• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aep Saepulloh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Aep Saepulloh"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PESERTA DIDIK ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODEL

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DENGAN TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION

(Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas VIII MTsN Sukamanah Tasikmalaya)

Aep Saepulloh

e-mail : aepsaepulloh1992@gmail.com Program Studi Pendidikan Matematika

Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Siliwangi Jl. Siliwangi No. 24 Kota Tasikmalaya

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik antara yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe Student Team Achievement Division, serta mengetahui sikap peserta didik. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VIII MTsN Sukamanah Tasikmalaya. Melalui teknik sampel random menurut kelas, terpilih sebagai sampel yaitu kelas VIII-1 sebagai kelas eksperimen pertama yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan 44 orang peserta didik dan kelas VIII-2 sebagai kelas eksperimen kedua yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division dengan 46 orang peserta didik. Instrumen yang digunakan adalah soal kemampuan pemecahan masalah matematik dan angket untuk mengetahui sikap peserta didik.

Dari hasil pengolahan dan analisis data dengan nilai 𝛼 = 1% diperoleh thitung = 2,60 dan t0,99(88) = 2,37. Karena thitung lebih besar dari t0,99(88), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Maka kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih baik dari pada peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division. Serta sikap peserta didik terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dantipe Student Team Achievement Division menunjukan sikap positif. Kata Kunci : Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik. Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Jigsaw. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division. Sikap Peserta Didik

ABSTRACT

The aims of this research is to know compare mathematical problem solving ability of students between whose use cooperative learning model type Jigsaw and cooperative learning model type Student Team Achievement Division, and to know student’s attitude. Research method is used experimental methods. The population in this research is all students of class VIII of MTsN Sukamanah Tasikmalaya. Sample selection used random techniques according to class, and selected students of class VIII-1 with 44

(2)

2

students as experimental I are used cooperative learning model type Jigsaw. And students of class VIII-2 with 46 students as experimental II are used cooperative learning model type Student Team Achievement Division. Research’s instrument used mathematical problem solving ability test and attitudes questionnaires students.

From the processing and analyisis of data, with 𝛼 = 1 % obtained thitung = 2,60 dan t0,99(88) = 2,37. Because thitung is bigger than t0,99(88), so H0 rejected and H1 accepted. Then mathematical problem solving ability of students whose used cooperative learning model type Jigsaw is better than using cooperative learning model type Student Team Achievement Division. And student’s attitude to use cooperative learning model type Jigsaw and cooperative learning model type Student Team Achievement Division showed a positive attitude.

Keywords : Mathematical Problem Solving Ability Student. Cooperative Learning Model Type Jigsaw. Cooperative Learning Model Type Student Team Achievement Division. Student’s attitude.

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan setiap negara. Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap negara di dunia, termasuk Indonesia. Kita mengetahui bahwa maju atau tidaknya suatu negara dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam kehidupan dan kehadirannya sangat terkait erat dengan dunia pendidikan adalah matematika. Matematika merupakan pondasi yang melandasi ilmu pengetahuan, mulai dari tingkatan sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi. Mengingat begitu pentingnya pendidikan matematika, kita sebagai orang yang terlibat di dalamnya perlu melakukan usaha-usaha untuk bisa meningkatkan keberhasilan peserta didik dalam pembelajaran matematika.

Proses pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan dasar matematik yang harus dikuasai siswa sekolah menengah. Pentingnya pemilikan kemampuan tersebut tercermin dari pernyataan Branca (Sumarmo, Utari, 2014 : 445) bahwa pemecahan masalah matematik merupakan salah satu tujuan penting dalam pembelajaran matematika bahkan proses pemecahan masalah matematik merupakan jantungnya matematika. Kemampuan pemecahan masalah matematik merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran matematika karena dapat membangkitkan peserta didik untuk merespon

(3)

3

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, peserta didik menjadi terampil dalam memilih dan mengidentifikasi kondisi dan konsep yang relevan, merumuskan rencana penyelesaian dan mengorganisasikan keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya.

