• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN

KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Hicks dalam kutipan Azulaidin (2003), menarik kesimpulan dari perbedaan yang umum terdapat dalam konteks perkembangan dan pertumbuhan. Pendapat tersebut diperjelas dengan mengatakan bahwa perkembangan ekonomi mengacu pada masalah negara-negara dengan ekonomi yang terbelakang, sedangkan pertumbuhan lebih mengacu pada masalah di negara-negara maju.

Schumpeter seperti dikutip oleh Sukirno (2003) mengemukakan perbedaan yang lebih tegas tentang perkembangan yang merupakan perubahan secara spontan dan terputus-putus dalam keadaan statisioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya. Sedangkan pertumbuhan adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan mampu memberikan dan meningkatkan perhatian pada pembangunan kesejahteraan sosial. Upaya dan perhatian peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat secara berimbang tampak makin diwujudkan dengan dicanangkannya program pemerataan pembangunan yang intinya telah menitikberatkan pembangunan kesejahteraan sosial secara merata. Dengan tercapainya ekonomi dan pemerataan pendapatan berarti akan mengurangi

(2)

Proses terjadinya pertumbuhan wilayah dipengaruhi berbagai faktor baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal, dimana pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan jenis barang-barang ekonomi untuk penduduk. Pertumbuhan merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan dimana hasil pertumbuhan ekonomi akan dapat pula dinikmati masyarakat sampai di lapisan paling bawah, baik dengan sendirinya maupun dengan campur tangan pemerintah ( Sirojuzilam, 2008).

Pertumbuhan ekonomi terutama disebabkan oleh adanya peningkatan pendapatan dan perubahan distribusi pendapatan. Tetapi peningkatan pendapatan tidak akan banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Sedangkan peningkatan pendapatan dalam arti meningkatkan pemerataan pendapatan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara nyata (Kamaluddin, 1983).

2.1.2. Penduduk

Peranan penduduk dalam perekonomian sangat nyata, sesuai dengan asumsi klasik bahwa jumlah penduduk mampu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Karena jumlah penduduk yang besar merupakan gambaran pasar yang luas dan jaminan tersedianya input faktor produksi. Tersedianya pasar yang luas serta input produksi yang banyak merupakan pendorong bagi keberlangsungan produksi. Namun jumlah penduduk yang besar juga merupakan hambatan bagi pertumbuhan ekonomi apabila tidak terjadi adanya akumulasi kapital (Sirojuzilam, 2008).

Pertambahan penduduk bukanlah merupakan suatu masalah, melainkan sebaliknya justru merupakan unsur penting yang akan memacu pembangunan ekonomi. Populasi

(3)

yang lebih besar adalah pasar potensial yang menjadi sumber permintaan akan berbagai macam barang dan jasa yang kemudian akan menggerakan berbagai macam kegiatan ekonomi sehingga menciptakan skala ekonomis (economics of scale) produk yang menguntungkan semua pihak, menurunkan biaya-biaya produksi, dan menciptakan sumber pasokan atau penawaran tenaga kerja murah dalam jumlah yang memadai sehingga pada gilirannya merangsang tingkat output atau produksi agregat yang lebih tinggi lagi (Sirojuzilam, 2008).

Masalah besar dari kependudukan adalah kepadatan penduduk, dan selalu menjadi problema tersendiri bagi suatu wilayah karena akan memunculkan masalah lain seperti: permukiman, penyediaan lapangan pekerjaan, sarana dan prasarana, dan masalah sosial lainnya. Berbagai studi empiris yang telah dilakukan oleh Amstrong dan Taylor, membuktikan bahwa kepadatan penduduk dapat memberikan efek positif ataupun negative terhadap pertumbuhan ekonomi. Jika sebagian besar penduduk (seperti: penduduk usia lanjut, anak-anak, dan para penganggur) tidak ikut berpartisipasi terhadap aktifitas ekonomi regional maka pertumbuhan ekonomi menjadi negatif. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor dinamika dalam perkembangan ekonomi jangka panjang, bersama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, sumber daya alam, dan kapasitas produksi yang terpasang, dalam masyarakat yang bersangkutan (Abipraja, 2002).

