• Tidak ada hasil yang ditemukan

Illegal Fishing dan Kedaulatan Laut Indonesia. Disusun Oleh :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Illegal Fishing dan Kedaulatan Laut Indonesia. Disusun Oleh :"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Illegal Fishing dan Kedaulatan Laut Indonesia

Disusun Oleh :

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

(2)

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Definisi Judul

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan 2/3 dari keseluruhan wilayahnya merupakan wilayah laut, dengan jumlah pulau yang mencapai sekitar 17.504 dan pajang garis pantasi sejauh 81.000 km. Dari kondisi negara yang demikian, kelautan Indonesia menyimpan potensi sumber daya hayati ataupun non hayati yang sedemikian besar mulai dari perairan pedalaman hingga Zona Ekonomi Eksklusif. Potensi sumber daya hayati laut terbesar Indonesia berasal dari Perikanan. Dalam satu dekade terakhir ekspolitasi dan eksplorasi hasil perikanan di Indonesia menunjukan peningkatan yang sangat signifikan.

Namun selain berpotensi, kegiatan ekspolarasi perikanan di laut dibarengi tindak pidana yang sangat merugikan Indonesia. Menurut Badan Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agriculture Organization / FAO), kegiatan tindak pidana perikanan disebut dengan istilah Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUU-Fishing), yang berarti bahwa penangkapan ikan dilakukan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

Praktek penangkapan ikan secara ilegal merupakan tindak kriminal lintas negara yang terorganisir dan telah menyebabkan kerusakan serius bagi Indonesia dan negara – negara di kawasan Asia Pasifik lainnya. Selain merugikan secara ekonomi, sosial, dan ekologi praktik ini merupakan tindakan yang melemahkan kedaulatan wilayah suatu bangsa.

Guna mewujudkan dan memperjelas kedaulatan bangsa Indonesia, pada bulan Oktober 2010 lalu, Indoensia bersama negara yang tergabung dalam Asia – Pasific Economic Development (APEC) telah bersepakat untuk lebih gencar memerangi dan mengatasi tindak penangkapan ikan secara ilegal. Kesepakatan itu tercantum dalam Deklarasi Paracas yang merupakan hasil dari pertemuan para Menteri Kelautan dari negara yang tergabung di APEC di Paracas, Peru.

Pada Bulan Oktober 2014, Pemerintah mempertegas pengaturan kelautan Indonesia dengan disahkannya UU No 32/2014 tentang Kelautan. Undang – undang tersebut menjabarkan bahwa pengelolaan kelautan harus sesuai dengan kepentingan pembangunan nasional. Pengelolaan kelautan harus merefleksikan kedaulatan bangsa yang dijaga keberlangsungan dan keberlanjutannya. Pengeloaan kelautan bertujuan menjadikan segala sumber dayanya menjadi kebermanfaatan yang mampu mensejahterakan dan

(3)

memakmurkan rakyat Indonesia. Hal tersebut senada dengan konstitusi dasar Indonesia yakni Pasal 33 UUD 1945 ayat (3) yang berbunyi : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar – besar kemakmuran rakyat

1.2 Pentingnya Pembahasan Topik

Maraknya kegiatan penangkapan ikan secara ilegal yang terjadi di laut Indonesia semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan data yang dilansir Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia kerugian negara akibat aktivitas illegal fishing mencapai 300 triliyun rupiah per tahun. Angka tersebut setara dengan 25% dari total potensi perikanan Indonesia. Besarnya angka kerugian tersebut mengancam kesejahteraan nelayan local dan juga kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan.

Banyaknya kasus IUU Fishing di Indonesia tidak lepas dari lemahnya penegakan hukum dan pengawasan di perairan Indonesia, khususnya pengelolaan sumber daya alam hayati laut, serta ketidak tegasan aparat dalam penanganan para pelaku illegal fishing ini. Pengawasan di seluruh perairan Indonesia juga masih kekurangan dalam hal jumlah kapal pengawas dan hari operasi.

Berdasarkan pasal 85 dan pasal 101 UU No 31/2004 tentang perikanan, pelaku illegal

fishing dapat dikenai ancaman hukuman penjara maksimal lima tahun. Pemerintah harus

cepat dalam membentuk pengadilakan perikanan yang berwenang untuk menentukan, menyelidiki, dan memutuskan tindak pidana setiap kasus penangkapan ikan secara ilegal. Bahkan jika perlu pemerintah harus berani menghentikam penjarahan kekayaan laut Indonesia dengan bertindak tegas seperti penggelaman kapal nelayan asing.

Bab 2 Rumusan Masalah

2.1 Apakah yang menyebabkan terjadinya illegal fishing di Indonesia ? 2.2 Apa saja dampak yang ditimbulkan dari kegiatan illegal fishing ? 2.3 Bagaimana upaya Indonesia dalam menangani masalah illegal fishing ?

