• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK MEREK SEBAGAI HARTA DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK MEREK SEBAGAI HARTA DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA SKRIPSI"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK MEREK

SEBAGAI HARTA DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA SKRIPSI

SKRIPSI

Oleh:

BINTI MARDZIYAH NIM 210214098

Pembimbing:

M. HARIR MUZAKKI, M.H.I. NIP. 19971101200312001

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

(2)
(3)
(4)

ABSTRAK

Mardziyah, Binti. 2018. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hak Merek Sebagai Harta dan Implikasinya Sebagai Jaminan Fidusia. Skripsi. Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing M. Harir Muzakki, MHI.

Kata Kunci: Hukum Islam, Hak Merek, dan Jaminan Fidusia.

Merek merupakan bagian dari hak kekayaan industri. Sebuah Merek dapat disebut merek apabila memenuhi syarat mutlak berupa adanya daya pembeda yang cukup (capable of distinguishing). Hak merek dianggap mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dibandingkan asset perusahaan yang lain. Fenomena semakin banyaknya minat para pelaku usaha yang tertarik terhadap pembiayaan yang berbasis syariah telah menjadi latar belakang yang menarik untuk mengkaji tentang hak merek sebagai obyek dalam jaminan fidusia. Hal ini berdasarkan pada hak merek yang dapat dijadikan sebagai benda yang dapat dimiliki, dialihkan dan bernilai ekonomis.

Permasalahan yang akan penulis kaji, yaitu: (1)Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap kedudukan merek sebagai harta? (2) Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap hak merek sebagai objek jaminan fidusia?

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) yang menggunakan data-data kepustakaan berupa buku-buku terkait hak merek dan jaminan fidusia. Penelitian ini bersifat kualitatif.Teknik yang digunakan adalah teknik analisis isi (content analyst) dengan metode deskriptif. Proses analisisnya dengan cara mengumpulkan data-data tentang hak merek dan jaminan fidusia. Selanjutnya, memilih dan memilah data yang diperoleh sehingga data yang diperoleh tersebut bisa relevan dengan fokus kajian. Kemudian, disajikan dan dianalisis dari sudut dasar hukum yang memadukan antara konsep harta, kepemilikan dan rahn yang telah tereduksi dan tersajikan agar menemukan titik temu

Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa kedudukan merek sebagai harta ditinjau hukum Islam termasuk kategori hak ibtika>r yang dipandang sebagai harta. Sebab memiliki nilai ekonomi yang dapat dipertahankan oleh penguasa hak cipta atas merek tersebut. Klasifikasi merek sebagai harta itu ada tiga macam. Pertama, dalam hukum Islam bisa diklasifikasikan dalam harta berharga (ma>l

mutaqawwim). Kedua, hak merek termasuk sebagai harta nafi’i. Ketiga, hak

merek masuk sebagai harta bergerak (ma>l manqu>l). Hak merek sebagai objek jaminan ditinjau dari hukum Islam itu diperbolehkan. Karena merek adalah benda yang dapat dinilai uang. Hal ini berdasarkan pendapat ulama Shafiiyah, H{anafiyah

dan H{anbali yang mengartikan hak sebagai harta, karena seorang pencipta karya

(5)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Salah satu perkembangan dalam dunia perekonomian Indonesia

adalah munculnya isu hak atas kekayaan intelektual (HKI) atau

intellectual property salah satunya adalah merek. Hal itu bahkan sudah

bukan isu lagi, karena sudah menjadi sebuah peraturan yang baku dan ada

undang-undangnya.1 Merek sebagai salah satu bagian yang cukup penting dalam bidang HKI, di Indonesia semula diatur dalam Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan.

Mengingat undang-undang ini dianggap kurang memadai lagi, kemudian

diganti dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek.

Undang-undang ini pun diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun

1997 dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Dan

terakhir diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016.

Dalam perdagangan barang atau jasa, merek sebagai salah satu

bentuk karya intelektual memiliki peranan penting bagi kelancaran dan

peningkatan perdagangan barang atau jasa. Merek memiliki nilai yang

strategis dan penting baik bagi produsen maupun konsumen. Bagi

produsen, merek selain untuk membedakan produknya dengan produk

perusahaan lain yang sejenis, juga dimaksudkan untuk membangun citra

1

(6)

perusahaan dalam pemasaran. Bagi konsumen, merek selain

mempermudah pengindentifikasian juga menjadi simbol harga diri.

