• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Izin Mendirikan Bangunan Peribadatan Umat Beragama Di Kota Samarinda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Implementasi Izin Mendirikan Bangunan Peribadatan Umat Beragama Di Kota Samarinda"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

Implementasi Izin Mendirikan Bangunan Peribadatan Umat Beragama Di Kota

Samarinda Oleh :

JAMES STEFIANUS.K. 0710015019

Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

Email. Jameskansil.yahoo.com

ABSTRACT

James Stefianus Kansil, NIM 0710015019, Implementasi Izin Pendirian Bangunan Peribadatan Umat Beragama di Kota Samarinda, dibawah bimbingan Ibu Haris Retno Susmiati, S.H., M.Hum selaku dosen Pembimbing I dan Bapak Hairan, S.H., M.H selaku dosen pembimbing II.

Adapun permasalahan mengetahui dan menganalisa bagaimana prosedur izin pendirian bangunan peribadatan umat beragam di kota Samarinda, bagaimana permasalahan yang muncul dalam implementasi izin pendirian bangunan peribadatan umat beragama di kota Samarinda dan bagaimana penyelesaian permasalahan yang muncul dalam implementasi izin pendirian bangunan peribadatan umat beragama di kota Samarinda terhadap Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 34 Tahun 2004 dan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan Nomor 9 Tahun 2006.

Dari penelitian yang dilakukan di ketahui bahwa implementasi prosedur bangunan peribadatan merujuk kepada ketentuan Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 34 Tahun 2004 dan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan Nomor 9 Tahun 2006 dan kewenangan yang memberikan perizinan Walikota melalui IMB bangunan peribadatan yang direkomendasikan oleh FKUB. Dalam mengurus IMB bangunan peribadatan ada dua yang menjadi kendala untuk mendapatkan IMB bangunan peribadatan yaitu masalah biaya dan jangka waktu FKUB dalam memberikan rekomendasi tertulisnya kepada pemohon dan satu lagi temuan penulis di lapangan yaitu tidak adanya kesadaran penelola bangunan peribadatan untuk mengurus IMB bangunan peribadatannya.

Kata Kunci : Izin pendirian bangunan peribadatan Pendahuluan

Warga negara Republik Indonesia yang berlatar belakang aneka ragam suku, bahasa, budaya dan agama disebut sebagai bangsa yang Bhineka Tunggal Ika. Untuk mempertahankan dan menciptakan keutuhan kesatuan bangsa yang bhineka itu, para pemuka-pemuka bangsa telah menetapkan dasar dan tatanan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Salah satu bentuk kebebasan beragama adalah adanya fasilitas dalam beribadah, salah satunya bangunan peribadatan.Untuk proses pendirian bangunan peribadatan telah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri Nomor : 9 Tahun 2006 dan Nomor : 8 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, Dan pendirian rumah ibadat.

Samarinda sebagai kota yang didiami penduduk dari berbagai suku, ras, dan agama terdapat 293 bangunan peribadatan umat beragama di wilayah Samarinda. Dari data yang penulis peroleh jumlah rumah ibadat umat beragama sebanyak 293 buah yang sudah memiliki IMB dan status tanah berasal dari hibah dan yayasan. Sedangkan yang berlum

(2)

2

terdaftar pada Kantor Agama sebanyak 2 (dua) buah bangunan peribadatan, kedua bangunan peribadatan ini adalah gereja Kristen dan Katolik yang berada di Lempake dan Belimau Kelurahan Lempake Utara, Kecamamatan Samarinda Utara.1

Pada pasal 5 ayat 1 huruf B Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 34 Tahun 2004 tentang Izin Mendirikan Bangunan dalam Wilayah Kota Samarinda di jelaskan; Menurut fungsinya, bangunan di wilayah Kota Samarinda diklasifikasikan sebagi berikut:

Bangunan Umum,

a. Bangunan Peribadatan,

b. Gedung-gedung/Balai Umum atau pertemuan, Gedung Perpustakaan, Gedung Museum dan Pameran Seni, Gedung Olah Raga, Stasiun dan sejenisnya.

c. Gedung kesenian dan gedung-gedung lain yang dipergunakan untuk pameran foto-foto, lukisan/gambar atau film.

Selanjutnya mengenai tata cara mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan Pada pasal 7 ayat 1 Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 34 Tahun 2004 tentang Izin Mendirikan Bangunan dalam Wilayah Kota Samarinda di jelaskan; Permohonan Izin Mendirikan Bangunan (PIMB) diajukan sendiri oleh perorangan atau suatu badan atau suatu pihak yang diberi kuasanya oleh, kepada Walikota melalui Dinas Permukiman dan Pengembangan Kota.2

Rumusan masalah

Bertitik tolak dari uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah:

1. Bagaimana Implementasi prosedur izin mendirikan bangunan peribadatan umat beragama berdasarkan Peraturan Bersama Nomor 8 dan Nomor 9 Tahun 2006 dan Peraturan Daerah Nomor 34 Tahun 2004 tentang Izin Mendirikan Bangunan Dalam Wilayah Kota Samarinda?

2. Bagaimana permasalahan yang muncul dalam implementasi izin mendirikan bangunan peribadatan umat beragama di Kota Samarinda?

3. Bagaimana penyelesaian permasalahan yang muncul terhadap izin mendirikan bangunan peribadatan umat beragama di Kota Samarinda?

