• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENURUNAN RISIKO KAMBUH DAN LAMA RAWAT PADA KLIEN STROKE ISKEMIK MELALUI RENCANA PEMULANGAN TERSTRUKTUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENURUNAN RISIKO KAMBUH DAN LAMA RAWAT PADA KLIEN STROKE ISKEMIK MELALUI RENCANA PEMULANGAN TERSTRUKTUR"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan

Stroke merupakan penyakit serius karena memiliki angka kematian cukup tinggi yaitu lebih dari 15 juta jiwa/ tahun di seluruh dunia. Sekitar 5 juta orang pernah mengalami stroke di Amerika Serikat. Di Indonesia, stroke menyerang 35,85% klien lanjut usia dan 12,9% pada usia yang lebih muda. Penderita stroke diperkirakan berjumlah 500.000 jiwa setiap tahun dan 2,5%-nya meninggal dunia. Angka kejadian stroke di Indonesia meningkat tajam. Bahkan saat ini Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia. Bila tidak ditangani dengan serius,

MELALUI RENCANA PEMULANGAN TERSTRUKTUR

Uke Pemila1,2*, Ratna Sitorus3, Sutanto Priyo Hastono4

1. RSUD Lubuk Basung Kabupaten Agam, Sumatera Barat 26415, Indonesia

2. Program Studi Magister Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 3. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

4. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia *Email: uke_pemila@yahoo.com

Abstrak

Penelitian tentang pengaruh rencana pemulanganterstruktur klien stroke iskemik dalam menurunkan faktor risiko kekambuhan, lama rawat, dan peningkatan status fungsional telah dilakukan di sebuah RS di Bukittinggi. Desain penelitian adalah kuasi eksperimen dengan sampel 43 orang (20 kelompok intervensi dan 23 kelompok kontrol). Hasil penelitian menunjukkan perbedaan faktor risiko kekambuhan (p= 0,00; α= 0,05 ), lama rawat(p= 0,02; α= 0,05) antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah diberikan rencana pemulangan, namun belum dapat mengubah status fungsional klien (penilaian Barthel Index). Rencana pemulanganterstruktur pada klien stroke iskemik dapat menurunkan faktor risiko kekambuhan dan lama rawat. Hasil penelitian ini dapat diterapkan dalam penatalaksanaan stroke iskemik di rumah sakit maupun di rumah (home care). Penelitian lanjut perlu dilakukan untuk mengkaji pengaruh sistem dukungan klien dalam upaya mencegah kekambuhan, komplikasi, dan meminimalkan kecacatan pada klien stroke.

Kata kunci: faktor risiko kekambuhan, lama rawat, klien stroke iskemik, rencana pemulangan, status fungsional Abstract

A research to examine the effect of structured discharge planning for the ischemic stroke patients in decreasing the recurrence risk factors and length of stay, and improving functional status has been conducted in a hospital in Bukittinggi. This quasi-experimental research included 43 subjects (20 subjects as the intervention group and 23 subjects as the control group). The findings of the study demonstrated that there is difference in recurrence risk factors (p= 0.00, α= 0,05 ) and length of stay (p= 0,02; α =0,05) but no difference in functional status (measured by Barthel Index) between two groups. This finding showed that structured discharge planning has significant effect to reduce recurrence of risk factors and length of stay of the ischemic stroke patients. This study can be an evidence to be incorporated in the ischemic stroke nursing care in the hospital as well as home care. Further, it is recommended to examine the patien’s support system on reducing stroke recurrence, complication, and disability.

Keywords: recurrence risk factor, length of stay, ischemic stroke patient, discharge planning, functional status

diperkirakan pada tahun 2020 sekitar 7,6 juta jiwa akan meninggal akibat serangan stroke (Rien, 2009). Angka kejadian stroke iskemik lebih tinggi dibanding stroke hemoragik, yaitu sebanyak 80-85% dari seluruh kejadian stroke. Meskipun prevalensi kejadian stroke iskemik cukup tinggi, tetapi harapan hidup pada stroke iskemik lebih baik dari pada stroke hemoragik. Namun demikian, tingkat kecacatan akan lebih berat pada stroke iskemik akibat kerusakan neuron-neuron yang terkena iskemik.Masa pemulihan fungsi neuron pada stroke iskemik bisa terjadi setelah 2 minggu serangan infark dan mencapai pemulihan sempurna pada minggu ke-8 (Harsono, 1999).

