• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT PENGRAJIN UKIR DI DESA MULYOHARJO, KECAMATAN JEPARA, KABUPATEN JEPARA TAHUN 2018 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MAKNA PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT PENGRAJIN UKIR DI DESA MULYOHARJO, KECAMATAN JEPARA, KABUPATEN JEPARA TAHUN 2018 SKRIPSI"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT PENGRAJIN

UKIR DI DESA MULYOHARJO, KECAMATAN JEPARA,

KABUPATEN JEPARA TAHUN 2018

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh: MUSTAQIM NIM.11114114

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

MAKNA PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT PENGRAJIN

UKIR DI DESA MULYOHARJO, KECAMATAN JEPARA,

KABUPATEN JEPARA TAHUN 2018

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh: MUSTAQIM NIM.11114114

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(4)
(5)
(6)
(7)

MOTTO

...

ِعَفۡرَي

ٱ

ه َللّ

ٱ

َنيِ

لَّ

َ

َو ۡمهكنِم ْاوهنَماَء

ٱ

َنيِ

لَّ

َ

ْاوهتو

ه

أ

ٱ

َمۡلِعۡل

تَٰ َجَرَد

...

“...Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan

(8)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan hidayah-Nya. Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Bapakku tercinta (Alm. Bapak Samadi) yang telah membimbingku selama ini dan Ibuku tercinta (Ibu Sarpiyah) yang selalu memberikan doa restunya dalam perjalanan hidupku sampai sejauh ini.

2. Keluargaku semua yang telah memberikan dukungan dan motivasi hingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. LDK Fathir Ar-Rasyid IAIN Salatiga. 4. Ma’had Al-Jami’ah IAIN Salatiga. 5. Ya Bismillah IAIN Salatiga.

6. Komunitas Gerakan Jum’at Berbagi FTIK, IAIN Salatiga. 7. Ikatan Mahasiswa Jepara di Salatiga (IMAJAS).

8. HMI cabang Salatiga komisariat Ganesha.

9. Fraternity Futsal Team yang telah menerima dan mengembangkan potensi saya dalam olahraga futsal.

10.Pondok Pesantren Al-Ihsan, Desa Sraten, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang.

(9)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim

Puji syukur alhamdulillahi robbil’alamin, penulis panjatkan kepada Allah Swt yang selalu memberikan nikmat, kaunia, taufik, serta hidayah-Nya kepada penulis sehinggap penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Makna Pendidikan bagi Masyarakat Pengrajin Ukir di Desa Mulyoharjo, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara Tahun 2018”

Tidak lupa shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada nabi agung Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, serta para pengikutnya yang selalu setia dan menjadikannya suri tauladan yang mana beliaulah satu-satunya umat manusia yang dapat mereformasi umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman terang benerang yakni dengan ajarannya agama Islam.

Penulisan skripsi ini pun tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Rektor IAIN Salatiga, Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. 2. Dekan FTIK, Bapak Suwardi, M.Pd.

3. Ketua jurusan PAI IAIN Salatiga, Ibu Siti Rukhayati, M.Ag.

4. Dosen pembimbing akademik saya, Ibu Noor Malikhah, S.pd., M.Hum., Ph.D.

5. Bapak Dr. Fatchurrohman, S.Ag., M.Pd. selaku pembimbing skripsi yang telah membimbing dengan ikhlas, mengarahkan dan meluangkan waktunya untuk penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Ibu Sari Famularsih, M.A. selaku Pengelola Program Khusus Kelas Internasional.

(10)
(11)

ABSTRAK

Mustaqim. 2018. Makna Pendidikan bagi Masyarakat Pengrajin Ukir di Desa Mulyoharjo, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara Tahun 2018. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: (1) Dr. Fatchurrohman, S.Ag., M.Pd. (2) Sari Famularsih, S.Pd.I., M.A.

Kata Kunci: Makna Pendidikan, Masyarakat Pengrajin Ukir.

Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui makna pendidikan bagi masyarakat pengrajin ukir di Desa Mulyoharjo, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara, yang mana di desa tersebut tingkat pendidikan formal masyarakat masih sangat rendah. Adapun pertanyaan yang ingin dijawab penulis adalah (1) Bagaimana kondisi sosial-ekonomi masyarakat Desa Mulyoharjo? (2) Bagaimana peran orang tua dalam pendidikan anak di Desa Mulyoharjo? (3) Apa makna pendidikan bagi masyarakat pengrajin ukir di Desa Mulyoharjo?

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif, mengingat bahwa obyek yang diteliti adalah keadaan alamiah tentang persepsi sebuah masyarakat, model penelitian ini merupakan metode paling baik guna memperoleh dan mengumpulkan data asli (original data) untuk mendeskripsikan keadaan populasi dan untuk mendapatkan data dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Data yang terkumpul kemudian disusun dan dianalisis dengan reduksi data, penyusunan data dan mengambil kesimpulan.

(12)

DAFTAR ISI A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 7

C. Batasan Masalah... 7

D. Rumusan Masalah... 8

E. Tujuan Penelitian... 8

F. Manfaat Penelitian... 8

G. Sistematika Penulisan Skripsi ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA

d. Asas-Asas Pokok Pendidikan... 18

e. Faktor-Faktor Pendidikan... 22

f. Pentingnya Pendidikan dalam Perspektif Islam... 38

(13)

a. Pengertian Masyarakat Pengrajin Ukir... 41

b. Kondisi Sosial-Ekonomi dan Persepsi Masyarakat terhadap Pendidikan... 43

B. Penelitian yang Relevan... 48

C. Kerangka Berpikir... 51

E. Teknik Pengumpulan Data... 56

F. Instrumen Penelitian... 58

G. Teknik Analisis Data... 59

H. Keabsahan Data... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 62

1. Gambaran Umum Masyarakat Desa Mulyoharjo... 62

2. Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak di Desa Mulyoharjo... 68

3. Makna Pendidikan bagi Masyarakat Pengrajin Ukir di Desa Mulyoharjo... 72

B. Pembahasan... 77

1. Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Desa Mulyoharjo... 77

2. Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak di Desa Mulyoharjo... 81

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Wilayah Desa Mulyoharjo... 63

Tabel 2. Struktur Organisasi Desa Mulyoharjo... 66

Tabel 3. Data Aset Rumah di Desa Mulyoharjo... 66

Tabel 4. Data Penganut Agama di Desa Mulyoharjo... 67

Tabel 5. Data Mata Pencaharian Masyarakat Desa Mulyoharjo... 67

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian... 95

Lampiran 2. Instrumen Pengumpulan Data... 97

Lampiran 3. Pedoman Wawancara... 99

Lampiran 4. Pedoman Observasi... 101

Lampiran 5. Pedoman Dokumentasi... 102

Lampiran 6. Laporan Hasil Wawancara... 103

Lampiran 7. Laporan Hasil Observasi... 119

Lampiran 8. Foto-foto Kegiatan... 121

(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan adalah kebutuhan yang harus dipenuhi bagi setiap orang. Karena dengan pendidikan manusia dapat hidup dan berkembang selaras dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Dengan pendidikan pula masyarakat dapat hidup sesuai dengan perkembangan zaman. Serta dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan potensi yang dimiliki melalui proses pembelajaran yang sangat berguna bagi kehidupannya.

Sejak manusia diciptakan, pendidikan menempati urutan pertama sebagai alat yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia. Meskipun belum ada istilah pendidikan formal, non-formal maupun informal, namun substansi pendidikan sudah dibutuhkan manusia. Ketika Nabi Adam A.S. diciptakan sebagai manusia pertama yang diberi jabatan oleh Allah SWT. sebagai pemimpin atau khalifah di muka bumi, yang pertama diberikan oleh Allah SWT. kepadanya adalah pengetahuan. Oleh karena itu, Allah SWT. mendidik Nabi Adam dengan nama-nama yang ada di belahan bumi ini. Istilah nama-nama mungkin dapat diartikan sebaga konsep yang menjadi bekal kehidupan Nabi Adam A.S. di muka bumi. Konsep yang dipelajari Nabi Adam A.S. sebagai alat utama yang bermakna pengetahuan (Hamdani, 2011: 13).

