• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia yang dipergunakan oleh masyarakat sebagai alat untuk memaparkan keinginan, pikiran, hasrat dan maksud kepada lawan bicara untuk memenuhi tujuan tertentu. Kridalaksana (2005: 3) menjelaskan bahwa bahasa merupakan sistem tanda bunyi yang disepakati bersama untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerjasama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri. Selain itu, bahasa memiliki beberapa sifat atau ciri lainnya, diantaranya adalah bahasa bersifat manasuka (arbitrer), artinya bahwa hubungan antara bahasa dengan yang dilambangkannya tidak bersifat wajib, bisa berubah-ubah, dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang tersebut mengkonsepi makna tertentu (Chaer, 2004: 12).

Sifat lain dari bahasa adalah bahwa bahasa bersifat dinamis. Artinya bahwa bahasa itu tidak terlepas dari berbagai kemungkinan untuk berubah karena waktu dan perkembangan zaman. Dari kedua sifat bahasa tersebut, dapat diketahui bahwa bahasa kemungkinan bisa berubah-ubah sesuai dengan konteksnya. Perubahan tersebut bisa menimbulkan kelucuan atau bahkan keseriusan. Perubahan bahasa yang menimbulkan kelucuan biasanya disebut sebagai humor. Humor itu sendiri menurut Ross (1998: 1) merupakan sesuatu yang membuat seseorang tertawa atau tersenyum. Sebenarnya, bahasa humor itu sendiri sangat susah diterka perubahannya, karena humor itu bisa terjadi jika kedua belah pihak baik penutur atau petutur mengenal konteks bahasanya. Konteks sangat berhubungan erat dengan makna tutur. Makna bahasa ini dapat ditelaah secara semantik dan pragmatik sesuai dengan tindak tuturnya. Pengenalan konteks ini menurut Hay (2001: 67) disebut sebagai tahap awal apresiasi humor yang disebut sebagai recognition “pengenalan”. Setelah mengenal humor tersebut, dilanjutkan dengan understanding “pemahaman” dengan mencoba memasuki alam cerita. Kemudian tertawa atau tersenyum

(2)

sebagai tahap appreciation “apresiasi”. Setelah itu, ditutup dengan agreement “persetujuan” untuk menyatakan kesamaan persepsi dengan penutur humor tersebut.

Berhumor selain memiliki konteks juga perlu mengenal budaya pelaku humor. Budaya menjadi dinding tinggi yang menghalangi setiap audience untuk mendapatkan esensi humor yang terjadi. Humor pada penelitian ini menggunakan budaya Amerika sebagai landasan untuk meneliti bentuk kelucuan yang berlaku. Humor di Amerika seperti telah diungkapkan oleh Niebuhr (1983: ii) menggunakan ironi sebagai alat bahasa untuk berhumor. Ironi itu sendiri merupakan penggunaan kata yang memiliki makna berlawanan dengan makna literalnya. Berdasarkan pemaknaan ironi tersebut, dapat diketahui bahwa humor di Amerika juga menganut teori incongruitas “kontras” yang dianut oleh Immanuel Kant dan Schopenhauer yang mengacu kepada kekontrasan cerita. Selain itu, jenis ironi yang terjadi di Amerika lebih kepada konteks hal yang serius baik itu kritik politik, ekonomi, berita terkini, dan rasis. Konteks serius tersebut diplesetkan menjadi humor dengan berbagai cara baik melalui media maupun non media.

Penyampaian humor melalui media dapat dilihat melalui televisi, radio, novel, komik/manga, bahkan internet. Untuk penyampaian secara non media dapat melalui percakapan, lenong, wayang, ketoprak, dan sebagainya. Salah satu penyampaian humor yang akan dianalisis pada penelitian ini diambil dari strip komik online Amerika berbahasa Inggris. Strip komik merupakan potongan-potongan dari komik yang sudah dibukukan yang kemudian diterbitkan bukan sebagai hasil pembukuan strip komiknya Sabin via Savitri (1996: 15-25). Menurut pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa strip komik merupakan bagian dari komik. Strip komik dahulunya seringkali ditemukan dalam media surat kabar, tetapi pada era modern ini sudah banyak ditemukan strip komik dalam bentuk online. Sejarah strip komik itu sendiri pernah diteliti oleh Kunzle (1973) di kawasan Eropa yang menemukan bahwa strip komik berasal dari sebuah broadsheet. Menurut Kunzle via Savitri (1973: 4), broadsheet itu sendiri merupakan teks yang mengangkat topik sosial atau politik disertai dengan