Antara pembangunan ekonomi nasional dan pembangunan kependudukan nasional terdapat pengaruh timbal balik atau mempengaruhi satu sama lainnya. Untuk

(4)

penduduk yang memiliki keterampilan dan keahlian yang sesuai dengan bidangnya masing-masing. Selain jumlah penduduk juga distribusi penduduk yang serasi diharapkan dapat menunjang pembangunan ekonomi nasional secara lebih mantap dan terarah. Kemajuan pembangunan ekonomi nasional diukur dari hasil produksi menurut sektor dan pembangunan kependudukan nasional dilihat dari jumlah penduduk menurut wilayah dan kaitan antara produksi menurut sektor dan penduduk di berbagai wilayah dicerminkan oleh alokasi kegiatan ekonomi di berbagai wilayah dan kapasitas penyerapan tenaga kerja pada berbagai sektor (Adisasmita, 2005).

2.1.3. Konsep Disparitas

Disparitas merupakan kondisi perlu bagi percepatan pertumbuhan ekonomi pada awal pembangunan. Disparitas antara daerah di Indonesia yang didekati dengan disparitas pendapatan antar daerah (Indeks Williamson) yang mencerminkan disparitas pada tingkat pembangunan ekonomi suatu daerah. Wilayah Pulau Jawa yang memiliki disparitas yang paling tinggi dibandingkan dengan wilayah lain sangat mungkin terjadi efisiensi yang cukup baik, karena investasi masih terkonsentrasi di Jawa, terjadi aglomerasi melalui lokalisasi maupun urbanisasi di Jawa, dan tersedianya tenaga kerja yang memiliki tingkat pendidikan cukup baik (Abipraja, 2002).

Williamson mengemukakan empat faktor yang mendasari pola U terbalik dalam pengembangan wilayah, yaitu sumber daya alam, migrasi tenaga kerja, perpindahan modal, dan kebijaksanaan pemerintah. Dia menyatakan bahwa ketersediaan sumber daya alam yang berbeda akan menimbulkan pertumbuhan wilayah yang tidak seimbang pada awal pembangunan. Perpindahan tenaga kerja dan modal dari wilayah

(5)

yang kurang berkembang ke wilayah yang lebih maju dan kebijaksanaan pemerintah dapat menyebabkan peningkatan kesenjangan wilayah (Abipraja, 2002).

Karvis dan Oshima menyajikan data yang mendukung Hipotesis Kuznet bahwa pada awalnya pertumbuhan meningkatkan tingkat disparitas, dan alasannya adalah bahwa perubahan struktur ekonomi menyebabkan peningkatan dalam tingkat disparitas. Dalam penelitiannya juga ditemukan bukti bahwa ekonomi dengan distribusi pendapatan yang tidak merata pembangunannya mampu tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan pembangunan dengan pemerataan pendapatan yang relatif baik (Abipraja, 2002).

Pertumbuhan ekonomi harus direncanakan secara komprehensif dalam, upaya terciptanya pemerataan hasil-hasil pembangunan. Dengan demikian maka wilayah yang awalnya miskin, tertinggal, dan tidak produktif akan menjadi lebih produktif, yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan itu sendiri. Strategi inilah kemudian dikenal dengan istilah “redistribution with growth”. Pertumbuhan ekonomi daerah yang bebeda-beda intensitasnya akan menyebabkan terjadinya ketimpangan atau disparitas ekonomi dan ketimpangan pendapatan antar daerah (Sirijuzilam, 2008).

2.1.4. Struktur Ekonomi

Perubahan struktur ekonomi adalah akibat adanya interaksi antara akumulasi dan proses perubahan konsumsi masyarakat yang terjadi akibat adanya peningkatan pendapatan per kapita. Dalam pembangunan ekonomi ini, sektor pertanian masih diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam peningkatan pendapatan

(6)

nasional terutama dalam penyediaan lapangan kerja dan penyediaan bahan pangan (Sirozujilam, 2008).

Menurut Bendavid analisis Shift-Share adalah salah satu bentuk teknik kuantitatif yang biasa digunakan untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah relatif terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih tinggi sebagai pembanding atau referensi. Untuk tujuan tersebut analisis ini menggunakan 3 informasi dasar yang berhubungan satu sama lain yaitu :

1. Provincial share (Sp), yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan atau pergeseran struktur perekonomian suatu daerah (kabupaten/kota) dengan melihat nilai PDRB daerah pengamatan pada periode awal yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian daerah yang lebih tinggi (provinsi). Hasil perhitungan tersebut akan menggambarkan peranan wilayah provinsi yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian daerah kabupaten. Jika pertumbuhan kabupaten sarna dengan pertumbuhan provinsi maka peranannya terhadap provinsi tetap.