Tujuan penelitian

Penelitian ini secara menyeluruh mempunyai tujuan untuk :

1. Untuk mengetahui dan menganalisa prosedur izin mendirikan bangunan peribadatan umat

beragama di kota Samarinda.

2. Untuk mengetahui dan menganalisa implementasi permasalahan yang muncul terhadap

izin mendirikan bangunan peribadatan umat beragama di Kota Samarinda.

3. Untuk mengetahui dan menganalisa implementasi penyelesaian permasalahan yang muncul terhadap izin mendirikan bangunan peribadatan umat beragama di Kota Samarinda.

Manfaat Penelitian

secara teoritis berguna sebagai upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, seperti upaya pengembangan wawasan keilmuan, peneliti, pengembang teori ilmu hukum, pengembangan tekhnologi berbasis industri, dan pengembangan bacaan bagi pendidikan hukum.

1Hasil Wawancara Departemen Agama, 4 mei 2012

2Pasal 5 ayat 1 huruf b dan pasal 7 ayat 1, Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 34 Tahun 2004 tentang Ijin Mendirikan Bangunan dalam Wilayah Kota Samarinda

(3)

3

secara praktis berguna sebagai upaya yang dapat dipetik langsung manfaatnya, seperti peningkatan keahlian meneliti dan ketrampilan menulis, sumbangan pikiran dalam pemecahan suatu masalah hukum, acuan pengambilan keputusan yuridis, dan bacaan baru bagi penelitian ilmu hukum”.3

Metodelogi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah normatif-empiris. Penelitian hukum normatif-empiris (applied normative law) adalah penelitian hukum positif tertulis mengenai perilaku nyata (in action) setiap warga sebagai akibat keberlakuan hukum normatif.

Adapun pendekatan normatif-empiris menurut Abdulkadir Muhammad adalah dengan cara :

a. Indentifikasi pokok bahasan (topical subject) dan subpokok (subtopical subject) berdasarkan rumusan masalah penelitian

b. Indentifikasi ketentuan hukum normatif yang menjadi tolak ukur terapan yang bersumber dari dan lebih sesuai dengan subpokok bahasan.

c. Penerapan ketentuan hukum normatif tolak ukur terapan pada peristiwa hukum yang bersangkutan, yang menghasilkan perilaku terapan yang sesuai atau tidak sesuai. 4

2. Pendekatan Permasalahan Penelitian

Pendekatan penelitian yang penulis gunakan dengan menyesuaikan pada jenis penelitian yang ditentukan pada proposal ini yaitu Normatif-Empiris. Oleh karena itu pendekatan yang digunakan adalah normatif-terapan sebagai srategi penelitiannya. peneliti dalam merumuskan masalah dan tujuan perlu dirumuskan secara rinci, jelas, dan akurat. Makin rinci, jelas, dan akurat rumusan masalah, makin jelas, luas, dan pasti tujuan yang akan dicapai peneliti.

3. Lokasi Penelitian

Sesuai dengan jenis penelitian dan pendekatan penelitian yang digunakan, maka lokasi penelitian oleh penulis tentukan di Kota Samarinda. Yaitu:

1. Pimpinan bangunan Peribadatan umat beragama di Kota Samarinda.

2. Pemda kota Samarinda IMB

3. Kantor Wilayah Departemen Agama Kota Samarinda

Adapun alasan-alasan secara ilmiah penulis tentukan lokasi penelitian ini sebagai berikut:

1. Karena tingkat kemajemukan umat beragama yang sangat beragam di Kota Samarinda.

2. Pelaksanaan Peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan Nomor 9 Tahun 2006 terhadap bangunan peribadatan umat beragama sering bermasalah pada pengaturan status tanah tersebut dan masih adanya bangunan peribadatan yang belum memiliki IMB.

4. Waktu dan Jadwal Penelitian

Penelitian ini direncanakan pelaksanaannya selama 6 bulan sesuai dengan surat keputusan Dekan Fakultas Hukum nomor: 1606/UN17.7/DT/2012 terhitung tanggal: 08 Mei 2012 sampai dengan 08 Oktober 2012.

3

Muhammad, Abdul Kadir, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung,Aditya Citra Bakti, 2004) hlm 66

(4)

4

5. Desain Penelitian

Penelitian ini agar diperoleh gambar secara jelas dan singkat, maka penulis uraikan pola desain penelitian dibawah ini:

6. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang akan penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

a) Bahan hukum primer, wawancara lansung dengan narasumber yang dilakukan di: 1. Kantor Wilayah Departemen Agama Kota Samarinda.

2. Pimpinan Tempat Peribadatan Non muslim di Kota Samarinda. 3. Pemerintah Daerah Kota Samarinda IMB

b) Bahan hukum sekunder, terdiri dari:

1. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan tugas Kepala Daerah atau Wakil Kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama,

pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pendirian rumah ibadat 2. Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 34 Tahun 2004 tentang Izin

Mendirikan Bangunan dalam Wilayah Kota Samarinda

3. Konsep-konsep hukum yang penulis peroleh dari literatur-literatur dan sumber lainnya.

7. Populasi dan Sampel a. Populasi

Populasi menurut Bambang Sunggono adalah keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri yang sama. Populasi dapat berupa himpunan orang, benda (hidup

Identifikasi masalah Membuat latar belakang Terdaftar atau tidak terdaftar di depag Status bangunan peribadatan Memfokuskan pada masalah Tujuan dan manfaat Metode penelitian Saran Teori dan analisis