(17)

...

تََٰجَرَد َملِعلٱ ْاوُتوُأ َنيِذَّلٱَو مُكنِم ْاوُنَماَء َنيِذَّلٱ ُهَّللٱ ِعَفرَي

...

Artinya: “... Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat ...” (Q.S. Al-Mujadilah: 11).

Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim. Rasulullah SAW. bersabda:

ملسم لك ىلع ةضيرف ملعلا بلط

Artinya: “Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap Muslim” (H.R. Ibnu Majah, No. 224).

Dari ayat Al-Qur’an dan hadis tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia, terutama bagi kita sebagai orang Islam. Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Dengan memiliki ilmu pengetahuan maka derajat seseorang akan ditinggikan oleh Allah SWT. Serta dengan memiliki ilmu pengetahuan maka kita bisa menjadi orang-orang yang memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Menuntut ilmu yang dimaksud disini bukan hanya ilmu agama saja, akan tetapi ilmu dalam artian yang komprehensif, yaitu ilmu umum sebagai bekal hidup di dunia dan ilmu-ilmu agama sebagai bekal hidup di akhirat.

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang Pendidikan dan Kebudayaan pasal 31 ayat 1, dinyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Kemudian pada pasal 31

ayat 2, dinyatakan bahwa “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan

dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Sementara itu, dalam Undang

(18)

Nasional pasal 5 ayat 1, dinyatakan bahwa “Setiap warga negara mempunyai

hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Serta dalam

pasal 6 ayat 1, dinyatakan bahwa “Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar”. Hal ini

menunjukkan bahwa pemerintah memberikan perhatian yang besar dalam hal pendidikan. Maka sebagai warga negara yang baik, seharusnya kita mendukung program-program pemerintah tersebut demi kemajuan bangsa kita.

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan negara. Menurut Frederick H. Harbinson (dalam Joseph, 2001: 1), suatu negara yang tidak mampu untuk mengembangkan kemampuan dan pengetahuan masyarakatnya, serta memanfaatkan mereka dengan efektif dalam ekonomi nasional maka negara tersebut tidak akan mampu mengembangkan apapun. Pentingnya pendidikan tidak dapat dipungkiri oleh siapapun. Dewasa ini, Indonesia terus meningkatkan subsidi pendidikan agar masyarakat dapat menikmati pendidikan. Kesadaran bahwa bangsa dan negara tidak akan maju tanpa pendidikan menjadi indikasi kepedulian masyarakat terhadap pendidikan (Hamdani, 2011: 14).

(19)

Pargaru, dkk. (2009: 649), bahwa pendidikan tidak hanya menyediakan pengetahuan dengan teknologi terbaik bagi masyarakat, tetapi juga dengan melatih inonator-inovator berpotensi untuk menciptakan kemajuan dalam pendidikan dan pertumbuhan ekonomi.

Menurut Idris & Lisma (1992: 15), pendidikan berfungsi untuk memanusiakan manusia. Tanpa pendidikan, manusia tidak dapat menjadi manusia. Pendidikan merupakan kegiatan antar manusia, yaitu oleh manusia dan untuk manusia, sebab hanya manusia yang secara sadar melaksanakan usaha pendidikan untuk manusia lainnya. Berbeda dengan binatang, karena binatang tidak memerlukan pendidikan dan tidak pula dapat dididik. Pada binatang hanya dapat dilakukan dressure. Maksudnya, binatang ini dilatih hingga dapat mengerjakan sesuatu yang sifatnya statis. Dengan memperoleh pendidikan maka seseorang akan mampu menjadi manusia seutuhnya, yaitu manusia yang mengetahui tentang hak dan kewajibannya dalam kehidupan.

(20)

Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat terbentuk berdasarkan suka rela dan cinta yang asasi antara dua subjek manusia (suami-isteri). Berdasarkan asas cinta yang asasi ini lahirlah anak sebagai generasi penerus. Keluarga dengan cinta kasih dan pengabdian yang luhur membina kehidupan sang anak. Oleh Ki Hajar Dewantara, dikatakan supaya orang tua (sebagai pendidik) mengabdi kepada sang anak (Tim Dosen FIP-IKIP, 1988: 14). Dengan demikian jelaslah bahwa orang yang pertama dan utama bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup dan pendidikan anak adalah orang tua.

Usia anak dan remaja mempunyai potensi yang sangat baik apabila dikembangkan dengan tepat. Namun, pada kenyataannya masih banyak anak-anak yang belum mengoptimalkan kemampuannya, khususnya terkait dengan pendidikan. Hal ini dikarenakan masyarakat masih menganut ajaran-ajaran tradisi sebelumnya. Misalnya, orang tua berpikir bahwa anak-anak tidak perlu melanjutkan pendidikan sampai jenjang tertinggi, bagi mereka yang terpenting anak bisa bekerja dan hidup mandiri. Selain itu, orang tua juga memiliki pandangan bahwa pendidikan membutuhkan biaya yang banyak. Serta ketidakselarasan antara tingkat pendidikan dengan pekerjaan yang diperoleh di masa depan, seperti anak lulusan SD dengan anak lulusan SMP akan memperoleh pekerjaan yang sama, juga anak yang lulus SMA atau Perguruan Tinggi belum tentu terjamin akan mendapatkan pekerjaan yang layak (wawancara dengan Bapak Sn., 14 Juli 2018).

(21)

masyarakatnya bermata pencaharian sebagai pengrajin ukir. Dalam hal pendidikan anak, orang tua memiliki peran yang penting, karena umumnya tingkat pendidikan anak berkaitan erat dengan tingkat pendapatan atau kondisi ekonomi orang tua dan persepsi orang tua terhadap pendidikan (Basrowi & Siti, 2010: 66). Semakin tinggi tingkat pendapatan orang tua maka semakin tinggi pula motivasinya untuk menyekolahkan anak dengan harapan kelak memiliki kehidupan yang lebih baik daripada orang tuanya. Begitupun sebaliknya, semakin rendah tingkat pendapatan orang tua maka semakin rendah pula motivasinya untuk menyekolahkan anak. Sehingga tinggi rendahnya tingkat pendidikan anak di Desa Mulyoharjo salah satunya ditentukan oleh peran orang tua.

Diantara contoh nyata dari kesenjangan dalam pendidikan di Desa Mulyoharjo yaitu masih ditemukannya anak-anak usia sekolah yang tidak menempuh pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi, seperti Sekolah Menengah Atas maupun Perguruan Tinggi. Padahal mayoritas masyarakat di desa tersebut berpencaharian sebagai pengrajin ukir, yang mana dalam hal ekonomi tergolong masyarakat mampu menurut pandangan masyarakat secara umum (wawancara dengan Bapak Sn., 14 Juli 2018). Untuk itu penulis merasa tertarik untuk menggali lebih dalam mengenai masalah tersebut dengan melakukan penelitian yang berjudul “Makna Pendidikan bagi Masyarakat

(22)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengidentifikasi masalah-masalah yang berkaitan dengan makna pendidikan bagi masyarakat pengrajin ukir di Desa Mulyoharjo, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara, diantaranya sebagai berikut:

1. Mayoritas masyarakat Desa Mulyoharjo berpendidikan rendah, masih banyak pula yang tidak berpendidikan.

2. Motivasi orang tua untuk menyekolahkan anak sampai jenjang pendidikan tinggi masih rendah.

3. Motivasi anak untuk bisa mengenyam pendidikan sampai jenjang pendidikan tinggi masih rendah.

4. Masih banyak anak-anak usia sekolah yang putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan karena lebih memilih untuk bekerja atau menikah. 5. Peran orang tua dalam mengawal kelangsungan pendidikan anak masih

rendah.

