan yang diucapkan penutur memiliki efek atau daya pengaruh kepada lawan tutur. Tindak perlokusi disebut sebagai The Act of Affecting Someone. Tuturan (2) jika diucapkan oleh seseorang yang tidak dapat menghadiri undangan teman, maka perlokusinya adalah agar orang yang mengundangnya harap memaklumi.

(8)

langsung, tindak tutur literal, tindak tutur tidak literal, tindak tutur langsung literal, tindak tutur tidak langsung literal, tindak tutur langsung tidak literal, tindak tutur tidak langsung tidak literal.

a. Tindak tutur langsung

Secara formal kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogative) dan kalimat perintah (imperative). Secara konvensional kalimat berita (deklaratif) digunakan untuk memberitahukan sesuatu (informasi); kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaaan atau permohonan. Apabila kalimat berita difungsikan secara konvensional untuk mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya dan kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak memohon dan sebagainya, maka akan terbentuk tindak tutur langsung (direct speech). Sebagai contoh : Mira memiliki dua adik. Di mana rumahmu? Ambilkan tas saya! Ketiga kalimat tersebut merupakan tindak tutur langsung berupa kalimat berita, tanya, dan perintah.

b. Tindak tutur tidak langsung (indirect speech act)

(9)

c. Tindak tutur literal (literal speech act)

Tindak tutur literal adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Sebagai contoh dapat dilihat kalimat berikut.

(3) “Penyanyi itu suaranya bagus.”

Kalimat (3) jika diutarakan dengan maksud untuk memuji atau mengagumi suara penyanyi yang dibicarakan, maka kalimat itu merupakan tindak tutur literal. d. Tindak tutur tidak literal (nonliteral speech act)

Tindak tutur tidak literal adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan kata-kata yang menyusunnya. Sebagai contoh dapat dilihat kalimat berikut.

(4) “Suaramu bagus, tapi kamu tidak usah menyanyi.”

Kalimat (4) penutur bermaksud mengatakan bahwa suara lawan tuturnya jelek, yaitu dengan mengatakan “Tak usah menyanyi”. Tindak tutur pada kalimat (4) merupakan tindak tutur tak literal.

e. Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act)

Tindak tutur langsung literal ialah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud pengutaraannya. Maksud memerintah disampaikan dengan kalimat perintah, memberitakan dengan kalimat berita, dan menanyakan sesuatu dengan kalimat tanya. Misalnya : Ambilkan buku itu!, Citra gadis yang cantik, Berapa saudaramu, Mad?

f. Tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act)

(10)

makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh penutur. Misalnya : “Lantainya kotor”. Kalimat itu jika diucapkan seorang ayah kepada anaknya bukan saja menginformasikan, tetapi sekaligus menyuruh untuk membersihkannya.

g. Tindak tutur langsung tidak literal (direct non literal speech)

Tindak tutur langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud dan tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. Misalnya : “Sepedamu bagus, kok”. Penuturnya sebenarnya ingin mengatakan bahwa sepeda lawan tuturnya jelek.

h. Tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect non literal speech act)

Tindak tutur tidak langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat dan makna kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang ingin diutarakan. Untuk menyuruh seorang pembantu menyapu lantai kotor, seorang majikan dapat saja mengutarakannya dengan kalimat “Lantainya bersih sekali, Mbok”.

E. Tindak Tutur Direktif

Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu (Rustono, 1999: 38).

(11)

penutur (keinginan, harapan) sehingga ujaran atau sikap yang diekspresikan dijadikan sebagai alasan untuk bertindak oleh mitra tutur.

Ibrahim (1993: 29-33) mengkategorikan direktif ke dalam enam bentuk tuturan yaitu: 1) requestives (meminta, memohon, dan mengajak), 2) questions (bertanya), 3) requirements (memerintah, mengarahkan, dan mengatur), 4) prohibitives (melarang dan membatasi), 5) permissives (memperbolehkan), dan 6) advisories (memperingatkan dan menyarankan).