(3)

ilustrasi. Selain topik sosial atau politik, topik lain seperti propaganda agama, kekerasan politik, atau kritik sosial juga ikut diangkat dalam broadsheet. Selain di Eropa, strip komik ini juga kemudian berkembang di Amerika dengan konsep yang sama yaitu broadsheet dan bisa ditemukan dalam media massa seperti surat kabar di Amerika. Selanjutnya, broadsheet ini oleh Kunzle (1973) disebut sebagai cerita bergambar (picture story) yang kemudian menjadi strip komik.

Strip komik juga memiliki awal mula yang baik di Indonesia. Menurut Tabrani (2005: 71-73) strip komik Indonesia bermula dari lukisan candi, cerita lontar, dan wayang beber yaitu seperti cerita yang dikisahkan oleh pendeta atau dalang melalui gambar dua dimensi atau tiga dimensi dengan media batu (candi), daun lontar (daun lontar) dan kain (wayang beber). Ketiga bukti tersebut kemudian disebut sebagai strip komik tradisional yang umumnya berbentuk strip dan bentuk panel yang berbeda. Berdasarkan dua pembahasan ahli oleh Kunzle (1973) dan Tabrani (2005) dapat dikatakan bahwa strip komik awal dan strip komik tradisional keduanya merupakan awal mula perkembangan strip komik.

Strip komik, selain bertujuan untuk mengkritik, seringkali juga ikut dibumbui oleh humor untuk meningkatkan efisiensi kritik. Dalam hal ini, khususnya pada strip komik Amerika juga telah menerapkan hal tersebut. Humor yang terjadi dalam strip komik Amerika seringnya bersifat ironi yang mengacu kepada teori incongruity “kontras” sehingga terkadang sulit dipahami oleh seseorang yang belum mengenal konsep humor tersebut. Selain itu, orang Amerika dalam berhumor tidak akan membawa kebudayaan mereka sendiri untuk melucu. Hal ini dikarenakan orang Amerika sangat anti dengan humor yang berhubungan dengan kebudayaan mereka sendiri karena kebudayaan adalah hal yang fundamental (Niebuhr, 1983: 4). Berlainan dengan pernyataan tersebut, konsep humor yang berbeda diterapkan di daerah Asia. Konsep humor orang Asia menggunakan budaya mereka untuk melucu dan sangat sedikit yang menggunakan self-humor “humor pribadi” yang seringnya menggunakan teori hostility berupa mengejek, menjelekkan, dan membedakan. Sehingga, ketika orang Asia berhumor di depan orang Amerika dengan menjelekkan dan membedakan lawan humor, orang Amerika akan susah untuk tertawa, karena

(4)

tidak ada hal yang lucu dari menjelekkan orang lain tersebut (Poedjosoedarmo dalam bimbingan proposal hari Jumat, 11 Oktober 2013, jam 10.00-11.00 WIB). Dalam hal ini, kelucuanpun tidak dapat diterima karena perbedaan konsep dan budaya tersebut. Berdasarkan perbedaan konsep dan budaya humor ini, peneliti akan memaparkan kelucuan strip komik Amerika berdasarkan beberapa aspek. Aspek yang terutama dalam analisis adalah aspek kebahasaan, aspek pragmatik, dan aspek komponen tutur Hymes.