(4)

Bab 3 Pembahasan 3.1 Penyebab Terjadinya Illegal Fishing di Indonesia

1) Tingkat Konsumsi Ikan Global Yang Semakin Meningkat

Ikan mengandung sumber protein yang sangat besar dan tidak terlalu banyak mengandung lemak berbahaya bagi tubuh manusia, sehingga ikan sangat banyak diburu oleh para konsumen baik di Indonesia maupun di dunia, data yang penyusun dapatkan dari WALHI bahwa dalam kurun 5 tahun terakhir, konsumsi ikan nasional melonjak hingga lebih dari 1.2 juta ton seiring pertumbuhan penduduk Indonesia yang mencapai 1.34% per tahun. Sehingga persentase kenaikan nilai impor perikanan nasional menduduki angka 12,51% (2004-2005), berada jauh di bawah nilai rata-rata ekspor perikanan yang hanya sebesar 1,6%.66 Sebuah fakta yang menunjukan meningkatnya konsumsi ikan di masyarakat Indonesia saat ini dengan pola konsumsi ikan yang naik yaitu telah mencapai kisaran 26 kg/kapita/tahun. Sedangkan ditingkatan dunia meningkatnya konsumsi ikan diperkirakan FAO akan terus meningkat.

2) Sumber Daya Ikan di Negara Lain Semakin Berkurang

Perkembangan teknologi yang sangat cepat selama beberapa dekade ini ikut mempengaruhi terhadap persediaan ikan di laut Internasional dikarenakan teknologi canggih yang digunakan para nelayan itu menambah jumlah tangkapan ikan yang sangat besar sehingga produksi ikan mengalami habis akibat tidak seimbangnya antara penangkapan dan pembibitan kembali.

Publikasi Food and Agriculture Organization (FAO) 2007 menunjukan bahwa, sekitar 52 persen stok ikan laut dunia telah mengalami full exploited. Artinya sekitar 52 persen stok ikan laut dunia sudah tertutup untuk dieksploitasi lebih lanjut. Selain itu, laporan FAO tersebut juga menyatakan bahwa sekitar 17 persen perikanan dunia sudah mengalami kelebihan tangkap (overexploited). Bahkan dalam publikasi Jurnal

Science bulan November 2006, disebutkan apabila pertumbuhan eksploitasi sumber

daya ikan seperti saat ini, maka diperkirakan perikanan komersil dunia akan “runtuh” pada tahun 2050.

Bisa kita bayangkan, karena negara-negara dengan teknologi canggih telah mengalami krisis ikan di laut mereka sedangkan kebutuhan ikan laut di negara-negara maju tersebut sangat besar maka yang terjadi adalah ekspansi penangkapan ikan terhadap negara lain yang dianggap masih mempunyai stok ikan yang banyak, salah satu tujuan ekspansinya adalah Indonesia. Tentunya jika ekspansi ikan tersebut

(5)

dilakukan secara ilegal dan tidak memenuhi syarat, maka yang terjadi adalah illegal

fishing yang dilakukan di perairan Indonesia.

3) Sumber Daya Ikan di Negara Lain Semakin Berkurang

Armada perikanan Indonesia disebut lemah karena kurangnya perhatian pemerintah terhadap para nelayan selaku pelaku utama dalam armada perikanan, sampai saat ini komposisi armada perikanan tangkap masih didominasi oleh armada skala kecil (< 30 GT) yaitu sekitar 99.04 persen. Sementara itu sekitar 45.5 persen dari armada skala kecil tersebut adalah armada perahu tanpa motor, sangat lemah dan tertinggal jauh dari nelayan asing yang menggunakan kapal-kapal besar dengan daya tangkap dalam jumlah besar Selain melalui VMS, upaya pengawasan terhadap aktivitas penangkapan ikan dilakukan melalui patroli di laut, yaitu melalui sistem (MCS) Monitoring, Controlling, and Surveillance dan berupa pengembangan Sistem Pengawasan Masyarakat (SISWASMAS). MCS dilakukan melalui patroli rutin oleh DKP maupun operasi terpadu dengan seluruh unsur penegak hukum di laut seperti TNI AL, Polair dan TNI AU, serta melibatkan kelompok pengawas masyarakat (Pokwasmas).

Penangkapan ikan secara ilegal oleh kapal asing di Indonesia sudah menjadi fakta. dalam laporan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), The State of World Fisheries and Aquaculture 2014, Indonesia tidak termasuk negara dalam 10 besar negara eksportir ikan. Indonesia sebagai negara maritim luput dari catatan organisasi dunia sebagai eksportir ikan. Berdasarkan laporan itu, 10 negara eksportir ikan adalah Tiongkok, Norwegia, Thailand, Vietnam, Amerika Serikat, Cile, Kanada, Denmark, Spanyol, dan Belanda.