2. Proportional (Industry-Mix) Shift adalah pertumbuhan Nilai Tambah Bruto suatu sektor i dibandingkan total sektor di tingkat provinsi.

3. Differential Shift (Sd), adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi daerah (kabupaten) dan nilai tambah bruto sektor yang sarna di tingkat provinsi. Suatu daerah dapat saja memiliki keunggulan dibandingkan daerah lainnya karena lingkungan dapat mendorong sektor tertentu untuk tumbuh lebih cepat (Ghalib, 2005).

Sektor ekonomi dikelompokkan dalam tiga sektor utama perekonomian, yaitu pertanian yang meliputi pertanian bahan makanan, perkebunan, peternakan,

(7)

kehutanan dan perikanan. Sektor pengolahan meliputi pertambangan dan penggalian, industri manufaktur, listrik, gas dan air minum, konstruksi dan bangunan. Sektor pelayanan meliputi perdagangan, hotel dan restoran, tranportasi dan komunikasi, jasa keuangan dan jasa sosial lainnya (Azulaidin, 2003).

2.1.5.Perhitungan Pendapatan

Pendekatan perhitungan pendapatan yang paling penting dan secara luas digunakan adalah pendekatan pengeluaran. Persamaan perhitungan pendapatan dengan pendekatan pengeluaran, yaitu :

Y = C + I + G + (X-M)

Perhitungan ini membagi ekonomi pendapatan ke dalam 4 sektor yaitu : 1) Konsumsi rumah tangga (C)

2) Investasi atau pembentukan modal swasta (I) 3) Pengeluaran Pemerintah (G)

4) Ekspor Netto (X-M)

Pertumbuhan ekonomi secara sempit dapat diartikan dengan meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi tidak akan pernah lepas dari peranan para pelaku ekonomi yakni pemerintah yang berperan dengan instrument kebijakan publik dan fiskal, swasta yang berperan dalam pengembangan investasi serta masyarakat itu sendiri yang dapat berperan sebagai input dari faktor produksi dan jaminan terciptanya pasar dalam perekonomian Investasi dalam pembangunan dapat dinyatakan pada nominal

(8)

yang terdapat dalam APBN atau APBD, dimana sebenarnya seluruh angka-angka pada APBD merupakan investasi pemerintah (public investment) (Widodo, 2006).

Pada tahap awal perkembangan ekonomi persentase investas pemerintah terhadap total investasi besar sebab pemerintah harus menyediakan prasarana seperti misalnya pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi dan sebagainya. Wagner dalam Hyman mengembangkan teori dimana perkembangan pesentase pengeluaran pemerintah yang semakin besar terhadap Produk Domestik Bruto. Dalam suatu perekonomian apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah akan meningkat, terutama pengeluaran pemerintah untuk mengatur hubungan dalam masyarakat seperti: hukum, pendidikan, kebudayaan dan sebagainya (Abipraja, 2002).

(9)

2.2. Landasan Teori

Pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam satu tahun tertentu, apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tingkat pertumbuhan ekonomi menggambarkan tentang kenaikan riil dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam suatu tahun tertentu. Pertumbuhan ekonomi yang berlaku belum tentu menghasilkan pembangunan ekonomi dan peningkatan dalam kesejahteraan (pendapatan) masyarakat. Hal ini disebabkan karena bersamaan dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi akan berlaku pula pertambahan penduduk. Apabila tingkat pertumbuhan ekonomi selalu rendah dan tidak melebihi tingkat pertambahan penduduk, pendapatan rata-rata masyarakat (pendapatan perkapita) akan mengalami penurunan. Apabila dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi sama dengan pertambahan penduduk, maka perekonomian negara tersebut tidak mengalami perkembangan dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mengalami kemajuan (Sukirno, 2006)

Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi. Perhitungan pendapatan wilayah pada awalnya dibuat dalam harga berlaku. Namun agar dapat melihat pertambanhan dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan ( Tarigan, 2004a).

Pertumbuhan ekonomi daerah berbeda-beda intensitasnya akan menyebabkan terjadinya ketimpangan atau disparitas ekonomi dan ketimpangan pendapatan antar

(10)

daerah. Myrdal dan Friedman dalam Sirojuzilam, (2008) menyebutkan bahwa pertumbuhan atau perkembangan daerah akan menuju kepada divergensi.