Aspek kebahasaan akan dianalisis menggunakan teori oleh Wijana (2010) yang memaparkan tentang bentuk dan makna kebahasaan serta Ross (1998) mengenai grafologi bahasa. Kemudian, aspek pragmatik akan menggunakan teori dari Grice (1985) tentang prinsip kerjasama. Disamping itu, untuk memaparkan aspek komponen tutur akan menggunakan teori Hymes via Suwito (1992) yaitu dengan formulasi SPEAKING. Sebagai tambahan, aspek P yaitu participant akan menggunakan teori pendukung dari Schopenhauer via Kulka (2007) mengenai incongruity (kontras) humor, menjelaskan kekontrasan cerita dalam humor. Selanjutnya, A yaitu act of sequences akan menggunakan tambahan teori dari Hay (2001) untuk menjelaskan runtutan cerita dari awal sampai akhir. Kemudian, aspek I yaitu instrumental “alat” juga akan mendapat tambahan teori semiotik dari Danesi dan Perron (1999) untuk mendeskripsikan arti tanda dalam gambar strip komik. Untuk memiliki gambaran mengenai analisis yang akan dilakukan, berikut contoh analisisnya.

(5)

A : now i’ll show you why they call me Jimmy Dickgun!

(sekarang akan ku tunjukkan kenapa mereka memanggilku Jimmy Dickgun) B : I think i can guess why.

(saya rasa saya tahu kenapa)

A : AAAAA, why would you shoot my dick?

(AAAAA, kenapa kamu menembak alat vitalku?) B : I thought you had, like, a gun for a penis or something

(saya kira kamu memiliki, seperti, pistol untuk alat vital atau sesuatu) A : What?

(apa?)

Berdasarkan dialog dalam strip komik Amerika diatas, dapat diketahui bentuk aspek kebahasaan yang digunakan untuk berhumor terdapat pada kata dickgun. Menanggapi kata tersebut, B menembak alat vital A dengan menerjemahkan arti kata dickgun secara literal. Kalimat tanggapan yang menerangkannya yaitu I think i can guess why. Selain itu B juga berpikir di celana dalam A memiliki pistol dengan landasan A memiliki nama belakang dickgun tersebut. Kalimat yang menerangkannya yaitu I thought you had, like, a gun for a penis or something. Maksim yang dilanggar oleh B adalah maksim relevansi, karena situasi yang dilakukannya tidak relevan. Selain itu juga terdapat pelanggaran maksim pelaksanaan oleh A, karena A tidak memberikan keterangan yang lebih jelas kenapa dia dipanggil Jimmy Dickgun. Selain itu, melanggar prinsip kesopanan maksim kesepakatan, karena ketaksepakatan antara penutur dan petutur tinggi.

Kemudian komponen humor SPEAKING yang terjadi dalam strip komik tersebut yaitu latar belakang percakapan diatas terjadi disuatu tempat pada waktu siang hari dengan situasi tuturan bersifat informal (S), dengan dua pembicara yang memiliki kisaran umur lebih dari dua puluh tahunan dan terjadi kekontrasan antar penutur ketika mitra tutur mengartikan nama dickgun secara literal (P), yang bertujuan untuk memaknai surename seseorang dan berakhir menjadi humor (E). Percakapan tersebut terdiri dari berbagai tahapan yaitu percakapan awal merupakan tahap pengenalan dan pemahaman, kemudian tahap apresiasi ketika mitra tutur menembak alat vital penutur yang menimbulkan kesalahpahaman (A). Intonasi dalam percakapan dapat dianalisis dengan mengamati tanda baca setiap ujaran yaitu dengan intonasi naik pada akhir kata dickgun serta pada kalimat

(6)

eksklamatif dan interogatif lainnya. Kemudian, intonasi akhir turun dalam kalimat pernyataan. Selanjutnya, ekspresi bangga diperlihatkan oleh penutur pada awal percakapan dan ekspresi heran oleh mitra tutur pada akhir percakapan (K) dengan menggunakan instrument berupa pistol (I). Norma yang berupa idiom tidak terdapat pada percakapan (N) dan percakapan tersebut merupakan sebuah dialog (G).

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti sangat antusias untuk meneliti humor dalam strip komik Amerika ini berdasarkan aspek kebahasaan, pragmatik, dan komponen tutur. Oleh karena itu peneliti mengambil judul “Analisis Percakapan Humor dalam Strip Komik Berbahasa Inggris Amerika”.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang muncul dalam pembahasan penelitian strip komik berbahasa Amerika ini yaitu:

1.2.1 Apa saja aspek kebahasaan dalam Strip Komik Berbahasa Inggris Amerika? 1.2.2 Bagaimana pelanggaran aspek pragmatik dalam Strip Komik Berbahasa

Inggris Amerika?