(2)

Waktu pemulihan fungsi neuron pada stroke iskemik sangat tergantung pada kualitas penatalaksanaan dan asuhannya. Lama hari rawat dapat dijadikan sebagai alat ukur dalam mengevaluasi kualitas asuhan yang diberikan suatu pelayanan kesehatan. Selain itu, evaluasi penatalaksanaan stroke juga dinilai dari upaya untuk mencegah terjadinya serangan berulang pada klien stroke. Kejadian stroke berulang menunjukkan angka yang cukup tinggi. Harsono (1999) menjelaskan bahwa kejadian emboli berulang pada otak antara 30-65%, dan risiko serangan ulang yang terjadi beberapa minggu pertama setelah serangan adalah 15-25%, dengan risiko kematian 20% dalam satu bulan pertama. Penatalaksanaan utama stroke pada fase akut bertujuan untuk mencegah agar stroke tidak berlanjut atau berulang, mengupayakan agar kecacatan dapat dibatasi, mencegah terjadinya komplikasi, membantu pemulihan, serta mencegah terjadinya kematian. Tujuan penatalaksanaan stroke ini merupakan tanggung jawab utama bagi semua tenaga kesehatan yang tergabung dalam tim tatalaksana stroke. Tenaga kesehatan juga melibatkan klien dan keluarga agar memiliki pemahaman tentang proses penyakit, cara penanganan, serta kontinuitas perawatan pada fase rehabilitasi dan adaptasi yang disusun dalam suatu rencana pemulangan (Rasyid, et al., 2007).

Rencana pemulangan merupakan suatu proses mempersiapkan klien untuk mendapatkan kontinuitas perawatan baik dalam proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat kesehatannya sampai klien merasa siap untuk kembali ke lingkungannya dan harus dimulai sejak awal klien datang ke pelayanan kesehatan (Cawthorn, 2005). Tindakan utama dalam rencana pemulanganadalah pemberian pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan dukungan terhadap kondisi kesehatan klien, serta tindak lanjut yang harus dilakukan setelah pulang ke rumah (Slevin, 1986).

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi-eksperimen

non-equivalent control group. Besar sampel yaitu 43

responden. Sejumlah 20 responden pada kelompok intervensi diberikan rencana pemulanganterstruktur dan 23 responden pada kelompok kontrol diberikan rencana pemulangan rutin yang ada di rumah sakit. Kriteria inklusi meliputi: (1) klien stroke iskemik yang baru masuk ruang perawatan; (2) serangan stroke iskemik untuk pertama kalinya; (3) kesadaran kompos mentis kooperatif; dan (4) klien stroke iskemik yang memiliki satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut: hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, serta faktor gaya hidup (merokok, aktifitas fisik yang kurang, kegemukan, diet yang salah, dan penggunaan alkohol).

Pengumpulan data dilakukan pada kelompok intervensi dan kontrol dengan menilai skor faktor risiko kekambuhan pada saat masuk ruang perawatan dan saat klien kontrol ke poliklinik sesuai waktu yang telah ditetapkan, penilaian status fungsional diukur saat klien masuk dan saat klien keluar (pulang) serta penilaian lama hari rawat. Analisis data dilakukan dengan Paired t-test (uji T dependen) untuk mengetahui apakah ada pengaruh rencana pemulanganterstruktur terhadap faktor risiko kekambuhan, status fungsional sebelum dan sesudah diberikan rencana pemulangan pada kelompok intervensi dan kontrol.

Pooled t-test (uji T independen) digunakan untuk mengetahui perbedaan lama hari rawat pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Multivariate Analysis of Variance (MANOVA) digunakan untuk membandingkan pengaruh variabel dependen(faktor risiko kekambuhan, lama rawat, dan status fungsional) pada setiap kelompok yang ada pada variabel independen(umur dan tingkat pendidikan).