1. Requestives, yaitu mengekspresikan keinginan atau harapan penutur sehingga mitra tutur menyikapi keinginan yang terekspresikan ini sebagai alasan untuk bertindak. Misal tuturan mengajak, meminta, dan memohon.

Contoh:

(5) “Ayo belajar supaya pintar!” Konteks tuturan:

Dituturkan oleh seorang guru pada siswanya.

Bentuk tuturan mengajak, yaitu mengajak siswa untuk belajar sehingga nantinya siswa-siswa semakin pintar.

(6) “Coba perhatikan gambar-gambar binatang yang dipegang ibu!” Konteks tuturan:

Dituturkan oleh seorang guru pada saat mengajar dan melihat siswanya tidak memperhatikan gambar yang sedang diterangkan.

(12)

(7) “Anak pintar, ibu mohon duduk yang manis!” Konteks tuturan:

Dituturkan oleh seorang guru pada siswanya yang lari-lari di dalam kelas. Bentuk tuturan memohon, yaitu memohon siswa agar tidak lari-lari di dalam kelas dan memperhatikan penjelasan yang sedang diterangkan guru.

2. Questions (pertanyaan) merupakan requests (permohonan) yaitu bahwa apa yang dimohon adalah mitra tutur memberikan kepada penutur informasi tertentu. Misal tuturan bertanya.

Contoh:

(8) “Anak-anak kemarin kita sudah belajar nama-nama hari. satu minggu ada tujuh hari, sesudah hari selasa hari apa anak-anak?”

Konteks tuturan:

Dituturkan oleh guru pada waktu menjelaskan nama-nama hari.

Bentuk tuturan bertanya, yaitu menanyakan kepada siswa dan dimaksudkan agar dapat menjawab atau memberitahukan nama hari sesudah hari selasa. (9) “Tegar, apa yang kamu lakukan sesudah bangun tidur apakah mandi,

makan atau menangis?” Konteks tuturan:

Dituturkan oleh seorang guru kepada siswanya ketika membahas aktivitas mereka setiap pagi.

(13)

3. Requirements, yaitu perintah. Maksud yang diekspresikan penutur adalah mitra tutur menyikapi ujaran penutur sebagai alasan untuk bertindak, dengan demikian ujaran penutur dijadikan sebagai alasan penuh untuk bertindak. Misal tuturan memerintah, mengarahkan, dan mengatur.

Contoh:

(10) “Tepuk anak saleh bersama-sama!” Konteks tuturan:

Dituturkan oleh seorang guru ketika melihat siswanya mulai tidak konsentrasi.

Bentuk tuturan memerintah, yaitu memerintah agar siswanya melakukan tepuk anak sholeh agar lebih bersemangat dalam belajar di kelas.

(11) “Hari ini kita akan latihan senam untuk lomba tanggal 17 besok. Sebelum senam dimulai, tolong anak laki-laki baris di belakang!”

Konteks tuturan:

Dituturkan oleh seorang guru ketika akan memulai senam di pagi hari dan melihat siswanya berbaris tidak teratur.

Bentuk tuturan mengatur, yaitu agar siswa dapat mematuhi untuk berbaris dengan teratur.

4. Prohibitives, yaitu melarang mitra tutur mengerjakan sesuatu. Misal tuturan melarang dan membatasi.

Contoh:

(14)

Konteks tuturan:

Dituturkan oleh seorang guru ketika melihat ada siswa yang mewarnai gambar sambil tengkurap.

Bentuk tuturan melarang, yaitu agar siswa tidak mewarnai gambar sambil tengkurep, tetapi mewarnai gambar di meja yang sudah disediakan.

(13) “Di dalam buku itu ada bermacam-macam gambar binatang untuk diwarnai. Tetapi sekarang yang diberi warna, gambar gajah saja.”

Konteks tuturan:

Dituturkan oleh seorang guru kepada siswanya ketika melakukan aktivitas mewarnai gambar.

