• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-unsur Pengendalian Intern. Adapun pengertian pengendalian intern yang diberikan oleh Mulyadi (2001 : 163)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-unsur Pengendalian Intern. Adapun pengertian pengendalian intern yang diberikan oleh Mulyadi (2001 : 163)"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Unsur-unsur Pengendalian Intern 1. Pengertian Pengendalian Intern

Pengendalian intern merupakan salah satu fungsi pihak manajemen. Adapun pengertian pengendalian intern yang diberikan oleh Mulyadi (2001 : 163) adalah sebagai berikut:

“Bahwa pengendalian internal meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen”

Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam Standar Profesional Akuntan Publik (2001 : SA Seksi 319 paragraf 06)

“Pengendalian intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personil lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: (a) keandalan pelaporan keuangan, (b) efektivitas dan efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.” Dari definisi diatas, dapat dikatakan bahwa pengendalian intern merupakan rangkaian tindakan yang menembus seluruh organisasi. Selain itu juga untuk memperjelas bahwa pengendalian intern berada dalam proses manajemen dana, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring. Pengendalian bukanlah sesuatu yang ditumbuhkan dalam proses manajemen tersebut, tetapi merupakan integral dalam proses tersebut.

Jadi dapat dikatakan pengendalian intern adalah aktivitas untuk menemukan atau mengoreksi penyimpangan-penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas yang direncanakan. Dari penemuan penyimpangan, pihak manajemen

(2)

dapat mengadakan tindakan perbaikan terhadap pelaksanaan kegiatannya. Ini berarti bahwa pengendalian intern dalam hal tertentu mengakibatkan perubahan rencana awal perusahaan. Tujuan pengendalian intern adalah bersifat positif, maksudnya ialah dapat mencapai tujuan dalam batas-batas penghalang. Pengendalian intern juga dapat berubah dalam pembentukan rencana baru.

Pengendalian intern mensyaratkan umpan maju (feed forward) yaitu bahwa tujuan, rencana, kebijaksanaan dan standar ditetapkan dan dikomunikasikan kepada para manajer yang bertanggungjawab terhadap pencapaian tujuan. Pengendalian intern didasarkan konsep umpan balik (feed back) dalam menilai pelaksanaan dan mengusulkan tindakan koreksi untuk menjamin tercapainya tujuan.

Prosedur rinci yang digunakan manajemen untuk mengendalikan operasi perusahaan disebut pengendalian intern (internal control). Pada perusahaan kecil, pemilik mengawasi karyawan dan memperhatikan seluk beluk perusahaan secara pribadi. Namun bagi perusahaaan besar yang jaringan organisasinya semakin luas, menyulitkan manajemen mengendalikan semua tahap operasi perusahaan. Untuk itu dilakukan pengendalian intern.

2. Unsur-unsur Pengendalian Intern

Unsur-unsur pengendalian intern menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standard Profesional Akuntan Publik (2001:SA paragraf 07) terdiri dari lima kompenen yang saling terkait seperti berikut ini:

a.”Lingkungan Pengendalian b. Penaksiran resiko

(3)

c. Aktivitas pengendalian d. Informasi dan komunikasi e. Pemantauan”

Unsur-unsur diatas merupakan unsur-unsur yang melekat dalam berbagai pengendalian intern dan menjadi pedoman yang harus diperhatikan dalam merancang pengendalian intern. Suatu pengendalian intern perusahaan tertentu dianggap memuaskan dan mungkin tidak bagi perusahaan lain, walaupun sifat dan ukuran perusahaan tersebut sama, misalnya karena mutu pegawai kedua perusahaan berbeda. Jadi manajemen berdasarkan penelitian, pengalaman dan kebijaksanaan yang sesuai dengan situasi dan kondisi perusahaan.

Berikut ini diuraikan unsur-unsur pengendalian intern yang baik antara lain:

a. Lingkungan Pengendalian

Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi dan mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian intern yang lain, menyediakan disiplin dan struktur.

b. Penaksiran Resiko

Penaksiran resiko adalah identifikasi entitas dan analisis terhadap resiko yang relevan untuk mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar untuk menentukan resiko harus dikelola. Sebagai contoh, penaksiran resiko dapat ditujukan ke bagaimana entitas dapat mempertimbangkan kemungkinan transaksi tidak dicatat atau mengidentifikasi dan menganalisa estimasi yang dicatat dalam

(4)

laporan keuangan. Resiko yang relevan dengan pelaporan keuangan yang andal juga berkaitan dengan peristiwa dan transaksi khusus.

c. Aktivitas Pengendalian

Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa arahan manajemen dilaksanakan. Aktivitas tersebut membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan untuk menanggulangi resiko dalam pencapaian tujuan entitas.

Aktivitas pengendalian mempunyai beberapa tujuan dan diterapkan diberbagai tingkat organisasi dan fungsi. Umumnya aktivitas pengendalian yang mungkin relevan dengan audit dapat digolongkan sebagai kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan berikut ini:

1. Review terhadap kinerja 2. Pengolahan informasi 3. Pengendalian fisik 4. Pemisahan tugas d. Informasi dan Komunikasi

Informasi dan komunikasi adalah pengidentifikasian, penangkapan, dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan waktu yang memungkinkan orang melaksanakan tanggungjawab mereka.

e. Pemantauan

Pemantauan adalah proses yang menentukan kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang waktu. Pemantauan ini mencakup penentuan desain dan operasi, pengendalian tepat waktu dan pengambilan tindakan koreksi. Proses

(5)

ini dilaksanakan melalui kegiatan yang berlangsung secara terus menerus, evaluasi secara terpisah, atau dengan berbagai kombinasi dari keduanya. Di berbagai entitas, auditor internal atau personel yang melakukan pekerjaan serupa memberikan kontribusi dalam memantau aktivitas entitas. Aktivitas memantau dapat mencakup penggunaan informasi dari komunikasi dengan pihak luar seperti keluhan customer dan komentar dari badan pengatur yang dapat memberikan petunjuk tentang masalah atau bidang yang memerlukan perbaikan.