Kesimpulan Memiliki IMB atau tidak memiliki IMB

(5)

5

atau mati), kejadian, kasus-kasus, waktu, atau tempat, denagan sifat atau ciri yang sama. Populasi yang penulis maksud adalah bangunan peribadatan umat beragama yang khusus berada di wilayah samarinda berjumlah sebanyak 293 bangunan peribadatan umat beragama.5

b. Sampel

Sampel menurut Soerjono Soekanto bahwa setiap orang atau unit dalam

populasi mendapatkan kesempatan yang sama untuk terpilih dalam

sampel.6Berdasarkan populasi bangunan peribadatan umat beragama di atas, maka untuk menentukan sampel dengan menggunakan rumus purposive sampling sebagai berikut:

Tabel : Sampel dengan metode purposive sampling Bangunan Peribadatan

Umat Beragama

Memiliki IMB Tidak memiliki IMB

Katolik 1 1 Kristen 1 1 Hindu 1 1 Buddha 1 1 Islam 1 1 Jumlah 5 5

8. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini menurut Abdulkadir Muhammad adalah penelitian hukum normatif-empiris, data yang diperlukan adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bila perlu bahah tersier.7 Metode pengumpulan data sebagaimana Abdulkadir Muhammad uraikan diatas maka penulis jabarkan sebagai berikut:

a. Data Sekunder adalah data utama yang diperoleh melalui: 1. Studi kepustakaan (Bibliogaraphy study)

Studi kepustakaan yaitu dengan menggunakan perundang-undangan dan buku-buku yang terkait dengan masalah yang akan diteliti dalam skripsi ini, dan melakukan pengumpulan data melalui perundang-undangan yang terkait dengan masalah yang diteliti dan juga melalui internet, majalah, dan malalui kamus bahasa, kamus-kamus hukum dan kamus-kamus lain yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti dalam skripsi ini.

2. Studi Dokumentasi (document study)

Studi Dokumentasi adalah dengan mengkaji berbagai dokumen-dokumen resmi pemerintah yang berupa peraturan Bupati, dan arsip-arsip yang dapat menunjang penelitian ini tentunya.

b. Data Primer dilakukan dengan:

- Observasi disertai pencatatan di lokasi penelitian. Data primer yang dimaksud berupa perilaku yang bersumber dari kebiasan (custom) atau kepatutan (equity) yang tidak tertulis. Maka dengan permasalahan yang diteliti pengamatan secara langsung dengan mendatangi tempat Peribadatan Non muslim yang ada di kota Samarinda.

5

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2006) hlm 118

6 Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2006) hlm 28

(6)

6

- Wawancara yaitu penulis mengadakan tanya jawab dengan responden guna

mendapatkan keterangan secara langsung. Responden terdiri atas:

1. Kantor Wilayah Departemen Agama kota samarinda.

2. Pimpinan bangunan peribadatan umat beragama di kota Samarinda.

- Kuisioner adalah alat riset atau survey yang terdiri atas serangkaian pertanyaan

tertulis , bertujuan mendapatkan tanggapan dari kelompok orang terpilih melalui kuisioner langsung daftar pertanyaan. Kuisioner penulis ajukan pada beberapa pimpinan bangunan peribadatan umat beragama di Kota Samarinda.

9. Analisis Bahan Hukum

Bahan hukum yang diperoleh baik dari hasil wanwancara dan penelusuran penelitian kepustakaan, Peraturan Pengganti Undang-Undang serta bahan hukum, sehingga tersaji penulisan yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Cara analisis kualitatif. Maksudnya data yang diperoleh disajikan secara deskritif dalam bentuk kalimat yang benar, lengkap, sistematis, sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang beragam, dan kemudian disajikan sebagai dasar dalam menarik suatu kesimpulan.

Tiga komponen utama analisis kualitatif adalah: (1) reduksi data, (2) sajian data, (3) penarikan kesimpulan. Tiga komponen tersebut terlibat dalam proses dan saling berkaitan serta menentukan hasil akhir analisis.

Reduksi data adalah suatu komponen proses seleksi, pemfokusan, dan penyederhanaan. Proses ini berlangsung terus menerus sepanjang pelaksanaan penelitian. Bahkan prosesnya diawali sebelum pelaksanaan pengumpulan data. Artinya, reduksi data sudah berlangsung sejak peneliti mengambil keputusan tentang kerangka kerja konseptual.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Adapun hasil penelitian saya yang berjumlah 10 responden yang diantaranya 5 responden yang memiliki IMB bangunan peribadatan dan 5 responden yang tidak memiliki IMB bangunan peribadatan. Pertama penulis menjabarkan 5 responden yang memiliki IMB bangunan peribadatan yaitu:

Tabel 1: Data Responden yang memiliki IMB di Kota Samarinda

No Nama Bangunan Peribadatan Alamat Tahun

Berdiri

Asal Tanah

1 Pura Widya Giri Dharma Jl. Ds Bukuan 2009 Hibah

dari Pemkot

2 Gereja Kapel Santo Yohanes

Don Bosco

Jl. Pasundan No 36 2008 Hak

pakai

3 Vihara Eka Dharma Mandala Jl. Sebulus Salam

No. 18

2008 hak

pakai

4 Masjid Nashikin Jl. Rajawali Dalam 2012 Wakaf

5 Gereja Huria Kristen Batak

Protestan

Jl. Kesatuan 2011 Hibah

dari Pemkot Sumber Data Departemen Agama Provinsi Kaltim Tahun 2012

(7)