Bentuk tuturan membatasi, yaitu agar siswa melakukan tindakan sesuai dengan batasan yang dituturkan guru yakni hanya mewarnai gambar gajah saja dan gambar yang lain tidak diwarnai dulu.

5. Permissives, yaitu mengekspresikan kepercayaan penutur dan maksud penutur sehingga mitra tutur percaya bahwa ujaran penutur mengandung alasan yang cukup bagi mitra tutur untuk bebas melakukan tindakan tertentu. Misal tuturan memperbolehkan.

Contoh:

(14) “Setelah senam, kalian boleh istirahat.” Konteks tuturan:

Dituturkan oleh seorang guru setelah selesai senam pagi.

(15)

(15) “Karena kamu sakit, kamu boleh pulang.” Konteks tuturan:

Dituturkan oleh seorang guru ketika melihat ada siswa yang sakit.

Bentuk tuturan memperbolehkan, yaitu memperbolehkan siswa untuk pulang agar tidak sakit di sekolah.

6. Advisories, yaitu kepercayaan mitra tutur bahwa apa yang diekspresikan penutur merupakan hal yang baik untuk kepentingan mitra tutur. Misal tuturan memperingatkan dan menyarankan.

Contoh:

(16) “Lombanya tinggal 12 hari lagi, sebaiknya makan yang teratur supaya pada waktu lomba tidak ada yang sakit.”

Konteks tuturan:

Dituturkan oleh seorang guru setelah selesai latihan senam untuk lomba. Bentuk tuturan menyarankan, yaitu agar siswa menjaga kesehatan menjelang perlombaan yang tinggal 12 hari.

(17) “Anak-anak, biasakan berdoa sebelum makan!” Konteks tuturan:

Dituturkan guru ketika melihat siswa makan tanpa berdoa terlebih dulu. Bentuk tuturan memperingatkan, yaitu agar siswa dapat melakukan suatu hal yang lebih baik seperti membiasakan berdoa sebelum makan.

F. Karakteristik Guru Taman Kanak-kanak

(16)

Guru TK adalah pembimbing bagi anak taman kanak-kanak. Proses tumbuh kembang anak sangat ditunjang oleh peran guru sebagai pembimbing. Agar guru dapat melaksanakan layanan bimbingan pada anak, maka guru perlu menguasai berbagai karakteristik pembimbing. Perlakuan dan layanan pada anak harus sangat mempertimbangkan karakteristik dan kemampuan anak. Artinya unsur memaksa pada anak malah justru akan menghasilkan perilaku jauh dari harapan.

Guru di taman kanak-kanak berperan sebagai seorang pembimbing. Syaodih (2005: 183) menyebutkan beberapa karakteristik yang perlu dimiliki guru sebagai seorang pembimbing, yaitu (1) sabar, (2) penuh kasih sayang, (3) penuh perhatian, (4) ramah, (5) toleransi tehadap anak, (6) empati, (7) penuh kehangatan, (8) menerima anak apa adanya, (9) adil, (10) dapat memahami perasaan anak, (11) pemaaf terhadap anak, (12) menghargai anak, (13) memberi kebebasan pada anak, dan (14) menciptakan hubungan yang akrab dengan anak.

2. Kemampuan Guru sebagai Pembimbing

Guru di taman kanak-kanak bertugas membantu mengurangi hambatan atau kesulitan yang mungkin dihadapi anak dan memfasilitasi perkembangan anak semaksimal mungkin. Syaodih (2005: 189) mengemukakan beberapa kemampuan yang perlu dikuasai guru taman kanak-kanak, yaitu:

a. Guru mampu menemukan atau menandai berbagai permasalahan atau kecenderungan adanya masalah yang dihadapi anak taman kanak-kanak.

b. Guru mampu menemukan berbagai faktor atau latar belakang yang mungkin menjadi penyebab terjadinya hambatan atau masalah yang dialami anak taman kanak-kanak.