C. Batasan Masalah

Dikarenakan luasnya cakupan masalah yang akan diteliti, maka penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti agar terarah dan terfokus. Untuk itu penulis memfokuskan pembahasan dalam penelitian ini pada permasalahan “Makna Pendidikan bagi Masyarakat Pengrajin Ukir di Desa Mulyoharjo,

(23)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, untuk memperjelas permasalahan yang akan diteliti, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi sosial-ekonomi masyarakat Desa Mulyoharjo? 2. Bagaimana peran orang tua dalam pendidikan anak di Desa Mulyoharjo? 3. Apa makna pendidikan bagi masyarakat pengrajin ukir di Desa

Mulyoharjo? E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan kondisi sosial-ekonomi masyarakat Desa Mulyoharjo.

2. Untuk mendeskripsikan peran orang tua dalam pendidikan anak di Desa Mulyoharjo.

3. Untuk mendeskripsikan makna pendidikan bagi masyarakat pengrajin ukir di Desa Mulyoharjo.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

(24)

bagi peneliti-peneliti selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian yang relevan di masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, diantaranya sebagai berikut:

a. Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi pemerintah. Sekaligus sebagai acuan perumusan program pemerataan pendidikan bagi masyarakat, terutama di Kabupaten Jepara, khususnya di Desa Mulyoharjo.

b. Universitas/Perguruan Tinggi terdekat

Hasil penelitian ini diharapkan dijadikan salah satu acuan pemberian sosialisasi akan makna penting pendidikan bagi masyarakat melalui mahasiswa seperti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dengan demikian pemberian pemahaman tentang pentingnya pendidikan hingga jenjang pendidikan tinggi akan tersampaikan.

c. Masyarakat Desa Mulyoharjo

(25)

mendorong anak-anak mereka untuk bisa menempuh pendidikan sampai jenjang pendidikan yang setinggi-tingginya.

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan skripsi.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Bab ini memuat kerangka teori, penelitian yang relevan, kerangka berpikir dan pertanyaan penelitian.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini memuat pendekatan penelitian, setting penelitian, subjek penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data dan keabsahan data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini memuat hasil penelitian dan pembahasan mengenai makna pendidikan bagi masyarakat pengrajin ukir di Desa Mulyoharjo, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara.

BAB V : PENUTUP

(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kerangka Teori

1. Makna Pendidikan a. Hakikat Makna

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, makna adalah arti atau maksud perkataan, dan sebagainya. Apabila dikatakan “mereka gagal

memaknai rumusan sosial di wilayah itu”, artinya mereka gagal

memberi makna tentang rumusan sosial di wilayah itu (Tim Penyusun, 2008: 903).

Makna juga diartikan sebagai hubungan antara lambang bunyi dengan acuannya, yang mana bentuk respon dari stimulus yang diperoleh pemeran dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki. Keutuhan makna merupakan perpaduan dari empat aspek, yaitu pengertian (sense), perasaan (feeling), nada (tone) dan amanat (intention). Kata makna lebih sempit karena hanya

berkisar pada hal yang sifatnya komunikatif (Salma, 2016: 14).

(27)

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pengertian makna sangatlah beragam sesuai dengan konteks kalimatnya dan dapat disimpulkan bahwa makna merupakan konsep atau pengertian yang mengandung maksud tertentu di dalamnya. Dengan demikian, makna yang dimaksud dalam judul penelitian ini “makna pendidikan bagi

masyarakat” adalah konsep atau pengertian tentang pendidikan

menurut pandangan atau persepsi masyarakat tersebut. Dengan kata lain, bagaimana masyarakat tersebut mamaknai pendidikan.

b. Pengertian Pendidikan

Menurut Muhajir (dalam Kadir, 2012: 59), istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani “paedagogy” yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantar oleh seorang pelayan. Pelayan yang mengantar dan menjemput dinamakan “paedagogos”. Dalam bahasa Romawi, pendidikan diistilahkan

dengan “educate” yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam. Dalam bahasa Inggris, pendidikan diistilahkan dengan “to educate” yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual.

(28)

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

Pendidikan adalah sebuah sistem yang terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara aktif sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Hamdani, 2011: 21).

Suwarno (2006: 22-23) menyatakan bahwa pengertian pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut:

(29)

2) Dalam pendidikan, terdapat hubungan antara pendidik dan peserta didik. Di dalam hubungan itu, mereka memiliki kedudukan dan perasaan yang berbeda, tetapi keduanya memiliki daya yang sama, yaitu saling mempengaruhi guna terlaksananya proses pendidikan (transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan yang tertuju pada tujuan yang diinginkan).

3) Pendidikan adalah proses sepanjang hayat sebagai perwujudan pembentukan diri secara utuh. Maksudnya, pengembangan segenap potensi dalam rangka penentuan semua komitmen manusia sebagai individu, sekaligus sebagai makhluk sosial dan makhluk Tuhan. 4) Aktivitas pendidikan berlangsung di dalam keluarga, sekolah dan

masyarakat.

5) Pendidikan merupakan suatu proses pengalaman yang sedang dialami yang memberikan pengertian, pandangan (insight) dan penyesuaian bagi seseorang yang menyebabkannya berkembang.

(30)

1) Pendidikan sebagai Proses Transformasi Budaya

Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari suatu generasi ke generasi yang lain. Seperti bayi lahir sudah berada di dalam suatu lingkungan budaya tertentu. Di dalam lingkungan masyarakat dimana seorang bayi dilahirkan telah terdapat kebiasaan-kebiasaan tertentu, larangan dan anjuran, serta ajakan tertentu seperti yang dikehendaki oleh masyarakat. Nilai-nilai kebudayaan tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. 2) Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi

Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Sistematis oleh karena proses pendidikan berlagsung melalui tahap-tahap bersinambungan (prosedural) dan sistemik oleh karena berlangsung dalam semua situasi kondisi, di semua lingkungan yang saling mengisi (lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat).

3) Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Warga Negara

(31)

falsafah hidup yang berbeda-beda. Bagi kita warga negara yang baik diartikan selaku pribadi yang tahu hak dan kewajiban sebagai warga negara Inodesia sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. 4) Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja

Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan dan keterampilan kerja pada calon lulusan. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena pekerjaan menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia. Pekerjaan menjadi penopang hidup seseorang dan keluarganya, sehingga tidak bergantung dan mengganggu orang lain.

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau latihan yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah baik itu formal, nonformal, maupun informal, serta berlangsung sepanjang hayat untuk mengoptimalkan potensi manusia agar dapat menjadi manusia seutuhnya.

c. Fungsi Pendidikan

(32)

pendidikan berfungsi untuk memanusiakan manusia agar menjadi manusia yang benar sesuai dengan norma yang dijadikan landasannya (Kadir, 2012: 81).

Bagi bangsa Indonesia, sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam pasal 3 dijelaskan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Proses pendidikan diharapkan dapat

membawa arti besar bagi bangsa dengan mengoptimalkan seluruh potensi masyarakatnya (Nuridin, 2015: 158).

Adapun fungsi pendidikan secara umum menurut Adnan & Smith (2001: 327) adalah sebagai berikut:

1) Fungsi perkembangan, yaitu untuk memastikan perkembangan potensi kognitif dari status kehidupan dan modernitas yang tinggi. 2) Fungsi politik, yaitu untuk mempertahankan sistem politik yang

sedang berlangsung dan mempertahankan status quo dengan memastikan kesetiaan padanya.