Masyarakat yang sudah terbiasa dengan pilihan barang dari merek

tertentu, cenderung untuk menggunakan barang dengan merek tersebut

seterusnya dengan berbagai alasan seperti karena sudah mengenal lama,

terpercaya kualitas produknya, dan lain – lain sehingga fungsi merek

sebagai jaminan kualitas semakin nyata.2 Konsepsi mengenai kekayaan intelektual didasarkan pada pemikiran bahwa karya intelektual yang

dihasilkan manusia memerlukan pengorbanan tenaga, waktu, dan biaya.

Adanya pengorbanan tersebut menjadikan karya yang dihasilkan karya

yang dihasilkan memiliki ekonomi karena manfaat yang dapat dinikmati.

Berdasarkan konsep tersebut maka mendorong kebutuhan diberikannya

perlindungan atas hasil karya yang dapat digolongkan sebagai kekayaan

intelektual, terhadap pemanfaatan yang dilakukan tanpa hak dan

melanggar kepatutan.3 Sebagaimana dalam firman Allah:



Artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu, "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan

2

Muhamad Djumhana, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006), 78.

3

(7)

3

orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS.

al-Muja>dalah: 11).4

Penghargaan terhadap ilmu pengetahuan ini diperkuat juga oleh

Hadis Rasulullah Saw. yang berbunyi:

ْنِم ءاَيْشَا ِةَثَلاُث ْنَع لاا هلمع ُهْنَع َعَطَقْ نِا َمَدَا ُنْبِا َتاَم اَذِا

ْوَا ٍةَيِراَج ٍةَقَدَص

ُهَل ْوُعْدَي لحاص دلو وا هب عفتني مْلِع

Artinya: Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah seluruh amalnya, kecuali tiga hal: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak salih yang mendoakannya (HR

Muslim).

Oleh karena itu, hasil karya seseorang yang merupakan pekerjaan

intelektual manusia dapat disebut harta benda yang lazimnya dikenal

dengan istilah hak atas kekayaan intelektual. Hak ini hanya dapat

diperoleh manusia dengan bekerja keras dan dengan pengorbanan yang

sangat besar, sehingga Islam patut untuk menghargainya.

Dalam fiqh muamalah kontemporer ada suatu istilah hak ibtika>r.

Ibtika>r berarti awalan sesuatu. Dalam fiqh Islam ibtika>r adalah hak cipta

atau kreasi yang dihasilkan seseorang untuk pertama kali.5 Hak cipta (haq

ibtika>r) merupakan bagian dari macam-macam hak dalam Islam. Hak cipta

juga bisa dipandang sebagai harta, karena itu perlu perlindungan hukum.

Perlindungan ini diberikan, karena Islam sangat menghargai upaya

seseorang dalam berkarya, seperti hasil karya tulis yang bermanfaat untuk

4

Departemen Agama, Alquran dan Terjemahan (Bandung: Gema Risalah Press, 1992), 910.

5

(8)

kepentingan masyarakat dan agama.6 Maka dalam hal ini penulis menggunakan teori-teori tentang harta benda sebagai dasar diakuinya

intellectual property dalam hukum Islam atau ekonomi Islam.

Menurut Jumhur Ulama (selain ulama H{anafiyah) mengartikan

al-ma>l (harta) adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai, dan dikenakan

ganti rugi bagi orang yang merusak atau melenyapkannya.7Lain halnya dengan pendapat jumhur ulama, ulama H{anafiyah tidak mengakui

eksistensi intellectual property, karena yang dimaksud harta adalah

sesuatu yang berwujud dan dapat disimpan sehingga sesuatu yang tidak

berwujud dan tidak dapat disimpan tidak termasuk harta, seperti hak dan

manfaat.8

Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pasal 1 ayat (9)

amwa>l (harta) adalah benda yang dapat dimiliki, dikuasai, diusahakan, dan

dialihkan, baik benda berwujud maupun tidak berwujud, baik terdaftar

maupun yang tidak terdaftar, baik benda bergerak maupun yang tidak

bergek dan hak yang memiliki ekonomis.9 Berbicara mengenai hak kebendaan, seperti yang sudah disinggung sebelumnya tidak terlepas dari

pembicaraan mengenai permasalahan sentral seputar hak milik, yaitu hak

6

Abd. Salam Arief , “Konsep Al-Ma>l Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Terhadap Ijtihad Fuqaha),” Al-Mawarid, 9 (2003), 54.

7

Sahrani dan Abdullah, Fikih Muamalah, 16.

8

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2008), 11.