1.2.3 Bagaimana komponen tutur dalam Strip Komik Berbahasa Inggris Amerika?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara menyeluruh, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis humor pada strip komik. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penelitian ini memiliki tujuan terperinci sebagai berikut:

1.3.1 Mengetahui suatu analisis mengenai aspek kebahasaan dalam Strip Komik Berbahasa Inggris Amerika.

1.3.2 Mendeskripsikan pelanggaran aspek pragmatik dalam Strip Komik Berbahasa Inggris Amerika.

1.3.3 Mendeskripsikan komponen tutur dalam Strip Komik Berbahasa Inggris Amerika.

(7)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat secara teoritis adalah sebagai berikut.

1.4.1 Bermanfaat untuk menjelaskan aspek kebahasaan dalam Strip Komik Berbahasa Inggris Amerika.

1.4.2 Bermanfaat untuk menjelaskan pelanggaran aspek pragmatik dalam Strip Komik Berbahasa Inggris Amerika.

1.4.3 Bermanfaat untuk mengetahui komponen tutur dalam Strip Komik Berbahasa Inggris Amerika.

Manfaat secara praktis adalah sebaga berikut.

1.4.1 Bermanfaat untuk melengkapi penelitian yang sudah dilakukan. 1.4.2 Bermanfaat untuk menjelaskan secara terperinci penelitian terdahulu. 1.4.3 Bermanfaat untuk perkembangan penelitian strip komik selanjutnya.

1.5 Tinjauan Pustaka

Bahasan mengenai tinjauan pustaka sangat erat kaitannya dengan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya khususnya mengenai analisis humor. Kajian pustaka ini berhubungan dengan hal yang diuraikan, teori yang digunakan, pemerolehan data serta analisis data. Kajian mengenai humor telah banyak dilakukan baik oleh peneliti dalam negeri maupun luar negeri.

Untuk peneliti dalam negeri terdapat dalam tesis Savitri (2006) mengenai strip komik dengan judul Interpretasi Strip Komik Peanuts: Pemaknaan Pembaca atas Peristiwa Budaya yang Berlangsung di Dalamnya. Pada tesis Savitri (2006) mengupas lebih dalam mengenai pengaruh budaya dalam strip komik Peanuts selain pengungkapan aspek pragmatiknya. Hasilnya, aspek pragmatik dan budaya Amerika sangat berpengaruh dalam setiap lembar strip komik peanuts tersebut. Penelitian lainnya mengenai humor di Universitas Gajah Mada juga telah dilakukan, seperti oleh Giyatmi (2008) dan Purwanti (2006). Giyatmi (2008) dalam tesisnya Wacana Humor pada Radio Expose di Radio JPI FM Solo memaparkan karakteristik pemanfaatan kebahasaan, aspek-aspek pragmatik, dan konteks serta fungsi humor itu sendiri. Pada penelitiannya, Giyatmi menemukan

(8)

hasil bahwa wacana humor di Radio tersebut terungkap melalui penggunaan bahasa dan aspek pragmatik. Sedangkan penelitian oleh Purwanti (2006) meneliti tentang humor pada acara TV Extravaganza di Trans TV. Judul tesis yang digunakan adalah Wacana Humor dalam Komedi Extravaganza: Kajian Sosiopragmatik. Hasil penelitian yang didapat yaitu adanya pelanggaran maksim dan faktor sosiolinguistik yang melatarbelakangi tuturan dalam komedi tersebut. Tuturan yang umummnya wacana non-humor disimpangkan menjadi humor.

1.6 Landasan Teori

Setiap penelitian membutuhkan landasan keilmuan yang digunakan untuk menganalisis suatu data. Tanpa landasan keilmuan yang jelas, data akan sulit untuk dianalisis dan dipertanggungjawabkan hasilnya. Pada penelitian tentang humor ini akan menggunakan beberapa teori seperti teori tentang humor, aspek kebahasaan, pragmatik, dan komponen humor.