7

Berdasarkan tabel 1 dapat kita lihat data responden yang memiliki IMB di Kota Samarinda ada 5 responden yang mana agama Hindu Pura Widya Giri Dharma di jalan Ds. Bukuan tahun berdiri 2009 dan asal tanahnya yaitu hibah dari Pemerintah Kota, agama Katholik Gereja Kapel Santo Yohanes Don Bosco di jlan Pasundan tahun berdiri 2008 dan asal tanahnya yaitu hak pakai, agama Buddha Vihara Eka Dharma Mandala di jalan Sebulus Salam tahun berdiri 2008dan asal tanahnya yaitu hak pakai, agama Islam Masjid Nashikin di jalan rajawali Dalam tahun berdiri 2012 dan asal tanah wakaf dan agama Kristen Gereja Huria Batak Kristen Protestan di jalan Kesatuan tahun berdiri 2011 dan asal tanah hibah dari Pemerintah Kota.

a. Data Lembaga, Biaya, dan waktu Pengurusan

Adapun data-data penulis peroleh dari lapangan berupa lembaga pemberi izin, biaya dan waktu pengurusan IMB bangunan peribadatan yang dibagikan pada responden yaitu:

Berdasarkan penelitian penulis dapat kita 5 responden yang memiliki IMB yang mana agama Hindu Pura Widya Giri Dharma lembaga yang memberi izin yaitu BPPTSP dengan bentuk izinnya IMB, biaya 5.000.000 rupiah dan jangka waktunya 21 hari, agama Khatolik Gereja Kapel Santo Yohanes Don Bosco lembaga pemberi izinnya DCTKK dengan bentuk izin IMB, biaya 2.100.000 rupiah dan jangka waktunya 21 hari, agama Buddha Vihara Eka Dharma lembaga yang memberi izin yaitu DCTKK dengan bentuk izin IMB, Biaya 4.050.000 dan jangka waktunya 21 hari, agama Islam Masjid Nashikin dengan bentuk izin IMB, biaya 1.500.000 dan jangka waktunya 21 hari, dan agama Kristen Gereja Huria Batak Kristen Protestan dengan bentuk izin IMB, biaya 1.500.000 dan jangka waktunya 21 hari yang secara detil ada pada tabel 2.

Tabel 2: Data Lembaga Pemberi Izin, Biaya, dan Waktu Pengurusan No. Nama Bangunan

Peribadatan

Lembaga Pemberi Izin

Bentuk Izin Biaya Waktu Pengurusan 1 Pura Widya Giri

Dharma Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (BPPTSP) IMB 5.000.000 21 hari

2 Gereja Kapel Santo Yohanes Don Bosco Dinas Cipta Tata Karya Kota (DCTKK) IMB 2.100.000 21 hari

3 Vihara Eka Dharma Dinas Cipta Tata Karya Kota (DCTKK)

IMB 4.050.000 21 hari

4 Masjid Nashikin Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (BPPTSP)

IMB 1.500.000 21 hari

5 Gereja Huria Batak Kristen Protestan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (BPPTSP) IMB 1.500.000 21 hari

(8)

8

b. Data-data bangunan peribadatan yang tidak memiliki IMB

Adapun data-data penulis peroleh dari lapangan yang tidak memiliki IMB bangunan peribadatan sebagai berikut:

Berdasarkan penelitian penulis dapat kita lihat 5 responden yang tidak memiliki IMB yang mana agama Hindu Pura Jagat Hita Karana di jalan Sentosa tahun berdiri 1984 dan asal tanah hibah dari Pemerintah Kota, agama Buddha di jalan Yos Sudarso tahun berdiri 1905 dan asal tanah hak eigendom dari yayasan, agama Katholik Gereja Santo Paulus di jalan Samarinda-Bontang tahun berdiri 1976 dan asal tanah hibah dari hak milik, agama Islam Majid Al-Hikmah di jalan Mugirejo tahun berdiri 1977 dan asal tanah wakaf dan agama Kristen Gereja Pantekosta Jemaat Sion di jalan Poros Dalam tahun berdiri 1975 dan asal tanah hak milik dari Pendeta Gereja yang secara detil ada pada tabel 3.

Tabel 3: Data Responden yang tidak memiliki IMB No. Nama Bangunan

Peribadatan

Alamat Tahun Berdiri Asal Tanah 1 Pura Jagat Hita Karana Jl. Sentosa No.

22

1984 Hibah dari Pemkot 2 Ttid Thien Ie Kong Jl. Yos Sudarso

No 21

1905 Hak Eigendom dari yayasan 3 Gereja Santo Paulus Jl.

Samarinda-Bontang Sungai Lantung

1976 Hibah dari hak milik 4 Masjid Al-Hikmah Jl. Mugirejo 1977 Wakaf 5 Gereja Pantekosta

Jemaat Sion

Jl. Poros Dalam 1975 Hak milik dari pendeta gereja Sumber Data Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Samarinda Tahun 2012 B. Pembahasan

1. Prosedur Izin Pendirian Bangunan Peribadatan Umat Beragama Berdasarkan Peraturan Bersama Nomor 8 Dan Nomor 9 Tahun 2006 Dan Peraturan Daerah Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Izin Mendirikan Bangunan Dalam Wilayah Kota Samarinda.