9

(9)

5

yang paling luas mencakup apa yang dapat dimiliki oleh seseorang atas

suatu benda.10

Apabila dicermati Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang

Merek Dan Indikasi Geografis, secara eksplisit disebutkan, merek baru

mendapat perlindungan hukum apabila didaftar oleh pemiliknya. Untuk

itu, harus ada peran aktif dari pemilik merek untuk mendaftarkan

mereknya. Merek hanya dapat didaftar atas dasar permintaan yang

diajukan pemilik merek yang beriktikad baik.11 Dalam sistem konstitutif, pendaftaranlah yang menciptakan hak atas merek. Dengan kata lain, orang

yang berhak atas merek adalah orang yang telah mendaftarkan mereknya

itu. Pendaftar pertama merupakan satu-satunya orang yang berhak secara

eksklusif atas merek yang bersangkutan, dan orang lain tidak dapat

memakainya tanpa izin yang bersangkutan.12 Sehingga pemiliknya memiliki kepastian hukum atas merek yang dimilikinya sesuai

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang hak merek.

Pemilik menggunakan hak-hak tersebut dengan baik tanpa

menimbulkan kerugian bagi orang lain. Dalam hal ekonomi seseorang

dilarang memperdagangkan sesuatu yang bukan miliknya karena

melanggar hukum hak cipta. Merek memiliki nilai harga dan komersial.

Pemilik boleh melisensikan mereknya dengan imbalan royalti atau

menjual merek dagangnya dan jika ia telah menjual kepada orang lain,

10

Edy Santoso, Pengaruh Era Globalisasi Terhadap Hukum Bisnis di Indonesia

(Jakarta: Prenada Media Group, 2018), 11.

11

Sembiring, Hukum Dagang, 217.

12

(10)

manfaat dan pengelolaannya berpindah kepada pemilik baru dan harus

dilaporkan ke Dirjen HAKI agar diumumkan di berita Umum Merek

mengenai statusnya.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016, Hak atas Merek

dapat beralih atau dialihkan karena, pewarisan, wasiat, wakaf, hibah,

perjanjian atau sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan

perundang-undangan.13 Mengenai pengalihan hak atas merek di atas pada sebab dibenarkan oleh Undang-Undang salah satunya melalui perjanjian, yang

dalam hal ini merupakan perjanjian membebankan merek tersebut sebagai

suatu jaminan atas perjanjian kredit (pinjam meminjam).

Dalam kegiatan ekonomi masyarakat, kebutuhan tehadap

pendanaan sebagian besar dana tersebut diperoleh dengan cara kegiatan

pinjam-meminjam dalam bentuk penjaminan barang guna mendapatkan

pembiayaan diantaranya yaitu melalui jaminan fidusia. Fidusia adalah

penglihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan

ketentuan bahwa benda yang kepemilikannya dialihkan tersebut tetap

dalam penguasaan pemilik benda.14

Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang

berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak

khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan

sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi

13

Pasal 41 Angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis.

14

(11)

7

fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan

kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor

lainnya.15

Dengan demikian, berdasarkan kedua pasal tersebut di atas maka

terdapat perbedaan antara fidusia dengan jaminan fidusia. Fidusia

merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan, sedangkan jaminan

fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia.16

Adapun yang dijadikan dasar hukum kebolehan atas suatu jaminan

oleh para ulama di dalam QS. al-Baqarah: 283

 tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang

berpiutang).”17

Seiring dengan perkembangan zaman, kini benda yang menjadi

objek jaminan fidusia tidak hanya benda bergerak saja akan tetapi benda

bergerak dan benda tidak berwujud dapat menjadi objek jaminan fidusia.

Sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor

42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia bahwa benda adalah segala

Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.

16

Elsi Kartika Sari dan Advensi Simangunnson, Hukum Dalam Ekonomi (Jakarta: Grasindo, 2007), 24.

17

(12)

tanggungan atau hipotek.18 Benda bergerak sekaligus tidak berwujud yang dapat dijadikan sebagai jaminan salah satunya adalah hak merek yang

mana hak merek merupakan salah satu wujud hak kekayaan intelektual

yang sudah diakui dan dilindungi di Indonesia.

MUI juga telah menjelaskan tentang keberadaan hak merek di

dalam kajian fiqih. Berikut ini adalah uraian Keputusan Fatwa MUI

Nomor: 1/MUNAS VII/MUI/5/2005 Tentang Perlindungan Hak Kekayaan

Intelektual (HKI) Fatwa MUI yang mengeluarkan ketentuan Dalam

hukum Islam, HKI dipandang sebagai salah satu huqu>q ma>liyyah (hak

kekayaan) yang mendapat perlindungan hukum (mashu>n) sebagaimana

ma>l (kekayaan), HKI yang mendapat perlindungan hukum Islam tersebut

adalah HKI yang tidak bertentangan dengan hukum Islam, HKI dapat

dijadikan obyek akad (al-ma’qu>d ‘alaih), baik akad mu’awadhah

(pertukaran, komersial), maupun akad tabarru’at (non komersial), serta

dapat diwaqafkan dan diwariskan, Setiap bentuk pelanggaran terhadap

HKI, termasuk namun tidak terbatas pada menggunakan, mengungkapkan,

membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, mengedarkan,

menyerahkan, menyediakan, mengumumkan, memperbanyak, menjiplak,

memalsu, membajak HKI milik orang lain secara tanpa hak merupakan

kedzaliman dan hukumnya adalah haram.19

18

Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.

