BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Gambaran Geografis
Puskesmas Bulawa terletak di Desa Kaidundu Kecamatan Bulawa. Puskesmas ini terletak di jalan Trans Sulawesi.dengan letak yang sangat strategis ini Puskesmas Bulawa mudah dijangkau oleh masyarakat.
Letak Puskesmas Bulawa Kecamatan Bulawa secara Geografis batas wilayah kerjanya sebagai berikut:
1.Sebelah utara :Berbatasan dengan kecamatan Suwawa Kabupaten Bonebolango 2.Sebelah timur:Berbatasn dengan kecamatan Boneraya
3.Sebelah selatan:Berbatasan dengan laut Tomini
4.Sebelah barat:Berbatasan dengan kecamatan Bonepantai
Puskesmas Bulawa dahulu adalah sebuah balai pengobatan, kemudian meningkat statusnya menjadi puskesmas pembantu dari puskesmas Bonepantai, kemudian pada tahun 1994 statusnya meningkat lagi menjadi Puskesmas Induk sampai dengan sekarang. Saat ini Puskesmas Bulawa didukung oleh 4 (empat) Poskesdes
4.1.2. Visi, Misi dan Motto a. Visi
Menjadikan Puskesmas Bulawa sebagai puskesmas dengan kualitas pelayanan yang komprehensif dan prima serta didukung oleh tenaga yang profesional.
b. Misi
1) Memberikan pelayanan dengan sistem 5 S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan dan Santun).
2) Memberikan pelayanan yang cepat dan rasional. 3) Mengalang kerjasama antar lintas sektoral.
4) Pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan. c. Motto
Kesembuhan anda adalah tekad dan kepuasan kami 4.1.3. Kependudukan
Wilayah kerja Puskesmas Bulawa yang terletak di Kecamatan Bulawa dengan jumlah penduduk sebanyak 4917 jiwa.
4.1.4 Sarana dan Prasarana
Puskesmas Bulawa memiliki beberapa ruangan yang menunjang program-program yaitu:Ruang Pendaftaran umum,ruang pendaftaran askes,Ruang dokter,Ruang Poli umum,Ruang Poli gigi,Ruang Imunisasi, KIA/,KB,Ruang Gizi,Rudang Gudang Obat
Program Puskesmas merupakan wujud dari pelaksanaan fungsi puskesmas adapun program Puskesmas Bulawa meliputi:
a. a Promosi Kesehatan b. b Kesehatan Lingkungan c. c Kesehatan Ibu dan Anak
g. d P2M
h. e Program Penyakit Diare dan ISPA i. f Imunisasi
4.1.6. Kegiatan-Kegiatan Puskesmas Bulawa a. Kegiatan di luar gedung
1) Pusling 2) Posyandu
b. Kegiatan Unggulan Puskesmas 1) Posyandu
2) Desa Sehat
4.17. Tenaga Kerja
Puskesmas Bulawa memiliki satu orang pemimpin, satu dokter umum dan satu dokter gigi. Puskesmas Bulawa selalu menggadakan posyandu yang tersebar di 4 Kelurahan wilayah kerja Puskesmas , dimana saat ini Puskesmas Bulawa didukung oleh 4 (empat) Poskesdes yang terdiri dari Pegwai Negeri Sipil (PNS) dan Tenega Kontrak dan honorer. Pegawai Puskesmas Bulawa terdiri dari 65 pegawai yang tersebar di Puskesmas, dan Poskesdes
4.2 HASIL PENELITIAN 4.2.1 Analisa Univariat
Analisa dengan menggunakan tabel distribusi dari tiap-tiap variabel (Notoatmodjo, 2005). Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik perhitungan persentase sebagai berikut :
a. Menghitung semua hasil dari kuesioner terhadap setiap alternatif jawaban. b. Menjumlahkan hasil dari kuesioner pada setiap alternatif jawaban.
a. Umur
Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasrkan Umur
Umur Frek %
0 - < 2 33 60
≥ 2 – 5 22 40
Jumlah 55 100.00
Dari tabel 4.1 diketahui bahwa dari 55 responden di dapatkan 33 responden (60,0%) umur 0 - < 2 tahun dan 22 responden (40,0%) umur ≥ 2 – 5 tahun.
b. Satus Imunisasi
Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan status imunisasi
Dari Tabel 4.2 diketahui bahwa dari 55 responden diperoleh 36 balita (65,5 %) memiliki status imunisasi lengkap dan 19 balita (34,5 %) memiliki status imunisasi tidak lengkap.
Tabel 4.3
Distribusi Responden Berdasrkan Status ISPA
Status ISPA Frek %
ISPA 37 67,3
Tidak ISPA 18 32,7
Jumlah 55 100
Dari Tabel 5.2 diketahu bahwai dari 55 responden yang diperoleh 37 balita (67,3%) memiliki status ISPA dan 18 balita (32,7%) tidak
memiliki status ISPA.