B. Pengertian dan Jenis-jenis Piutang 1. Pengertian Piutang

Pada saat sekarang ini penjualan barang dan jasa banyak dilakukan secara kredit sehingga terdapat tenggang waktu antara penyerahan barang atau jasa sampai pada saat diterimanya uang. Pada saat tenggang waktu tersebut penjual mempunyai tagihan piutang kepada pembeli. Selain dari penjualan barang dan jasa, tagihan dapat timbul dari berbagai kegiatan lain seperti memberi pinjaman kepada karyawan, pembayaran uang muka dan pengakuan akuntansi karena dasar waktu (accrual basis).

Menurut Niswonger, Warren, Reeve, dan Fees dalam Accounting Principle (2005:391) mendefinisikan piutang sebagai berikut:

“Piutang (receivable) meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap entitas lainnya, termasuk individu, perusahaan atau organisasi lainnya. Piutang timbul dari beberapa jenis transaksi, dimana yang paling umum ialah dari penjualan atau jasa secara kredit.”

(6)

Dalam arti luas, piutang meliputi semua klaim atau hak untuk menuntut pembayaran kepada pihak lain yang umumnya akan berakibat adanya penerimaan kas dimasa yang akan datang. Tagihan atau piutang, biasanya timbul sebagai akibat dari transaksi-transaksi penjualan barang atau penyerahan jasa, pemberian pinjaman, pesanan-pesanan yang diterima atau saham dan surat berharga lain yang akan diterbitkan, klaim atas ganti rugi dari perusahaan asuransi, dan sewa atas aktiva yang dioperasikan oleh pihak lain. Tagihan yang timbul dari transaksi penjualan barang atau penyerahan jasa kepada pelanggan, pada umumnya merupakan sebagian besar dari modal kerja perusahaan. Sebagai akibat, masalah pengendalian dan kebijakan kredit, serta pengumpulan piutang merupakan salah satu faktor yang perlu mendapatkan perhatian serius oleh manajemen.

Perkiraan yang berhubungan dengan piutang antara lain adalah pendapatan atas penjualan, perkiraan dengan piutang antara lain seperti penghapusan piutang, biaya piutang ragu-ragu barang yang dikembalikan oleh pembeli kepada penjual karena tidak sesuai dengan perjanjian sebelumnya (retur penjualan).

2. Jenis-jenis Piutang

Piutang dapat digolongkan sesuai dengan proses terjadinya piutang tersebut. Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dari piutang, maka piutang dapat dibagi dalam beberapa golongan. Adapun klasifikasi dari piutang menurut Niswonger, Warren, Reeve, dan Fees dalam Accounting Principle (2005:392) adalah sebagai berikut:

Ada 3 jenis piutang yaitu piutang usaha, wesel tagih, dan piutang lain-lain. Piutang usaha diperkirakan dapat tertagih 30-60 hari. Wesel tagih periode kreditnya lebih dari 60 hari. Piutang lain-lain jika dapat tertagih dalam satu tahun, maka diklasifikasikan sebagai aktiva

(7)

lancar dan jika tertagih lebih dari satu tahun maka diklasifikasikan sebagai aktiva tidak lancar.

Secara umum, piutang dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu piutang dagang dan piutang non dagang.

a. Piutang Dagang (Trade Receivable)

Piutang adalah jumlah yang terutang oleh pelanggan untuk barang dan jasa yang telah diberikan sebagai bagian dari operasi bisnis normal. Piutang dagang biasanya yang paling signifikan yang dimiliki perusahaan. Piutang dagang dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Piutang Usaha (Account Receivable)

Piutang usaha merupakan jumlah yang dibayarkan oleh pelanggan atas penjualan barang dan jasa dalam kegiatan usaha normal. Waktu pembayaran piutang usaha pada umumnya antara 30-60 hari.

Pemberian kredit ini dilakukan dengan perjanjian informal antara penjual dan pembeli yang didukung oleh dokumen-dokumen perusahaan, seperti faktur pesanan penjualan dan kontrak penyerahan. Biasanya piutang dagang tidak dikenakan biaya, walaupun ada kemungkinan bunga ataupun beban ditambahkan jika pembayaran tidak dilakukan dalam satu periode yang telah ditentukan yaitu periode dimana debitur wajib melunasi hutangnya.

2. Wesel Tagih (Notes Receivable)

Wesel tagih adalah janji tertulis untuk membayar sejumlah uang tertentu pada tanggal tertentu di masa depan. Wesel tagih dapat berasal dari

(8)

penjualan, pembiayaan ataupun transaksi lainnya. Tetapi wesel tagih kebanyakan berasal dari transaksi peminjaman uang yaitu dengan diberikannya trade receivable dengan disertai wesel. Wesel tagih bisa bersifat jangka panjang.

Wesel dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu: a. Wesel tagih berbunga (Interest bearing notes)

Pada wesel tagih berbunga, dinyatakan berapa persen bunganya dan berapa hari jangka waktu pelunasannya. Pada hari pelunasannya pihak yang menerima atau memegang wesel harus membayar sejumlah nilai nominal ditambah dengan bunga yang terhutang.