Saat ini dalam pembelajaran matematika di sekolah masih banyak peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah matematik. Hal ini diperkuat dengan hasil peneleitian Riswanti, Yesi (2012) di MTsN Sukamanah Tasikmalaya pada tes kemampuan pemecahan masalah matematik dengan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) sebesar 65 (Skor 40), hasil penelitiannya menunjukan pada kelas eksperimen peserta didik yang mencapai KKM yaitu sebanyak 25,71% atau 9 peserta didik, sedangkan peserta didik yang tidak mencapai KKM yaitu sebanyak 74,29% atau 26 peserta didik. Pada kelas kontrol peserta didik yang mencapai KKM yaitu sebanyak 12,12% atau 4 peserta didik, sedangkan peserta didik yang tidak mencapai KKM yaitu sebanyak 87,88% atau 29 peserta didik. Dari hasil penelitian tersebut dapat dikatan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik masih rendah.

Berdasarkan fakta tersebut diperlukan upaya guru dalam memilih model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas peserta didik, karena akan mempengaruhi minat peserta didik untuk memecahkan masalah matematik. Salah satu upaya guru agar peserta didik aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Trianto (2007:41) mengemukakan “Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya”. Diantara sekian banyak model pembelajaran kooperatif yang berkembang pada saat ini, model pembelajaran yang dapat digunakan sebagai solusi untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe Student Team Achivment Division. Kedua tipe model pembelajaran kooperatif ini dipilih untuk mengetahui perbandingan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik.

Faktor lain yang mempengaruhi proses pembelajaran dan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik adalah sikap. Slameto (2013 : 188) mengemukakan “sikap merupakan sesuatu yang dipelajari dan sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan.” Penggunaan model pembelajaran kooperatif dapat menumbuhkan sikap positif peserta

(4)

4

didik. Hal ini dikarenakan model pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan rasa sosial siswa, seperti bekerja dalam kelompok kecil, aktif dalam mengemukakan pendapat, serta saling menghargai pendapat yang dikemukakan siswa yang lain.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini bertujuan untuk : Mengetahui manakah yang lebih baik kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik antara yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengantipe Student Team Achievement Division, mengetahui sikap peserta didik terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, mengetahui sikap peserta didik terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division.

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil. Seperti diungkapakan oleh Lie, Anita (Rusman, 2012:218) “pembelajaran kooperatif model Jigsaw ini merupakan model belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama saling ketergantungan positif dan bertangggungjawab secara mandiri”.

Kegiatan belajar kooperatif tipe Jigsaw diungkapkan oleh Slavin, Robert E. (2009 : 241) meliputi aktivitas-aktivitas sebagai berikut:

a. Membaca, para siswa menerima topik ahli dan membaca materi yang diminta untuk menemukan informasi.

b. Diskusi kelompok ahli, para siswa dengan keahlian yang sama bertemu untuk mendiskusikannya dalam kelompok-kelompok ahli.

c. Laporan tim, para ahli kembali ke dalam kelompok mereka masing-masing untuk mengajari topik-topik mereka kepada teman satu timnya.

d. Tes, para siswa mengerjakan kuis-kuis individual yang mencakup semua topik

e. Rekognisi tim.

Student Team Achievement Division merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil secara heterogen. Menurut Slavin (Isjoni, 2013:51) “Student Team Achievement Division merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal”.

(5)

5

. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division didasarkan pada langkah-langkah kooperatif yang terdiri atas enam langkah atau fase. Fase-fase dalam pembelajaran ini seperti tersjikan dalam Tabel berikut.

Tabel 1

Fase-Fase Student Team Achievement Division

Fase Kegiatan Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Fase 2

Menyajikan/menyampa ikan informasi

Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan

Fase 3

Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar

Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Fase 5 Evaluasi

Mengevaluasi hasil belajaar tentang materi yang telah diajarkan atau masing-masing kelompok mempresentasikan Fase 6

Memberikan penghargaan

Mencari cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

Sumber : Ibrahim (Trianto, 2007: 54)

Kemampuan pemecahan masalah matematik merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik. Garofalo dan Lester (Suryadi, Didi dan Tatang Herman, 2008:68) mengemukakan “Pemecahan masalah mencakup proses berfikir tingkat tinggi seperti proses visualisasi, asosiasi, abstraksi, manipulasi, penalaran, analisis, sintesis dan generalisasi yang masing-masing perlu dikelola secara terkoordinasi”. Sementara itu menurut Wardani, Sri (2002:12) “Pemecahan masalah berupa soal tidak rutin atau soal cerita yaitu soal yang untuk sampai pada prosedur yang benar diperlukan pemikiran yang mendalam”. Sebuah soal pemecahan masalah biasanya memuat suatu situasi yang dapat mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak secara langsung tahu caranya.

Dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah peserta didik melakukan langkah-langkah sesuai yang diungkapkan oleh Polya (Sumarmo, Utari, 2013:446) sebagai berikut:

(6)

6

a. Kegiatan memahami masalah. Kegiatan ini dapat diidentifikasi melalui beberapa pertanyaan: a) apa yang tidak diketahui dan atau apa yang ditanyakan? ; b) Data apa yang tersedia?; c) Bagaimana kondisi soal? Mungkinkah kondisi dinyatakan dalam bentuk persamaan atau hubungan lainnya? Apakah kondisi yang ditanyakan cukup untuk mencari yang ditanyakan? Apakah kondisi itu tidak cukup atau kondisi itu berlebihan atau kondisi itu saling bertentangan?

b. Kegiatan merencanakan atau merancanag strategi pemecahan masalah. Kegiatan ini dapat diidentifikasi melalui beberapa pertanyaan : a) pernahkah ada soal serupa sebelumnya b) atau pernahkah ada soal serupa atau mirip dalam bentuk lain? c) teori mana yang dapat digunakan dalam masalah ini? d) pernahkah ada pertanyaan yang sama atau serupa? Dapatkah pengalaman dan atau cara lama digunakan untuk masalah baru yang sekarang? Dapatkah metode yang lama digunakan untuk masalah yang baru? Apakah harus dicari unsur lain? Kembaliliah kepada definisi; e) andaikan masalah baru belum dapat diselesaikan, coba pikirkan soal serupa dan selesaikan

c. Kegiatan melaksanakan perhitungan. Kegiatan ini meliputi : a) laksanakan rencana strategi pemecahan masalah pada butir 2), dan periksalah tiap langkahnya. Periksalah bahwa apakah tiap langkah perhitungan sudah benar. Bagaimana membuktikan atau memeriksa bahwa langkah yang dipilih sudah benar?

d. Kegiatan memeriksa kembali kebenaran hasil atau evaluasi. Kegiatan ini diidentifikasi dengan: a) Bagaiman cara memeriksa kebenaran hasil yang diperoleh? Dapatkah diajukan sanggahannya? Dapatkah solusi itu dicari dengan cara lain. Dapatkah hasil atau cara itu digunakan untuk masalah lain? Sikap merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran dan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar yang akan diperoleh peserta didik. Pada umumnya rumusan-rumusan mengenai sikap mempunyai persamaan unsur, yaitu adanya kesediaan merespon terhadap suatu situasi. Menurut Slameto (2010:188) “Faktor yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik adalah sikap. Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari, dan sikap menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan”. Menurut Triandis (Slameto, 2010:188) “Sikap mengandung tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen tingkah laku”.

Penelitian relevan yang mendukung penelitian ini yaitu:

Irpansyah, Ade (2009) melaporkan penelitiannya dengan judul “Perbandingan Hasil Belajar Matematik antara yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Tipe Student Team Achievement Division” . Hasil penelitiannya menyatakan bahwa hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih baik dari pada yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division.

(7)

7

Manurung, Juli Hermanto (2014) melaporkan penelitiannya dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatakan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Pada Materi Geometri di Kelas VIII SMP Negeri 4 Pagaran Siborong T.A 2013/2014”. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat menigkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi geometri.

Harahap, Sri Rahma Yani (2014) melaporkan penelitiannya dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatakan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMP PAB Helvetia Medan T.A 2013/2014 ”. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa terjadi peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII-6 SMP PAB 2 Helvetia T.A 2013/2014.

METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini digunakan metode eksperimen karena menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe Student Team Achievement Division kemudian dilihat perbandingannya terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Metode eksperimen digunakan karena peneliti langsung mengadakan kegiatan belajar mengajar dengan mengujicobakan model pembelajaran yang terpilih.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VIII MTsN Sukamanah Kabupaten Tasikmalaya Tahun pelajaran 2014/2015 yang terdiri dari 10 kelas dengan jumlah peserta didik 454 orang. Sampel pada penelitian ini diambil dua kelas secara acak dari seluruh populasi. Satu kelas sebagai kelas eksperimen pertama yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yaitu kelas VIII-1 sebanyak 44 peserta didikdan satu kelas eksperimen kedua yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division yaitu kelas VIII-2 sebanyak 46 peserta didik.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan mengadakan tes kemampuan pemecahan masalah matematik dan penyebaran angket. Tujuannya untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada materi Bangun Ruang Sisi Datar dengan bentuk soal berupa uraian dengan Skor

(8)

8

Maksimal ideal 40. Selain itu, untuk memperoleh data tentang sikap peserta didik dilakukan pengisian angket.