Pada 2012, nilai ekspor Thailand 8,07 miliar dollar AS dan Vietnam 6,27 miliar dollar AS. Nilai itu jauh lebih besar daripada nilai ekspor ikan dan udang dari Indonesia. Merujuk data Badan Pusat Statistik yang diolah Kementerian Perdagangan, nilai ekspor ikan, termasuk udang, dari Indonesia pada 2012 hanya 2,75 miliar dollar AS. Pada 2013, nilai ekspornya 2,85 miliar dollar AS. Per September 2014, nilai ekspor baru 2,26 miliar dollar AS. Data itu menunjukkan sector perikanan Indonesia ibarat ”babak belur” dalam mendorong ekspor, kegiatan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan harkat bangsa. Sektor perikanan ”dijajah” oleh praktik penangkapan ikan secara ilegal. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengungkapkan, persoalan penangkapan ikan secara ilegal (ilegal fishing) ibarat gunung es. Apa yang terlihat selama ini hanya bagian permukaan. Penangkapan ikan ilegal menyimpan

(6)

berbagai persoalan lain yang tak terungkap, seperti perdagangan kayu ilegal dan perdagangan manusia yang menggunakan atau berkedok kapal ikan. Dari laporan FAO, dari 54 negara yang dikaji, kerugian praktik illegal, unreported, and unregulated

fishing (IUU) diperkirakan 11 juta-26 juta ton ikan dengan nilai 10 miliar-23 miliar

dollar AS. Jumlah penangkapan ikan yang tak dilaporkan dari Indonesia diperkirakan 1,5 juta ton per tahun. Tak ada angka pasti berapa nilai kerugian akibat praktik IUU di Indonesia. Diperkirakan, kerugiannya lebih dari Rp 100 triliun per tahun.

4) Lemahnya Pengawasan Aparat di Laut Indonesia

Lemahnya sikap reaktif aparat yang berkewajiban mengawasi laut Indonesia adalah salah satu faktor penyebab maraknya kasus illegal fishing yang banyak terjadi di perairan Indonesia saat ini, padahal Indonesia memiliki banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perikanan dan kelautan, sekitar belasan peraturan yang mengatur perikanan dan kelautan tersebut. Salah satu upaya pengawasan dari pihak pemerintah adalah dengan adanya Vessel Monitoring System

(VMS) yaitu sebuah sistem monitoring kapal ikan dengan alat transmitor yang berfungsi untuk mengawasi proses penangkapan ikan yang dilakukan di perairan Indonesia. Pengawasan VMS Mekanisme perikanan ilegal dengan modus kerjasama dengan aparat disekitar perairan Sulawesi Utara dilakukan di darat melalui bantuan satelit yang mengawasi kegiatan kapal penangkap ikan yang telah terpasang

transmitter. Menurut Direktur Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumber daya

Kelautan dan Perikanan (Ditjen P2SDKP) DKP yang mengklaim bahwa VMS dapat menanggulangi sekitar 50 persen masalah dari system penangkapan ikan yang dilakukan secara ilegal. Namun demikian, implementasi VMS belum optimal karena kurang mendapat respon dari para pemilik kapal penangkap ikan, yang merupakan sasaran utama pemasangan VMS. Pada tahun 2010, baru terpasang transmitter sebanyak 1.339 unit dari penambahan kapasitas 3.055 unit, sehingga masih ada 1.716 unit kapal yang belum memasang transmitter.

5) Lemahnya Penegakan Hukum di Laut Indonesia

Laut Indonesia yang merupakan hampir 75 persen daerah kedaulatan Indonesia saat ini masih dipandang sebelah mata oleh semua pihak, buktinya adalah penegakan hukum yang masih lemah dan bahkan ada daerah laut yang tidak pernah sama sekali terjamah oleh patroli aparat TNI Angkatan Laut maupun Polisi Air, kondisi menghawatirkan itu menyebabkan tidak terkendalinya tindak kejahatan di laut Indonesia, dan membuat kesempatan para pelaku illegal fishing menjadi leluasa

(7)

berbuat kejahatan di laut Indonesia. Lemahnya penanganan terhadap para pelaku

illegal fishing ini bisa terihat daam banyak kasus yang terjadi, namun menyedihkan

para pelakunya dihukum ringan, padahal berdasarkan pasal 85 jo pasal 101 UU No 31 tahun 2004 tentang Perikanan, dinyatakan secara tegas bahwa pelaku illegal

fishing dapat dikenai ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun. Di samping itu,

adanya indikasi para aparat kurang serius dalam penanganan pelaku illegal fishing, misalnya pada tahun 2007 terdapat 103 kasus tindak pidana di bidang perikanan dengan berbagai bentuk pelanggaran. Ironisnya, hanya 77 kasus yang telah diajukan ke proses pengadilan, sehingga menimbulkan kesan kurang profesionalnya para aparat dalam penanganannya.