Contoh:

PT. X menerima wesel 30 hari dengan bunga 10% tertanggal 12 Desember 2003 sebagai pelunasan kreditnya dengan saldo Rp. 10.000.000,- Ayat jurnalnya sebagai berikut:

2003 Wesel Tagih Rp. 10.000.000

Des 13 Piutang Dagang Rp. 10.000.000

Pada tanggal 31 Desember 2003, dibuat jurnal penyesuaian untuk mencatat bunga yang akan dibayar dari tanggal 13-31 Desember. Ayat jurnal untuk pendapatan yang akan diterima sebesar Rp. 50.000,- (18/360 x 10% x Rp. 10.000.000) adalah sebagai berikut:

2003 Piutang Bunga Rp. 50.000

Des 31 Pendapatan Bunga Rp. 50.000 b. Wesel tagih tanpa non bunga (Non interest bearing notes)

(9)

Pada wesel tagih tanpa bunga, dinyatakan jumlah yang harus dibayar dan berapa hari jangka waktu pelunasannya. Dengan demikian jumlah yang tercantum pada wesel ini merupakan jumlah yang harus diterima pada saat jatuh tempo.

Contoh:

PT. X menerima wesel atas penjualan barang dagangan kepada PT. Z sebesar Rp. 8.000.000,- pada tanggal 5 Mei 2003. Wesel tersebut jatuh tempo tanggal 10 Juni 2003. Ayat jurnalnya adalah sebagai berikut: 2003 Wesel Tagih Rp. 8000.000

Mei 5 Piutang Dagang Rp. 8.000.000

2003 Kas Rp. 8.000.000

Juni 10 Wesel Tagih Rp. 8.000.000 b. Piutang Non Dagang (Non Trade Receivable)

Piutang non dagang adalah semua piutang yang timbul dari transaksi -transaksi yang tidak secara langsung berhubungan dengan penjualan barang atau penyerahan jasa yang dilakukan oleh perusahaan, termasuk diantaranya: 1. Piutang yang timbul dari transaksi pinjaman, seperti piutang kepada

perusahaan afiliasi, piutang karyawan.

2. Piutang kepada perusahaan asuransi, atas kerugian-kerugian yang dipertanggungjawabkan.

(10)

4. Piutang yang timbul dari pesanan atas penjualan atau penerbitan surat-surat berharga atau sekuritas seperti piutang saham, piutang pemesan surat-surat utang obligasi.

5. Piutang yang timbul dan merupakan fungsi waktu dan piutang pendapatan seperti piutang bunga, sewa, dividen, royalitas.

C. Prosedur Penjualan kredit dan Penerimaan Kas dari Piutang 1. Prosedur Penjualan Kredit

Agar pelaksanaan suatu kegiatan berjalan dengan lancar dan dilaksanakan dengan baik perlu diciptakan prosedur untuk kegiatan tersebut. Prosedur sekaligus memuat dasar-dasar umum internal control yang dapat menghindari kecurangan untuk meningkatkan hasil kerja. Demikian juga penjualan kredit, perlu ada suatu prosedur penjualan kredit yang harus dilakukan untuk menjaga keabsahan penjualan kredit tersebut.

Menurut Mulyadi (2001:219) jaringan prosedur yang membentuk sistem penjualan kredit adalah sebagai berikut:

1. Prosedur order penjualan 2. Prosedur persetujuan kredit 3. Prosedur pengiriman

4. Prosedur penagihan

5. Prosedur pencatatan piutang 6. Prosedur distribusi penjualan

7. Prosedur pencatatan harga pokok penjualan

Ad. 1 Prosedur Order Penjualan

Dalam prosedur ini, fungsi penjualan menerima order dari pembeli dan memberikan informasi penting pada surat order dari pembeli. Fungsi penjualan

(11)

kemudian membuat surat order pengiriman dan mengirimkannya kepada berbagai fungsi yang lain untuk memungkinkan kontribusi dalam melayani order dari pembeli.

Ad. 2 Prosedur Persetujuan Kredit

Dalam prosedur ini, fungsi penjualan meminta persetujuan penjualan kredit kepada pembeli tertentu dari fungsi kredit.

Ad. 3 Prosedur Pengiriman

Dalam prosedur ini, fungsi pengiriman mengirimkan barang kepada pembeli sesuai dengan informasi yang tercantum dalam surat order pengiriman yang diterima dari fungsi penjualan.

Ad. 4 Prosedur Penagihan

Dalam prosedur ini, fungsi penagihan membuat faktur penjualan dan mengirimkannya kepada pembeli. Dalam metode tertentu faktur penjualan dan mengirimkannya kepada pembeli. Dalam metode tertentu faktur penjualan dibuat oleh fungsi penjualan sebagai tembusan pada waktu bagian ini membuat surat order pengiriman.

Ad. 5 Prosedur Pencatatan Piutang

Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mencatat tembusan faktur penjualan ke dalam kartu piutang atau dalam metode pencatatan tertentu mengarsipkan dokumen tembusan menurut abjad yang berfungsi sebagai catatan piutang.

Ad. 6 Prosedur Distribusi Penjualan

Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mendistribusikan data penjualan menurut informasi yang diperlukan oleh manajemen.

(12)

Ad. 7 Prosedur Pencatatan Harga Pokok Penjualan

Dalam Prosedur ini, fungsi akuntansi mencatat total harga pokok produk yang dijual dalam periode akuntansi tertentu.

(13)
(14)
(15)

Fungsi yang terkait dalam sistem penjualan kredit menurut Mulyadi (2001:211) adalah: a. Fungsi penjualan b. Fungsi kredit c. Fungsi gudang d. Fungsi pengiriman e. Fungsi Penagihan f. Fungsi akuntansi a. Fungsi Penjualan

Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk menerima surat order dari pembeli, mengedit order dari pelanggan untuk menambahkan informasi yang belum ada pada surat order tersebut (seperti spesifikasi barang dan rute pengiriman), meminta otorisasi kredit, menentukan tanggal pengiriman dan dari gudang mana barang akan dikirim, dan mengisi surat order pengiriman. Fungsi ini juga bertanggung jawab untuk memuat “back order” pada saat diketahui tidak tersedianya persediaan untuk memenuhi order dari pelanggan.