Dalam mendirikan bangunan peribadatan pertama-tama harus mengetahui dulu prosedur izin pendirian bangunan peribadatan yang telah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 34 tahun 2004 tentang Izin Mendirikan Bangunan dalam Wilayah Kota Samarinda dan Peraturan Bersama Nomor 8 dan Nomor 9 Tahun 2006 Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama yang akan penulis uraikan dalam bangan dibawah ini:

(9)

9

Diagram 1: Prosedur Pemenuhan Rekomendasi dari Forum Kerukunan

Umat Beragama

Sumber Peraturan Bersama Nomor 8 dan Nomor 9 Tahun 2009

Pada diagram 4.1 dapat kita lihat bahwa prosedur pendirian bangunan peribadatan pertama-tama dari rekomendasi tertulis dari FKUB yang mana ada 6 tahapan yang harus dilalui pemohon IMB bangunan peribadatan yaitu:

1. Pemohon dalam mengurus IMB bangunan peribadatannya harus memenuhi dua

syarat tambahan yaitu syarat administratif dan syarat teknis bangunan. Yang dimaksud dengan syarat utama dan syarat tambahan adalah:

2. Persyaratan administratif disini adalah sebagai berikut:

a. Daftar nama dan KTP pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan batas wilayah.

b. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh Lurah/Kepala Desa.

c. Rekomendasi tertulis dari Kepala Departemen Agama Kabupaten/Kota. d. Rekomendasi tertulis dari FKUB Kabupaten/Kota.

3. Setelah persyaratan administrasi terpenuhi maka FKUB melihat lagi syarat teknis bangunan yaitu kondisi lingkungan. Bila pemohon masyarakat minoritas dan kondisi lingkungan warga setempat rata-rata masyarakatnya mayoritas, maka FKUB akan melakukan penolakan kepada pemohon dan bila pemohon masyarakat minoritas dan kondisi lingkungan warga setempat masyarakatnya minoritas juga, maka FKUB akan memberikan rekomendasi tertulis.

Persyaratan pendirian rumah ibadat harus memenuhi: a. Persyaratan

administratif b. Persyaratan teknis

bangunan (Pasal 14(1))

Persyaratan admnistratif pendirian rumah ibadat:

a. Daftar nama dan KTP pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah b. Dukungan masyarakat

setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa c. Rekomendasi tertulis kepala

kantor departemen agama kabupaten/kota

d. Rekomendasi tertulis dari FKUB kabupaten/kota (Pasal 14(2))

Permohonan pendirian rumah ibadat diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadat kepada bupati/walikota untuk memperoleh IMB rumah ibadat (Pasal 16(1)) Bupati/walikota memberikan

keputusan paling lambat 90 hari sejak permohonan pendirian rumah ibadat diajukan (Pasal 16(2)) Pemohon

FKUB Rekomendasi

(10)

10

4. Setelah pemohon mendapat rekomendasi tertulis dari FKUB, selanjutnya pemohon dapat mengajukan IMB Bangunan peribadatannya.

5. Kemudian permohonan bangunan peribadatan diajukan oleh panitia

pembangunan rumah ibadat kepada Walikota untuk memperoleh rumah ibadat. 6. Selanjutnya Walikota akan memberikan keputusan paling lambat 90 hari sejak

permohonan IMB rumah ibadat diajukan.

1.2. Prosedur Izin Mendirikan Bangunan Peribadatan Menurut Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Izin Mendirikan Bangunan di Wilayah Kota Samarinda.

untuk memperoleh izin mendirikan bangunan tersebut ditentukan prosedur sebagaimana diatur dalam pasal tersebut. Untuk dapat memenuhi prosedur mengurus IMB itu pada bangan atau diagram 2.

Diagram 4.2: Prosedur IMB Bangunan Peribadatan

Peraturan Daerah Samarinda Nomor 34 Tahun 2004

Sesuai diagram 2, maka untuk memperoleh IMB secara umum terhadap semua bangunan yang diajukan di wilayah administrasi Kota Samarinda tidak pada kekhususan memiliki bangunan tersebut. Oleh karena itu, maka pemohon izin melengkapi syarat-syarat yang terdapat dalam Peraturan Daerah Kota Samarinda

Pengajuan pembuatan IMB: 1. Mengisi Formulir 2. Fotokopi KTP 3. Fotokopi surat-surat: a. Sertifikat tanah b. Bukti pembayaran PBB c. Keterangan girik d. SIBP Aksitektur 4. Gambar rancangan arsitektur

( Pasal 7)

Dinas Cipta Tata Karya Kota

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu

Walikota

Diterbitakan IMB bangunan Peribadatan

Ditolak

Pengawasan lapangan dan evakuasi berkala Proses mendirikan bangunan

peribadatan Pemohon akan mendapatkan:

1. Informasi atau revisi GSB, HDB, KLB dan lain-lain.

2. Revisi lain-lain yang tercantum dalam gambar rancangan bila ada.

Pemohon

Pengajuan Kembali

Syarat tambahan berdasarkan Peraturan Bersama: 1. Daftar nama dan KTP pengguna rumah

ibadat paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah. 2. Dukungan masyarakat setempat paling

sedikit 60 orang yang disahkan oleh Lurah/Kepala Desa

3. Rekomendasi tertulis dari Kepala Departemen Agama Kabupaten/Kota 4. Rekomendasi tertulis dari FKUB

(11)