Hasil

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Jenis

Kelompok N Mean Med SD

M in – Mak 95% CI Intervensi K ontrol 20 23 57,6 57,4 58 54 8,0 9,9 43- 70 40- 76 53,8- 61,3 53,1- 61,7

(3)

Karakteristik Responden

Perbedaan umur responden kelompok intervensi dan kontrol tidak jauh berbeda. Dari 43 responden rerata umur 57 tahun (lihat tabel 1). Tingkat pendidikan responden terbanyak yaitu SMP, tujuh orang (35%) pada kelompok intervensi dan sembilan orang (39,1%) pada kelompok kontrol. Tingkat pendidikan paling sedikit ialah Perguruan Tinggi hanya dua orang pada kelompok intervensi.

Hubungan Karakteristik Umur terhadap Faktor Risiko Kekambuhan, LOS (Length Of Stay), dan Status Fungsional (Barthel Index)

Hasil penelitian menunjukkan umur hanya memiliki hubungan bermakna dengan lama rawat(Length of Stay/LOS) (p= 0,02, α= 0,05) (tabel 2). Sementara itu, umur tidak memiliki hubungan dengan faktor risiko kekambuhan dan status fungsional (p> 0,05). Faktor risiko kekambuhan diukur menggunakan instrumen penilaian faktor risiko stroke oleh Feigin (2007) dengan menjumlahkan skor dari semua faktor risiko stroke baik faktor risiko yang dapat dimodifikasi maupun tidak dapat dimodifikasi. Hasil penjumlahan dari skor faktor risiko tersebut ada dalam rentang 0-25. Skor tersebut dikategorikan risiko rendah bila memiliki nilai 1-4, risiko sedang bila nilai 5-9, risiko tinggi bila nilai 10-13, serta risiko sangat tinggi bila total nilai> 14. Tabel 2. Analisis Hubungan Umur terhadap Faktor Risiko

Kekambuhan, LOS (Length Of Stay) dan Status Fungsional (Barthel Index)

Hubungan Karakteristik Tingkat Pendidikan Klien Stroke Iskemik terhadap Faktor Risiko Kekambuhan, Lama Rawat, dan Status Fungsional (Barthel Index)

Hasil analisis pada tabel 3 menunjukkan ada hubungan tingkat pendidikan dengan faktor risiko kekambuhan dengan p= 0,008, α= 0,05. Akan tetapi, tidak ada hubungan signifikan antara tingkat pendidikan dengan

lama rawatdengan (p= 0,5, α= 0,05). Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan status fungsional (Barthel Index) (p= 0,5, α= 0,05). Hasil penelitian menggambarkan pada kelompok intervensi terdapat perbedaan signifikan antara sebelum dan sesudah diberikan rencana pemulanganterstruktur (p= 0,00, α= 0,05). Sedang pada kelompok kontrol tidak ada perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah diberi rencana pemulanganrutin rumah sakit (p= 1,00, α= 0,05).

Perbedaan yang signifikan terdapat diantara kelompok intervensi dan kontrol sesudah diberikan rencana pemulanganbaik terstruktur maupun rutin rumah sakit (p= 0,00, α= 0,05). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok intervensi dan kontrol sebelum diberikan rencana pemulangan(p= 0,48, α= 0,05). Dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan lama rawat antara kelompok intervensi dan kontrol (p= 0,02, α= 0,05).

Pengaruh Rencana Pemulangan Terstruktur terhadap Faktor Risiko Kekambuhan Klien Stroke Iskemik setelah Dikontrol Umur dan Tingkat Pendidikan

Hasil analisis data menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan terhadap rerata status fungsional (nilai

Barthel Index) pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah diberikan rencana pemulanganterstruktur (p= 0,00, α = 0,05). Begitu juga dengan kelompok kontrol yang diberikan rencana pemulanganrutin rumah sakit (p= 0,00, α= 0,05) (lihat tabel 4).

Pengaruh Rencana Pemulangan Terstruktur terhadap Status Fungsional (nilai Barthel Index) Klien Stroke Iskemik setelah Dikontrol Umur dan Tingkat Pendidikan

Tidak ada perbedaan signifikan antara rerata status fungsional (nilai Barthel Index) klien stroke iskemik sebelum diberi rencana pemulanganpada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol (p= 0,39, α= 0,05 ) (lihat tabel 5). Begitu juga rerata status fungsional yang dinilai sesudah diberi rencana pemulangan.