b. Fungsi Kredit

Fungsi ini berada di bawah fungsi keuangan yang dalam transaksi penjualan kredit, bertanggung jawab untuk meneliti status kredit pelanggan dan memberikan otorisasi pemberian kredit kepada pelanggan. Karena hampir semua penjualan dalam perusahaan manufaktur merupakan penjualan kredit, maka sebelum order dari pelanggan dipenuhi, harus lebih dahulu diperoleh otorisasi penjualan kredit dari fungsi kredit. Jika penolakan pemberian kredit seringkali terjadi, pengecekan status kredit perlu dilakukan sebelum fungsi penjualan mengisi surat order penjualan. Untuk mempercepat pelayanan

(16)

kepada pelanggan, surat order pengiriman dikirim langsung ke fungsi pengiriman sebelum fungsi penjualan memperoleh otorisasi kredit dari fungsi kredit. Maka tembusan kredit harus dikirimkan ke fungsi kredit untuk mendapatkan persetujuan kredit dari fungsi tersebut. Dalam hal otorisasi kredit tidak dapat diberikan. Fungsi penjualan memberitahu fungsi pengiriman untuk membatalkan pengiriman barang kepada pelanggan.

c. Fungsi Gudang

Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk menyimpan barang dan menyiapkan barang yang dipesan oleh pelanggan, serta menyerahkan barang ke fungsi pengiriman.

d. Fungsi Pengiriman

Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk menyerahkan barang atas dasar surat order pengiriman yang diterimanya dari fungsi penjualan. Fungsi ini bertanggung jawab untuk menjamin bahwa tidak ada barang yang keluar dari perusahaan tanpa ada otorisasi dari yang berwenang. Otorisasi ini dapat berupa surat order pengiriman yang telah ditandatangani oleh fungsi pembelian untuk barang yang dikirimkan kembali kepada pemasok (retur pembelian), surat perintah kerja dari fungsi produksi mengenai penjualan/pembuangan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai lagi. e. Fungsi Penagihan

Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk membuat dan mengirmkan faktur penjualan kepada pelanggan, serta

(17)

menyediakan copy faktur bagi kepentingan pencatatan transaksi penjualan oleh fungsi akuntansi.

f. Fungsi Akuntansi

Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk mencatat piutang yang timbul dari transaksi penjualan kredit dan membuat serta mengirimkan pernyataan piutang kepada para debitur, serta membuat laporan penjualan. Di samping itu, fungsi ini juga bertanggung jawab untuk mencatat harga pokok persediaan yang dijual ke dalam kartu persediaan.

Dokumen yang digunakan dalam sistem penjualan kredit menurut Mulyadi (2001:214) adalah:

1. Surat order pengiriman dan tembusannya 2. Faktur dan tembusannya

3. Rekapitulasi harga pokok penjualan 4. Bukti memorial

Surat order pengiriman merupakan dokumen pokok untuk memproses penjualan kredit kepada pelanggan. Contoh surat order pengiriman adalah tembusan kredit, surat pengakuan, surat muat (bill of lading), slip pembungkus (packing slip), arsip pengendalian pengiriman, arsip index silang.

Faktur penjualan merupakan dokumen yang dipakai sebagai dasar untuk mencatat timbulnya piutang. Contoh faktur penjualan adalah tembusan piutang, tembusan jurnal penyesuaian, tembusan analisis, tembusan wiraniaga.

Rekapitulasi harga pokok penjualan merupakan dokumen pendukung yang digunakan untuk menghitung total harga pokok produk yang dijual selama periode akuntansi tertentu dan dibuat oleh fungsi akuntansi. Data yang dicantumkan

(18)

dalam rekapitulasi harga pokok penjualan berasal dari kartu persediaan. Secara periodik, harga produk yang dijual selama jangka waktu tertentu dihitung dalam rekapitulasi harga pokok penjualan dan kemudian dibuatkan dokumen sumber berupa bukti memorial untuk mencatat harga pokok produk yang dijual dalam periode akuntansi tertentu.

Bukti memorial merupakan dokumen sumber untuk dasar pencatatan ke dalam jurnal umum. Dalam sistem penjualan kredit, bukti memorial merupakan dokumen sumber untuk mencatat harga pokok produk yang dijual dalam periode akuntansi tertentu.

Contoh:

BUKTI MEMORIAL Nomor

Tanggal

Keterangan Debit Kredit

Persediaan 1 Januari 2002 $ 35.200

Pembelian (netto) $ 327.455

Barang tersedia untuk dijual $ 362.655

Persediaan 31 Desember 2002 $ 43.650

Harga pokok penjualan $ 319.000

Disetujui Dicatat Diverifikasi Dibuat

Berdasarkan bukti memorial di atas harga pokok penjualan tahun 2002 adalah sebesar $ 319.000, maka ayat jurnalnya adalah sebagai berikut:

Harga Pokok Penjualan $ 319.000

(19)

2. Prosedur Penerimaan Kas dari Piutang

Sumber penerimaan kas suatu perusahaan manufaktur biasanya berasal dari pelunasan piutang dari debitur, karena sebagian besar produk perusahaan tersebut dijual melalui penjualan kredit. Dalam perusahaan tersebut penerimaan kas dari penjualan tunai biasanya merupakan sumber penerimaan kas yang relatif kecil. Untuk menjamin diterimanya kas oleh perusahaan, sistem penerimaan kas dari piutang mengharuskan:

1. Debitur melakukan pembayaran dengan cek atau dengan cara pemindahbukuan melalui rekening bank (giro bilyet). Jika perusahaan hanya menerima kas dalam bentuk cek dari debitur, yang ceknya atas nama perusahaan (bukan atas unjuk), akan menjamin kas yang diterima oleh perusahaan masuk ke rekening giro bank perusahaan. Pemindahbukuan juga akan memberikan jaminan penerimaan kas masuk ke rekening giro bank perusahaan.