Setelah data dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah mengolah semua data baik dari penyebaran angket dan data tes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Analisis data hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik dengan menghitung statistik deskriftif, uji persyaratan analisis (uji normalitas dan uji homogenitas varians) dan selanjutnya uji hipotesis menggunakan uji perbedaan dua rata-rata.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data kelas Eksperimen I diperoleh dari skor akhir tes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Pada kelas Eksperimen I nilai akhir tes pemecahan masalah matematik peserta didik diklasifikasikan kedalam interval penilaian skala lima dengan interval modifikasi menurut Ar, Erman S (2003:201)yang disajikan pada Tabel berikut.

Tabel 2

Kriteria Skor Akhir Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik Kelas Eksperimen I

Interval Frekuensi Kriteria Frekuensi

Relatif (%)

36 - 40 9 Istimewa, Sangat Baik 20,45%

30 - 35 12 Baik 27,27%

22 - 29 14 Sedang, cukup 31,82%

16 - 21 7 Kurang 15,91%

0 - 15 2 Jelek, Buruk, Tidak lulus 4,55%

Jumlah 44 100%

Dari Tabel kriteria skor akhir kemampuan pemcahan masalah matematik peserta didik dapat dilihat bahwa peserta didik yang mendapat nilai tertinggi pada kriteria Sangat Baik sebanyak 9 orang, kriteria Baik sebanyak 12 orang, kriteria Sedang sebanyak 14 orang, kriteria Kurang sebanyak 7 orang sedangkan nilai terendah berada pada kriteria Jelek sebanyak 2 orang.

Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) pada mata pelajaran matematika yang ditetapkan oleh MTsN Sukamanah Tasikmalaya adalah 73. Dari hasil peneliltian untuk kelas eksperimen I diperoleh perserta didik yang mencapai KKM sebanyak 21 orang. Untuk lebih jelasnya tersaji pada tabel berikut.

(9)

9 Tabel 3

Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) Peserta Didik Kelas Eksperimen I Skor Tes Kemampuan

Pemecahan Masalah

Kelas Eksperimen I

Keterangan Banyak Peserta Didik F (%)

≥ KKM 21 47,73% Tuntas

< KKM 23 52,27% Tidak tuntas

Jumlah 44 100%

Berdasarkan tabel dari 44 peserta didik, jumlah peserta didik yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yaitu sebanyak 21 orang dengan persentase 47,73%, dan jumlah peserta didik yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) adalah sebanyak 23 orang dengan persentase 52,27%.

Data kelas Eksperimen II diperoleh dari skor akhir tes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division. Pada kelas Eksperimen II nilai akhir tes pemecahan masalah matematik peserta didik diklasifikasikan kedalam interval penilaian skala lima dengan interval modifikasi menurut Ar, Erman S (2003:201)yang disajikan pada Tabel berikut.

Tabel 4

Kriteria Skor Akhir Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik Kelas Eksperimen II

Interval Frekuensi Kriteria Frekuensi

Relatif (%)

36 - 40 4 Istimewa, Sangat Baik 8,7%

30 - 35 13 Baik 28,26%

22 - 29 10 Sedang, cukup 21,74%

16 - 21 11 Kurang 23,91%

0 - 15 8 Jelek, Buruk, Tidak lulus 17,39%

Jumlah 46 100%

Dari Tabel kriteria skor akhir kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dapat dilihat bahwa peserta didik yang mendapat nilai tertinggi pada kriteria Sangat Baik sebanyak 4 orang, kriteria Baik sebanyak 13 orang, kriteria Sedang sebanyak 10 orang, kriteria Kurang sebanyak 11 orang sedangkan nilai terendah berada pada kriteria Jelek sebanyak 8 orang.

Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) pada mata pelajaran matematika yang ditetapkan oleh MTsN Sukamanah Tasikmalaya adalah 73. Dari hasil peneliltian untuk

(10)

10

kelas eksperimen I diperoleh perserta didik yang mencapai KKM sebanyak 17 orang. Untuk lebih jelasnya tersaji pada table berikut.

