• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - DESKRIPSI PENERIMAAN DIRI PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK TUNAGRAHITA DI SLB C DAN C1 YAKUT PURWOKERTO - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - DESKRIPSI PENERIMAAN DIRI PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK TUNAGRAHITA DI SLB C DAN C1 YAKUT PURWOKERTO - repository perpustakaan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia diciptakan jauh berbeda dari makhluk ciptaan yang lainnya. Manusia dibekali akal dan pikiran. Hal tersebutlah yang menjadi faktor pembeda antara manusia dan mahkluk ciptaan lainnya seperti binatang dan tumbuhan. Setiap orang tua pasti menginginkan kehadiran seorang anak. Anak yang terlahir sempurna merupakan harapan semua orang tua.

Orang tua mendambakan memiliki anak yang sehat, baik secara jasmani maupun rohani. Word Health Organization (WHO) merumuskan konsep sehat sebagai suatu keandaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/cacat. Dalam definisi ini, sehat bukan sekedar terbebas dari penyakit cacat. Orang yang tidak berpenyakit pun tentunya belum tentu dikatakan sehat. Dia semestinya dalam keadaan yang sempurna, baik fisik, mental maupun sosial. Namun demikian sering terjadi keadaan dimana anak menunjukan masalah dalam perkembangan sejak usia dini.

Beberapa diantaranya memiliki keterbatasan baik secara fisik maupun psikis, yang telah dialami sejak awal masa perkembangan. Anak berkebutuhan khusus (special needs children), yaitu anak yang secara bermakna mengalami kelainan atau gangguan fisik (fisik, mental-intelektual,

(2)

sosial dan emosional) dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya adalah mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus (Direktorat Pembinaan SLB, 2007).

Memiliki anak berkebutuhan khusus merupakan beban berat bagi orang tua baik secara fisik maupun mental. Beban tersebut membuat reaksi emosional didalam diri orang tua. Orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dituntut untuk terbiasa menghadapai peran yang berbeda dari sebelumnya, karena memiliki anak berkebutuhan khusus (Kania, dkk, 2012). Anak yang lahir dengan kondisi mental yang kurang sehat tentunya membuat orang tua sedih dan terkadang tidak siap menerimanya karena berbagai alasan. Terlebih lagi alasan malu sehingga tidak sedikit yang memperlakukan anak tersebut secara kurang baik. Hal itu tentu saja sangat membutuhkan perhatian lebih dari pada orang tua dan saudaranya (Setyaningrum, 2010 dalam Faradina, 2016).

(3)

mengenai keadaan anaknya kepada teman, tetangga bahkan keluarga dekat sekalipun, kecuali pada dokter yang menangani anak tersebut.

Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 15 November 2017 kepada ke tiga orang ibu yang memiliki anak tunagrhita di SLB C Dan C1 Purwokerto subjek M, D, N yang memiliki anak tuna grahita di SLB C dan C1 Purwokerto.

(4)

sampai saat ini sudah mengalami kemajuan yang baik, sehingga ibu M merasa bangga dan dapat menerima anak subjek yang mengalami tunagrahita. Hasil studi pendahuluan terhadap subjek D, subjek D mulai menerima anak subjek J setelah mengetahui anak subjek tunagrahita, subjek J merupakan anak ke dua dari dua bersaudara. Awalnya subjek J bersekolah di sekolah Putra Harapan (inklusi) namun ibu D merasa 2 tahun bersekolah di inklusi tidak ada perubahan, menurut subjek ibu D anak subjek J sudah mengikuti beberapa terapi dan mempunyai mempunyai guru OT palio di purbalingga, menurut subjek D subjek J mengalami perubahan setelah terapi palio dari yang awal nya tidak bisa bicara hingga sekarang dapat lancer berbicara, namun terkadang kosakata masih sedikit sulit. Ibu D berkonsultasi kepada salah satu Psikolog Anak dan Psikolog menyarankan agar subjek J bersekolah di jurusan yang merupakan sekolah khusus anak tunagrahita atau SLB. Ibu D rela pulang pergi dengan jarak tempuh 27 km setiap hari demi anak nya bersekolah di tempat yang menurut ibu D pantas untuk anaknya yang tunagrhaita. Subjek D juga mengatakan bahwa anak subjek J sudah mengalami perubahan yang sangat baik dan subjek D merasa bangga, menerima keadaan anak nya yang tunagrahita dan menganggap nya sebagai anak yang istimewa di hidupnya.

(5)

terhadap kandungannya. Ibu N merasa kesal terhadap L karena merasa subjek L sulit di ajarkan apa yang di ajarkan oleh ibu N, namun ketika subjek L menginjak usia 9 tahun ibu N merasakan perubahan pada anak nya, subjek J sudah mulai bisa membangakan ibu N, subjek L sudah mengikuti lomba menggambar dan mewarnai dan mendapat juara 1. Menurut ibu N subjek L juga sudah mulai bisa membantu ibu N di rumah seperti membersikan rumah. Kondisi tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mashita (2015) bahwa reaksi seorang ibu saat pertama kali mendapati anaknya tidak sempurna adalah sangat berat dan menyatakan merasa tidak percaya diri dengan keadaan yang dialami. Namun, atas dukungan keluarga subjek secara perlahan lebih dapat menerima keadaan yang dialaminya.