Hirschman dalam Sirojuzilam, (2008) mengemukakan konsep pengembangan wilayah yaitu dalam suatu wilayah atau daerah yang cukup luas hanya terdapat beberapa titik pertumbuhan (growth center), dimana industri berada pada suatu kelompok daerah tertentu sehingga menyebabkan timbulnya daerah pusat dan daerah belakang (hinterland). Untuk mengurangi ketimpangan ini perlu memperbanyak titik-titik pertumbuhan baru.

Growth Poles Theory adalah salah satu teori yang dapat menggabungkan antara prinsip-prinsip konsentrasi dengan desentarlisasi sekaligus. Dengan demikian teori pusat pengembangan merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pembangunan regional yang saling bertolak belakang yaitu pertumbuhan dan pemerataan pembangunan keseluruh pelosok daerah. Selain itu teori ini juga menggabungkan antara kebijaksanaan dan program pembangunan wilayah dan perkotaan terpadu (Sirojuzilam, 2008).

Konsep Growth Poles Theory ini berasal dari salah satu ahli perencanaan yang bernama Perroux. Menurutnya, suatu pusat pengembangan didefenisikan sebagai suatu konsentrasi industri pada suatu tempat tertetu yang kesemuanya saling berkaitan melalui hubungan antara input dan output dengan industri utama (propulsive industey). Konsentrasi dan saling berkaitan merupakan dua faktor penting pada setiap pusat pengembangan karena melalui faktor ini akan dapat diciptakan berbagai bentuk

(11)

aglomeration economics yang dapat menunjang pertumbuhan industri-industri yang bersangkutan melalui penurunan ongkos produksi (Sirojuzilam, 2008).

Pusat pertumbuhan dapat diartikan dengan dua cara, yaitu secara fungsional dan secara geografis. Secara fungsional, Pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik kedalam maupun keluar ( daerah belakangnya). Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang memiliki banyak fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik ( pole of attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi di situ dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada di kota tersebut, walaupun kemungkinan tidak ada interaksi antara usaha-usaha tersebut (Tarigan, 2004b).

Kuznest seperti dikutip oleh Azulaidin (2003), mengemukakan hipotesis Neo-Klasik tentang ketimpangan wilayah ( regionnal disparity) mengikuti suatu pola yang berbentuk huruf U terbalik, dimana pada permulaan proses pembangunan ketimpangan wilayah akan cenderung meningkat (divergence). Akan tetapi apabila pembangunan berlanjut terus dan mobilitas modal serta tenaga kerja telah lancar, barulah ketimpangan wilayah mulai berkurang (convergence).

Kuznest menemukan bukti yang mengagumkan bahwa hubungan itu berbentuk U terbalik, yaitu proses pertumbuhan melalui perluasan sektor modern yang pada awalnya mengakibatkan peningkatan perbedaan pendapatan di antara rumah tangga, kemudian mencapai tingkat pendapatan rata-rata tertentu dan akhirnya mulai

(12)

menurun. Kuznest menyebutkan bahwa di antara faktor-faktor sosial, ekonomi, dan politik yang mempengaruhi pola ini, terdapat dua faktor penting, yaitu terpusatnya modal pada kelompok pendapatan tinggi dan pergeseran penduduk dari sektor pertanian tradisional menuju sektor industri modern (Abipraja, 2002).

Menurut Dornbusch, Fisher dan Startz dalam kutipan Sitohang (2006), pengurangan ketimpangan (konvergensi) terjadi jika negara atau daerah yang dengan tingkat pertumbuhan penduduk, tingkat tabungan dan akses ke fungsi produksi yang sama, akan mencapai tingkatan pendapatan yang sama. Artinya jika terjadi perbedaan atau ketimpangan pada tingkat pertumbuhan penduduk, tingkat tabungan, dan akses produksi yang sama, maka akan menyebabkan ketimpangan pendapatan antar daerah yang dimaksud.

Menurut Hirschman, seperti dikutip oleh Azulaidin (2003) bila terjadi pembangunan di suatu wilayah akan terdapat daya tarik kuat yang menciptakan konsentrasi pembangunan dan tergantung pada potensi wilayah yang dimiliki masing-masing wilayah. Sedangkan Esmara seperti dikutip oleh Azulaidin (2003) menyatakan konsep pusat pertumbuhan sebagai alat perumusan kebijaksanaan yang seringkali menjadi pertentangan antara kepentingan wilayah dan nasional terutama dalam penentuan lokasi dan dapat menimbulkan pertumbuhan yang tidak seimbang.