2. Kas yang diterima dalam bentuk cek dari debitur harus segera disetor ke bank dalam jumlah penuh.

Fungsi yang terkait dalam sistem penerimaan kas dari piutang menurut Mulyadi (2001:487) adalah:

1. Fungsi sekretariat 2. Fungsi penagihan 3. Fungsi kas

4. Fungsi akuntansi

(20)

Ad.1 Fungsi Sekretariat

Dalam sistem penerimaan kas dari piutang, fungsi secretariat bertanggung jawab dalam penerimaan cek dan surat pemberitahuan (remittance ad-vice) melalui pos dari para debitur perusahaan. Fungsi sekretariat bertugas untuk membuat daftar surat pemberitahuan atas dasar surat pemberitahuan yang diterima bersama cek dari para debitur.

Ad.2 Fungsi Penagihan

Jika perusahaan melakukan penagihan piutang langsung kepada debitur melalui penagih perusahaan, fungsi penagihan bertanggung jawab untuk melakukan penagihan kepada para debitur perusahaan berdasarkan daftar piutang yang ditagih dibuat oleh fungsi akuntansi.

Ad.3 Fungsi Kas

Fungsi ini bertanggung jawab atas penerimaan cek dari fungsi sekretariat (jika penerimaan kas dilaksanakan melalui pos) atau fungsi penagihan (jika penerimaan kas dari piutang dilaksanakan melalui penagih perusahaan). Fungsi kas bertanggung jawab untuk menyetorkan kas yang diterima dari berbagai fungsi tersebut segera ke bank dalam jurnal penuh.

Ad.4 Fungsi Akuntansi

Fungsi akuntansi bertanggung jawab dalam pencatatan penerimaan kas dari piutang ke dalam jurnal penerimaan kas dan berkurangnya piutang ke dalam kartu piutang.

(21)

Ad.5 Fungsi Pemeriksa Intern

Dalam sistem penerimaan kas dari piutang, fungs pemeriksa intern bertanggung jawab dalam melaksanakan penghitungan kas yang ada di tangan fungsi kas secara periodik. Disamping itu, fungsi pemeriksa intern bertanggung jawab dalam melakukan rekonsiliasi bank, untuk mengecek ketelitian catatan kas yang diselenggarakan oleh fungsi akuntansi.

Dokumen yang digunakan dalam sistem penerimaan kas dari piutang menurut Mulyadi (2001:488) adalah:

1. Surat pemberitahuan

2. Daftar surat pemberitahuan 3. Bukti setor bank

4. Kwitansi

Surat Pemberitahuan merupakan dokumen yang dibuat oleh debitur untuk memberitahu maksud pembayaran yang dilakukannya. Surat pemberitahuan biasanya berupa tembusan bukti kas keluar yang dibuat oleh debitur, yang disertakan dengan cek yang dikirimkan oleh debitur melalui penagih perusahaan atau pos.

Daftar Surat Pemberitahuan merupakan rekapitulasi kas yang dibuat oleh fungsi sekretariat atau fungsi penagihan.

Bukti Setor Bank merupakan dokumen yang dibuat oleh fungsi kas sebagai bukti penyetoran kas yang diterima dari piutang ke bank. Bukti setor bank diserahkan oleh fungsi akuntansi sebagai dokumen sumber untuk pencatatan transaksi penerimaan kas dari piutang ke dalam jurnal penerimaan kas.

(22)

Kwitansi merupakan bukti penerimaan kas yang dibuat oleh perusahaan bagi para debitur yang telah melakukan pembayaran utang mereka.

Penerimaan kas dari piutang melalui penagih perusahaan dilaksanakan dengan prosedur berikut ini:

1. Bagian piutang memberikan daftar piutang yang saatnya ditagih oleh bagian penagihan.

2. Bagian penagihan mengirimkan penagih, yang merupakan karyawan perusahaan, untuk melakukan penagihan kepada debitur.

3. Bagian penagihan menerima cek atas nama dan surat pemberitahuan (remittance advice) dari debitur.

4. Bagian penagihan menyerahkan cek kepada bagian kas.

5. Bagian penagihan menyerahkan surat pemberitahuan kepada bagian piutang untuk kepentingan posting ke dalam kartu piutang.

6. Bagian kas mengirimkan kwitansi sebagai tanda penerimaan kas kepada debitur.

7. Bagian kas menyetorkan cek ke bank, setelah cek atas cek tersebut dilakukan endorsment oleh pejabat yang berwenang.

8. Bank perusahaan melakukan clearing atas cek tersebut ke bank debitur.

(23)
(24)

D. Metode Penaksiran Piutang Dagang Tidak Tertagih

Piutang dagang yang timbul dari penjualan barang atau jasa, secara teoritisnya harus dinilai pada jumlah yang mencerminkan nilai sekarang dari penerimaan kas di masa depan yang diperkirakan. Seperti yang diungkapkan oleh Fred K. Skousen, Earl K. Stice, dan James D. Stice dalam bukunya Intermediate Accounting (2001:364) adalah sebagai berikut:

Piutang usaha dilaporkan pada nilai bersih yang dapat direalisasikan yaitu nilai kas yang diharapkan.

Ini berarti bahwa piutang usaha harus dicatat bersih sesudah memperhitungkan estimasi piutang ragu-ragu, potongan dagang dan retur serta pengurangan harga jual yang diantisipasikan. Tujuannya adalah agar piutang yang dilaporkan sebesar klaim terhadap pelanggan yang diharapkan akan tertagih dalam bentuk kas.

Dalam kegiatan operasi perusahaan, beberapa piutang akan dapat ditagih atau tidak dapat direalisasi mungkin karena langganan sudah jatuh pailit atau sebab-sebab lain yang menimpa pelanggan. Beban operasi yang timbul karena tidak tertagihnya piutang disebut beban atau kerugian dari piutang tak tertagih (uncollectible accounts), piutang ragu-ragu (doubtful accounts), atau piutang macet (bad debts).