1.6.1 Humor

Tertawa merupakan salah satu tujuan dari humor itu sendiri. Banyak para ahli yang sudah meneliti dan memberikan definisi mengenai humor itu sendiri. Definisi pertama berasal dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007) yaitu sesuatu yang lucu, menggelikan hati atau dapat menimbulkan kejenakaan dan kelucuan. Humor dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, asal, jenis kelamin, budaya, konteks, tingkat pendidikan, dan sebagainya. Kelucuan suatu wacana humor oleh Wijana (2004: 25) didefinisikan sebagai suatu wacana yang biasanya terbentuk dari hubungan antara M1 (makna 1) dan M2 (makna 2) yang bersifat disjungtif serta memiliki perbedaan atau pertentangan makna.

Kelucuan dari sebuah wacana humor juga dapat terjadi akibat adanya unsur yang tidak disangka akan terjadi. Semakin sulit diduga, semakin lucu humor yang ditampilkan. Sebagai catatan, humor jangan terlalu berlebihan karena nantinya bisa membuat orang lain tersinggung atau marah. Selain itu, dalam humor terdapat tiga teori seperti yang dikemukakan oleh Manser dalam Rahmanadji (2007: 215), meliputi teori superioritas dan meremehkan, teori ketidakseimbangan, putus harapan dan biosisasi, teori pembebasan ketegangan

(9)

atau pembebasan dari tekanan. Teori superioritas terjadi jika yang menertawakan berada pada posisi super, sedangkan objek yang ditertawakan berada pada posisi degradasi (diremehkan atau dihina). Kemudian, teori ketidakseimbangan, putus harapan dan biosisasi terjadi jika terdapat dua situasi atau kejadian yang mustahil terjadi sekaligus. Lalu, teori pembebasan ketegangan terjadi melalui kebohongan atau tipu muslihat, dapat muncul berupa rasa simpati serta pengertian yang menjadi simbol pembebasan ketegangan dan tekanan.

Humor juga dipengaruhi oleh budaya masing-masing penutur. Maksudnya yaitu untuk mengetahui kelucuan humor, harus mengetahui konteks budaya humor yang diperlihatkan. Jika humor itu berasal dari Jepang, kita harus mengetahui konteks kebudayaan humor Jepang itu untuk mendapatkan esensinya, dan jika berasal dari Amerika juga harus mengetahui kebudayaan humor di Amerika. Humor di setiap negara berbeda-beda. Dalam lingkup budaya Amerika, humor seringnya berupa penggunaan ironi (Niebuhr, 1983: ii). Ironi merupakan merupakan penggunaan kata atau kalimat berbeda yang memiliki makna sama dengan makna literalnya. Sehingga, dalam percakapan lebih sering menggunakan makna secara ungkapan, makna ganda, dan idiom. Humor juga ditentukan oleh kondisi, jika dipergunakan dikondisi yang tidak tepat, maka humor itu bisa berubah menjadi sesuatu hal yang tidak menyenangkan. Contohnya di Amerika ada seorang guru yang mencoba menyisipi pelajaran dengan humor, semua muridnya diam dan tidak tertawa bahkan menganggap guru tersebut aneh dan kelihatan tidak serius (Dudden, 1987: 15). Humor orang Amerika menggunakan bahan yang serius dirubah menjadi hal yang lucu, sebagai contoh mengenai agama yang merupakan hal taboo untuk dipergunakan sebagai bahan melucu. Humor ini oleh Bruce (1997: 14) disebut dengan black humor yang mengacu kepada konsep serius yang kontras.