3.2 Dampak Kegiatan Illegal Fishing

Dalam makalah ini dampak dari perilaku Illegal Fishing akan ditinjau dari empat aspek yaitu ekonomi, politik, sosial, dan ekologi.

3.2.1 Dampak Ekonomi

Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agriculture Organization / FAO) menyatakan kerugian Indonesia akibat IUU Fishing diperkiraan mencapai 30 triliyun rupiah per tahun. FAO menyatakan bahwa saat ini stok sumber daya ikan di dunia yang masih memungkinkan untuk ditingkatkan penangkapanya hanya tinggal 20 persen, sedangkan 55 persen sudah dalam kondisi pemanfaatan penuh dan sisanya 25 persen terancam kelestariannya.

Hal ini diperjelas dengan pernyataan dari Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) bahwa tingkat kerugian tersebut sekitar 25 persen dari total potensi perikanan yang dimiliki Indonesia yakni senilai 1,6 juta ton per tahun. Pada tahun 2003 - 2007, KKP telah melakukan pengawasan dan penangkapan terhadap 89 kapal asing, dan 95 kapal ikan Indonesia. Kerugian negara yang dapat diselamatkan diperkirakan mencapai Rp 439,6 miliar.

Kerugian ekonomi lainnya adalah hilangnya nilai ekonomis dari ikan yang dicuri, pungutan hasil perikanan (PHP) akan hilang, dan subsidi BBM dinikmati oleh kapal perikanan yang tidak berhak. Selain itu Unit Pengelolaan Ikan (UPI) kekurangan pasokan bahan baku, sehingga melemahkan upaya pemerintah untuk mendorong peningkatan daya saing produk perikanan.

(8)

3.2.2 Dampak Politik

Salah satu pemicu konflik atau ketegangan hubungan diplomatik antar negara adalah permasalahan IUU Fishing. Permasalahan ini mengganggu kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Disamping itu, munculnya tindak pidana penangkapan ikan secara ilegal menimbulkan citra negatif bagi Indonesia karena beberapa negara menganggap kita tidak mampu mengelola sumber daya kelautan dengan baik. Tentu hal ini sangat mencoreng jati diri bangsa Indonesia,

Pada beberapa kasus fenomena ini sering terjadi di perbatasan Indonesia –Malaysia dan Indonesia – Australia. Sebagai upaya untuk memperkecil ketegangan diantara kedua negara, diperlukan telaah ulang terhadap perjanjian bilateral terkait dengan hal tersebut. Selain itu juga perlu dilakukan penyuluhan / sosialisasi kepada nelayan tradisional terkait penangkapan ikan secara legal di wilayah yang telah diperjanjikan.

Bagi beberapa negara sangat rendah keinginan untuk membuat kerjasama sub regional atau regional untuk memberantas IUU Fishing. Hal ini didukung dengan kondisi industri perikanan di negara tetangga yang sangat membutuhkan pasokan ikan, tanpa memperhatikan dari mana pasokan ikan berasal. Sebagai upaya untuk memperkecil konflik diantara negara – negara tetangga maka dibutuhkan koordinasi dan saling menghargai kedaulatan negara, terutama tentang eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya perikanan.

3.2.3 Dampak Sosial

Kegiatan IUU Fishing di Perairan Indonesia, menjadi perhatian dan komitmen Pemerintah untuk mengatasinya. Bagi Indonesia dan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, sektor perikanan dan kehutanan menjadi sumber utama bagi ketahanan pangan. Eksploitasi secara besar-besaran dan drastis sebagai upaya utama perbaikan ekonomi negara dan kesejahteraan penduduk menjadi alasan dan penyebab utama berkurangnya secara drastis sumber daya perikanan. Dampak sosial muncul dengan rawannya terjadi konflik / sengketa diantara para nelayan tradisional antar negara dan pemilik kapal. Persoalan tersebut akan menyebabkan timbulnya permasalahan dalam hubungan diantara kedua negara. Terutama Indonesia – Malaysia dan Indonesia – Australia.

Sebagai negara dengan sumberdaya hayati perikanan yang melimpah, maka pabrik pengolahan ikan menjadi sangat penting. Seiring dengan berkurangnya hasil tangkapan dan kegiatan IUU Fishing, maka secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup karyawan pengolahan pabrik ikan. Pasokan ikan yang berkurang, menyebabkan beberapa perusahaan tidak beroperasi lagi dan banyak terjadi pemutusan

(9)

hubungan kerja (PHK) karena tidak ada lagi pasokan bahan baku, seperti di Tual dan Bejina. Hasil penangkapan ikan oleh kapal-kapal asing atau kapal nelayan Indonesia tersebut biasanya langsung dibawa keluar Indonesia melalui trans-shipment, yang bertentangan dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 tahun 2006, yaitu mewajibkan hasil tangkapan ikan diturunkan dan diolah di darat. Saat ini banyak kapal ikan Indonesia yang lebih memilik menjual hasil tangkapannya di wilayah perairan Indonesia ke pihak luar (misalnya Perusahaan Pengolahan Ikan di Philipina dan Taiwan) dibanding menyuplai untuk kebutuhan domestik.