Tidak ada satu pun ketentuan umum yang merupakan pedoman untuk menentukan kapan suatu piutang tak tertagih. Kenyataan bahwa seorang debitur gagal untuk membayar kewajiban sesuai kontrak penjualan atau weselnya terpaksa ditolak pada tanggal jatuh tempo belumlah berarti bahwa utang-utang

(25)

tersebut tidak akan dapat tertagih. Petunjuk lainnya ialah perusahaan debitur itu ditutup, si debitur kabur, dan penagihan terus-menerus gagal.

Menurut Keyso dan Weygant (2002:391) ada dua metode yang dapat digunakan untuk mencatat piutang tak tertagih, yaitu:

a. Metode Penghapusan Langsung (Direct Write-off Method) b. Metode Penyisihan (Allowance Method)

Ad.a Metode Penghapusan Langsung (Direct Write-Off Method)

Pada metode ini tidak ada ayat jurnal yang dibuat sampai suatu akun khusus telah ditetapkan secara pasti tidak tertagih. Yang dicatat haruslah fakta bukan estimasi. Metode ini mengasumsikan bahwa dari setiap penjualan akan dihasilkan piutang dagang yang baik, dan kejadian selanjutnya membuktikan bahwa piutang tertentu ternyata tidak tertagih serta menjadi tidak ternilai. Metode penghapusan langsung secara teoritis memiliki kelemahan karena biasanya tidak membandingkan biaya dengan pendapatan pada periode bersangkutan, atau menghasilkan piutang yang ditetapkan pada estimasi nilai yang dapat direalisasi di neraca. Pemakaian metode penghapusan langsung tidak dipandang tepat, kecuali kalau jumlah piutang tak tertagih tidak material. Kerugian yang terjadi dicatat dengan mendebet beban piutang tak tertagih tidak material. Kerugian yang terjadi dicatat dengan mendebet beban piutang dagang.

(26)

Contoh:

PT. Rachel melakukan penjualan secara kredit kepada PT. Mega sebesar Rp 20.000.000. Kemudian ditetapkan bahwa PT. Mega tidak dapat membayar utangnya sebesar Rp 5.000.000, maka jurnal yang dibuat untuk mencatat piutang yang tidak tertagih adalah:

Kas Rp 15.000.000

Piutang Usaha Rp 15.000.000

Beban Piutang Tak Tertagih Rp 5.000.000

Piutang Usaha Rp 5.000.000 Ad.b Metode Penyisihan (Allowance Method)

Metode ini membuat suatu estimasi yang menyangkut perkiraan piutang tak tertagih dari semua penjualan kredit atau dari total piutang yang beredar. Estimasi ini dicatat sebagai beban dan pengurang tidak langsung terhadap piutang usaha (melalui kenaikan akun penyisihan) dalam periode dimana penjualan itu dicatat. Beban piutang tak tertagih harus dicatat pada periode dimana penjualan itu dicatat. Beban piutang tak tertagih harus dicatat pada periode yang sama seperti penjualan untuk mendapatkan penandingan yang tepat atas beban dan pendapatan serta untuk mendapatkan nilai tercatat yang tepat atas piutang usaha, walaupun melibatkan estimasi, namun persentase piutang yang tidak akan tertagih dapat diramalkan dari pengalaman masa lalu, kondisi pasar berjalan, dan analisis atas saldo yang beredar.

Ada beberapa metode untuk mengestimasi piutang tak tertagih yaitu: a. Estimasi piutang tak tertagih berdasarkan persentase penjualan.

(27)

Estimasi untuk piutang tak tertagih dapat didasarkan pada penjualan untuk periode bersangkutan atau jumlah piutang yang beredar pada akhir periode. Apabila penjualan digunakan sebagai dasar, maka persentasenya dihitung berdasarkan piutang tak tertagih masa lalu yang dikaitkan dengan jumlah penjualan yang bersangkutan.

Contoh:

PT. Rachel mengestimasi dari pengalaman masa lalu bahwa sekitar 2% dari penjualan tidak akan tertagih. Jika PT. Rachel memiliki penjualan kredit sebesar Rp 60.000.000 pada tahun 2002 maka ayat jurnal untuk mencatat beban piutang tak tertagih dengan menggunakan metode persentase penjulan adalah sebagai berikut:

Beban Piutang Tak Tertagih Rp 1.200.000

Penyesuaian untuk Piutang Tak Tertagih Rp 1.200.000 b. Estimasi piutang tak tertagih berdasarkan saldo piutang usaha

Tujuan dari metode ini adalah melaporkan nilai realisasi bersih dalam neraca. Metode ini dapat diaplikasikan dengan menggunakan suatu tarif gabungan (composite rate) yang mencerminkan estimasi piutang tak tertagih. Pendekatan lainnya yang lebih sensitive terhadap status akrual dari piutang usaha adalah menetapkan skedul umur piutang (aging

schedule) dan menerapkan persentase yang berbeda berdasarkan

pengalaman masa lalu pada berbagai kategori umum. Contoh:

(28)

Jika total piutang usaha adalah Rp 50.000.000 dan diestimasikan bahwa 5% dari piutang itu tidak akan tertagih, maka perkiraan penyisihan harus mempunyai saldo Rp 2.500.000. Perkiraan penyisihan telah mempunyai saldo kredit Rp 700.000 dari periode sebelumnya. Maka ayat jurnal penyesuaian periode berjalan adalah:

Beban Piutang Tak Tertagih Rp 1.800.000

Penyisihan untuk Piutang Tak Tertagih Rp 1.800.000 Contoh:

WILSON & CO Skedul Umur Piutang

Saldo Dibawah 61-90 91-120 Di atas __ Nama Pelanggan 31 Des 60 Hari Hari Hari 120 Hari Western Stainless Steel Corp.$98.000 $80.000 $18.000

Brockway Steel Company 320.000 320.000

Freeport Sheet & Tube Co. 55.000 $55.000 Allegheny Iron Works 74.000 60.000 $14.000 ______

$547.000 $460.000 $18.000 $14.000$55.000 Ikhtisar

Persentase Saldo yang Diperlukan Umur Jumlah Estimasi Tak dalam Penyisihan

Tertagih

Di bawah 60 Hari $460.000 4% $18.400 61-90 Hari 18.000 15% 2.700 91-120 Hari 14.000 20% 2.800 Di atas 120 Hari 55.000 25% 13.750 Saldo penyisihan piutang tak tertagih akhir tahun $37.650 Sumber: Kieso & Weygant, Intermediate Accounting, Terjemahan Gina

Gahia dan Ichsan Setiyo Budi, Edisi Kesepuluh, Jilid Tiga, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2002.