Status Imunisasi Frek %
Lengkap 36 65,5
Tidak Lengkap 19 34,5
4.2.2 Analisa Bivariat
Analisa ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel indevendent dan variabel devendent yang di sajikan dalam bentuk tabel yang di analisa dengan uji statistik Continuity Corection. Statistik dilakukan dengan membandingkan nilai P Value dengan nilai α = 0,05 dengan ketentuan bila P value < nilai α = 0,05 maka ada hubungan bermakna (Signifikan) antara variabel Indevenden dan Devenden sedangkan bila P Value ≥ nilai α 0,05 maka tidak ada hubungan bermaknan (Siknifikan) antara Variabel Indevenden dan Variabel Devenden.
a. Hubungan Umur Dengan Kejadian ISPA Pada Balita 0-5 Tahun Tabel 4.4
Hubungan Umur Responden Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Puskesmas Bulawa
Kecamatan Bulawa Tahun 2013
Umur
Status ISPA
Total
P OR
ISPA Tidak Ispa
N % N % N % 0-2 Tahun >2-5 Tahun jumlah 25 12 37 75,8 54,5 67,3 8 10 18 24,2 45,5 32,7 33 22 55 100 100 100 0,177 1,820
Dari Tabel 4.4 memperlihatkan proporsi responden yang mempunyai anak balita 0 - < 2 tahun 33 balita yang terdiri dari 25 balita (78,8%) ISPA dan 8 balita (24,2%) tidak ISPA, sedangkan responden yang mempunyai anak balita ≥ 2 – 5 tahun sebanyak 22 balita yang terdiri dari 12 balita (54,5%) ISPA dan 10 balita (45,5%) tidak ISPA.
Setelah dilakukan uji stitistik yaitu Continuity Corection di dapatkan nilai P > dari α (0,177 > 0,05), dengan demikian dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur responden dengan terjadinya penyakit ISPA pada balita di puskesmas Bulawa tahun 2013.
c. Hubungan Status Imunisasi Balita Dengan Penyakit ISPA Tabel 4.5
Hubungan Status Imunisasi Balita Dengan Penyakit ISPA Pada Balita Di Puskesmas Bulawa Kecamatan Bulawa
Tahun 2013
Status Imunisasi
Status ISPA
Total
P OR
ISPA Tidak Ispa
N % N % N % Lengkap Tidak Lengkap Jumlah 22 15 37 61,1 78,9 67,3 14 4 18 38,9 21,1 32,7 36 19 55 100 100 100 0,299 1,078
Dari tabel 4.7 memperlihatkan proporsi responden yang mempunyai balita dengan status imunisasi lengkap sebanyak 36 balita yang terdiri dari 22 balita (61,1%) mengalami ISPA dan 14 balita (38,9%) tidak menderita ISPA sedangkan responden yang mempunyai anak balita dengan ststus iminisasi tidak lengkap sebanyak 19 balita yang terdiri dari 15 balita (78,9%) mengalami ISPA dan 4 balita (21,1%) tidak mengalami ISPA.
Setelah dilakukan uji stitistik yaitu Continuity Corection di dapatkan nilai P > dari α (0,299 > 0,05), dengan demikian dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi responden dengan terjadinya penyakit ISPA pada balita di puskesmas Bulawa tahun 2013.
4.3 PEMBAHASAN
4.3.1 Terjadinya Penyakit ISPA di Puskesmas Bulawa Tahun 2013
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (WHO, 2003). Istilah ISPA mengandung tiga unsur, yaitu infeksi, saluran pernapasan dan akut seperti dalam penjelasan berikut:
a. Infeksi adalah masuknya bibit kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran pernapasan adalah organ yang dimulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura. Dengan demikian ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru), dan organ adneksa saluran pernapasan. c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas ini
diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Ditjen PPM & PLP Depkes RI, 2000).
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yang mempunyai riwayat penyakit ISPA sebanyak 37 balita (67,3%), sedangkan yang tidak mempunyai riwayat ISPA sebanyak 18 balita (32,7%).
Menurut peneliti, berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa angka penderita ISPA di puskesmas Bulawa cukup tinggi, kalau di lihat cukup besar perbedaan proporsi antara anak balita yang mempunyai riwayat penyakit ISPA dan yang tidak mempunyai riwayat penyakit ISPA, hal ini disebabkan karena masyarakat kurang memahami cara pencegahan penyakit ISPA, berbagai upaya telah dilakukan pihak puskesmas seperti penyuluhan kesehatan, namun dampak keberhasilan belum dirasakan, kelambatan keberhasilan upaya penyuluhan kesehatan ini dapat di pahami mengingat sasaran dari penyuluhan kesehatan adalah prilaku manusia, hal ini didukung pula dengan ststus ekonomi dan status pendidikan yang masih rendah pada umumnya, sehingga orang tua kurang memperhatikan kondisi kesehatan anaknya.