Tabel 5

Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) Peserta Didik Kelas Eksperimen II Skor Tes Kemampuan

Pemecahan Masalah

Kelas Eksperimen I

Keterangan Banyak Peserta Didik F (%)

≥ KKM 17 36,96% Tuntas

< KKM 29 63,04% Tidak tuntas

Jumlah 46 100%

Berdasarkan tabel dari 44 peserta didik, jumlah peserta didik yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yaitu sebanyak 17 orang dengan persentase 36,96%, dan jumlah peserta didik yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) adalah sebanyak 29 orang dengan persentase 63,04%.

Berikut peneliti sajikan diagram pencapaian Kriteria Ketuntasan Minimum peserta didik dari hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik kelas Eksperimen I yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan kelas Eksperimen II yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division disajikan pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1

Perbandingan Pencapaian Kriteria Ketuntasan Minimum Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II

Berdasarkan gambar 1 terlihat dari persentase peserta didik yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum bahwa kelas eksperimen I yang menggunakan model pembelajaran koopertif tipe Jigsaw lebih besar dibandingkan kelas eksperimen II yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division.

47.73% 52.27% 36.96% 63.04% 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00%

Tuntas Tidak Tuntas

P er sen tase Eksperimen I Eksperimen II

(11)

11

Ukuran data statistik diperoleh dari hasil analisis data. Sedangkan untuk ukuran banyaknya data diperoleh dari banyaknya peserta didik pada kelas Eksperimen I dan kelas Eksperimen II. Ukuran statistik data kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik kelas Eksperimen I dan kelas Eksperimen II disajikan pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6

Daftar Ukuran Statistik Deskriptif

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik Ukuran Statistik Kelompok

Eksperimen I Kelompok Eksperimen II Banyaknya Data (n) 44 46 Skor Terbesar (db) 40 40 Skor Terkecil (dk) 11 8 Rata-rata ( x ) 28,3 23,72 Standar Deviasi (n – 1) 7,81 8,84 Median (me) 28,7 23,65 Modus (mo) 28,83 22,23

Uji persyaratan analisis berkaitan dengan syarat-syarat dalam pengujian hipotesis. Uji normalitas distribusi kelas eksperimen I menghasilkan 𝑥2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 3,31 dan 𝑥2𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟

= 11,3 dengan 𝛼 = 1%. 𝑥2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑥2𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟, maka 𝐻0 diterima dan 𝐻1 ditolak. Artinya distribusi sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji normalitas distribusi kelas eksperimen II menghasilkan 𝑥2

ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 4,95 dan 𝑥2𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 = 11,3 dengan

𝛼 = 1%. 𝑥2

ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑥2𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟, maka 𝐻0 diterima dan 𝐻1 ditolak. Artinya distribusi sampel

berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Uji Homogenitas varians diperoleh 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔= 1,28. Dengan 𝑑𝑏1 = 43 dan 𝑑𝑏2 = 45 dengan 𝛼 = 1% diperoleh 𝐹𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 = 2,03 ternyata 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝐹𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 maka 𝐻0 diterima

dan 𝐻1 ditolak. Artinya kedua varians tersebut homogen.

Uji hipotesis menggunakan uji perbedaan dua rata-rata diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 2, 60 dan 𝑡daftar = 2, 37 dengan 𝛼 = 1%. Ternyata thitung> tdaftar maka H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih baik dari pada peserta yang menggunakan model pembelajaran koooperatif tipe Student Team Achievement Division

Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan kegiatan pembelajaran melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada kelas eksperimen I dan

(12)

12

penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division pada kelas eksperimen II.

Pada kelas eksperimen I menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Kegiatan awal yang dilakukan pada kelas eksperimen I adalah mengelompokan peserta didik menjadi 11 kelompok heterogen berdasarkan kemampuan akademik dengan anggota masing-masing 4 peserta didik.