3) Fungsi nilai, yaitu sebagai penyebaran nilai-nilai dan norma-norma tertentu di suatu masyarakat.

(33)

5) Fungsi stratifikasi, yaitu untuk memilih mana yang lebih mampu dari keseluruhan populasi berdasarkan prinsip-prinsip meritokrasi. 6) Fungsi ekonomi, yaitu untuk menyiapkan tenaga kerja yang

berpendidikan untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan membawa kekayaan bagi bangsa.

7) Fungsi sosialisasi, yaitu untuk menjadi agen sosialisasi utama selama orang tua lebih cenderung untuk bekerja.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa fungsi pendidikan adalah menyiapkan diri seseorang untuk melestarikan tatanan sosial yang ada dalam masyarakat, serta menjadikannya sebagai agen pemabaharuan sosial. Dengan pendidikan, seseorang diharapkan dapat mengembangkan seluruh kemampuan yang dimilikinya. Sehingga dapat terbentuk karakter dan peradaban bangsa yang bermartabat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

d. Asas-Asas Pokok Pendidikan

(34)

1) Asas Tut Wuri Handayani

Asas Tut Wuri Hndayani merupakan konseptualisasi konsep tujuh asas Perguruan Nasional Taman Siswa yang lahir pada tanggal 3 Juli 1922 yang merupakan asas perjuangan untuk menghadapi pemerintah Kolonial Belanda. Ketujuh asas tersebut yang secara singkat disebut “Asas 1922” adalah sebagai berikut:

a) Bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri dengan mengingat persatuan dalam peri kehidupan umum.

b) Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah, yang secara lahir dan batin dapat memerdekakan diri.

c) Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.

d) Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat.

e) Bahwa untuk mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuh-penuhnya lahir maupun batin hendaklah diusahakan dengan kekuatan sendiri dan menolak bantuan apapun dan dari siapapun yang mengikat, baik berupa ikatan lahir maupun ikatan batin.

(35)

g) Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya keikhlasan lahir dan batin untuk mengorbankan segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anak-anak.

Asas ataupun semboyan Tut Wuri Handayani yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dewantara itu mendapat tanggapan positif dari Drs. R.M.P. Sostrokartono (filsuf dan ahli bahasa) dengan menambahkan dua semboyan untuk melengkapinya, yaitu Ing Ngarso Sung Tuladha dan Ing Madya Mangun Karsa. Kini

ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas, yakni:

a) Ing Ngarsa Sung Tuladha (jika di depan menjadi contoh).

b) Ing Madya Mangun Karsa (jika di tengah-tengah

membangkitkan kehendak hasrat atau motivasi).

c) Tut Wuri Handayani (jika di belakang mengikuti dengan awas).

2) Asas Belajar Sepanjang Hayat

(36)

dan mengimplementasikan suatu program belajar mengajar sehingga mendorong terwujudnya belajar sepanjang hayat. Dengan kata lain, terbentuk manusia dan masyarakat yang mau dan mampu terus menerus belajar.

3) Asas Kemandirian dalam Belajar

Baik asas Tut Wuri Handayani maupun asas belajar sepanjang hayat secara langsung erat kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Asas Tut Wuri Handayani pada prinsipnya bertolak dari asumsi kemampuan siswa untuk mandiri, termasuk mandiri dalam belajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, sedini mungkin dikembangkan kemandirian dalam belajar itu dengan menghindari campur tangan guru, namun guru selalu siap untuk ulur tangan apabila diperlukan. Selanjutnya, asas belajar sepanjang hayat hanya dapat diwujudkan apabila didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik mau dan mampu mandiri dalam belajar, karena tidak mungkin seseorang belajar sepanjang hayatnya apabila selalu tergantung dari bantuan guru ataupun orang lain.

(37)

dirancang dan dilaksanakan dengan secermat mungkin dengan memperhatikan sejumlah landasan dan asas pendidikan untuk mendapatkan hasil yang diharapkan.

e. Faktor-Faktor Pendidikan

Kegiatan pendidikan merupakan sebuah sistem, yang mana memuat faktor-faktor, unsur-unsur, atau komponen-komponen tertentu yang saling mempengaruhi dan menentukan. Apabila salah satu komponen tidak ada atau mengalami kerusakan, maka sistem tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, sebagai contohnya yaitu sepeda. Sepeda adalah sebuah sistem yang terdiri dari beberapa komponen, diantaranya adalah rantai, ban, rem, sadel, setang, dan lain-lain. Jika salah satu komponennya rusak, misalnya bannya kempes, maka sepeda tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik. Demikian juga pendidikan, sebagai sebuah sistem pendidikan terdiri dari beberapa komponen antara lain tujuan, peserta didik, pendidik, lingkungan dan lain-lain. Jika salah satu komponen tidak ada maka pendidikan tidak dapat berfungsi, misalnya jika tidak ada guru/pendidik maka proses belajar mengajar tidak berjalan dengan baik (Kadir, 2012: 75).

(38)

1) Faktor Tujuan

Menurut Idris & Lisma (1922: 28-29), pendidikan merupakan proses untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Tujuan pendidikan akan menentukan ke arah mana peserta didik itu dibawa. Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan harus disesuaikan dengan tujuan pendidikan. Tujuan akan menjadi pedoman atau tolok ukur bagi seluruh kegiatan pendidikan, penetapan materi, metode dan evaluasi yang akan dilakukan. Dengan demikian, tujuan pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam pendidikan.

Langeveld (dalam Kadir, 2012: 81-82) mengemukakan macam-macam tujuan pendidikan sebagai berikut:

a) Tujuan Umum

(39)

b) Tujuan Khusus

Tujuan khusus adalah tujuan tertentu yang hendak dicapai berdasar usia, jenis kelamin, sifat, bakat, inteligensi, lingkungan sosial budaya, tahap-tahap perkembangan, tuntutan syarat pekerjaan, dan sebagainya.

c) Tujuan Tidak Lengkap

Tujuan tidak lengkap adalah tujuan yang menyangkut sebagian aspek manusia, misalnya tujuan khusus pembentukan kecerdasan saja, tanpa memerhatikan yang lainnya. Jadi tujuan tidak lengkap ini bagian dari tujuan umum yang melengkapi perkembangan seluruh aspek kepribadian.

d) Tujuan Sementara

Proses untuk mencapai tujuan umum tidak dapat dicapai secara sekaligus, karenanya perlu ditempuh setingkat demi setingkat. Tingkatan demi tingkatan diupayakan untuk mencapai tujuan akhir itulah yang dimaksud tujuan sementara. Contohnya anak menyelesaikan pendidikan di jenjang pendidikan dasar merupakan tujuan sementara untuk selanjutnya melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi seperti sekolah menengah dan perguruan tinggi.

e) Tujuan Intermedier

(40)

halaman, maksudnya agar ia kelak mempunyai rasa tanggung jawab.

f) Tujuan Insidental

Tujuan insidental adalah tujuan yang dicapai pada saat-saat tertentu yang sifatnya seketika dan spontan. Misalnya orang tua menegur anaknya agar berbicara sopan.