Dalam kondisi seperti tersebut di atas, diperlakukanya penanganan yang benar-benar profesional. Penanaganan secara khusus dan profesional akan lebih di rasakan apabilah masalah kesehatan yang di hadapi di samping masalah teknis medis, menyangkut pula kehidupan masyarakat yang luas yang banyak dipengaruhi faktor-faktor sosial lainya.
Perawat sebagai salah satu provider dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan ISPA di lapangan, hendaknya terus mengingatkan keterampilanya di bidang penyuluhan kesehatan dalam upaya menanggulangi ISPA.
4.3.2 Hubungan Umur Responden Dengan Terjadinya Penyakit ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) banyak menyerang balita batasan 0-5 tahun, Khususnya pnemonia karena pada usia balita daya tahan tubuh mereka belum terlalu kuat (Santoso, 2007). Kebanyakan infeksi saluran pernapasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA dari pada usia yang lebih lanjut.(Septiani)
Anak berusiah di bawah 2 tahun mempunyai risiko mendapat ISPA lebih besar dari pada anak yang lebih tua, keadaan ini mungkin karena pada anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran nafasanya relatif sempit (Daulay, 2008).
Dari diagram 4.6 didapatkan bahwa balita yang berumur 0 - < 2 tahun yang mempunyai riwayat penyakit ISPA sebanyak 25 balita (75,8%) sedangkan
balita yang ≥ 2 – 5 berumur tahun yang mempunyai riwayat penyakit ISPA sebanyak 12 balita (54,5%).
Menurut peneliti, berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada proporsi secara bermakna antara kelompok umur 0 - < 2 tahun dengan kelompok ≥ 2 – 5 tahun dengan terjadinya ISPA, penelitian ini tidak terbukti bahwa
umur dapat berhubungan dengan terjadinya penyakit ISPA pada anak, khususnya anak balita, hal ini tidak menjamin bahwa ank umur 0 - < 2 tahun rentan terkena penyakit ISPA.
4.3. Hubungan Status Imunisasi Responden Dengan Terjadinya ISPA
Penelitian sebelumnya di Semarang tahun 2011 didapati hubungan umur dan status imunisasi terhadap Demam penyakit ISPA adalah diketahui bahwa presentasi responden Yang status imunisasi yang tidak lengkap yang menderita ISPA 52,0%, sedangkan yang lengkap 48,00%. Berdasarkan penelitian terhadap umur didapati balita umur kurang dari 2 tahun yang menderita ispa (64,0%), sedangkan balita umur 3-5tahun yang menderita ISPA (36,00%), dengan hasil penelitian adalah mayoritas responden memiliki pengetahuan yang minim(60,0% (Rahmaditia, 2011)
Imunisasi adalh upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan (Imunitas) pada bayi sehingga terhindar dari penyakit. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak, pentingnya pemberian imunisasi didasarkan pada latar belakang bahwa pada awal kehidupan anak belum mempunyai kekebalan
sendiri (humoral), dengan demikian , pada tahun pertama anak perlu mendapat kekebalan yang didapat melalui pemberian imunisasi (Supartini, 2004).
Dalam penelitian ini status imunisasi di katagorikan menjadi dua katagori yaitu katagori lengkap jika anak mendpat imunisasi sesuai dengan jadwal pemberian imunisasi, dan tergantung dengan umur anak, tidak lengkap jika anak tidak mendapatkan imunisasi sesuai dengan jadwal pemberian imunisasi, tergantung umur anak.
Dari diagram 4.7 memperlihatkan proporsi responden yang mempunyai anak balita dengan status imunisasi lengkap sebanyak 36 balita yang terdiri 22 balita (61,1%) menderita ISPA dan 14 balita (38,9%) tidak ISPA, sedangkan responden dengan status imunisasi tidak lengkap sebanyak 19 yang terdiri dari 15 balita (78,9%) menderita ISPA dan 4 balita (21,1%) tidak ISPA.
Setelah dilakukan uji stitistik yaitu Continuity Corection di dapatkan nilai P > dari α (0,299 > 0,05), dengan demikian dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi responden dengan terjadinya penyakit ISPA pada balita di puskesmas Bulawa tahun 2013
Menurut peneliti, berdasarkan dari hasil penelitian didapatkan anak dengan status imunisasi lengkap dengan status imunisasi tidak lengkap tidak ada hubungan secara bermakna, hal ini disebapkan karena keadan status imunisasi tidak menjamin bagi balita untuk tidak terkena penyakit ISPA, karena kejadian ISPA banyak faktor yang mempengaruhi seperti lingkungan, keadan ekonomi keluarga dan pengetahuan keluarga