Variabel r R2 Persamaan garis p

Umur 0,002 0,3 0,03 0,0 0,1 0,001 FR = 4,5+ Umur LOS = 2,7 + 0,1 Umur SF = 9,6 + 0,01 Umur 0,9 0,02 0,08

(4)

Pengaruh Rencana Pemulangan Terstruktur terhadap Status Fungsional (Penilaian Barthel Index) Klien Stroke Iskemik setelah Dikontrol Umur dan Tingkat Pendidikan

Tabel 6 memperlihatkan ada pengaruh yang signifikan (p= 0,000, α= 0,05) faktor risiko (p= 0,000; α= 0,05) dan lama hari rawat (p= 0,008, α= 0,05) pada kelompok intervensi dan kontrol sesudah diberikan rencana pemulangan,setelah dikontrol oleh variabel umur dan tingkat pendidikan. Selanjutnya tidak terdapat pengaruh pada status fungsional (penilaian Barthel Index)sesudah diberikan rencana pemulangan, setelah dikontrol oleh umur dan tingkat pendidikan (p= 0,873, α= 0,05).

Pembahasan

Umur Klien Stroke Iskemik dengan Faktor Risiko Kekambuhan, Lama Rawat, dan Status Fungsional (Barthel Index)

Feigin (2007) menyatakan bahwa risiko terkena stroke meningkat sejak umur 45 tahun. Setelah umur 50 tahun, setiap penambahan umur 3 tahun meningkatkan risiko stroke sebesar 11-20%. Umur > 65 tahun memiliki

risiko paling tinggi. Hubungan yang tidak signifikan ini kemungkinan disebabkan karena variasi umur klien yang diteliti sangat kurang yaitu rerata umur klien stroke iskemik adalah 57 tahun, baik pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol.

Hasil penelitian menunjukkan perbedaan dengan pernyataan Feigin (2007) yaitu tidak ada hubungan antara umur klien dengan faktor risiko kekambuhan yang ditunjukkan dalam analisis bivariat dan multivariat. Analisis bivariat dapat disimpulkan bahwa ada hubungan umur dengan lama rawatklien stroke iskemik (p= 0,02, α= 0,05).

Hasil ini didukung oleh pendapat Feigin (2007) yang menyatakan bahwa faktor umur mempengaruhi tingkat kepulihan klien. Semakin muda umur klien yang terkena serangan stroke tingkat pemulihannya cenderung lebih cepat dan prognosisnya juga akan lebih baik dan akan mempersingkat hari rawat klien.

Tabel 2 menunjukkan umur tidak mempengaruhi status fungsional (penilaian Barthel Index). Hasil ini diperkuat oleh Umphred (2001) yang menyatakan faktor umur tidak mempengaruhi proses rehabilitasi dalam upaya meningkatkan status fungsional klien stroke. Tabel 3. Analisis Hubungan Tingkat Pendidikan terhadap Faktor Risiko Kekambuhan, LOS, dan Status Fungsional

Variabel Mean SD 95% CI p

Tingkat P endidika n dgn Faktor Resiko - SD - SMP - SMU - PT 6,3 4,2 3,0 5 2,5 2,4 1,3 0 4,7 – 7,8 2,9 – 5,5 2,2 – 3,9 5 – 5 0,008

Tingkat Pendidikan dgn LOS - SD - SMP - SMU - PT 10 9,2 8,8 11,5 2,6 3,3 3,2 0,7 8,4 – 11,6 7,4 – 11 6,7 – 10,8 5,1 – 17,8 0,5

Tingkat P endidika n dgn Status Fungsional - SD - SMP - SMU - PT 7,3 10,4 14,3 13 3,5 2,8 5,1 2,8 5,2 – 9,5 8,9 – 11,9 11 – 17,6 12,4 – 18,4 0,001

(5)

Hal ini bertolakbelakang dengan pernyataan Feigin (2007) bahwa faktor umur sangat menentukan tingkat kepulihan klien, semakin muda umur klien yang terkena serangan stroke tingkat pemulihan dan tingkat kemandiriannya juga akan lebih cepat tercapai. Salah satu kemungkinan penyebab tidak berpengaruh umur terhadap peningkatan status fungsional pada penelitian ini adalah karena jumlah sampel yang sedikit dan variasi umur klien yang kurang pada kelompok intervensi dan kontrol, sehingga belum bisa menggambarkan pengaruhnya pada peningkatan status fungsional.