19

(13)

9

Berkaitan dengan hak atas merek yang dapat dijadikan sebagai

jaminan fidusia tentunya memiliki ekonomis. Hal ini merupakan

karakteristik suatu benda yang digunakan sebagai objek jaminan utang

adalah benda yang mempunyai nilai ekonomis dalam artian apabila suatu

saat debitur tidak dapat melunasi hutangnya maka benda tersebut dapat

menutup utang. Lembaga jaminan fidusia adalah lembaga jaminan yang

memungkinkan dibebankan pada hak atas merek sebagai objek jaminan

utang karena objek jaminan fidusia adalah benda bergerak. Namun disisi

lain terdapat perbedaan yang pada mulanya objek jaminan fidusia adalah

benda bergerak berwujud, sedangkan hak merek adalah benda bergerak

tidak berwujud.

Berangkat dari persoalan inilah penulis tertarik untuk meneliti

tentang tinjauan hukum Islam terhadap kedudukan merek apakakah diakui

sebagai harta. Serta tinjauan hukum Islam terhadap hak merek sebagai

objek jaminan fidusia.

Pengkajian tersebut dirumuskan dalam sebuah skripsi yang

berjudul: “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hak Merek Sebagai

Harta Dan Implikasinya Sebagai Jaminan Fidusia”. B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap kedudukan merek sebagai

harta?

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap hak merek sebagai objek

(14)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dijelaskan

meengenai tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap kedudukan merek

sebagai harta.

2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap hak merek sebagai

objek jaminan fidusia.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teori

a. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum.

b. Literatur kepustakaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual dalam

perlindungan merek.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan,

pedoman, atau landasan teori hukum terhadap penelitian sejenis

untuk tahap berikutnya.

2. Secara praktis

a. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

bagi khazanah ilmu pengetahuan dan pengembangan ilmu hukum.

Serta dengan melakukan penelitian ini penulis bisa memenuhi

(15)

11

b. Bagi lembaga akademik, hasil penelitian ini diharapkan dapat

menambah wawasan bagi para mahasiswa dan dapat dijadikan

acuan dalam penyusunan tugas-tugas selanjutnya.

c. Bagi masyarakat, untuk memberikan informasi dan pemahaman

mengenai merek yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan

fidusia, sehingga masyarakat dapat menerapkan sesuai dengan

prinsip ajaran agama islam dengan baik dan benar.

E. Telaah Pustaka

Telaah pustaka dalam penelitian ini, pada dasarnya adalah untuk

mendapatkan gambaran hubungan topik yang akan diteliti dengan

penelitian yang sejenis yang sudah dilakukan oleh peneliti lain

sebelumnya. Skripsi yang berhubungan dengan penelitian ini diantaranya

adalah:

Muhammad Yuris Azmi, dalam skripsinya, “Hak Cipta Sebagai

Jaminan Fidusia Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

Tentang Hak Cipta Dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang

Jaminan Fidusia.” Pada skripsi ini membahas mengenai bagaimana hak

cipta yang dijadikan sebagai objek jaminan fidusia serta mengaapa hanya

lembaga yang dapat menjdi lembaga penjamin utang dengan objek

jaminan berupa hak cipta. Hal ini didasarkan atas telah adanya penetapan

dalam pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang

(16)

Persamaan skripsi ini dengan penelitian penulis adalah penulis juga

membahas mengenai objek jaminan fidusia. Perbedaan skripsi ini dengan

skripsi penulis adalah objek penelitian berupa hak merek. Selain itu

penulis juga menganalisis penelitian berdasarkan hukum Islam.20

Subagio Gigih Wijaya, dalam tesisnya, “Hak Cipta Sebagai Objek

Jaminan Utang Dalam Perspektif Hukum Jaminan Indonesia.” Tesis ini

membahas kriteria hak cipta yang dapat digunakan sebagai objek jaminan

utang menurut perspektif hukum jaminan Indonesia dan mengkerucut pada

lembaga jaminan yang dapat dibebankan terhadap hak cipta sebagai objek

jaminan utang dan hasilnya adalah hak cipta dapat dipekai sebagai objek

jaminan utang menurut konstelasi hukum jaminan di Indonesia. Serta hak

cipta memiliki nilai ekonomis telah didaftarkan ke Dirjen HAKI, dan

masih dalam masa perlindungan karena berkaitan dengan nilai

keekonomian hak cipta tersebut. Sedangkan lembaga jaminan yang paling

memungkinkan dibebankan pada hak cipta sebagai jaminan utang adalah

lembaga jaminan fidusia.

Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian penulis adalah

sama-sama membahas mengenai jaminan utang. Sedangkan perbedaan

yang mendasar adalah objek penelitian penulis adalah hak merek. Penulis

20Muhammad Yuris Azmi, “Hak Cipta Sebagai Jaminan Fidusia Ditinjau Dari Undang

-Undang Nomor 28 Tentang Hak Cipta Dan -Undang--Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang

(17)

13

membahas hak merek sebagai objek jaminan fidusia setelah keluarnya

undang-undang merek kemudian dianalisis berdasarkan hukum Islam.21 Berkatini Caroline, dalam tesisnya, “ Pengkualifikasian Merek

Sebagai Benda Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Untuk

Dapat Dijadikan Objek Jaminan.” Tesis ini membahas mengenai adanya

peluang bagi merek dan cara kepemilikan merek. Pengkualifikasian ini

berguna bagi perkembangan dunia usaha di kemudian hari sebab dengan

dilakukannya pengkualifikasian maka memungkinkan merek untuk dapat

diperhitungkan dan diakui sebagai objek jaminan. Hal ini dituangkan

dalam rumusan masalah yakni bagaimana mengkualifikasikan merek

sebagai benda dan bentuk jaminan apa yang paling tepat digunakan

sebagai hasil pengkualifikasian tersebut. Hasil penelitian ini adalah dapat

dilakukannya pengkualifikasian merek sebagai benda dan juga ditemukan

jenis jaminan yang paling cocok diterapkan pada merek dengan

memperhtikan ciri khas yang terdapat pada merek yang sedikit berbeda

dengan benda pada umumnya, seperti pembatalan dan penghapusan

merek, adanya jangka waktu penggunaan merek dan nilai ekonomis pada

merek yang tidak selalu stabil melainkan sangat bergantung pada reputasi

yang dimiliki oleh merek.

Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian penulis adalah

sama-sama membahas mengenai jaminan utang dan objek penelitian yakni

hak merek. Sedangkan perbedaannya adalah tinjauan analisisnya.

21 Subagio Gigih Wijaya, “Hak Cipta Sebagai Objek Jaminan Utang Dalam Perspektif

(18)

penelitian ini berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

sedangkan penelitian penulis berdasarkan tinjauan hukum Islam.22

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

penelitian kepustakaan (library research). Disebut penelitian

kepustakaan karena data-data atau bahan-bahan yang diperlukan dalam

menyelesaikan penelitian tersebut berasal dari perpustakaan baik

berupa buku, jurnal, dan dokumen.

Ditinjau dari jenis data yang diteliti, jenis penelitian dalam skripsi

ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian jenis ini menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis.23 Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif, yakni dengan menggali,

menemukan, dan mengembangkan hukum Islam terkait hak merek

yang dijadikan jaminan fidusia.

2. Data dan Sumber data

Data adalah materi atau kumpulan fakta yang dipakai untuk

keperluan suatu analisis, diskusi, presentasi ilmiah, atau tes statistik.

Adapun data dalam pembahasan skripsi ini adalah data tentang

kedudukan merek yang dinggap sebagai harta, serta hak merek sebagai

objek jaminan fidusia. Data-data tersebut diperoleh dari sumber data.

22

Berkatini Caroline, “ Pengkualifikasian Merek Sebagai Benda Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Untuk Dapat Dijadikan Objek Jaminan,” Tesis (Bandung: universitas katolik parahyang, 2017).

23

(19)

15

Sumber data yang berfungsi sebagai sumber asli dalam penelitian

ini yaitu literature. Diantaranya:

a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan

Indikasi Geografis.

b. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.

c. Indra Rahmatullah, Aset Hak Kekayaan Intelektual Sebagai

Jaminan Dalam Perbankan.

d. Novianti, Trias Palupi Kurnianingrum, Sulastri Rongiyati, Puteri

Hikmawati, Perlindungan Merek.

e. Ok Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual.

f. Rahmi Jened, Hukum Merek (Trademark Law) Dalam Era

Globalisasi Dan Integrasi Ekonomi.

g. Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era

Global: Sebuah Kajian Kontemporer.

h. Edy Santoso, Pengaruh Era Globalisasi Terhadap Hukum Bisnis

di Indonesia.

i. Sentosa Sembiring, Hukum Dagang.