11

Nomor 34 Tahun 2004 tentang izin mendirikan bangunan dalam wilayah Kota Samarinda. Ada 8 tahapan yang harus dilalui oleh pemohon IMB bangunan peribadatan yaitu:

1. Pemohon dalam mengajukan pemohonan IMB bangunan peribadatan harus memenui syarat utama dan syarat tambahan. Yang dimaksud dengan syarat utama dan syarat tambahan adalah:

a. Persyaratan utama disini yaitu: 1. Mengisi Formulir 2. Fotokopi KTP 3. Fotokopi surat-surat: a. Sertifikat tanah b. Bukti pembayaran PBB c. Keterangan girik d. SIBP Aksitektur

4. Gambar rancangan arsitektur. b. Persyaratan tambahan yaitu:

1. Daftar nama dan KTP pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan batas wilayah.

2. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh Lurah/Kepala Desa.

3. Rekomendasi tertulis dari Kepala Departemen Agama Kabupaten/Kota. 4. Rekomendasi tertulis dari FKUB Kabupaten/Kota.

2. Setelah syarat utama dan syarat tambahan terpenuhi selanjutnya pemohon mengajukan permohonan IMB ke Dinas Cipta Tata Karya Kota.

3. Kemudian Dinas Cipta Tata Karya Kota mengadakan penelitian permohonan IMB yang diajukan mengenai syarat utama dan syarat tambahan, selanjutnya Dinas Cipta Tata Karya Kota memberikan tanda terima permohonan IMB bila semua persyaratan terpenuhi.

4. Setelah itu berkas pemohon dilimpahkan ke Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu. Disini pemohon membayar retribusi IMB bangunan peribadatan. 5. Setelah melunasi retribusi, selanjutnya Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu

Pintu memberikan permohonan IMB kepada Walikota, bila berkas permohonan IMB lengkap, maka Walikota akan menerbitkan IMB dan bila berkas tidak lengkap, maka Walikota akan menolak dan harus diperbaiki mengikuti ketentuan yang berlaku.

6. Sebelum IMB bangunan peribadatan diterbitkan oleh Walikota, Walikota akan memberikan informasi atau revisi GSB, HDB, KLB, dan lain-lain dan revisi lain-lain yang tercantum dalam gambar rancangan bila ada.

7. Setelah IMB bangunan peribadatan terbit, proses mendirikan bangunan peribadatan dapat dilaksanakan.

8. Selama mendirikan bangunan peribadatan pemohon akan diberikan pengawasan lapangan dan evaluasi berkala oleh Dinas Cipta Tata Kaya Kota.

2. Permasalahan yang Muncul Dalam Implementasi Izin Pendirian Bangunan Peribadatan Umat Beragama di Kota Samarinda.

2.1. Masalah biaya

Berdasarkan penelitian penulis biaya dalam mengurus IMB bangunan peribadatan di Kota Samarinda dikenakan biaya yang khusus bangunan peribadatan sebesar 5.000m2. Ada 3 responden yang dalam melakukan proses pengurusan IMB merasa bahwa dalam biaya yang diterapkan oleh pemerintah daerah terlalu mahal yang mana dari 3 responden tersebut yaitu:

(12)

12

1. Pura Widya Giri Dharma besar biaya retribusinya adalah 5.000.000 rupiah.

2. Gereja Kapel Santo Yohanes Don Bosco besar biaya retribusi yang dikenakan pada bangunan peribadatannya adalah 2.100.000 rupiah. 3. Vihara Eka Dharma besar biaya retribusi yang dikenakan pada bangunan

peribadatannya adalah 4.050.000 rupiah.

2.2. Masalah jangka waktu

Berdasarkan hasil penelitian, jangka waktu yang dibutuhkan oleh FKUB dalam memberikan rekomendasi tertulisnya adalah 7 hari setelah berkas pemohon IMB bangunan peribadatan masuk ke FKUB yang terdapat pada pasal 10 Undang-Undang Forum Kerukunan Umat Beragama. Akan tetapi pada realita di lapangan berdasarkan wawancara 2 responden mengatakan terkendala dengan jangka waktu FKUB, FKUB dalam memberikan rekomendasi tertulisnya terlalu lama dengan alasan banyaknya pemohon izin yang ingin juga mendirikan bangunan peribadatan.

2.3. Pengelola Bangunan Peribadatan yang tidak mengurus Izin Bangunan Peribadatan

Kendala dalam permasalahan ini yaitu tidak adanya kesadaran pengelola bangunan peribadatan untuk mengurus bangunan peribadatannya, karena bila pengelola bangunan peribadatan tidak memiliki IMB bangunan peribadatan akan mendapatkan sanksi. Sanksi yang diberikan jika bangunan peribadatan tidak memiliki IMB, tetapi bangunan peribadatannya sudah berdiri sanksinya berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 34 Tahun 2004 sanksi yang diberikan pada pasal 272 adalah:

a. Membongkar bangunan peribadatan. b. Menyegel bangunan peribadatan.

c. Menghentikan dengan segera pekerjaan dan atau penggunaan atau sebagian atau seluruh bangunan peribadatan.

d. Pidana kurungan selama 3 bulan dan denda sebanyak Rp 5.000.000. Kendala yang kedua yaitu tidak ada pemberitahuan informasi masyarakat setempat kepada pengelola bangunan peribadatan untuk mengurus IMB bangunan peribadatan. Kesadaran masyarakat setempat untuk memberitahukan kepada pengelola peribadatan untuk mengurus IMB bangunan peribadatannya juga menjadi peran penting karena pengelola bangunan peribadatan kadang terlihat tidak peduli dengan IMB bangunan peribadatannya.