Proses pembelajaran diawali dengan ucapan salam kemudian mengecek kehadiran peserta didik dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran. Penyajian materi dilaksanakan melalui diskusi kelompok, yaitu setiap kelompok diberikan bahan ajar yang harus dipelajari dan mengisi bagian-bagian bahan ajar yang harus diisi. Setelah bahan ajar selesai, perwakilan dari kelompok untuk mepresentasikan bahan ajarnya di depan kelas. Setelah selesai peserta didik diberikan LKPD untuk dikerjakan. Setiap anggota kelompok memperoleh soal yang berbeda, kemudian peserta didik yang mengerjakan soal yang sama bergabung dengan kelompok ahli untuk mengerjakan soal. Setelah seluruh kelompok ahli selesai diskusi, semua anggota kelompok kembali ke kelompok asal untuk menjelaskan hasil diskusinya di kelompok ahli. Perwakilan kelompok dipilih oleh guru untuk mempresentasikan LKPD, sedangkan kelompok yang lain memberi tanggapan terhadap jawaban kelompok yang terpilih. Guru memberikan tes individu yang mencakup materi yang telah dipelajari.

Tahap akhir dari pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah pemberian penghargaan kelompok. Pada pertemuan pertama yang memperoleh tim baik 1 kelompok, tim sangat baik 1 kelompok, dan tim super 1 kelompok. Pada pertemuan kedua yang memperoleh tim baik 2 kelompok, tim sangat baik 4 kelompok, dan tim super 3 kelompok. Pada pertemuan ketiga yang memperoleh tim baik 1 kelompok, tim sangat baik 1 kelompok, dan tim super 6 kelompok. Pada pertemuan keempat yang memperoleh tim baik 1 kelompok, tim sangat baik 1 kelompok, dan tim super 4 kelompok. Pada pertemuan kelima yang memperoleh tim baik 1 kelompok, tim sangat baik 3 kelompok, dan tim super 5 kelompok. Pada pertemuan keenam yang memperoleh tim baik tidak ada, tim sangat baik 5 kelompok, dan tim super 3 kelompok. Pada pertemuan ketujuh yang memperoleh tim baik 1 kelompok, tim sangat baik 1 kelompok, dan tim super 7 kelompok. Pada pertemuan kedelapan yang memperoleh tim baik tidak ada, tim sangat baik 1 kelompok, dan tim super 7 kelompok.

(13)

13

Pada kelas eksperimen II menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Studen Team Achievement Division. Kegiatan awal yang dilakukan pada kelas eksperimen II adalah mengelompokan peserta didik menjadi 11 kelompok heterogen berdasarkan kemampuan akademik, 2 kelompok masing-masing memiliki 5 orang anggota, sedangkan 9 kelompok lainnya masing-masing 4 orang anggota.

Proses pembelajaran diawali dengan ucapan salam kemudian mengecek kehadiran peserta didik dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran. Penyajian materi dilaksanakan melalui diskusi kelompok, yaitu setiap kelompok diberikan bahan ajar yang harus dipelajari dan mengisi bagian-bagian bahan ajar yang harus diisi. Setelah bahan ajar selesai, perwakilan dari kelompok untuk mepresentasikan bahan ajarnya di depan kelas. Setelah selesai peserta didik diberikan LKPD untuk dikerjakan. Peserta didik megerjakan LKPD dan saling berdiskusi untuk menyelesaikan LKPD di kelompok. Setelah selesai mengerjakan LKPD, perwakilan dari kelompok dipilih oleh guru untuk mempresentasikan LKPD, sedangkan kelompok yang lain memberi tanggapan terhadap jawaban kelompok yang terpilih. Guru memberikan tes individu yang mencakup materi yang telah dipelajari.

Tahap akhir dari pembelajaran kooperatif tipe Student team Achievement Division adalah pemberian penghargaan kelompok. Pada pertemuan pertama yang memperoleh tim baik 1 kelompok, tim sangat baik 3 kelompok, dan tim super 2 kelompok. Pada pertemuan kedua yang memperoleh tim baik tidak ada, tim sangat baik 4 kelompok, dan tim super 4 kelompok. Pada pertemuan ketiga yang memperoleh tim baik 1 kelompok, tim sangat baik 4 kelompok, dan tim super 4 kelompok. Pada pertemuan keempat yang memperoleh tim baik 1 kelompok, tim sangat baik 1 kelompok, dan tim super 6 kelompok. Pada pertemuan kelima yang memperoleh tim baik tidak ada, tim sangat baik tidak ada, dan tim super 7 kelompok. Pada pertemuan keenam yang memperoleh tim baik 1 kelompok, tim sangat baik tidak ada, dan tim super 2 kelompok. Pada pertemuan ketujuh yang memperoleh tim baik 1 kelompok, tim sangat baik 1 kelompok, dan tim super 9 kelompok. Pada pertemuan kedelapan yang memperoleh tim baik tidak ada, tim sangat baik 2 kelompok, dan tim super 6 kelompok.