3.2.4 Dampak Lingkungan / Ekologi

Kebijakan Pemerintah terkait dengan penangkapan ikan harus memenuhi aturan dan kriteria adanya Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI), penetapan zona penangkapan (fishing

ground), jenis tangkapan ikan, jumlah tangkapan yang sesuai dengan jenis kapal dan

wilayah tangkap (total allowable catch), dan alat tangkapnya. Aturan ini pada dasarnya mempunyai makna filosofis dan yuridis, agar sumber daya hayati perikanan dapat terjaga kelestariannya dan berkelanjutan.

Motif ekonomi selalu menjadi alasan bagi kapal-kapal penangkap ikan untuk melakukan kegiatan dalam kategori IUU Fishing. Dampak yang muncul adalah kejahatan pencurian ikan yang berakibat pada rusaknya sumberdaya kelautan dan perikanan. Alat tangkap yang digunakan dalam bentuk bahan beracun yang akan merusak terumbu karang (alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan), akan berakibat makin sedikitnya populasi ikan dalam suatu perairan tertentu. Terkadang menangkap menggunakan alat tangkap ikan skala besar (seperti trawl dan Pukat harimau) yang tidak sesuai dengan ketentuan dan keadaan laut Indonesia.

Upaya yang dilakukan oleh FAO dengan adanya aturan tentang Code of Conduct for

Responsible Fisheries (CCRF) sangat membantu negara-negara yang mengalami

permasalahan IUU Fishing. Implementasi terhadap CCRF dalam RPOA dan IPOA diharapkan dapat mengurangi kegiatan IUU Fishing di Indonesia.

(10)

3.3 Upaya Indonesia dalam Menangani Masalah Illegal Fishing

3.3.1 Penetapan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor EP/50/MEN/2012 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Illegal,

Unreported, and unregulated Fishing (IUU Fishing)

Keputusan Menteri Nomor KEP/50/MEN/2012 merupakan bentuk penerapan dari

the Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) yang disepakati pada tahun 1995

oleh negara-negara Food And Agriculture Organization (FAO) tentang pengelolaan dan pembangunan perikanan yang tertib, bertanggung jawab, dan berkelanjutan serta sebagai bentuk implementasi dari aksi internasional untuk memerangi IUU Fishing yang dituangkan dalam International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate IUU

Fishing (IPOAIUU Fishing) pada tahun 2001. IPOA-IUU Fishing tersebut harus

ditindaklanjuti oleh setiap negara, termasuk Indonesia dengan menyusun rencana aksi pencegahan dan penanggulangan IUU Fishing di tingkat nasional. Upaya penanggulangan IUU Fishing di Indonesia dilakukan antara lain melalui :

a. Mengadopsi atau meratifikasi peraturan internasional

b. Review dan penyesuaian legislasi nasional jika diperlukan

c. Merekrut pengawas perikanan dan PPNS serta melakukan pengembangan kapasitas; d. Berpartisipasi aktif dalam RFMO dan organisasi perikanan internasional lainnya; e. Berperan aktif dalam RPOA-IUU;

f. Mengimplementasikan MCS melalui VMS, observer, log book dan pemeriksaan pelabuhan

g. Membentuk dan mengembangkan kapasitas UPT Pengawasan SDKP di daerah; h. Menyediakan infrastruktur pengawasan, seperti kapal pengawas dan speedboat; i. Meningkatkan kapasitas Pokmaswas

j. Membentuk Peradilan Perikanan

3.3.2 Kerjasama Internasional Regional Fisheris Management Organization (RFMO)

RFMO adalah kerjasama antar negara (regional cooperation) untuk melakukan tindakan konservasi dan pengelolaan HighlyMigratory Fish Stocks dan Straddling

Fish Stocks. Setiap kapal yang melakukan kegiatan yang termasuk dalam IUU Fishing

baik sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, akan dicantumkan dalam IUU

Vessel List dan akan mendapat tindakan dari Negara peserta RFMO (berdasarkan

(11)

a. Melarang melakukan pemindahan ikan hasil tangkapan dari dan/atau kepada kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan lainnya di seluruh wilayah

Indonesia, baik di laut maupun di pelabuhan.

b. Melarang melakukan pendaratan dan/atau memindahkan ikan hasil tangkapan ke kapal lain, mengisi bahan bakar, mengisi logistic atau terlibat dalam transaksi perdagangan lainnya.

c. Melarang setiap orang dan/atau badan hukum Indonesia menyewa setiap kapal yang tercantum dalam daftar provisional IUU Vessel List danIUU Vessels List. d. Melarang setiap orang dan/atau badan hukum Indonesia membeli ikan dan/atau

melakukan impor ikan yang berasal dari kapal yang tercantum dalam provisional

IUU Vessel List dan IUU Vessels List.

e. Melarang perubahan bendera dan nama kapal.