Jumlah sebesar $37.650 akan menjadi beban piutang tak tertagih yang harus dilaporkan untuk tahun berjalan, dengan mengasumsikan bahwa tidak ada saldo dalam akun penyisihan.

(29)

Sebagai ilustrasi tambahan, asumsikan bahwa akun penyisihan memiliki saldo kredit sebesar $800 sebelum penyesuaian. Dalam kasus ini, jumlah yang harus ditambahkan ke dalam akun penyisihan adalah $36.850($37650-$800), ayat jurnal berikut harus dibuat:

Beban Piutang Tak Tertagih $36.850

Penyisihan Piutang Tak Tertagih $36.850

E. Aktivita Pengendalian Intern Piutang Dagang

Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen perusahaan yang sangat penting di dalam pencapaian tujuan perusahaan sesuai dengan apa yang direncanakan sebelumnya. Perencanaan yang telah dibuat harus diiringi dengan pengawasan agar rencana yang telah ditetapkan dapat direalisir secara efisien dan efektif.

Menurut Romney dan Steinhart dalam bukunya Acounting Information Systems (2003:195):

Pengendalian Intern adalah suatu rencana organisasi dan metode bisnis yang digunakan untuk menjaga aset, memberikan informasi yang akurat yang dapat diandalkan dan memperbaiki efisiensi jalannya telah ditetapkan organisasi, serta mendorong kesesuaian dengan kebijakan yang telah ditetapkan.

Pengendalian piutang sebenarnya dimulai sebelum ada persetujuan untuk mengirimkan barang dagangan, sampai setelah penyiapan dan penerbitan faktur, dan berakhir dengan penagihan hasil penjualan. Prosedur pengendalian piutang tersebut berhubungan erat dengan pengendalian penerimaan kas di satu pihak dan pengendalian persediaan di lain pihak.

(30)

Ditinjau dari cara pendekatan manajemen preventif maka ada 3 bidang pengendalian yang umum pada titik mana dapat diambil tindakan untuk mewujudkan pengendalian piutang. Ketiga bidang tesebut adalah:

1. Pemberian kredit dagang

Kebijaksanaan kredit dan syarat penjualan harus tidak menghalangi penjualan kepada para pelanggan yang sehat keadannya, dan juga tidak boleh menimbulkan kerugian yang besar karena adanya piutang ragu-ragu yang berlebihan.

2. Penagihan (collections)

Apabila telah diberikan kredit, harus dilakukan setiap usaha untuk memperoleh pembayaran yang sesuai dengan syarat penjualan dalam waktu

yang wajar.

3. Penetapan dan penyelenggaraan pengendalian intern yang layak

Meskipun pemberian kredit dan penagihan telah diadministrasikan dengan baik atau dilakukan secara wajar, ini yidak menjamin adanya pengendalian piutang. Yaitu tidak menjamin ataupun memastikan, bahwa semua penyerahan memang di faktur, atau di faktur sebagaimana mestinya kepada para pelanggan dan bahwa penerimaan benar-benar masuk ke dalam rekening bank perusahaan. Harus diberlakukan suatu pengendalian intern yang memadai.

Standar kredit yang digunakan oleh banyak perusahaan untuk memutuskan pelanggan mana yang pantas mendapatkan kredit dan seberapa besar kredit yang dapat mereka terima. Penentuan standar kredit mengharuskan perusahaan untuk menilai “kredibilitas” atau “kualitas kredit” pelanggan. Menurut Niswonger,

(31)

Warren, Reeve, dan Fees (2005:391) mengemukakan bahwa secara tradisional penilaian kredibilitas pelanggan melibatkan pertimbangan atas 5K yaitu: karakter, kapasitas, kapital, kolateral, kondisi.

1. Karakter

Mengacu kepada probabilitas bahwa pelanggan akan menghormati kewajibannya. Karakter mencerminkan kejujuran pelanggan dan tanggung jawab moral yang dimiliki pelanggan untuk menghargai utang.

2. Kapasitas

Mengacu kepada kemampuan pelanggan untuk membayar. Faktor ini dinilai dengan mengkaji ulang catatan pembayaran pelanggan dari masa lalu, pengetahuan umum mengenai bisnis penjualan, dan barangkali observasi fisik atas operasi pelanggan.

3. Kapital

Mengacu kepada kondisi umum bisnis pelanggan seperti yang diperlihatkan oleh laporan keuangan. Yang diberi perhatian khusus biasanya adalah solvensi dan likuiditas serta rasio-rasio lain seperti rasio modal dan rasio lancar.

4. Kolateral

Mengacu kepada aktiva-aktiva yang ingin diberikan pelanggan sebagai jaminan untuk kredit kolateral bisa berbentuk aktiva apa pun seperti tanah, bangunan atau persediaan.

5. Kondisi

Mengacu kepada trend-trend ekonomi nasional dan regional yang bisa mempengaruhi kemampuan pelanggan untuk membayar. Sebaga contoh,

(32)

selama periode resesi ekonomi biasanya standar-standar kredit diperketat sebagai antisipasi terhadap menurunannya kemampuan para pelanggan untuk membayar.