Adapun fungsi tujuan bagi pendidikan menurut Hasbullah (2009: 12-13) adalah sebagai berikut:

a) Tujuan sebagai Arah Pendidikan

Tanpa adanya semacam antisipasi (pandangan ke depan) kepada tujuan, penyelewengan akan banyak terjadi. Demikian pula kegiatan-kegiatannya pun tidak akan efisien. Dalam hal ini tujuan akan menunjukkan arah dari suatu usaha, sedangkan arah tadi menunjukkan jalan yang harus di tempuh dari situasi sekarang kepada situasi berikutnya. Sebagai contoh, guru yang ingin membentuk anak didiknya menjadi manusia yang cerdas maka arah dari usahanya ialah menciptakan situasi belajar yang dapat mengembangkan kecerdasan.

b) Tujuan sebagai Titik Akhir

(41)

dalam situasi tadi. Misalnya, jika seorang pendidik bertujuan agar anak didiknya menjadi manusia yang berakhlak mulia, maka penekanannya disini adalah deskripsi tentang pribadi akhlak mulia yang diinginkannya tersebut.

c) Tujuan sebagai Titik Pangkal Mencapai Tujuan Lain

Apabila tujuan merupakan titik akhir dari usaha, maka dasar ini merupakan titik tolaknya. Dalam arti bahwa dasar tersebut merupakan fondamen yang menjadi alas permulaan setiap usaha. Dengan demikian, antara dasar dan tujuan terbentanglah garis yang menunjukkan arah bergeraknya usaha tersebut, serta dasar dan tujuan pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang satu dengan yang lainnya.

d) Tujuan Memberi Nilai pada Usaha yang Dilakukan

Dalam konteks usaha-usaha yang dilakukan, kadang-kadang didapati tujuannya yang lebih luhur dan lebih mulia dibanding yang lainnya. Semua ini terlihat apabila berdasarkan nilai-nilai tertentu.

Sementara itu, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam pasal 3 dijelaskan bahwa “Pendidikan nasional bertujuan untuk

(42)

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Dari Undang-Undang tersebut dapat dipahami bahwa yang ditekankan adalah pada nilai-nilai agama dan moral, kompetensi intelektual, serta nilai-nilai demokrasi (Raihani, 2007: 173).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan yaitu menyiapkan seseorang agar menjadi individu yang baik, baik itu kaitannya dengan aspek yang bersifat vertikal (hubungan dengan Tuhan), maupun horizontal (hubungan dengan sesama manusia). Selain itu, dengan pendidikan seseorang diharapkan dapat menjadi warga negara yang baik dan bermanfaat bagi diri pribadi, masyarakat dan bangsanya dengan segala potensi yang dimilikinya.

2) Faktor Pendidik

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 1 ayat 6 dijelaskan bahwa “Pendidik adalah tenaga kependidikan yang

berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan”.

(43)

sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi. Dengan kata lain, pendidik adalah orang yang lebih dewasa yang mampu membawa peserta didik ke arah kedewasaan.

Seorang pendidik atau guru hendaknya memahami tentang hakekat pendidik sebagai landasan berpijak dalam melaksanakan kegiatan pendidikan. Sehingga pendidik atau guru dapat melaksanakan perannya sebagai pendidik dengan baik. Adapun hakekat pendidik menurut Joni (dalam Idris & Lisma, 1992: 35-36) adalah sebagai berikut:

a) Pendidik sebagai agen pembaharuan, artinya ide-ide pembaharuan itu dapat disebarluaskan oleh pendidik dan lebih jauh lagi pendidik adalah sumber dari ide-ide pembaharuan. b) Pendidik adalah pemimpin dan pendukung nilai-nilai

masyarakat, maksudnya pendidik itu harus lebih dahulu menjadi orang yang menghayati dan mengamalkan nilai-nilai masyarakat. Lebih jauh lagi pendidik diharapkan dapat melanjutkan nilai-nilai tersebut kepada subjek didiknya dan masyarakat pada umumnya.

(44)

Peran pendidik adalah menyediakan sumber, bahan dan media yang diperlukan dalam kegiatan tersebut.

d) Pendidik bertaggungjawab atas tercapainya hasil belajar peserta didik.

e) Pendidik dituntut untuk menjadi contoh dalam pengelolaan proses belajar-mengajar khususnya bagi calon guru yang menjadi peserta didik.

f) Pendidik bertanggungjawab secara profesional untuk terus menerus meningkatkan kemampuannya. Ini berarti bahwa pendidik ialah pribadi yang selalu harus belajar.

g) Pendidik menjunjung tinggi kode etik profesional. Bahwa guru sebagai jabatan profesional tentunya mempunyai kode etik yang harus dipedomani dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik.

Menurut Wens Tanlain (dalam Hasbullah, 2009: 19), ada beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh pendidik dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, yaitu:

(45)

b) Kematangan sosial yang stabil: dalam hal ini seorang pendidik dituntut untuk mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masyarakatnya, serta mempunyai kecakapan untuk menjalin kerjasama dengan orang lain.

c) Kematangan profesional (kemampuan mendidik): yakni menaruh perhatian dan sikap cinta terhadap anak didik, mempunyai pengetahuan yang cukup tentang latar belakang anak didik dan perkembangannya, serta memiliki kecakapan dalam menggunakan cara-cara mendidik.

Pendidik ialah orang yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, yang bertanggungjawab terhadap pendidikan ialah orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran atau latihan dan masyarakat/organisasi (Tirtarahardja & La Sulo, 2012: 54). Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pendidik adalah orang bertanggungjawab terhadap pendidikan anak, baik itu di lingkungan keluarga (orang tua), lingkungan sekolah (guru) dan lingkungan masyarakat (orang dewasa).

3) Faktor Peserta Didik

(46)

4 dijelaskan bahwa “Peserta didik adalah anggota masyarakat yang

berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu”.

Peserta didik adalah anggota masyarakat laki-laki dan perempuan yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Dasar hakiki diperlukannya pendidikan bagi peserta didik adalah bahwa manusia merupakan makhluk susila yang dapat dibina dan diarahkan untuk mencapai derajat kesusilaan (Kadir, 2012: 75).

Menurut Tirtarahardja & La Sulo (2012: 52), peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebut demikian oleh karena peserta didik (tanpa pandang usia) adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya. Selaku pribadi yang memiliki ciri khas dan otonomi, ia ingin mengembangkan diri (mendidik diri) secara terus-menerus guna memecahkan masalah-masalah hidup yang dijumpai sepanjang hidupnya.

Adapun hakekat peserta didik menurut Idris & Lisma (1992: 37) adalah sebagai berikut:

(47)

b) Peserta didik bertanggungjawab atas pendidikannya sendiri sesuai dengan wawasan pendidikan seumur hidup.

c) Peserta didik adalah pribadi yang memiliki potensi, baik fisik maupun psikologis yang berbeda-beda sehingga masing-masing merupakan insan yang unik.

d) Peserta didik memerlukan pembinaan individual dan perlakuan yang manusiawi.

e) Peserta didik pada dasarnya merupakan insan yang aktif menghadapi lingkungannya.

Menurut Meichati (dalam Hasbullah, 2009: 23-24), peserta didik memiliki beberpa karakteristik, diantaranya:

a) Belum memiliki pribadi dewasa susila, sehingga masih menjadi tanggungjawab pendidik.

b) Masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya, sehingga masih menjadi tanggungjawab pendidik.

c) Sebagai manusia memiliki sifat-sifat dasar yang sedang ia kembangkan secara terpadu, menyangkut seperti kebutuhan biologis, rohani, sosial, intelegensi, emosi, kemampuan berbicara, perbedaan individual dan sebagainya.

(48)

proses pendidikan (pembelajaran, pelatihan dan bimbingan), baik dalam di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

4) Faktor Alat Pendidikan

Dalam setiap situasi pendidikan yang tengah berlangsung, diperlukan alat-alat pendidikan. Alat pendidikan merupakan faktor pendidikan yang sengaja dibuat dan digunakan demi pencapaian tujuan pendidikan tertentu (Idris & Lisma, 1922: 38). Alat pendidikan adalah hal yang tidak saja membuat kondisi-kondisi yang memungkinkan terlaksananya pekerjaan mendidik, tetapi juga sebagai langkah atau situasi yang membantu pencapaian tujuan pendidikan (Kadir, 2012: 76). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa alat pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam pendidikan, karena alat pendidikan menjadi sarana untuk mencapai tujuan pendidikan.