Kendala ketiga yaitu di dalam Peraturan Daerah Nomor 34 Tahun 2004 tidak mencantumkan pasal yang menyatakan bahwa izin dapat difungsiahlikan atau dirubah, contohnya izin ruko tidak dapat dirubah untuk keperluan sosial khususnya bangunan peribadatan.

3. Penyelesaian Permasalahan yang Muncul terhadap Implementasi Izin Pendirian Bangunan Peribadatan Umat Beragama di Kota Samarinda. a. Penyelesaian masalah biaya

Berdasarkan hasil penelitian penulis permasalahan biaya dalam mengurus IMB bangunan peribadatan masih saja menjadi kendala dalam mendapatkan IMB bangunan peribadatan. Adapun penyelesaian permasalahan biaya dalam mengurus IMB bangunan peribadatan yaitu retribusi IMB bangunan peribadatan sebaiknya tidak terlalu mahal, sehingga pemohon IMB bangunan peribadatan dapat membayar retribusi IMB bangunan peribadatannya.

b. Penyelesaian masalah jangka waktu

Berdasarkan hasil penelitian penulis permasalahan jangka waktu FKUB dalam memberikan rekomendasi tertulis kepada pemohon IMB bangunan peribadatan yang terlalu lama dan mengulur-ulur waktu juga menjadi kendala

(13)

13

dalam mendapatkan IMB bangunan peribadatan bila tidak ada penyelesaian atau solusi yang tepat, sehingga permasalahan jangka waktu FKUB dalam memberikan rekomendasi tertulis kepada pemohon akan selalu terjadi, maka menurut penulis penyelesaian masalah tersebut adalah mengganti anggota-angota FKUB yang kerjanya terlalu lambat dan tidak efektif dengan angota-angota FKUB yang bekerja secara efektif dan efisien supaya pemohon bangunan peribadatan tersebut cepat mendapatkan IMB bangunan peribadatan.

c. Penyelesaian masalah kesadaran pengelola bangunan peribadatan dan kesadaran masyarakat sekitar

Berdasarkan temuan penulis di lapangan kesadaran pengelola bangunan peribadatan masih kurang dalam mengurus IMB bangunan peribadatan yang mana ruko dijadikan bangunan peribadatan. Menurut penulis penyelesaian masalah kesadaran pengelola bangunan peribadatan yaitu kesadaran harus dari pengelola bangunan peribadatan itu sendiri untuk mengurus IMB bangunan peribadatan guna tidak menimbulkan konflik dikemudian hari dan kesadaran masyarakat sekitar untuk memberitahukan dan menghimbau kepada pengelola bangunan peribadatan untuk mengurus IMB bangunan peribadatannya. Disini juga tugas FKUB untuk membina dan mensosialisasikan pengelola dan masyarakat setempat agar dapat mengurus IMB bangunan peribadatannya dan masyarakat setempat agar tetap peduli dengan memberitahukan pengelola bangunan peribadatan untuk mengurus IMB bangunan peribadatannya. Disini juga pengelola bangunan peribadatan harus intensif berkomunikasi dengan warga sekitar dan pengelola bangunan peribadatan dalam mendirikan bangunan peribadatannya harus dikomunitasnya, sehingga kerukunan umat beragama dapat selalu terjaga dan bagi Pemerintah Daerah harus secepatnya merevisi Peraturan Daerah Nomor 34 Tahun 2004 agar pengelola bangunan peribadatan yang semula memiliki izin ruko dapat diubah ke izin untuk keperluan sosial khususnya bangunan peribadatan.

Penutup Kesimpulan

1 Implementasi prosedur izin pendirian bangunan peribadatan umat beragama di kota Samarinda

a. Bahwa prosedur bangunan peribadatan merujuk kepada ketentuan Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 34 Tahun 2004 dan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan Nomor 9 Tahun 2006.

b. Bahwa kewenangan yang memberikan perizinan Walikota melalui IMB bangunan peribadatan yang direkomendasikan oleh FKUB.

2. Permasalahan yang muncul dalam implementasi izin pendirian bangunan peribadatan umat beragam di kota Samarinda

a. Bahwa kendala yang muncul dalam pengurusan IMB yaitu masalah biaya retribusi IMB bangunan peribadatan yang terlalu mahal bagi pemohon yang ingin mendirikan bangunan peribadatan.

b. Kendala yang kedua dalam pengurusan IMB bangunan peribadatan yaitu masalah pada terlalu lamanya FKUB memberikan rekomendasinya sehingga pemohon harus bersabar dan menunggu untuk dapat mendirikan bangunan peribadatannya.

c. Kendala yang ketiga dalam mengurus IMB bangunan peribadatan adala tidak adanya kesadaran dari pengelola bangunan peribadatan dan warga sekitar tidak dapat memberitahukan bahwa perlunya mengurus IMB bangunan peribadatan.