Hasil pengujian hipotesis menyatakan bahwa peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih baik dari pada peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division.

(14)

14

Berdasarkan hasil pengolahan data, rerata (skor akhir) tes pemecahan masalah matematik kelas eksperimen I yaitu 28,3 dan kelas eksperimen II yaitu 23,72. Berdasarkan data tersebut menujukan bahwa rata-rata skor tes peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih baik dari rata-rata skor tes peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tiep Student Team Achievement Division.

Peserta didik yang menggunakan model pembelajaran koopertaif tipe Jigsaw lebih baik, hal ini dikarenakan peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif Jigsaw lebih aktif dan peserta didik memiliki rasa tanggungg jawab yang sama terhadap materi yang dipelajari, serta tidak jenuh dalam proses pembelajaran karena adanya perubahan kelompok dari kelompok asal ke kelompok ahli kemudian kembali lagi ke kelompok asal. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh oleh Lie , Anita (Rusman, 2012:218) yaitu pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran dimana peserta didik bekerja sama saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri. Selain itu sesuai dengan teori Vygotsky yang menekankan pada prinsip kerjasama, saling bertukar pendapat antar peserta didik, memiliki tanggung jawab pada tugasnya dan dapat memberikan solusi dalam mengatasi kesulitan dalam belajar. Sedangkan dalam model pembelajarn kooperatif tipe Student Team Achievement Division tanggung jawab peserta didik pada materi yang didiskusikan tidak terlalu besar, sebagian anggota kelompok ada yang hanya mengandalkan anggota yang lain dalam menyelesaiakan LKPD yang diberikan oleh guru.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 2,60 dan 𝑡𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 = 2,37. Ternyata 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟, maka 𝐻0 ditolak dan 𝐻1 diterima dengan 𝛼 = 1%, artinya kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih baik dari pada peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division.

Untuk melihat angket sikap peserta didik terhadap penggunaan model pembelajaran koopertaif tipe Jigsaw dan tipe Student Team Achievement Division, peneliti menganalisis angket sikap per item, baik itu item positif maupun item negatif. Indikator sikap yang diteiliti yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Aspek kognitif merupakan kepercayaan atau pengetahuan peserta didik, aspek afektif merupakan perasaan senang atau tidak senang peserta didik, dan aspek konatif merupakan dorongan peserta didik untuk berprilaku.

(15)

15

Berdasarkan hasil analisis angket yang berisi 27 pernyataan sikap peserta didik terhadap penggunaan model pembalajaran kooperatif tipe Jigsaw, komponen kognitif mempunyai rata-rata sebesar 4,00. Komponen afektif mempunyai rata-rata sebesar 4,07. Komponen konatif mempunyai rata-rata sebesar 4,02. Sehingga rata-rata secara keseluruhan adalah sebesar 4,03. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata keseluruhanlebih besar dari skor netral yaitu 3,00. Dengan demikian sikap peserta didik positif terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

Sedangkan analisis data sikap peserta didik terhadap penggunaan model pembelajaran koopertaif tipe Student Team Achievemnt Division yang berisi 25 pernyataan sikap peserta didik, komponen kognitif mempunyai rata-rata sebesar 3,88. Komponen afektif mempunyai rata-rata sebesar 3,88. Komponen konatif mempunyai rata-rata sebesar 4,06. Sehingga rata-rata secara keseluruhan adalah sebesar 3,94. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata keseluruhan lebih besar dari skor netral yaitu 3,00. Dengan demikian sikap peserta didik positif terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division.

Berdasarkan hasil analisis menunjukan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe Student Team Achievemnt Division menunjukan sikap yang positif. Hal ini dapat terlihat saat pembelajaran berlangsung, peserta didik tertarik dan antusias dalam memahami materi dengan melakukan diskusi kelompok. Apabila peserta didik mengalami kesulitan mereka berani untuk bertanya baik kepada anggota kelompoknya ataupun kepada guru.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data serta pengujian hipotesis maka penulis dapat memberikan simpulan dari hasil penelitian sebagai berikut:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih baik dari pada peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division.