Hasil studi pendahuluan dengan salah satu guru berinisial H di SLB C dan C 1 Yakut Purwokerto pada tanggal 15 November 2017 menyebutkan bahwa penerimaan diri ibu dengan anak tunagrahita memang masih cukup rendah. Karena tidak ada atau kurangnya dukungan yang diberikan keluarga terhadap ibu yang mempunyai anak tunagrahita, bahkan terkadang mereka memaksakan anaknya untuk selalu bisa melakukan hal-hal yang dilakukan oleh anak-anak normal pada umumnya, karena kurangnya pengetahuan tunagrahita. Menurut subjek H guru di SLB C dan C 1 Yakut Purwoketo ibu yang mau datang dan mengantarkan anak nya ke sekolah merupakan poin yang sangat bagus karena di SLB C Yakut Puwokerto orangtua mau mengantar dan menjemput anak nya.

(6)

yang mengalami tunagrahita. Seringkali seseorang cenderung melihat suatu peristiwa dari sisi yang negatif dan jarang sekali melihat dari sisi positif. Ada 2 faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan, yaitu : 1) faktor keluarga yaitu adanya hubungan yang relatif harmonis antara ibu dan ayah dan 2) faktor lingkungan sosial yaitu di dalam lingkungan sosial mengembangkan sikap perhatian, dukungan, penerimaan dan sikap empatik kepada sesama (Chaplin, 2012).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Wardhani, 2012) menemukan bahwa terdapat hubungan yang sangat tinggi antara penerimaan diri dan penerimaan orang tua terhadap anaknya. Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang dapat menerima diri dapat menyesuaikan diri sehingga dapat berperilaku yang matang yang nantinya akan dapat lebih mudah untuk menerima anaknya. Penerimaan diri ditaindai dengan sikap positif, adanya pengakuan dan atau penghargaan terhadap nilai-nilai individual tetap menyertakan pengakuan terhadap tingkah lakunya (Chaplin, 2012).

Orang tua dengan latar belakang apapun seharusnya menerima dengan baik apapun keadaan anaknya karena anak adalah titipan dari Tuhan bagaimanapun keadaan anak tersebut (Khoiri, 2012). Mampu menerima dirinya dengan mampu menerima pujian atau kritikan dari orang lain, yakni dengan hidup yang sedang ia jalani, tidak merasa bahwa dirinya beda dengan orang lain.

(7)

dukungan dari keluarga besar, kemampuan keuangan keluarga, latar belakang agama, tingkat pendidikan, status perkawinan, usia serta dukungan para ahli dan masyarakat umum.

Menurut Ravndranan (2008) menyatakan bahwa orang tua yang dapat menyesuaikan dirinya sebagai orang tua dari anak berkebutuhan khusus dengan tetap dapat melakukan aktivtas sehari-hari dengan cukup baik seperti miliki waktu untuk melakukan aktivitas pribadi, cukup tidur, makan teratur, dapat bercakapan dan dapat melakukan yang mereka sukai. Kondisi tersebut akan memudahkan ibu untuk memahami keadaan anak dan menerima kondisi anaknya yang berkebutuhan khusus.

Hal terpenting yang harus diingat oleh orang tua adalah bahwa setiap anak mempunyai keunikan. Sebagai makhluk yang serba terbatas, setiap manusia di samping kelemahan pasti memiliki kekuatan. Orang tua hendaknya tidak menjatuhkan penilaian yang merugikan pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi rendah diri. Penolakan orang tua dapat membuat akan merasa rendah diri dan pada akhirnya mengembangkan tingkah laku seperti rasa permusuhan, pemberontakan atau bahkan menarik diri dari lingkungan.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul : “Deskripsi Penerimaan Diri Pada Ibu Yang

(8)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukankan pada latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Deskripsi Penerimaan Diri Pada Ibu Yang Memiliki Anak Tunagrahita Di SLB C dan C 1 Yakut Purwokerto.

C. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerimaan diri pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB C dan C 1 YAKUT Purwokerto.

D. Manfaat

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam bidang Bimbingan dan Konseling, khususnya Psikologi Perkembangan dan Konseling Rehabilitasi, yakni tentang pentingnya penerimaan orang tua tentang kondisi anak tuna grahita.

2. Manfaat praktis

a. Sebagai masukan bagi SLB C dan C 1 YAKUT Purwokerto untuk membantu anak tunagrahita dalam mencapai optimalisasi diri mereka.

Referensi

Dokumen terkait

1) Hasil penelitian yang berjudul “Pola Pendidikan Karakter di SMP IT PAPB Pedurungan Semarang” ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi yang positif bagi mahasiswa

ABSTRAK Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Petngas Penyuluh Lapangan Pertanian Pada Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Kehutanan Dan Ketahanan Pangan BP4KKP

[r]

Salah satu penyembuhan non farmakologis untuk menurunkan nyeri pemasangan infus dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan aromaterapi lavender dan aromaterapi

Kesimpulan : Pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap, sikap dan dukungan petugas kesehatan menunjukkan ada hubungan dengan kemampuan keluarga dalam merawat balita pneumonia

From the analysis, the writer then categorized all possible stylistics and linguistics devices PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN

Peneliti menyimpulkan secara keseluruhan bahwa fungsi pengawasan berdasarkan konsep Sarwoto mengenai pengawasan yang diperlukan bagaimana pengawasan itu menjadi lebih