Ketertarikan tentang disparitas antar negara dimulai dari penelitian yang dilakukan oleh Kuznest yang mengembangkan hipotesis bahwa pada awalnya disparitas akan meningkat dan selanjutnya akan menurun sejalan dengan proses pembangunan. Dalam penelitian tersebut dinyatakan bahwa pertumbuhan pada awal pembangunan,

(13)

akan terkonsentrasikan di wilayah-wilayah yang sudah modern. Atau dengan kata lain pertumbuhan di wilayah yang sudah modern akan lebih cepat dibandingkan dengan wilayah lain. Pada negera-negara berkembang dimana sektor pertanian masih mendominasi, tingkat disparitas sangat kecil. Ketika kemudian pada awal pembangunan terjadi industrialisasi, menyebabkan tingkat disparitas akan meningkat (Abipraja, 2002).

2.3. Hasil Penelitian Terdahulu

Sjafrizal (1997) dalam kutipan Azuladin (2003) menemukan bahwa penyebaran penduduk yang tidak merata dan kegiatan ekonomi yang terlalu bersifat ke wilayah perkotaan menyebabkan terdapatnya ketimpangan wilayah Indonesia. Perbedaan yang tinggi dalam kepadatan antara Jawa dan Wilayah Indonesia Bagian Barat dengan wilayah lainnya mengakibatkan perbedaan pendapatan dan pertumbuhan antar wilayah di Indonesia.

Irfan (1998) dalam kutipan Azuladin (1998) menyimpulkan faktor dominan penyebab terjadinya ketimpangan wilayah di Indonesia adalah perbedaan produktivitas tenaga kerja dan menemukan di Provinsi Sumatera Utara faktor kepadatan penduduk berpengaruh positif, sedangkan keuntungan lokasi dan produktivitas tenaga kerja menurunkan angka ketimpangan wilayah.

Tadjoeddin (2001) dalam kutipan Sitohang (2006) menyimpulkan bahwa diantara 291 kabupaten/kota yang memiliki nilai output per kapita yang sangat tinggi sehingga daerah-daerah ini merupakan kantong pertumbuhan (enclave regions), yang antara lain disebabkan oleh keberadaan minyak dan gas bumi, atau sumberdaya lainnya. Ada

(14)

13 kabupaten/kota teratas memiliki PDRB per kapita yang sangat tinggi. Daerah-daerah ini memiliki kekhususan dalam hal karakteristik ekonominya, yang biasa digolongkan menjadi daerah kantong industri, perdagangan dan jasa.

Azulaidin (2003) dalam penelitiannya yang menganalisis pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan antar wilayah pembangunan di Sumatera Utara berkesimpulan bahwa pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh jumlah penduduk, PMDN (Penanaman Modal dalam Negeri) dan pengeluaran pemerintah. Kabupaten yang memiliki tingkat ketimpangan ekonomi terbesar adalah Asahan, Medan dan Labuhan Batu. Yang memiliki ketimpangan ekonomi rendah adalah Langkat, Tebing Tinggi dan Tapanuli Selatan. Sedangkan sektor pertanian menjadi sektor basis di semua kabupaten di Sumatera Utara. Sedangkan kota-kota yang tidak memiliki basis di sektor pertanian kecuali Kota Tanjung Balai. Sektor pengolahan menjadi basis ekonomi di Kota Pematang Siantar, Medan, Binjai dan Kabupaten Asahan.

2.4. Kerangka Pemikiran

Berbagai masalah timbul dalam kaitan dengan pertumbuhan ekonomi wilayah, dan terus mendorong perkembangan konsep-konsep pertumbuhan ekonomi wilayah. Dalam kenyataannya banyak fenomena tentang pertumbuhan ekonomi wilayah. Kesenjangan wilayah dan pemerataan pembangunan menjadi permasalahan utama dalam pertumbuhan ekonomi wilayah.

Maka, untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi tersebut secara rill dari tahun ke tahun tergambar melalui penyajian PDRB atas harga konstan, yaitu pertumbuhan

(15)

yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian, sebaliknya apabila negatif menunjukkan terjadinya penurunan perekonomian. Dalam menghitung pendapatan regional ini, hanya diperlukan konsep domestik. Ini menunjukan bahwa seluruh nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai sektor/ lapangan usaha di suatu wilayah dihitung tanpa memperhatikan kepemilikan faktor produksi.

Penduduk merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, dimana penduduk merupakan faktor utama dalam menentukan banyaknya permintaan bahan konsumen yang perlu disediakan. Begitu juga fasilitas umum yang perlu dibangun di suatu wilayah dan jumlah penduduk dapat dilihat sebagai faktor produksi yang dapat dialokasikan untuk berbagai kegiatan sehingga dapat dicapai nilai tambah yang maksimal bagi suatu wilayah tersebut.