3. Penyelesaian yang muncul dalam implementasi izin pendirian bangunan peribadatan umat beragama di kota Samarinda

a. Bahwa penyelesaian permasalahan dalam membayar retribusi biaya IMB bangunan peribadatan adalah tidak terlalu mahal biaya retribusi yang dikenakan oleh pemohon

(14)

14

IMB bangunan peribadatan sehingga pemohon dapat memiliki IMB bangunan peribadatannya.

b. Bahwa penyelesaian permasalahan jangka waktu yang sangat lambat dari FKUB dalam memberikan rekomendasi tertulis kepada pemohon. Menurut penulis FKUB harus cepat memberikan rekomendasinya kepada pemohon supaya pemohon dapat mengurus IMB bangunan peribadatan dan dapat memiliki IMB bangunan peribadatannya.

c. Bahwa penyelesaian permasalahan pengelola bangunan peribadatan tidak mengurus IMB bangunan peribadatannya yaitu harus ada faktor kesadaran pengelola untuk mengurus IMB bangunan peribadatannya, bila tidak maka tidak ada kekuatan hukum bagi bangunan peribadatan tersebut dan kesadaran warga sekitar juga sangat penting

dengan memberitahukan kepada pengelola betapa pentingnya bangunan

peribadatannya memiliki IMB bangunan peribadatan bukan IMB ruko yang digunakan.

Saran-saran

1. Perlunya pengkajian tentang biaya pengurusan IMB bangunan peribadatan

Perlunya dalam membayar retribusi IMB bangunan peribadatan agar tidak terlalu mahal supaya pemohon dapat membayar reribusi bangunan peribadatannya.

2. Perlunya dibuat aturan standar waktu dalam pengurusan rekomendasi FKUB

Perlunya dibuat aturan standar waktu dalam pengurusan rekomendasi FKUB dari Walikota, sehingga pemohon IMB bangunan peribadatan tidak terlalu lama menunggu dalam mendapatkan rekomendasi tertulis dari FKUB.

3. Perlunya sosialisasi kewajiban IMB kepada pengelola bangunan peribadatan

Perlunya pengelola bangunan peribadatan mengurus IMB bangunan peribadatannyadan perlunya pengelola bangunan peribadatan cermat dalam memilih lokasi bangunan peribadatan agar dikemudian hari tidak menimbulkan suatu konflik dan kesadaran warga setempat untuk menghimbau supaya pengelola bangunan peribadatan mengurus IMB bangunan peribadatannya.

4. Perlunya Pemerintah daerah merevisi Peraturan Daerah Nomor 34 Tahun 2004 supaya pengelola bangunan peribadatan mudah mengubah izin yang semula izin ruko menjadi izin untuknya keperluan social khususnya bangunan peribadatan.

DAFTAR PUSTAKA A.Literatur

Ahmad rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Graha Ilmu, Jakarta, 1995

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006

Iman Sudiyat, Hukum adat, Liberty, Yogyakarta, 1981

Ismaya Samun, Pengantar Hukum Agraria, Graha Ilmu, Yogyakarta,2011

Muhammad Abdul Kadir, Hukum dan Penelitian Hukum, Aditya Citra Bakti, Bandung, 2004

Prof.Drs. Cristine S.T. Kansil, S.H., M.H., Kitab Undang-Undang Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2007

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta,2006 Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2009

Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006 Solahuddin,SH, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008

(15)

15

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2004 tentang yayasan Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 34 Tahun 2004 tentang Ijin Mendirikan Bangunan dalam Wilayah Kota Samarinda

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan tugas Kepala Daerah atau Wakil Kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pendirian rumah ibadat.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

C. Sumber Lain

WWW.Sukirman.com, tanggal 25 juni 2012 WWW. Blog Ida Kusuma.com, 11 agustus 2012 WWW . Kompas.com, 20 juli 2012

WWW.H.M.Aiz Muhazjirin, SH, MH, tanggal 7 juli 2012 WWW. Mr. Ten Berger.com, tanggal 5 september 2012 WWW. Blog Akhyasrinuki.com, 11 september 2012 WWW. Blog Rantau Pincono.com, 11 september 2012 WWW.SamarindaKota.go.id

Gambar

Tabel : Sampel dengan metode purposive sampling  Bangunan  Peribadatan
Tabel 1: Data Responden yang memiliki IMB   di Kota Samarinda
Tabel 2: Data Lembaga Pemberi Izin, Biaya, dan Waktu   Pengurusan  No.   Nama  Bangunan
Tabel 3: Data Responden yang tidak memiliki IMB   No.  Nama Bangunan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Fmbagund n6ional adalan d€nsd tokus pada penelim@n dari sekior pajlk Asar p€nenntu dei sekror pajak ddpal maksimal, dipedukd kesadad dan pen'namd vms.. memadai ddi

Melihat realita di negara Indonesia, bahwa terkadang ormas-ormas Islam pernah berselisih (berbeda pendapat) dengan pemerintah ataupun sesama ormas Islam yang lain

[r]

[r]

Proses registrasi dilakukan agar aplikasi yang sudah digunakan oleh orang yang sudah mempunyai kesepakatan dengan pembuat aplikasi tidak dapat digunakan lagi oleh orang lain dalam

The action plan formulation phase is initiated by organizing the second team Plenary Session for consolidating work results of every Working Group, and making a list

Untuk mengatur lalu lintas data dari suatu host dalam sebuah segmen ke host dalam segmen yang lain, maka router membutuhkan sebuah protokol routing agar router dapat

Kementerian Kehutanan, Pertanian, Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, BPK, UKP Pokja Nasional menetapkan Skenario Mitigasi Nasional berdasarkan usulan skenario mitigasi