Sementara itu, Tirtarahardja & La Sulo (2012: 56) membedakan alat pendidikan menjadi dua jenis, yaitu alat pendidikan yang bersifat preventif dan alat pendidikan yang bersifat kuratif.

a) Alat pendidikan yang bersifat preventif, yaitu yang bermaksud mencegah terjadinya hal-hal yang tidak dikehendaki, misalnya larangan, pembatasan dan peringatan.

(49)

pemberian kepercayaan, saran, penjelasan, bahkan juga hukuman.

Dalam hal penggunaan alat pendidikan, Hasbullah (2009: 28) menyatakan bahwa yang sangat penting diperhatikan adalah pribadi orang yang menggunakannya. Oleh karena itu, dalam memilih alat pendidikan perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

a) Tujuan yang ingin dicapai. b) Orang yang menggunakan alat. c) Untuk siapa alat itu digunakan.

d) Efektivitas penggunaan alat tersebut dengan tidak melahirkan efek tambahan yang merugikan.

5) Faktor Lingkungan

(50)

sumber daya pendidikan yang tersedia, agar tujuan pendidikan dapat dicapai dengan optimal.

Menurut Kadir (2012: 157), lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik berupa benda mati, makhluk hidup, ataupun peristiwa-peristiwa yang terjadi, termasuk kondisi masyarakat terutama yang dapat memberikan pengaruh kuat kepada individu. Seperti lingkungan tempat pendidikan berlangsung dan lingkungan tempat anak bergaul. Lingkungan ini kemudian secara khusus disebut sebagai lembaga pendidikan sesuai dengan jenis dan tanggungjawab yang secara khusus menjadi bagian dari karakter lembaga tersebut.

a) Lingkungan Keluarga

Menurut Driyarkara (dalam Hasbullah, 2009: 34), secara sederhana keluarga diartikan sebagai kesatuan hidup bersama yang pertama kali dikenal oleh anak, karena itulah keluarga disebut primary community. Adapun fungsi pendidikan dalam lingkungan keluarga adalah sebagai berikut: (1) Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak.

(2) Menjamin kehidupan emosional anak. (3) Menanamkan dasar pendidikan moral. (4) Memberikan dasar pendidikan sosial.

(51)

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap perkembangan kepribadian anak karena sebagian besar kehidupan anak berada di tengah-tengah keluarganya. Untuk mengoptimalkan kemampuan dan kepribadian anak, orang tua harus menumbuhkan suasana edukatif di lingkungan keluarganya sedini mungkin. Suasana edukatif yang dimaksud adalah orang tua yang mampu menciptakan pola hidup dan tata pergaulan dalam keluarga dengan baik sejak anak dalam kandungan. Begitu penting pengaruh pendidikan dalam keluarga, sehingga orang tua harus menyadari tanggungjawab terhadap anaknya (Kadir, 2012: 77).

b) Lingkungan Sekolah

(52)

tanggungjawab pendidikan anak seutuhnya menjadi tanggungjawab orang tua (Kadir, 2012: 78-79).

Sekolah bertanggungjawab atas pendidikan anak-anak selama mereka diserahkan belajar di sekolah tersebut. Menurut Hasbullah (2009: 34-35), sumbangan sekolah sebagai lembaga terhadap pendidikan diantaranya adalah sebagai berikut:

(1) Sekolah membantu orang tua mengajarkan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta menanamkan budi pekerti yang baik.

(2) Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan di rumah. (3) Sekolah melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca, menulis, berhitung, menggambar, serta ilmu-ilmu lain yang sifatnya mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan.

(4) Di sekolah diberikan pelajaran etika, keagamaan, estetika, membedakan benar atau salah, dan sebagainya.

c) Lingkungan Masyarakat

(53)

pendidikan secara sengaja dan terencana kepada seluruh anggotanya, tetapi tidak sistematis. Masyarakat menerima semua anggota yang beragam untuk diarahkan menjadi anggota yang sejalan dengan tujuan masyarakat itu sendiri yang berorientasi pada pencapaian kesejahteraan sosial, jasmani rohani dan juga mental spiritual (Kadir, 2012: 80).

Lingkungan masyarakat oleh Hasbullah (2009: 36) disebut sebagai lingkungan organisasi pemuda. Peran organisasi pemuda ini utamanya adalah dalam upaya pengembangan sosialisasi kehidupan pemuda. Melalui organisasi pemuda berkembanglah semacam kesadaran sosial, kecakapan-kecakapan di dalam pergaulan dengan sesama kawan (social skill) dan sikap yang tepat di dalam membina hubungan dengan sesama manusia (social attitude).

f. Pentingnya Pendidikan dalam Perspektif Islam

Menurut Shaifudin (2014: 201), secara umum arti dari pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1) Pengertian secara sempit yang menspesifikasikan pendidikan hanya untuk anak dan hanya dilakukan oleh lembaga atau institusi khusus dalam kerangka mengantarkan kepada kedewasaan.

(54)

Dari pernyataan tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan tidak hanya sebatas dengan belajar dengan sesama manusia dan melalui lembaga. Akan tetapi lebih luas dari itu, pendidikan juga bisa diperoleh melalui interaksi dengan lingkungan alam.

Dalam perspektif Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis, pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia, terutama kita sebagai umat Islam. Bahkan, belajar merupakan kewajiban yang harus kita laksanakan. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

ملسم لك ىلع ةضيرف ملعلا بلط

Artinya: “Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap Muslim” (H.R. Ibnu Majah, No. 224).

Pendidikan diperlukan manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan sebagai bekal untuk hidupnya. Ilmu pengetahuan juga sangat berguna untuk mendapatkan derajat kemuliaan dalam hidup. Sebagaimana dalam firman Allah SWT:

...

تََٰجَرَد َملِعلٱ ْاوُتوُأ َنيِذَّلٱَو مُكنِم ْاوُنَماَء َنيِذَّلٱ ُهَّللٱ ِعَفرَي

...

Artinya: “... Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat ...” (Q.S. Al-Mujadilah: 11).

(55)

kepada-Nya. Dengan kata lain, agar manusia menjadi hamba yang taat pada perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Sebagaimana dalam firman-Nya: supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (Q.S. Ad-Dzariyat: 56).

Kedua, Allah SWT. menciptakan manusia dengan tujuan agar manusia menjadi khalifah di bumi. Dengan kata lain, agar manusia dapat memimpin keberlangsungan proses kehidupan di bumi ini, baik itu dalam hal interaksinya dengan sesama manusia maupun dengan alam. Sebagaimana dalam firman-Nya:

Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi"... (Q.S. Al-Baqarah: 30).

Oleh karena itu, seluruh aktifitas kependidikan dalam perspektif Islam, baik pendidikan yang dilakukan dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat, kesemuannya harus diarahkan kepada tercapaianya tujuan tersebut, yaitu manusia yang mampu berperan sebagai khalifah Allah di bumi dan menjadi hamba-Nya (Musyaddad, 2012: 41-42).

(56)

Allah), hablun min an-nas (hubungan dengan manusia) dan hablun min al-‘alam (hubungan dengan alam).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa Islam tidak hanya memerintahkan umatnya untuk belajar ilmu agama saja. Karena manusia diciptakan untuk melaksanakan dua tugas utama, yaitu menjadi hamba Allah SWT. dan menjadi khalifah di bumi. Pendidikan agama sangat penting untuk dipelajari sebagai bekal untuk menjadi hamba Allah SWT. Demikian pula, pendidikan umum seperti ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, ilmu ekonomi, ilmu kedokteran, matematika, fisika dan sebagainya juga penting untuk dipelajari sebagai bekal untuk menjadi khalifah yang mampu membawa kemaslahatan bagi sesama makhluk-Nya di bumi.