3. Teknik pengumpulan data

Teknis pengumpulan data utama yang dipakai dalam penelitian

pustaka adalah dokumentasi, yaitu suatu cara pengumpulan data yang

menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan

masalah yang diteliti, sehingga akan diperoleh data yang lengkap, sah

(20)

terkumpul, maka pelaksanaan dokumentasi ini sangat penting untuk

menguatkan data-data yang ada.24 Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan,

gambar, atau karya-karya monumental seseorang.25

Dalam penelitian ini dilakukan melalui penelaahan data yang dapat

diperoleh dalam peraturan perundang-undangan, buku teks, dan jurnal.

4. Analisis data

Sebagai cara untuk menarik kesimpulan dari penelitian yang sudah

terkumpul disini penulis sebagai instrument analisis, analisis data

dapat dirumuskan sebagai suatu proses penguraian secara sistematis

dan konsisten terhadap gejala-gejala tertentu.26

Teknik yang digunakan adalah teknik analisis isi (content analyst).

Analisis ini merupakan teknik pengambilan kesimpulan dalam

penelitian secara objektif dan sistematis dalam suatu kontesks atau isi

serta dibangun dengan metode deskriptif.27 Miles and Hiberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data yaitu data

reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Adapun

penjelasan lebih lanjut sebagai berikut:

24

Basrowi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), 160.

25

Sugiyono, Metode Penelitian , 240.

26

Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum (Jakarta: CV. Rajawali,1982), 37.

27

(21)

17

a. Data Reduction (Reduksi Data)

Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya.

Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan

gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk

mengumpulkan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.28 Penerapan reduksi data dalam skripsi ini dimulai dengan

mengumpulkan literature-literature tentang hak merek dan jaminan

fidusia, meliputi kedudukan merek diakui sebagai harta, serta

merek sebagai jaminan fidusia. Selanjutnya, memilih dan memilah

data yang diperoleh sehingga data yang diperoleh tersebut bisa

relevan dengan fokus kajian. Dari data-data yang terpilah

kemudian dilakukan pengelompokan, dari proses ini penulis dapat

menarik kesimpulan.

b. Data Display (Penyajian data)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah

mendisplaykan data. Data display (penyajian data) yang digunakan

pada langkah ini adalah dalam bentuk teks naratif. Dalam skripsi

ini, penyajian data diorientasikan dengan menganalisis hak merek

sebagai jaminan fidusia ditinjau dari hukum Islam dengan

menguraikan konsep harta dan ibtika>r.

28

(22)

c. Conclusion Drawing/Verivication.

Setelah proses reduksi dan penyajian data, akhir proses

penelitian ini adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi. Dalam

skripsi ini penarikan kesimpulan dilakukan dengan cara

memadukan antara konsep harta, kepemilikan dan rahn yang telah

tereduksi dan tersajikan, sehingga mengatahui kedudukan merek

sebagai harta dan bagaimana analisis hukum Islamnya terhadap

hak merek yang dijadikan sebagai jaminan fidusia.

G. Sistematika Pembahasan

Sisematika pembahasan adalah rangkaian urutan yang terdiri dari

beberapa uraian mengenai suatu pembahasan dalam karangan ilmiah atau

penelitian. Berkaitan dengan penelitian ini, secara keseluruhan dalam

pembahasannya terdiri dari lima bab:

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan pola dasar yang memberikan gambaram secara

umum dari seluruh isi skripsi yang meliputi: latar belakang,

rumusan masalah, tujuan masalah, manfaat penelitian, telaah

pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

BAB II KONSEP HUKUM ISLAM TENTANG HARTA DAN

IBTIKA>R

Merupakan landasan teori, dalam bab ini penulis akan

membahas konsep harta dengan sub bab pengertian harta,

(23)

19

kewajiban meenggunakan harta. Konsep ibtika>r, dengan sub

bab pengertian, ijtihad fuqaha’ dalam penetapan hak ibtika>r

(hak cipta), dan perlindungan hak ibtika>r (hak cipta) dalam

Islam.