3.3.3 Penenggelaman Kapal yang Melakukan Tindak Illegal Fishing

Untuk memberantas praktik illegal fishing tersebut, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan agar petugas pengawas dilapangan dapat bertindak tegas, jika perlu dengan menenggelamkan kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia. Hal ini tentunya dilakukan sesuai dengan aturan dan prosedur yang berlaku, diantaranya adalah mengamankan terlebih dahulu para awak kapal sebelum melakukan penenggalaman kapal, agar tidak menimbulkan permasalahan baru dan menuai kecaman internasional.

Tindakan tersebut merupakan salah satu kewajiban Negara untuk mengamankan kekayaan alam dan laut Indonesia, yang merupakan dasar filosofis yang termuat di dalam ketentuan menimbang huruf a Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (selanjutnya disebut Undang-Undang Perikanan), yang menyatakan: “perairan yang berada dalam

kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia serta laut lepas mengandung sumber daya ikan yang potensial dan sebagai lahan pembudidayaan ikan merupakan berkah dari Tuhan Yang Maha Esa yang diamanatkan kepada bangsa Indonesia yang memiliki falsafah hidup Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan memperhatikan daya dukung yang ada dan kelestariannya untuk dimanfaatkan sebesarbesarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia.”

Untuk merespon instruksi Presiden tersebut, TNI AL, Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah

(12)

melaksanakan kegiatan eksekusi penenggelaman kapal ikan asing yang kedapatan melakukan praktek illegal fishing di wilayah perairan Indonesia. Aksi ini menjadi peringatan keras buat para pelaku illegal fishing sekaligus juga bentuk komitmen Indonesia dalam pengawasan dan penegakan hukum di wilayah laut Indonesia. Eksekusi penenggelaman kapal ini dilakukan di wilayah perairan Tanjung Pedas, Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau, pada tanggal 5 Desember 2014. Ada tiga kapal ikan yang ditembak, diledakkan, dan akhirnya ditenggelamkan oleh jajaran penegak hukum laut di Indonesia, TNI AL, Bakorkamla, dan KKP. Hal ini merupakan langkah awal, kedepan tindakan tegas berupa penengggelaman kapal asing pelaku illegal fishing

akan terus dilakukan untuk menimbulkan rasa jera kepada pelakunya

Walaupun terjadi pro dan kontra perihal instruksi Presiden Joko Widodo untuk menenggelamkan kapal asing yang melakukan tindak illegal fishing wilayah laut Indonesia, instruksi tersebut bertujuan untuk menunjukkan ketegasan dan kewibawaan pemerintah Indonesia dalam melindungi wilayah dan hasil alam yang dimilikinya, serta melindungi kedaulatannya, menimbulkan efek jera, mengamankan laut dari penjarahan pihak asing, sekaligus juga merupakan tindakan nyata dari upaya untuk menerjemahkan visi poros maritim yang tengah digencarkan pemerintah dalam satu tahun terakhir, terutama yang berkaitan dengan kedaulatan penuh di laut.

Sebelumnya dikabarkan bahwa pihak berwenang Indonesia menahan sebanyak 200 nelayan Malaysia yang diduga menangkap ikan secara illegal di perairan Indonesia. Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa nelayan asing yang melaut secara illegal di Indonesia tidak perlu ditahan, melainkan kapalnya ditenggelamkan. Presiden juga tidak lupa mengatakan bahwa sebelum kapal ditenggelamkan para ABK di kapal asing tersebut harus lebih dulu diselamatkan.

Saat ini, seperti yang dinyatakan oleh Menteri KKP Susi Pudjiastuti, telah terjadi perubahan sangat drastis setelah pemberlakukan kebijakan moratorium izin penangkapan ikan serta dengan adanya instruksi penenggelaman kapal pelaku pencurian ikan. Hal ini bisa dilihat dari pencitraan satelit yang dipantau oleh KKP sangat jauh berbeda bila dibandingkan pada saat ini dengan awal pelaksanaan implementasi moratorium dan sebelum penenggalaman kapal. Tindakan ini pun telah direspon oleh negara-negara tetangga, setidaknya terdapat 2 (dua) negara di ASEAN yaitu Thailand dan Malaysia, yang mulai memberikan peringatan kepada para nelayannya agar tidak menangkap ikan hingga ke wilayah laut Indonesia.