2. Sikap peserta didik positif terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

(16)

16

3. Sikap peserta didik positif terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division.

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh Peneliti merekomendasikan hal-hal berikut:

1. Bagi kepala sekolah disarankan untuk mensosialisasikan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw maupun tipe Student Team Achievement Division kepada guru-guru khususnya guru mata pelajaran matematika untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. Cara mensosialisaikannya dapat dilaksanakan melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)

2. Bagi guru, khususnya guru mata pelajaran matematika hendaknya melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran yang inovatif, yang dapat memberikan pengalaman belajar bermakna bagi peserta didik sehingga peserta didik merasa senang belajar matematika. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan yaitu pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw maupun tipe Student Team Achievement Division.

3. Bagi peneliti lanjutan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw maupun tipe Student Team Achievement Division dapat dilakukan untuk penelitian terhadap kemampuan-kemampuan lain seperti kemampuan komunikasi matematik, pemahaman atau kemampuan-kemampuan lainnya yang ingin dicapai, pada materi yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Ar, Erman S (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika Untuk Guru dan Mahasiswa Calon Guru Matematika.Bandung : UPI

Harahap, Sri Rahma Yani. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMP PAB 2 Helvatia Medan T.A 2013/2014. [Online]. Tersedia : digilib.unimed.ac.id/penerapan-model-pembelajaran kooperatif-tipe-stad-untuk- meningkatkan-kemampuan-pemecahan-masalah-matematika-siswa-kelas-viii-smp-pab-2-helvatia-medan-ta 20132014-33541.html [25 Januari 2015]

Irpansyah, Ade. (2009). Perbandingan Hasil Belajar Matematik antara yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Tipe Student Team Achievement Division. Tasikmalaya : UNSIL.

(17)

17

Manurung, Juli Hermanto. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatakan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Pada Materi Geometri di Kelas VIII SMP Negeri 4 Pagaran Siborong T.A 2013/2014. [Online]. Tersedia : digilib.unimed.ac.id/UNIMED-Undergraduate-sk132270/29065/jigsaw-pemecahan-masalah [25 Januari 2015]

Riswanti, Yesi. (2012). Pengaruh Penggonaan Model Pembelajaran Kontekstual Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik. Tasikmalaya : UNSIL.

Rusman. (2012). Model-Model Pembelajaran. Jakarta : Rajawali Pers.

Slameto. (2013). Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta

Slavin, Robert E. (2009). Cooperatif Learning Teori, Riset Dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Sumarmo, Utari. (2014). Berfikir Dan Disposisi Matematik Serta Pembelajarannya. Kumpulan Makalah. FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung

Suryadi, Didi dan Tatang Herman. (2008). Eksplorasi Matematika Pembelajaran Pemecahan Masalah. Jakarta : Karya Duta Wahana.

Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Wardani, Sri. (2002). Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematik Melalui Model Kooperatif Tipe Jigsaw. Tesis UPI. Bandung : Tidak Diterbitkan.

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Tambahan Penghasilan/Insentif Profesi Tenaga

Keluaran atau output digital dari ADC akan dimasukkan ke port mikrokontroler AT89S52 yang selanjutnya diolah untuk ditampilkan berupa ketinggian air dan kondisi pompa air pada

Dalam Skripsi, Tesis, Jurnal dan Buku banyak penulis yang membahas toleransi antar umat beragaman dan sebagainya, dengan banyak penjabaran dan pemahaman yang

Comparándolo con la Figura 3.24 que muestra el coeficiente de reflexión en simulación para esta antena, se puede observar como aparecen esas resonancias en las bandas mencionadas

Peningkatan motivasi belajar fisika siswa terbukti dengan analisis lembar observasi motivasi belajar siswa selama penelitian berlangsungmeningkat sebesar 43,14 % pada siklus

Walaupun nilai N lebih rendah dari nilai N kotoran kambing segar namun lama fermentasi meningkatkan kadar P dan K, sehingga pupuk kandang dengan lama fermentasi 4, 6, 8,

Kompetensi Dasar IPK Materi pokok Indikator Soal Level Bentuk Soal Nomor Soal 1 2 3 4 5 6 7 3.3 Menjelaskan konsep usaha, pesawat sederhana, dan penerapanny a

Identifikasi gangguan pendengaran pada anak secara dini dengan cara pengamatan reaksi anak terhadap suara atau tes fungsi pendengaran dengan metode dan peralatan