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG HAK MEREK DAN

JAMINAN FIDUSIA

Sebagai bahan analisis dari bab sebelumnya yang dikhususkan

membahas tentang hak merek dan jaminan fidusia. Gambaran

umum merek dengan uraian yang meliputi beberapa sub

pembahasan yaitu: sejarah hak merek di Indonesia, pengertian

hak merek, jenis-jenis merek, merek yang tidak dapat didaftar

dan ditolak, jangka waktu perlindungan dan perpanjangan

merek, pengalihan hak atas merek dan lisensi, serta

penghapusan dan pembatalan merek. Gambaran umum

jaminan fidusia dengan uraian meliputi beberapa sub

pembahasan yaitu: pengertian jaminan fidusia, dasar hukum

jaminan fidusia, subjek dan objek jaminan fidusia, hapusnya

jaminan fidusia, dan eksekusi jaminan fidusia.

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK MEREK

SEBAGAI HARTA DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI

JAMINAN FIDUSIA

Merupakan analisis dari penelitian ini, meliputi: analisis

tinjauan hukum Islam terhadap kedudukan merek sebagai

(24)

objek jaminan fidusia.

BAB V PENUTUP

Berisi kesimpulan atau hasil dari penelitian ini dan dan saran

(25)

21 BAB II

KONSEP HARTA DAN IBTIKA>R DALAM HUKUM ISLAM

A. Harta

1. Pengertian Harta

Harta dalam bahasa Arab disebut ‘al-ma>l’ yang berasal dari kata

ََلاَم

-َ لْي-َي-َ

-َالْيَم

,

berarti condong, cenderung, dan miring. Sedangkan

menurut istilah imam H{anafi, harta (al-ma>l) ialah:

َ ه راَخْدِإَ نِكْ يََوَ ناَسْنِلإاَ عْبَطَِهْيَلِإَ لْيَِيََاَم

َِةَجاَْلْاَ ِتْقَوَ َلَِإ

“Sesuatu yang digandrungi tabiat islam dan memungkinkan untuk

disimpan hingga dibubuhkan.”1

Terdapat beberapa pengertian tentang harta. Yang pertama adalah

dari segi pembahasan tentang harta tersebut. Dalam bahasa Arab,

perkataan yang menunjukkan makna harta adalah al-ma>l’ yang berasal

dari perkataan ma>la yang berarti banyak harta. Dalam pengertian ini

al-ma>l’ ialah sesuatu yang dimiliki oleh para individu ataupun

kelompok baik berupa benda, barang perdagangan, uang maupun

hewan. Sementara itu dalam bahasa Inggris perkataan yang

menunjukkan pengertian tentang harta tersebut adalah property yang

berarti sesuatu yang bisa dimiliki baik ia bisa dirasa seperti bangunan

ataupun yang tidak bisa dirasakan dalam bentuk fisik. Contoh dalam

1

(26)

hal ini adalah harta intelektual, seperti hak cipta.2 Yakni hak cipta atas penemuan baru.

Sedangkan secara terminologi ada dua definisi yang dikemukakan

oleh para ulama. Pertama, Ulama H{anafiyah mendefinisikan al- ma>l

sebagai: segala yang diminati manusia dan dapat dihadirkan ketika

diperlukan, atau segala sesuatu yang dapat dimiliki, disimpan, dan

dimanfaatkan.3 Kedua, Jumhur Ulama (selain ulama H{anafiyah) mengartikan al-ma>l (harta) adalah segala sesuatu yang mempunyai

nilai, dan dikenakan ganti rugi bagi orang yang merusak atau

melenyapkannya.4

2. Unsur-Unsur Harta

Menurut para Fuqaha harta bersendi pada dua unsur, yaitu unsur

‘aniyah dan unsur ‘urf. Unsur ‘aniyah ialah bahwa harta itu ada

wujudnya dalam kenyataan (a’yan). Manfaat sebuah rumah yang

dipelihara manusia tidak disebut harta, tetapi termasuk milik atau hak.

Unsur ‘urf ialah segala sesuatu yang dipandang harta oleh seluruh

manusia atau sebagian manusia, tidaklah manusia memelihara sesuatu

kecuali menginginkan manfaatnya, baik manfaat madiyah maupun

manfaat ma’nawiyah.5

2

Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 10-11.

3

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 73.

4

Sahrani dan Abdullah, Fikih Muamalah, 16.

5

(27)

23

Junus Gozali mengemukakan, bahwa harta terdiri atas dua unsur,

yaitu:

a. Benda tetap, yaitu benda-benda yang tidak mungkin bisa

dipindahkan, misalnya tanah.

b. Benda bergerak yaitu benda yang dapat dipindahkan dari tempat

satu ke tempat yang lainnya, seperti tanaman, pohon, bangunan,

rumah, hewan, dan barang-barang yang lain.