Tingkat Pendidikan Klien Stroke Iskemik dengan Faktor Risiko Kekambuhan, Lama Rawat, dan Status Fungsional (Barthel Index)

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan signifikan antara tingkat pendidikan dengan faktor risiko kekambuhan waktu kontrol (p= 0,008, α= 0,05; tabel 3). Analisis multivariat menunjukkan tingkat pendidikan mempengaruhi faktor risiko kekambuhan (p= 0,008, α= 0,05; tabel 6). Artinya, tingkat pendidikan mempengaruhi pemahaman dan penerimaan seseorang terhadap pendidikan kesehatan yang diberikan. Hasil penelitian Angelelli (2006) yang menyimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin bagus kualitas pemberian perawatan lanjutan di rumah setelah klien pulang dari rumah sakit, yang berarti memperkuat hasil penelitian. Penelitian ini juga menjelaskan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi lama rawatklien stroke iskemik. Lama rawatmerupakan salah satu indikator penilaian kualitas

pelayanan kesehatan yang diberikan pada klien, artinya semakin pendek hari rawat dan klien pulang dengan status kesehatan yang meningkat menandakan bahwa kualitas pelayanan yang diberikan semakin bagus. Kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan pada klien tidak tergantung pada tingkat pendidikan klien. Semua klien memiliki hak yang sama dalam mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan. Hasil analisis menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan status fungsional (penilaian Barthel Index) (p= 0,001, α= 0,05) (tabel 3). Hal ini diperkuat dengan analisis multivariat pada tabel 6 yang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan secara signifikan mempengaruhi nilai

Barthel Index. Upaya peningkatan status fungsional klien diawali dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang tujuan, manfaat serta proses pelaksanaan rehabilitasi yang akan dijalani oleh klien. Proses ini membutuhkan kesamaan persepsi antara perawat, fisioterapis, klien, dan keluarga. Penerimaan klien dan keluarga terhadap pendidikan, arahan perawat, dan fisioterapi dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan akan mempermudah terjadi persamaan persepsi dan akan mempercepat proses kemandirian klien.

Pengaruh Rencana Pemulangan Terstruktur terhadap Faktor Risiko Kekambuhan Klien Stroke Iskemik setelah Dikontrol Umur dan Tingkat Pendidikan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna pada faktor risiko kekambuhan klien stroke iskemik sesudah diberikan rencana pemulangan terstruktur dibanding rencana pemulanganrutin dari rumah sakit. Hasil ini dukung oleh penelitian Dai, Chang, dan Tai (2002) yang menyimpulkan bahwa rencana pemulangan dapat mengurangi faktor risiko kekambuhan pada klien stroke sehingga menurunkan angka serangan berulang. Hal ini diperkuat oleh suatu penelitian meta-analisis yang menjelaskan bahwa rencana pemulangankomprehensif secara signifikan dapat mengurangi angka kekambuhan pada klien (Shepperd, et al., 2004).

Bart hel Index Kelompok N Mean SD p

Kelompok Interve nsi Sebelum Sesudah 20 20 2,8 11,3 2,7 3,1 0,00 Kelompok Kontrol Sebelum Sesudah 23 23 5,7 10,1 5,6 5,5 0,00 Tabel 4. Analisis Status Fungsional (Nilai Barthel Index)

(6)

Tabel 5. Analisis Perbedaan Status Fungsional (Nilai Barthel Index) Kelompok Intervensi dan Kontrol

Skor faktor risiko stroke Feigin (2007) menunjukkan penurunan faktor risiko kekambuhan pada kelompok intervensi dari 6,8 menjadi 2,7. Ini menggambarkan kemungkinan seseorang terkena stroke berkurang sebesar 5-10%. Bila dibandingkan dengan kelompok kontrol, nilai faktor risiko saat masuk rumah sakit sebesar 6,2 dan waktu kontrol ke poliklinik masih 6,2 yang artinya tidak ada penurunan faktor risiko kekambuhan.