(17)

d. Guru mampu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak taman kanak-kanak.

e. Guru mampu berinteraksi dan bekerja sama dengan orang tua dalam upaya membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi anak taman kanak-kanak.

G. Keterampilan Guru dalam Proses Belajar Mengajar

Moedjiono dan J.J. Hasibuan (2008: 58-88) menyebutkan beberapa macam keterampilan dasar yang diutamakan dalam proses belajar mengajar, yaitu:

1. Keterampilan memberi penguatan

Memberi penguatan diartikan sebagai tingkah laku guru dalam merespons secara positif suatu tingkah laku tertentu siswa yang memungkinkan tingkah laku tersebut timbul kembali.

Komponen dalam memberi penguatan meliputi:

a. Penguatan verbal berupa kata-kata atau kalimat yang diucapkan guru.

b. Penguatan gestural dalam bentuk mimik, gerakan wajah atau anggota badan yang dapat memberikan kesan kepada siswa.

c. Penguatan dengan cara mendekati siswa untuk menyatakan perhatian guru terhadap pekerjaan, tingkah laku, atau penampilan siswa.

d. Penguatan dengan menyatakan penghargaan kepada siswa dengan menepuk pundak siswa, menjabat tangan siswa, atau mengangkat tangan siswa.

e. Penguatan dengan memberikan kegiatan yang menyenangkan f. Penguatan berupa tanda atau benda.

2. Keterampilan bertanya

(18)

berupa hasil pertimbangan. Jadi, bertanya merupakan stimulus efektif yang mendorong kemampuan berpikir. Komponen-komponen yang termasuk dalam keterampilan dasar bertanya meliputi:

a. Pengungkapan pertanyaan secara jelas dan singkat b. Pemberian acuan

c. Pemusatan ke arah jawaban yang diminta d. Pemindahan giliran menjawab

e. Penyebaran pertanyaan f. Pemberian waktu berpikir g. Pemberian tuntunan

3. Keterampilan menggunakan variasi

Menggunakan variasi diartikan sebagai perbuatan guru dalam konteks proses belajar mengajar yang bertujuan mengatasi kebosanan siswa, sehingga dalam proses belajarnya siswa senantiasa menunjukkan ketekunan, keantusiasan, serta berperan secara aktif. Komponennya adalah:

a. Variasi dalam gaya mengajar 1) Penggunaan variasi suara 2) Pemusatan perhatian 3) Kesenyapan

4) Mengadakan kontak pandang 5) Gerakan badan dan mimik

6) Perubahan posisi guru dalam kelas

(19)

1) Media dan bahan pengajaran yang dapat didengar 2) Media dan bahan pengajaran yang dapat dilihat

3) Media dan bahan pengajaran yang dapat disentuh, diraba, atau dimanipulasi. 4. Keterampilan menjelaskan

Memberikan penjelasan merupakan salah satu aspek yang penting dalam perbuatan guru. Menjelaskan berarti menyajikan informasi lisan yang diorganisasikan secara sistematis dengan tujuan menunjukkan hubungan. Komponen-komponen keterampilan menjelaskan meliputi:

a. Kejelasan tujuan, bahasa, dan proses penjelasan merupakan kunci dalam memberikan penjelasan

b. Penggunaan contoh dan ilustrasi

c. Pemberian penekanan dengan cara mengadakan variasi dalam gaya mengajar (variasi dalam suara, mimik) dan struktur sajian.

5. Keterampilan membuka dan menutup pelajaran

Membuka pelajaran diartikan sebagai perbuatan guru untuk menciptakan suasana siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar terpusat kepada apa yang akan dipelajari. Menutup pelajaran adalah kegiatan guru untuk mengakhiri kegiatan inti pelajaran. Maksudnya adalah memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari siswa, mengetahui tingkat pencapaian siswa, dan tingkat keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar.

(20)

3) Memberikan acuan 4) Membuat kaitan

b. Komponen menutup pelajaran

1) Meninjau kembali dengan cara merangkum inti pelajaran dan membuat ringkasan.