(13)

Instruksi yang dikeluarkan Presiden untuk mengambil langkah tegas terhadap para pelaku pencurian ikan di wilayah perairan Indoneisia yang salah satunya dilakukan dengan menenggelamkan kapal dilakukan dengan berpedoman kepada Pasal 69 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Perikanan, yang menyatakan: “Kapal pengawas perikanan

berfungsi melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia; selanjutnya dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut penyidik dan/atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup.”

Adapun di dalam Penjelasan Pasal 69 ayat (4) Undang-Undang Perikanan juga dijelaskan mengenai pengertian “bukti permulaan yang cukup”, yaitu: “Yang dimaksud

dengan “bukti permulaan yang cukup” adalah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana di bidang perikanan oleh kapal perikanan berbendera asing, misalnya kapal perikanan berbendera asing tidak memiliki SIPI dan SIKPI, serta nyata-nyata menangkap dan/atau mengangkut ikan ketika memasuki wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.

Dari ketentuan Pasal 69 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Perikanan jelaslah bahwa setiap penegak hukum dibidang perikanan dalam hal ini adalah pengawas perikanan yang berfungsi melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum dibidang perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dapat melakukan tindakan khusus berupa “pembakaran’ dan/atau “penenggelaman kapal” yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Dalam arti, terdapat bukti permulaan untuk menduga tindak pidana dibidang perikanan, misalnya kapal perikanan berbendera asing tidak memiliki SIPI dan SIKPI, serta nyata-nyata menangkap dan/atau mengangkut ikan ketika memasuki wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.

Ketentuan ini menunjukkan bahwa tindakan khusus tersebut tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi hanya dilakukan apabila penyidik dan/atau pengawas perikanan yakin bahwa kapal perikanan berbendera asing tersebut betul-betul melakukan tindak pidana di bidang perikanan. Pemenuhan unsur “bukti permulaan yang

cukup” dalam pasal tersebut sangatlah sederhana, sepanjang kapal tersebut berada di perairan Indonesia tanpa dokumen yang sah dan ada bukti ikan yang mereka tanggkap maka sudah bisa dilakukan penenggelaman.

(14)

Tindakan tegas ini diprediksi akan efektif akan menimbulkan efek jera karena kapal tersebut merupakan alat produksi utama pelaku pencurian. Kalau kapal dan perlengkapannya yang berharga mahal tersebut ditenggelamkan, pencuri akan berpikir seribu kali untuk mengulangi pencurian di wilayah Indonesia karena motif pencurian adalah mencari keuntungan. Persoalan illegal fishing oleh kapal asing bukanlah persoalan hilangnya sumberdaya perikanan belaka, melainkan juga soal pelanggaran kedaulatan negara yang merupakan hal sangat prinsip, untuk itu penegakan hukum dan kedaulatan kita harus benar-benar ditegakkan. Upaya tindakan tegas berupa penenggelaman kapal ini dalam diplomasi internasional juga dirasakan sangat efektif, satu tindakan konkrit dan tegas jauh lebih penting dan efektif daripada seribu ancaman Praktik pembakaran dan penenggelaman kapal ikan asing yang tertangkap tangan mencuri ikan adalah praktik yang lumrah yang juga dilakukan banyak negara lain, seperti China dan Malaysia yang banyak menenggelamkan kapal-kapal ikan Vietnam, serta Australia yang pernah menenggelamkan kapal ikan asal Thailand. Bahkan kapal-kapal nelayan Indonesia yang tertangkap melintas batas regional pun, dibakar. Pemerintah Indonesia tak pernah memprotes, sepanjang anak buah kapal (ABK) selamat. Dengan demikian, sepanjang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan peraturan hukum, kebijakan ini tidak akan mengganggu hubungan bilateral Indonesia dengan negara-negara asal kapal.

Bab 4

Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan

1. Praktek penangkapan ikan secara ilegal merupakan tindak kriminal lintas negara yang terorganisir dan telah menyebabkan kerusakan serius bagi Indonesia dan negara – negara di kawasan Asia Pasifik lainnya. Selain merugikan secara ekonomi, sosial, politik, dan ekologi praktik ini merupakan tindakan yang melemahkan kedaulatan wilayah suatu bangsa

2. Maraknya kegiatan penangkapan ikan secara ilegal yang terjadi di laut Indonesia semakin mengkhawatirkan. Kerugian negara akibat aktivitas illegal fishing mencapai 300 triliyun rupiah per tahun. Besarnya angka kerugian tersebut mengancam kesejahteraan nelayan local dan juga kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan.

(15)

3. Diranah internasional upaya Indonesia dalam menangani masalah illegal fishing

dilakukan dengan turut aktif dalam kerjasama internasional Regional Fisheris Management Organization (RFMO).