1.6.2 Aspek Kebahasaan

Bahasa merupakan alat terpenting dalam berkomunikasi yang dibedakan menjadi bentuk dan makna. Bentuk bahasa itu sendiri berupa elemen tuturan seperti bunyi, suku kata, morfem, kata, frase, klausa, kalimat, paragraph dan

(10)

wacana. Bentuk bahasa itu ketika masuk kedalam alam pikiran manusia maka akan menjadi suatu makna. Kemudian, terjadinya suatu perbedaan makna dengan cara penyimpangan bunyi atau struktur dapat menimbulkan humor. Satuan kebahasaan dimungkinankan dapat memiliki berbagai macam interpretasi makna secara semantik (Wijana, 2010, 10). Kemudian, kata dalam sebuah bahasa juga seringnya memiliki hubungan bentuk secara kebetulan dengan kata lain walaupun sebenarnya maknanya berbeda (ambiguitas). Sebagai contoh dalam kata “bisa” memiliki dua makna yaitu “dapat” dan “racun”. Contoh bentuk hubungan makna yang lainnya dapat berupa sinonim, antonim, polisemi, homonim, hiponim, metonimi, sarkasme, dan sebagainya. Aspek-aspek kebahasaan tersebut sangat sering digunakan untuk menciptakan suatu kondisi humor. Selain itu, teori pendukung dari Rosss (1998) mengenai grafologi juga ditambahkan untuk lebih memperjelas humor yang terjadi karena humor juga bisa terjadi dalam bentuk visual dalam gambar.

1.6.3 Aspek Pragmatik

Dalam berkomunikasi, interpretasi makna sangatlah penting. Terdapat dua bentuk interpretasi makna yaitu semantik dan pragmatik. Bentuk interpretasi makna yang sangat sulit ditebak adalah pragmatik karena selalu berlainan arti dengan hal sebenarnya jika kaidah dilanggar. Padahal, seharusnya peserta tutur diharapkan mampu menaati kaidah-kaidah pragmatik sehingga tercipta komunikasi yang kooperatif. Lain halnya ketika berbicara mengenai humor, kaidah yang seharusnya ditaati malah dengan sengaja disimpangkan dan dilanggar untuk memberikan kesan lucu.

Bentuk-bentuk penyimpangan itu dapat berupa bentuk linguistik dan bentuk prinsip pertuturan yang kemudian diartikan sebagai penyimpangan implikatur konvensional dan pertuturan (Wijana, 2004: 19-20). Penyimpangan prinsip pertuturan telah dinyatakan oleh Grice dalam Yule (1996: 36-37) dengan prinsip kerjasamanya yang terdiri dari maksim kuantitas, kualitas, relevansi dan pelaksanaan. Keempat maksim ini dipergunakan untuk melihat pelanggaran

(11)

tuturan antara penutur dan mitra tutur. Pelanggaran sering terjadi dalam percakapan humor dikarenakan untuk melucu.

1.6.4 Aspek Komponen Tutur

Kajian yang mempertautkan bahasa dengan masyarakat khususnya masyarakat bahasa serta bahasa dan fenomenanya disebut sebagai sosiolinguistik (Hymes dalam Alwasilah 1990: 2). Sosiolinguistik menekankan kajian pada pola ragam bahasa masyarakat dan penggunaanya. Oleh karena itu, masalah bahasa dan pemakainya tidak dapat diamati secara individual melainkan selalu berhubungan dengan kegiatan yang dilakukan di masyarakat. Selain itu, masalah kebahasaan ini dapat diamati dengan menggunakan prinsip-prinsip sosiolinguistik dengan memperhatikan konteks sosialnya selain melihat konteks struktur gramatikal. Formulasi yang akan digunakan untuk menganalisis komponen tutur yaitu teori Hymes dalam Suwito (1982: 29) dengan teorinya SPEAKING, yaitu:

S : Setting dan Scene, yaitu tempat bicara dan suasana bicara. P : Participant, yaitu pembicara, lawan bicara dan pendengar. E : End, yaitu tujuan akhir

A : Act of Sequence, yaitu peristiwa ketika seorang pembicara sedang mempergunakan kesempatan bicaranya.

K : Key, yaitu nada suara dan ragam bahasa yang digunakan untuk menyampaikan pendapatnya dan cara mengungkapkan pendapatnya.

I : Instrumentalities, yaitu alat untuk menyampaikan pendapat misalnya secara lisan, tertulis, lewat telepon dan lain sebagainya.

N : Norms, yaitu aturan permainan yang harus ditaati oleh setiap peserta tutur. G : Genres, yaitu jenis pertuturan yang mempunyai sifat lain dan jenis kegiatan

lain.