Pengendalian intern terhadap piutang dagang tidak lepas kaitannya dengan pengendalian intern terhadap penjualan kredit, sebab piutang dagang umumnya terjadi disebabkan oleh penjualan kredit. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan atau penyelewengan terhadap piutang maka perlu dirancang unsur-unsur internal control yang diterapkan dalam sistem penjualan kredit.

Menurut Mulyadi (2001:221) unsur pokok pengendalian intern dalam sistem penjualan kredit terdiri dari:

Organisasi

1. Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kredit

2. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penjualan dan fungsi kredit

3. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi kas

4. Transaksi penjualan kredit harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi kredit, fungsi pengiriman, fungsi penagihan dan fungsi akuntansi. Tidak ada transaksi penjualan kredit yang dilaksanakansecara lengkap hanya oleh satu fungsi tersebut

Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan

5. Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan menggunakan formulir surat order pengiriman

6. Persetujuan pemberian kredit diberikan oleh fungsi kredit dengan membubuhkan tanda tangan pada credit copy (yang merupakan tembusan surat order pengiriman)

7. Pengiriman barang kepada pelanggan diotorisasi oleh fungsi pengiriman dengan cara menandatangani dan membubuhkan cap “sudah dikirim” pada copy surat order pengiriman

8. penetapan harga jual, syarat penjualan, syarat pengangkutan barang, dan potongan penjulan berada di tangan Direktur Pemasaran dengan penerbitan surat keputusan mengenai hal tersebut

(33)

9. Terjadinya piutang diotorisasi oleh fungsi penagihan dengan membubuhkan tanda tangan pada faktur penjualan

10. Pencatatan ke dalam kartu piutang dan ke dalam jurnal penjualan, jurnal penerimaan kas, dan jurnal umum diotorisasi oleh fungsi akuntansi dengan cara memberikan tanda tangan pada dokumen sumber (faktur penjualan, bukti kas masuk, dan memo kredit)

11. Pencatatan terjadinya piutang didasarkan pada faktur penjualan yang didukung dengan surat order pengiriman dan surat muat

Praktek yang sehat

12. Surat order pengiriman bernomor urut tercatat dan pemakaiannya dipertanggung jawabkan oleh fungsi penjualan

13. Faktur penjualan bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggung jawabkan oleh fungsi penagihan

14. Secara periodik fungsi akuntansi mengirimkan pernyataan piutang (account receivable statement) kepada setiap debitur untuk menguji ketelitian catatan piutang yang diselenggarakan oleh fungsi tersebut

15. Secara periodik diadakan rekonsiliasi kartu piutang dengan rekening kontrol piutang dalam buku besar

Pengendalian intern terhadap piutang sangat penting terutama piutang dagang yang merupakan aktiva perusahaan yang berharga karena jumlahnya cukup besar. Dengan pengendalian intern diharapkan dapat mencegah terjadinya penyelewengan, semakin meningkatnya piutang yang tidak tertunggak dan membantu kelancaran kegiatan perusahaan.

Tujuan pengendalian intern terhadap piutang adalah sebagai berikut: 1. Untuk menjamin ketepatan dan kebenaran pencatatan piutang dagang 2. Untuk menjamin agar piutang tetap aman. Maksudnya adalah untuk

menghindari atau mencegah timbulnya penggelapan atau penyelewengan terhadap piutang

(34)

3. Untuk mencegah efisiensi penagihan piutang

4. Untuk mendorong dipatuhinya kebijakan-kebijakan perusahaan yang telah ditetapkan yang menyangkut piutang

Adapun untuk terlaksananya tujuan tersebut di atas, maka kegiatan yang menyangkut terjadinya piutang hendaknya memberikan jaminan bahwa:

1. Semua pesanan-pesanan yang diterima telah dipenuhi dengan tepat

2. Sebelum barang dagangan dan jasa diberikan atau dikirimkan kepada langganan telah mendapat persetujuan dari pihak yang berwenang

3. Barang-barang yang dikirimkan ke langganan telah dibuat faktur yang benar

4. Semua faktur penjualan telah dicatat dengan benar sebagai penjualan dan piutang

5. Bila memungkinkan, jumlah-jumlah piutang langganan semuanya harus sudah ditagih

6. Hasil penagihan semuanya dilaporkan

7. Piutang dihapuskan telah mendapatkan otorisasi dari yang berwenang 8. Laporan yang cukup, ikhtisar penjualan, pemberian kredit dan jumlah

piutang yang belum ditagih

Referensi

Dokumen terkait

Melalui program ini diharapkan akan mampu meningkatkan wirausaha dikalangan masyarakat khusunya mahaiswa dalam rangka mengatsi masalah pengangguran, meningkatkan

Kemudian langkah selanjutnya adalah membuat membuat model wave tank untuk mempermudah dan mendapatkan hasil yang lebih maksimal maka pada permodelam flow-3D

Terkait dengan teori ini, sama halnya seperti di dalam perusahaan, apabila dalam sebuah organisasi atau perusahan terdapat beberapa orang yang memiliki kepentingan sendiri

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh beberapa peneliti untuk mengetahui adanya hubungan antara kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan, seperti yang

Laporan Rugi Laba adalah laporan keuangan dari suatu perusahaan yang dihasilkan pada suatu periode tertentu yang terdiri dari seluruh pendapatan dan beban sehingga menghasilkan

The network layer does not care about what kind of link protocols are used on route between the source and the destination.. Figure 1.7: Network

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, penulis ucapkan karena skripsi dengan judul “ Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Hubungan Antara Partisipasi Penganggaran Dengan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengukur pencapaian kinerja perusahaan dengan pendekatan Balanced Scorecard pada PT RUDOLF Chemicals Indonesia – Cimahi..