Hasil ini memberi makna bahwa klien dan keluarga yang diberikan pendidikan kesehatan lebih awal dan terstruktur menjadi mampu memberikan kontinuitas perawatan setelah klien pulang dari rumah sakit sesuai kebutuhan. Dengan demikian, status kesehatan klien dapat dipertahankan dan faktor risiko kekambuhan dapat berkurang dengan cara berperilaku hidup sehat. Schneider et al. (2003) dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa pentingnya pemberian pendidikan kesehatan khususnya tentang tanda, gejala, serta faktor risiko stroke pada kelompok yang berisiko tinggi dan anggota keluarganya akan membantu dalam penatalaksanaan dan upaya pencegahan terjadinya serangan berulang.

Rencana Pemulangan Terstruktur terhadap Lama Rawat Klien Stroke Iskemik setelah Dikontrol Umur dan Tingkat Pendidikan

Perbedaan yang signifikan antara lama rawatklien stroke iskemik kelompok intervensi dengan kelompok

kontrol didapatkan dari hasil penelitian. Rerata lama rawatkelompok intervensi yang mendapat rencana pemulanganterstruktur 8,2 hari sedangkan kelompok kontrol 10,5 hari. Data setahun terakhir di rumah sakit lokasi penelitian menunjukkan rerata lama rawat klien stroke iskemik adalah melebihi 10 hari. Walaupun pencapaian lama rawat belum tercapai sesuai pedoman penatalaksanaan stroke yang ditetapkan, tetapi ada perbedaan yang nyata pada rerata lama rawat kedua kelompok yang diteliti.

Hasil ini membuktikan bahwa pemberian rencana pemulanganterstruktur pada klien stroke iskemik berpengaruh pada lama rawat dan secara tidak langsung akan meringankan beban finansial keluarga khususnya untuk biaya rawat. Semakin singkat hari rawat, biaya pun akan semakin berkurang.

Hasil penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian yang sama seperti di Taiwan yang menyimpulkan bahwa rencana pemulanganyang komprehensif dapat mengurangi lama rawatklien stroke tanpa menurunkan kualitas dan waktu pemulihan dalam status fungsional (Dai, Chang & Tai, 2002).

Shepperd, et al. (2004) dalam penelitian meta-analisisnya juga menyimpulkan bahwa pemberian rencana pemulangankomprehensif dapat mengurangi lama rawat. Implementasi utama rencana pemulangan adalah pemberian pendidikan kesehatan sejak awal klien masuk dan dilakukan secara terstruktur dan komprehensif. Rankin dan Stallings (2001) mengemukakan bahwa pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga dapat mengurangi lama rawat. Ini dikarenakan klien dan keluarga dapat berpartisipasi lebih baik dalam pemulihan dan perencanaan untuk kontinuitas perawatan klien setelah pulang.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan lama rawat pada kelompok intervensi dan kontrol setelah diberikan rencana pemulangan (p= 0,008) setelah dikontrol oleh variabel umur dan tingkat pendidikan. Dengan demikian, pemberian rencana pemulangansecara signifikan dapat menurunkan lama rawat yang setelah dikontrol umur dan tingkat pendidikan klien.

Barthel Index Kelompok N Mean SD p

Sebelum diberikan discharge planni ng Intervensi Kontrol 20 23 2,8 5,7 2,7 5,6 0,39 Sesuda h diberikan discharge planning Intervensi Kontrol 20 23 11,3 10,1 3,1 5,5 0,39

(7)

Rencana Pemulangan Terstruktur terhadap Status Fungsional (Penilaian Barthel Index) Klien Stroke Iskemik setelah Dikontrol Umur dan Tingkat Pendidikan

Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna peningkatan status fungsional antara klien yang mendapat rencana pemulangan terstruktur dengan klien yang mendapat rencana pemulanganrutin rumah sakit (p= 0,39, α= 0,05). Pada kedua kelompok terjadi peningkatan status fungsional yang signifikan. Walaupun nilai rerata peningkatan status fungsional pada kelompok yang mendapat rencana pemulanganterstruktur lebih tinggi (nilai Barthel Index 11,3) dibandingkan kelompok yang mendapat rencana pemulanganrutin rumah sakit (Barthel Index 10,1).