1.7 Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan tinjauan pustaka serta rumusan masalah yang ada dapat dihipotesiskan bahwa aspek kebahasaan seringkali terjadi dalam percakapan humor dalam strip komik Amerika. Seiring dengan hal tersebut juga

(12)

terdapat beberapa penyimpangan prinsip kerjasama dan kesopanan dalam aspek pragmatik. Kemudian, komponen tutur juga sering mengikuti dan berpengaruh humor yang terjadi. Hipotesis ini merupakan hasil sementara dan masih membutuhkan validitas lebih lanjut mengenai hasil data.

1.8 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif karena tujuan yang hendak dicapai sehubungan dengan topik penelitian adalah memaparkan atau memberi gambaran mengenai humor dalam strip komik Amerika. Sudaryanto (1993: 62) mengemukakan bahwa metode deskriptif adalah penelitian yang dilakukan hanya berdasarkan fakta yang ada. Dapat dikatakan bahwa penelitian deskriptif ditekankan pada memberi gambaran secara objektif tentang keadaan yang sebenarnya dari objek yang diselidiki. Penelitian ini juga menggunakan metode kualitatif. Kekualitatifan penelitian ini berkaitan dengan data penelitian yang tidak berupa angka-angka, tetapi berupa kata atau frase (Sudaryanto, 1993: 62).

Metode pengumpulan data menggunakan metode simak dengan teknik lanjutan yaitu teknik catat. Teknik catat adalah mencatat beberapa bentuk yang relevan bagi penelitiannya dari penggunaan bahasa secara tertulis (Sudaryanto, 1993: 92). Selanjutnya, hasil data akan disajikan secara deskriptif yaitu merumuskan dan mengungkapkan hasil dengan menggunakan kata-kata atau kalimat. Berdasarkan hal ini, fenomena linguistik akan dideskripsikan, dipaparkan dan diberikan argumentasi sesuai dengan konsep dan kerangka teori yang dipakai.

1.9 Sistematika Penyajian

Pembahasan dalam penelitian ini akan disajikan dalam sistematika seperti berikut.

Bab I adalah pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, tinjauan pustaka, landasan teori, hipotesis, metode penelitian dan sistematika penyajian.

(13)

Bab II berhubungan dengan rumusan masalah pertama yaitu menjelaskan tentang aspek kebahasaan strip komik

Bab III berhubungan dengan rumusan masalah kedua yaitu aspek pragmatik dalam strip komik

Bab IV berhubungan dengan rumusan masalah ketiga yaitu komponen tutur Hymes dalam strip komik

Bab V adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran penelitian.

1.10 Rencana Kerja

Penelitian ini memiliki rencana kerja dari menentukan bahan atau materi penelitian, alat, jalannya penelitian, variabel sampai analisis hasil.

Tahap Kegiatan Bulan ke-

1 2 3 4 5 6

Penyusunan Proposal Pengumpulan Data Klasifikasi Data Analisis Data

Penyajian Analisis Data Penyelesaian

Referensi

Dokumen terkait

Emisi surat utang korporasi di pasar domestik selama Januari 2018 mencapai Rp7,67 triliun atau naik 2,84 kali dibandingkan dengan Januari 2018, berdasarkan data oleh

Tinea pedis adalah infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai sela jari kaki dan telapak kaki, dengan lesi terdiri dari beberapa tipe, bervariasi dari ringan, kronis

algoritma kompresi LZW akan membentuk dictionary selama proses kompresinya belangsung kemudian setelah selesai maka dictionary tersebut tidak ikut disimpan dalam file yang

Secara garis besar komponen-komponen pembelajaran memiliki banyak komponen, diantaranya ada tujuan pembelajaran sebagai titik tolak untuk mencapai suatu pembelajaran, guru

Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang pemenuhannya setelah kebutuhan primer terpenuhi, namun tetap harus dipenuhi, agar kehidupan manusia berjalan dengan baik. Contoh: pariwisata

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

In terms of faculty driven by different motivations be- fore and after receiving tenure, our results indicate that, for pretenured faculty, research productivity is dominated by