2. Masyarakat Pengrajin Ukir

a. Pengertian Masyarakat Pengrajin Ukir

(57)

identitas, tradisi, kebiasaan, sikap dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan.

Ahmadi (dalam Salma, 2016: 34) menyatakan bahwa masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, adat istiadat yang diaati bersama dalam lingkungan tersebut. Tatanan kehidupan dan norma-norma yang mereka miliki itulah menjadi dasar kehidupan sosial dalam lingkungan mereka, sehingga dapat membentuk suatu kelompok manusia yang memiliki ciri-ciri kehidupan yang khas. Dalam lingkungan itu, antara kakek dan cucu, antara sesama kaum laki-laki dan kaum wanita, larut dalam suatu kehidupan yang teratur dan terpadu dalam suatu kelompok manusia yang disebut masyarakat. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa masyarakat merupakan sekelompok manusia yang hidup bersama dan bercampur dalam waktu yang cukup lama dalam suatu lingkungan tertentu, memiliki adat istiadat yang dilestarikan, serta memiliki tatanan kehidupan dan norma-norma yang ditaati bersama.

(58)

bahwa pengrajin ukir adalah orang atau pengusaha yang menjalankan bisnis, perdagangan, atau jual beli dalam sektor kerajinan ukir.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat pengrajin ukir adalah sekelompok manusia yang berada dalam suatu wilayah tertentu yang saling berhubungan dan mempunyai pengalaman hidup bersama dalam waktu yang cukup lama, dimana mereka menjadikan kayu sebagai alat produksi utama untuk membuat kerajinan ukir dan menjadikannya sebagai mata pencaharian bagi masyarakat tersebut. Masyarakat pengrajin ukir yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat pengrajin ukir di Desa Mulyoharjo, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara yang merupakan sentra kerajinan ukir di Kabupaten Jepara.

b. Kondisi Sosial-Ekonomi dan Persepsi Masyarakat terhadap Pendidikan

Kondisi sosial-ekonomi masyarakat berpengaruh terhadap pendidikan. Dalam hal pendidikan anak, orang tua memiliki peran yang penting, karena umumnya tingkat pendidikan anak berkaitan erat dengan tingkat pendapatan atau kondisi ekonomi orang tua dan persepsi orang tua terhadap pendidikan (Basrowi & Siti, 2010: 66).

(59)

sistem sosial dan budaya yang dianut dalam masyarakat mengakibatkan terjadinya pengaruh yang signifikan terhadap nilai-nilai budaya tersebut dalam penyelenggaraan pendidikan secara nasional (Syamsidar, 2015: 104). Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa tinggi rendahnya tingkat pendidikan masyarakat berhubungan dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat tersebut.

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan bagi manusia. Sebagaimana dikemukakan oleh Hamdani (2011: 21), bahwa pendidikan adalah sebuah sistem yang terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara aktif sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

(60)

menghadapi lingkungan. Berdasarkan karakteristik manusia yang seperti itu, maka dapat dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang memerlukan pendidikan (Rasimin, 2014: 61).

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan menjadi kebutuhan bagi manusia. Meskipun demikian, makna pendidikan bagi masyarakat atau dengan kata lain pandangan atau persepsi masyarakat terhadap pendidikan tentunya berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain.

Persepsi dapat diartikan sebagai pandangan, pemahaman, atau pemaknaan seseorang terhadap suatu hal. Sebagaimana dikemukakan oleh Suwarno (dalam Siregar, 2013: 12) bahwa persepsi adalah suatu proses tentang petunjuk-petunjuk, inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang relevan diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur dan bermakna pada situasi tertentu.

(61)

wajar apabila persepsi antara satu orang dengan yang lain akan berbeda-beda terhadap suatu hal yang sama.

Walgito (dalam Siregar, 2013: 13) mengemukakan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu:

1) Keadaan individu sebagai perseptor, yang merupakan faktor dari dalam individu itu sendiri, seperti pikiran, perasaan, sudut pandang, pengalaman masa lalu, daya tangkap, taraf kecerdasan, serta harapan dan dugaan perseptor.

2) Keadaan objek yang dipersepsi, yaitu karakteristik-karakteristik yang ditampilkan oleh objek, baik bersifat psikis, fisik, ataupun suasana.

Perbedaan persepsi antara seseorang dengan orang lain dalam masyarakat terhadap pendidikan juga dipengaruhi oleh latar belakang sosial dari masing-masing orang, atau dengan kata lain stratifikasi sosial di masyarakat tersebut. Menurut Idi (2013: 178), stratifikasi sosial adalah sebuah konsep yang menunjukkan adanya perbedaan dan/atau pengelompokan suatu kelompok sosial (komunitas) secara bertingkat, misalnya dalam komunitas tersebut terdapat strata sosial rendah, strata sosial menengah dan strata sosial tinggi.

(62)

diarahkan segera lepas dari tanggungjawab, produktivitas rendah, taat, tahan penderitaan, masukan ke sekolah kurang bermutu/syaratnya ringan.

2) Strata sosial menengah, bercirikan: penghasilan melebihi keperluan hidup, biasa menabung, terpelajar, pendidikan sebagai alat kemajuan, mengandrungi masa depan lebih baik, menyekolahkan anak dalam waktu yang panjang dan sekolah bermutu tinggi. 3) Strata sosial atas, meliputi keluarga lapisan atas, dengan ciri-ciri:

kehidupan ekonomi sangat baik, kaya raya, berwibawa, tidak khawatir kehidupan ekonomi di kemudian hari, mempertahankan status dan pendidikan formal tidak dipandang sebagai alat mencapai kemajuan.

(63)

antara satu orang dengan yang lain menurut latar belakang sosial masing-masing.

B. Penelitian yang Relevan

Diantara penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Nurul Salma dalam skripsinya yang berjudul “Makna Pendidikan Anak bagi Masyarakat Petani di Desa Munggu, Kecamatan Petahanan, Kabupaten Kebumen”. Penelitian ini

(64)

2. Penelitian yang dilakukan oleh Makhsus dalam skripsinya yang berjudul “Persepsi Masyarakat tentang Pentingnya Pendidikan Formal 12 Tahun

(Studi Kasus Kampung Pejamuran, Desa Pasilian, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang)”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian

deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan persepsi masyarakat Kampung Pejamuran tentang pentingnya pendidikan formal 12 tahun. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat persepsi negatif 52,5% dan persepsi positif 47,5% yang berkembang di dalam persepsi dan pola pikir masyarakat Kampung Pejamuran tentang pentingnya pendidikan formal 12 tahun.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Kadriani & La Harudu dalam jurnalnya yang berjudul “Persepsi Masyarakat Nelayan tentang Pentingnya Pendidikan Formal di Desa Jawi-Jawi, Kecamatan Bungku Selatan, Kabupaten Morowali”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian

(65)

Adapun penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Hal ini dibuktikan dengan perbedaan fokus penelitian penulis dengan fokus penelitian sebelumnya, baik dari segi tempat, subjek, objek dan waktu penelitian. Selain itu, terutama berkaitan dengan hubungan antara keadaan ekonomi dengan tingkat pendidikan yang diteliti juga berbeda. Umumnya, tingkat pendidikan masyarakat bergantung dengan keadaan ekonomi masyarakat tersebut. Apabila keadaan ekonomi masyarakat dikategorikan tinggi (kelas menengah ke atas), maka tingkat pendidikannya juga tinggi (sampai jenjang pendidikan tinggi). Begitu juga sebaliknya, apabila keadaan ekonomi masyarakat dikategorikan rendah (kelas menengah ke bawah), maka tingkat pendidikannya juga rendah (hanya pada jenjang pendidikan dasar).

(66)

tetapi, pada kenyataannya banyak anak-anak dari masyarakat pengrajin ukir yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi.