Hasil penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian Dai, Chang, dan Tai (2002) dan Shepperd, et al. (2004) yang menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada status fungsional (penilaian Barthel Index)antara kelompok intervensi maupun kelompok kontrol karena kedua kelompok menunjukkan adanya peningkatan status fungsional. Tidak terjadi penurunan faktor risiko kekambuhan pada klien kelompok kontrol. Hal ini membuktikan bahwa klien dan keluarga tidak memiliki pemahaman dan

pengetahuan yang cukup untuk mengendalikan faktor risiko yang dimilikinya sehingga berisiko tinggi untuk terkena stroke berulang (Muller, et al., 2005). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan pada kelompok intervensi dan kontrol setelah diberikan rencana pemulanganterhadap faktor risiko (p= 0,00, α= 0,05) setelah dikontrol oleh variabel umur dan tingkat pendidikan. Oleh karena itu, pemberian rencana pemulangansecara signifikan dapat menurunkan faktor risiko kekambuhan bila dikontrol oleh umur dan tingkat pendidikan klien.

Kesimpulan

Pemberian rencana pemulangan terstruktur dan komprehensif yang dimulai sejak awal klien stroke iskemik masuk ruang perawatan dapat mempengaruhi faktor risiko kekambuhan, lama hari rawat, dan status fungsional setelah dikontrol oleh umur dan tingkat pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko kekambuhan klien yang diberikan rencana pemulanganterstruktur menurun dibandingkan klien yang mendapat rencana pemulanganrutin rumah sakit. Begitu juga dari lama hari rawat yang membuktikan bahwa lama rawat klien yang mendapat rencana pemulanganterstruktur lebih singkat dari klien yang mendapat rencana pemulanganrutin.

Peningkatan yang signifikan antara kedua kelompok dapat dilihat dari status fungsional, walaupun sama-sama terjadi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa peningkatan status fungsional (Barthel Index) klien yang mendapat rencana pemulanganterstruktur lebih baik dibanding klien yang mendapat rencana pemulanganrutin rumah sakit.

Hasil penelitian juga menyatakan bahwa umur tidak mempengaruhi faktor risiko kekambuhan dan status fungsional namun umur berhubungan dengan lama rawat. Sementara faktor risiko kekambuhan dan status fungsional (Barthel Index) memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat pendidikan. Rencana pemulangan terstrukt ur dan komprehensif direkomendasikan untuk dapat diterapkan dalam penatalaksanaan pada klien stroke iskemik. Tabel 6. Analisis Pengaruh Umur, Tingkat Pendidikan, dan

Kelompok Rencana Pemulangan terhadap Faktor Risiko Kekambuhan, Lama Rawat, dan Status

Fungsional (Barthel Index)

Independent Dependent p

Umur - Faktor risiko kekambuhan - Lama ra wa t

- St atus fungsional (Barthel

Index) 0,936 0,801 0,014 Tingkat Pendidika n

- Faktor risiko kekambuhan - Lama ra wa t

- St atus fungsional (Barthel

Index) 0,008 0,000 0,966 Kelompok D ischarge Planning

- Faktor risiko kekambuhan - Lama ra wa t

- St atus fungsional (Barthel

Index)

0,000

0,873

(8)

Perawat (minimal ketua tim atau perawat primer) perlu memiliki pemahaman dan kemampuan dalam menerapkan rencana pemulangan terstruktur untuk menunjang kontinuitas perawatan klien pascastroke dan positif bagi peningkatan kualitas tindakan mandiri keperawatan khususnya sebagai pendidik. Penelitian lanjut diharapkan dapat mengkaji pengaruh sistem dukungan klien dalam upaya mencegah kekambuhan, komplikasi, dan meminimalkan kecacatan pada klien stroke (TN, ENN, PY).