Dalam upaya pembangunan regional, masalah yang terpenting yang menjadi perhatian adalah menyangkut proses pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi daerah yang berbeda-beda intensitasnya menyebabkan terjadinya ketimpangan atau disparitas ekonomi dan ketimpangan pendapatan antar daerah. Dalam teori pembangunan seimbang adakalanya pembangunan yang seimbang dimaksudkan sebagai pembanguan berbagai sektor ekonomi secara serentak sehingga berbagai sektor ekonomi menciptakan pasar bagi sektor lain.

Pertumbuhan ekonomi merupakan kondisi yang diperlukan (necessary) tetapi tidak mencukupi (sufficient) bagi proses pembangunan. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan produksi barang-barang dan jasa-jasa dalam masyarakat (output) sebaliknya pembangunan bukan hanya saja memerlukan peningkatan produksi

(16)

barang-barang dan jasa-jasa tetapi juga harus menjamin pembagiannya secara lebih merata kepada segenap lapisan masyarakat.

Pertumbuhan ekonomi merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan, dan hasil pertumbuhan ekonomi akan dapat pula dinikmati masyarakat sampai dilapisan paling bawah, baik dengan sendirinya maupun dengan campur tangan pemerintah. Pertumbuhan harus berjalan secara beriringan dan terencana mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-hasil pembangunan dengan lebih merata. Dengan demikian maka daerah yang miskin tertinggal akan menjadi produktif, yang akhirnya akan mempecepat pertumbuhan itu sendiri.

(17)

Skema Kerangka Pemikiran

Kajian Perekonomian Daerah di Wilayah Provinsi Sumatera Utara

Keterangan :

Menyatakan Pengaruh dan Keterkaitan Struktur Ekonomi Tingkat Disparitas KECENDRUNGAN PERTUMBUHAN DAN PEMERATAAN EKONOMI WILAYAH Indikator Utama Keberhasilan Pembangunan Pertumbuhan Ekonomi PDRB

( Produk Domestik Regional Bruto)

Typologi Perkembangan

Wilayah

Sektor Ekonomi

(18)

2.5. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan, maka berikut ini diajukan beberapa hipotesis yang akan diuji sebagai berikut :

1) Tingkat perkembangan ekonomi daerah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara untuk Wilayah Pantai Timur, Wilayah Dataran Tinggi dan Wilayah Pantai Barat dalam kurun waktu tahun 2001-2007 adalah relatif tinggi.

2) Perbedaan tingkat pendapatan perkapita antar daerah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara untuk Wilayah Pantai Timur, Wilayah Dataran Tinggi dan Wilayah Pantai Barat dalam kurun waktu tahun 2001-2007 adalah signifikan.

3) Terdapat pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Penduduk terhadap Indeks Disparitas Ekonomi di Provinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu tahun 2001-2007.

4) Terdapat Pengaruh Pengeluaran Pemerintah (APBD) terhadap Perekonomian Daerah di Provinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu tahun 2001-2007. 5) Terdapat Pengaruh Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah (rAPBD) terhadap

Pertumbuhan Perekonomian Daerah (rPDRB) di Provinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu tahun 2001-2007.

Referensi

Dokumen terkait

Dosen FIK IJNY Dosen FIK LrNy Dosen FT tNY Dosen FIK LNy I)osen FIK UNy I)osen FIK LINY Doserr ttlK LJNY Karyawan BAAK UNy Karyawan FMIPA LINY KaryawanKeu. 36 A Kentingan

Peningkatan nilai toleransi risiko dari = , sampai dengan = , hanya menghasilkan peningkatan nilai perbandingan antara rata-rata tingkat pengembalian portofolio

[r]

[r]

Media buku, sebagai pembelajaran dapat membuat murid menjadi bosan karena penyajiannya, waktu belajar di kelas yang tidak lama serta pertemuan antara guru dan murid yang

Dampak negative dari usaha Intensifikasi pertanian yang paling besar untuk kelestarian air tanah adalah …..

During the shared reading sessions using big book, students early english reading skills developed, they aware of the phonemes within the written form from learning

Praktik lapangan dilaksanakan di Laboratorium Petroleum Engineering PT Pertamina EP Asset 3 Jatibarang Field selama kurang lebih 2 bulan yang terhitung dari tanggal 1