4. Sementara diranah nasional, melalui Menteri Kelautan dan Perikanan telah mengeluarkan KEPMEN Nomor KEP/50/MEN/2012 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Illegal, Ureported and Unregulated Fishing (IUU Fishing).

5. Presiden Joko Widodo telah memerintahkan agar petugas pengawas dilapangan dapat bertindak tegas dalam menindak kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia. Untuk merespon instruksi Presiden tersebut, TNI AL, Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah melaksanakan kegiatan eksekusi penenggelaman kapal ikan asing yang kedapatan melakukan praktek illegal fishing di wilayah perairan Indonesia.

6. Aksi penenggelaman kapal ini menjadi peringatan keras buat para pelaku illegal fishing

sekaligus juga bentuk komitmen Indonesia dalam pengawasan dan penegakan hukum di wilayah laut Indonesia

4.2 Saran

1. Semoga kedepan armada yang mengamankan daerah perairan Indonesia bisa ditambah dan ditingkatkan waktu operasinya untuk meningkatkan performansi dalam pengawalan perairan di Indonesia

2. Pertahankan kebijakan penenggelaman kapal asing yang terbukti mencuri sumber daya ikan di Indonesia dikarenakan hal ini menunjukan dengan tegas kedaulatan Indonesia di sektor maritime khususnya perikanan

3. Seiring dengan meningkatkan penegakan keamanan dan pemberantasan pencurian ikan di Indonesia, semoga sektor perikanan Indonesia tumbuh semakin baik. Tumbuh dalam rangka mencukupi kebutuhan bangsa Indonesia serta mampu meningkatkan pendapatan negara melalui aktivitas ekspor yang dapat dilakukan

4. Upaya penegakan hukum berupa penenggalaman kapal harus juga diiringi dengan dukungan anggaran dan fasilitas yang memadai dalam penegakannya, misalnya jumlah personel yang memadai, sarana dan prasarana penunjang cukup seperti peralatan senjata api, kapal, hingga dukungan suplai BBM untuk operasional yang cukup, sehingga pengawas perikanan mampu menjangkau seluruh wilayah laut Indonesia.

(16)

Bab 5

Daftar Pustaka dan Referensi

Abdul Qodir Jailani, Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing: Upaya Mencegah

dan Memberantas Illegal Fishing dalam Membangun Poros Maritim Dunia, Jakarta:

Supremasi Hukum Vol.3, 2014.

Dina Sunyowati, Dampak Kegiatan IUU-Fishing, Surabaya: Seminar Nasional “Peran dan

Upaya Penegak Hukum dan Pemangku Kepentingan Dalam Penanganan dan Pemberantasan IUU Fishing di Wilayah Perbatasan Indonesia, 2014

Ignatius Yogi W S, Upaya Negara Indonesia Dalam Menangani Masalah Illegal Fishing di Zona Eksklusif Indoensia, Yogyakarta: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta, 2014

Rio Andri, TInjaun Kriminologi Terhadap Pencuruian Ikan di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Oleh Kapal Asing Dalam Perkara No. 319 / PID / B / 2006 /

PN.Dumai, Riau: Skripsi Fakultas Hukum Riau, 2010

Zaqiu Rahman, Penenggelaman Kapal Sebagai Usaha Memberantas Illegal Fishing, Jakarta: Jurnal Rechts Vinding, 2015

https://bisnis.tempo.co/read/news/2015/12/30/090731840/kaleidoskop-2015-aksi-bersih-bersih-ala-menteri-susi

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel pengabdian pada profesi, keyakinan terhadap peraturan profesi, kemandirian, dan hubungan dengan sesama

Hasilnya menunjukkan bahwa Manajemen pemanfaatan dana bantuan operasional di SD Negeri Paya Bujok Teungoh Kota Langsa dan SD Swasta Al Kautsar Kota Langsa,

Hasil asuhan kebidanan secara komprehensif yang penulis peroleh pada Ny “E” yaitu kehamilan normal dengan nyeri punggung, persalinan dengan persalinan fisiologis,

Hal tersebut dimanfaatkan oleh Gorilasport untuk dijadikan strategi bisnis mereka dalam bertahan dan membuat gebrakan baru dan menjadikan Gorilasportmenjadi satu-satunya media

Melalui pantomim mereka mampu mengekspresikan dirinya, karena tidak semua orang-orang normal dapat mengerti arti pesan yang ingin disampaikan oleh anak tunarungu

Dengan demikian salah satu cara untuk meningkatkan kinerja PNS adalah denga cara menemukan pemimpin yang berkarisma memiliki motivasi yang tinggi serta memiliki kemampuan kerja

1387 yılında Ak Koyunlu Türk kabilesi beyi Kutluk beyin oğlu Ahmet Sivas üzerine yürüdü.. Kadı Burhaneddin, Yusuf Çelebi komutasında bir orduyu karşı yolladı ise de