Referensi

Angelelli, J., et al. (2006). Effect of educational level and minority status on nursing home choice after hospital discharge. Am J Public Health, 96 (7), 1249-1253.

Cawthorn, L. (2005). Discharge planning under the

umbrella of advanced nursing practice case manager. Canada: Longwoods Publishing. Dai, Y.T., Chang, D.R., & Tai, T. Y., (2003).

Effectiveness of a pilot project of discharge

planning in Taiwan. Research in Nursing and

Health, 26 (1), 53-63.

Feigin, V. (2007). Stroke: Panduan bergambar

tentang pencegahan dan pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer.

Harsono. (1999). Buku ajar neurologi kli nis.

Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press.

Muller, J., et al. (2005). Knowledge about risk factors for stroke. A population-based survey with 28090

participants, J Neurol Neurosurg Psychiatry, 76,

35-44.

Rankin, S., & Stallings, K (2001). Patient education: Principles and practice (4th edition). Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.

Rasyid, et al. (2007). Unit stroke. Manajemen stroke

secara komprehensif. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Rien, T. (2009). Stroke...??? Diperoleh dari http://

evianggarini.blogspot.com.

Schneider, A., T., et al. (2003). Trends in community knowledge of the warning signs and risk factors

for stroke. JAMA, 289: 343-346.

Shepperd, S., et al., (2004). Discharge planning from

hospital to home. The Cochrane Database of

Systematic Reviews.

Slevin, A. P. (1986). A model for discharge planning in

nursing education. J Community Health Nurs, 3

(1), 35-42.

Umphred, D. A. (2001). Neurological rehabilitation

(4th Ed.). Philadelphia: Mosby.

Hidup kita meningkat hanya bila kita mengambil kesempatan-kesempatan,

dan resiko pertama dan paling sulit yang dapat kita ambil adalah jujur dengan diri kita sendiri. Walter Anderson

-Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah.

Gambar

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Jenis
Tabel 6 memperlihatkan ada pengaruh yang signifikan (p= 0,000, α=  0,05) faktor risiko (p= 0,000; α=  0,05) dan  lama  hari  rawat  (p=  0,008,  α=    0,05)  pada kelompok intervensi dan kontrol sesudah diberikan rencana pemulangan, setelah dikontrol oleh
Tabel  5. Analisis Perbedaan Status Fungsional (Nilai Barthel Index) Kelompok Intervensi dan Kontrol

Referensi

Dokumen terkait

Sejalan dengan hal tersebut, uji-t menunjukkan hasil uji beda sebesar 14,20 lebih besar dari ttabel 2,092, sehingga dapat disimpulkan penerapan media video berpengaruh

6 JULKISEN JA YKSITYISEN SEKTORIN YHTEISTYÖSUHTEET EMPIIRISEN AINEISTON MUKAAN 6.1 Yhteistyösuhteet yksityisten palveluntuottajien näkökulmasta Huolimatta siitä, että

Tempat/Tanggal Lahir : Makassar, 21 Desember 1968 Alamat Tempat Tinggal : Kota Kembang Depok Raya sektor. Anggrek -3 Blok F1/14, Depok, Jabar Jenis Kelamin

Pemerintah Daerah Kabupaten Minahasa Utara sebagai Kabupaten harus dalam upayakan meningkatkan struktur perekonomian Produk Domestik Regional bruto (PDRB) atas

Jadi metode dakwah merupakan sebuah jalan atau cara yang digunakan atau dilakukan dalam melaksanakan aktifitas mengajak manusia kepada jalan yang lurus, yang mana

Pengaruh stres terhadap terjadinya gangguan sendi temporomandibula pada umumnya dapat digambarkan sebagai berikut, stres psikologis yang terjadi pada individu

Dalam kaitan ini, maka momen historis pembentukan kemiskinan pada suatu masyarakat lokal sebenarnya bermula dari konflik tenurial semacam di atas, yaitu ketika

Berdasarkan Tabel 2 dapat dijelas- kan bahwa dari nilai mean indikator persepsi responden mengenai makanan organik yang tertinggi adalah indikator persepsi yang