2) Mengevaluasi dengan berbagai bentuk evaluasi, misal mengekspresikan pendapat siswa sendiri dan memberikan soal-soal tertulis.

6. Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan

Mengajar kelompok kecil dan perorangan diartikan sebagai perbuatan guru dalam konteks belajar mengajar yang hanya melayani 3-8 siswa untuk kelompok kecil, dan hanya seorang untuk perorangan. Pada dasarnya bentuk pengajaran ini dapat dikerjakan dengan membagi kelas dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil.

7. Keterampilan mengelola kelas

Keterampilan mengelola kelas merupakan keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikan ke kondisi yang optimal jika terjadi gangguan, baik dengan cara mendisiplinkan ataupun melakukan kegiatan remedial. Komponen keterampilan mengelola kelas dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Keterampilan yang berkaitan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal, meliputi:

(21)

2) Membagi perhatian

3) Memusatkan perhatian kelompok

4) Memberikan petunjuk-petunjuk yang jelas 5) Menegur

6) Memberi penguatan

b. Keterampilan yang berkaitan dengan pengembalian kondisi belajar yang optimal, meliputi:

1) Memodifikasi tingkah laku 2) Pengelolaan kelompok

3) Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah. 8. Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil

Diskusi kelompok kecil adalah suatu proses yang teratur dengan melibatkan sekelompok siswa dalam interaksi tatap muka yang optimal dengan tujuan berbagi informasi atau pengalaman, mengambil keputusan atau memecahkan suatu masalah.

H. Peta Konsep

(22)

1. Tindak tutur langsung 2. Tindak tutur tidak langsung 3. Tindak tutur literal

4. Tindak tutur tidak literal 5. Tindak tutur langsung literal 6. Tindak tutur tidak langsung literal 7. Tindak tutur langsung tidak literal 8. Tindak tutur tidak langsung tidak

literal

- Menerima anak apa

adanya

5.Membuka dan menutup

pelajaran

6.Mengajar kelompok kecil

dan perorangan

7.Mengelola kelas

8.Membimbing diskusi

kelompok kecil

Aspek

1. Penutur dan lawan tutur 2. Konteks tuturan

3. Tujuan

4. Tuturan sebagai tindakan 5. Tuturan sebagai produk

Tindak Tutur Pragmatik

Pengertian

Gambar

gambar  binatang yang dipegang guru dan siswa pun akan lebih mengerti
gambar sambil tengkurap.

Referensi

Dokumen terkait

communication dari Harian Pos Kota dan Harian Rakyat Merdeka dalam mengemas iklan dengan berafiliasi pada berita dalam rubrik di halaman yang sama. Jika dilihat dari

diharapkan seorang guru dapat memilih metode mengajar yang tepat. Metode pembelajaran harus bisa mendorong peserta didik untuk

Analisa rugi rugi daya dari gardu induk Sragen ke Masaran pada transmisi tegangan tinggi 150kV dapat dilakukan dengan pengambilan data tegangan dan arus.. Metode

Petani mitra sebanyak 29,3 persen mempunyai tingkat kebutuhan modal yang tinggi, dalam hal ini mereka memenuhi kebutuhan tersebut dengan berinteraksi dengan pihak dari

Sedangkan untuk negara ASEAN tujuan ekspor komoditi non migas utama Jawa Timur adalah Malaysia dengan nilai ekspor mencapai USD 78,77 juta, diikuti Singapura dengan

tentang: nomor pendaftar, nama calon peserta didik, asal satuan pendidikan, jarak tempat tinggal peserta didik, nilai USBN SD atau bentuk lain yang sederajat,

Sound Card merupakan komponen hardware komputer yang berbentuk chipset pada motherboard atau PCB card (printed circuit board) yang dipasang pada slot PCI di motherboard,

5ntuk melakukan analisa data dengan menggunakan Minitab, kita terlebih dahulu harus memasukan data yang akan dianalisis ke dalam 'orksheet. Klik tanda entry arro' D E �