C. Kerangka Berpikir

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1). Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan, karena dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan potensi yang dimiliki untuk menjadi insan yang berkualitas dan pada akhirnya ia dapat membawa dampak yang baik bagi dirinya pribadi maupun masyarakat, bangsa dan negaranya.

Dalam penelitian ini, peneliti berfokus untuk menganalisis makna pendidikan bagi masyarakat pengrajin ukir di Desa Mulyoharjo, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara. Sebagaimana telah diketahui secara umum bahwa Jepara mendapat julukan “Jepara Kota Ukir”, serta berdasarkan pra observasi

(67)

anak-anak mereka, bahkan hingga jenjang pendidikan tinggi. Akan tetapi, masih banyak anak-anak masyarakat pengrajin ukir di Desa Mulyoharjo yang tidak menempuh pendidikan tinggi.

Oleh sebab itu, peneliti ingin melakukan pengkajian secara lebih mendalam terkait makna pendidikan bagi masyarakat pengrajn ukir di Desa Mulyoharjo, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara. Untuk menganalisis perspektif masyarakat pengrajin ukir dalam memaknai pendidikan dilakukan melalui penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi.

D. Pertanyaan Penelitian

Adapun pertanyaan-pertanyaan pokok yang ingin dijawab oleh peneliti melalui kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi sosial-ekonomi masyarakat Desa Mulyoharjo? 2. Bagaimana peran orang tua dalam pendidikan anak di Desa Mulyoharjo? 3. Apa makna pendidikan bagi masyarakat pengrajin ukir di Desa

(68)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Sukandarrumidi (2004: 104), penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu gejala atau suatu masyarakat tertentu. Kasiram (2010: 53) menyatakan bahwa model desain penelitian deskriptif ini digunakan jika peneliti ingin menjawab permasalahan tentang fenomena yang ada.

Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan sebagainya secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2008: 6). Metode ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan, yaitu untuk memperoleh pemahaman dan menafsirkan arti dari peristiwa-peristiwa yang sebenarnya mengenai makna pendidikan bagi masyarakat pengrajin ukir di Desa Mulyoharjo, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara.

(69)

menjadi fokus penelitian, kemudian ditarik suatu kesimpulan berupa pemahaman umum tentang kenyataan-kenyataan tersebut. Dengan digunakannya pendekatan penelitian tersebut, maka dapat dilakukan kegiatan penelitian yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, sehingga dapat mengungkap fakta sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada mengenai makna pendidikan bagi masyarakat pengrajin ukir di Desa Mulyoharjo, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara.

B. Setting Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Mulyoharjo, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara pada bulan Agustus tahun 2018. Peneliti memilih Desa Mulyoharjo sebagai tempat penelitian ini karena desa tersebut merupakan salah satu desa di Jepara yang terkenal dengan sebutan “Jepara

Kota Ukir”. Selain itu, desa tersebut merupakan sentra kerajinan ukir di

Jepara, sehingga mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai pengrajin ukir. Serta tingkat pendidikan masyarakat di desa tersebut masih tergolong rendah, hal ini terbukti dengan masih banyaknya anak-anak usia sekolah yang tidak menempuh pendidikan, terutama pada jenjang pendidikan tinggi. Oleh sebab itulah, peneliti memilih tempat penelitian tersebut untuk mendeskripsikan tentang bagaimana makna pendidikan bagi masyarakat pengrajin ukir di Desa Mulyoharjo, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara. C. Subjek Penelitian

(70)

88), subjek penelitian adalah benda, hal, atau orang yang menjadi tempat data untuk variabel penelitian melekat dan yang dipermasalahkan. Subjek penelitian dalam penelitian ini diambil melalui teknik purposive sampling. Yang dimaksud dengan purposive sampling atau sampling bertujuan adalah teknik sampling yang digunakan oleh peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya (Arikunto, 2016: 97).

Penentuan subjek penelitian atau informan dengan teknik purposive sampling dinyatakan cocok dengan penelitian ini, yaitu pengambilan sampel berdasarkan atas tujuan dalam mengungkap permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah para orang tua dan kepala desa di Desa Mulyoharjo, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara. Adapun kriteria subjek penelitian orang tua yaitu orang tua yang bermata pencaharian sebagai pengrajin ukir dan memiliki anak usia sekolah (usia 7-19 tahun) yang tidak bersekolah. Sedangkan objek penelitian dalam penelitian ini adalah makna pendidikan bagi masyarakat pengrajin ukir di Desa Mulyoharjo, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara, atau dengan kata lain bagaimana masyarakat pengrajin ukir di Desa Mulyoharjo memaknai pendidikan.

D. Sumber Data

(71)

ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Penelitian ini menggunakan dua sumber data untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data.

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2016: 308). Sumber data primer merupakan data yang diambil langsung oleh peneliti kepada sumbernya tanpa ada perantara dengan cara menggali sumber data secara langsung melalui responden. Sumber data primer dalam penelitian ini yaitu masyarakat (orang tua) di Desa Mulyoharjo, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara yang bermata pencaharian sebagai pengrajin ukir dan mempunyai anak usia sekolah (usia 7-19 tahun) yang tidak bersekolah. b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya melalui orang lain atau melalui dokumen (Sugiyono, 2016: 308). Sumber data sekunder digunakan sebagai data tambahan dan penguatan terhadap penelitian. Sumber data sekunder dalam penelitian yaitu referensi-referensi dari kajian kepustakaan dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kegiatan penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

(72)

dokumentasi untuk menghimpun data kata atau gambar (Indrawan & Poppy, 2016: 133). Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan suatu objek dengan sistematika fenomena yang diselidiki. Observasi dapat dilakukan sesaat atau mungkin dapat diulang (Sukandarrumidi, 2004: 69). Dalam penelitian ini, teknik atau metode observasi digunakan untuk mengetahui gambaran awal dan mengamati secara langsung tentang hal-hal yang berkaitan dengan makna pendidikan bagi masyarakat pengrajin ukir di Desa Mulyoharjo, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara, termasuk interaksi masyarakat dan kegiatannya dalam kehidupan seharai-hari.

2. Wawancara

Gambar

Tabel 1. Wilayah Desa Mulyoharjo.
Tabel 3. Data Aset Rumah di Desa Mulyoharjo.
Tabel 4. Data Penganut Agama di Desa Mulyoharjo.
Tabel 6. Data Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Mulyoharjo.

Referensi

Dokumen terkait

Namun cuti kerja yang penulis maksudkan dalam penelitian ini, adalah kegiatan yang dilakukan anggota Auto Community terkhususnya anggota Totoya Kijang Club

Tulisan ini berbeda dengan penelitian-penelitian tersebut karena bukan dimaksudkan membahas penerapan unsur-unsur dalam tindak pidana perdagangan orang dalam kedua

Sumber-sumber pendapatan Kota Bandung yang terkait dengan sektor transportasi darat adalah: pajak parkir; retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum; retribusi

(attention) konsumen terhadap barang atau jasa meskipun ikon tersebut tidak sejalan dengan bahasa Indonesia, b) penggunaan bahasa yang beda dengan menggunakan

Faktor-faktor Pendukung ( enabiling factors ), yaitu faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan factor

Dengan perpaduan semua bagian dari logo ini, mampu memberikan pesona baru yang sesuai visi dan misi Esther House of Beauty yaitu klinik kecantikan terbaik

Daftar Primer adalah data yang bersumber dari lapangan penelitian yaitu hasil wawancara dengan masyarakat Islam di Kabupaten Lombok Barat Propinsi Nusa Tenggara

 Kelemahan hati yang menyebabkan rapuhnya hubungan individu itu dengan Allah SWT menyebabkan kehidupannya menjadi sempit, seolah-olah tiada jalan keluar dari setiap