Menurut pendapat Imam Malik, rumah dan pohon termasuk benda

tetap. Menurutnya, benda yang dapat dipindahkan itu adalah sesuatu

yang manakala dipindahkan, maka tidak merubah bentuk asalnya.

Bangunan apabila dipindahkan, harus dihancurkan terlebih dahulu agar

menjadi rusak, seperti halnya pohon, kalau dipindahkan menjadi

kayu.6

3. Macam-Macam Harta

Harta terdiri dari beberapa bagian, tiap-tiap bagian memiliki ciri

khusus dan hukumnya tersendiri. Pembagian jenis harta ini sebagai

berikut:

a. Harta Mutaqawwim/Mutamawwal (Bernilai) dan Ghair

Mutaqawwim (Tak Bernilai)

Harta yang termasuk mutaqawwim ini ialah semua harta yang

baik jenisnya maupun cara memperoleh dan penggunannya.

Misalnya, kerbau halal dimakanoleh umat Islam, tetapi kerbau

6

(28)

tersebut disembelih tidak sah menurut syara’, misalnya dipukul,

maka daging kerbau tidak bisa dimanfaatkan karena cara

penyembelihannya batal menurut syara’.7

Menurut satu versi, mutaqawwim ialah barang yang memiliki

nilai intrinsik yang dapat terpengaruh oleh fluktuasi harga. Versi lain

mendefinisikan, barang yang memiliki nilai manfaat secara konkrit

(z{ahir). Barang yang tidak terpengaruh oleh fluktuasi harga dalam

kondisi normal, karena faktor minimalis (qillah), seperti dua biji

beras. Dalam madhab Shafi’iyah, sebuah barang bisa dikategorikan

sebagai mutamawwal, juga disyaratkan harus bersifat suci. Barang

najis atau barang suci yang terkena najis dan tidak memungkinkan

disucikan melalui metode cuci atau membasuh (ghoslu), meskipun

bisa disucikan melalui metode memperbanyak volume air seperti air

najis, atau melalui metode istihalah seperti kulit bangkai yang bisa

disamak, maka bukan termasuk barang mutamawwal, sebab

dianggap sama dengan barang najis itu sendiri.8

Tinjauan berharga komoditi (ma’qud alaih), yakni ditinjau

dari dua perspektif, syar’i dan urfi. Dari perspektif syar’i, manfaat

bisa dikategorikan berharga apabila pemanfaatannya dilegalkan

(muba>han syar’an). Sedangkan dari perspektif ‘urfi, manfaat bisa

dikategorikan berharga apabila sudah lumprah dimanfaatkan,

sehingga diakui secara publik memiliki nilai ekonomis dan layak

7

Suhendi, Fiqh Muamalah, 19.

8

(29)

25

dikomersialkan (maqs{udan ‘urfan). Sebab komersialisasi sesuatu

yang tidak memiliki nilai ekonomis, termasuk tindakan bodoh dan

memakan harta orang lain secara bathil. 9

Harta ghair mutaqawwim ialah kebalikan dari harta

mutaqawwim, yakni yang tidak boleh diambil manfaatnya, baik

jenisnya, cara memperolehnya maupun caranya penggunannya.

Misalnya, babi termasuk harta ghair mutaqawwim, karena

jaenisnya. Sepatu yang diperoleh dengan cara mencuri termasuk

ghair mutaqawwim, karena cara memperolehnya tang haram. Uang

yang disumbangkan untuk membangun gedung pelacuran, termasuk

harta ghairmutaqawwim, kerena penggunaannya itu.10

Pembagian benda menjadi benda mutaqawwim dan ghoiru

mutaqawwim itu diperlukan untuk dapat memperoleh ketentuan

hukum dalam banyak aspek muamalat, seperti jual beli, hibah dan

sebagainya yng hnya dipandang sah dan dapat diluluskan terhadap

benda-benda bernilai. orang yang merusakkan benda-benda orang

lain hanya dapat dituntut penggantian apabila benda yang

dirusakkan adalah benda bernilai.11

9

Ibid, 280.

10

Sahrani dan Abdullah, Fikih Muamalah, 21.

11

(30)

b. Harta Mith dan harta Qīmī

Harta mith adalah harta yang memiliki persamaan atau

kesetaraan di pasar, tidak ada perbedaan pada bagian-bagiannya atau

kesatuannya, yaitu perbedaan atau kekurangan yang biasa terjadi

dalam aktivitas ekonomi. Harta mithterbagi atas empat bagian,

yaitu harta yang ditakar seperti gandum, harta yang ditimbang,

seperti kapas dan besi, harta yang dihitung seperti telur, dan harta

yang dijual dengan meter, seperti pakaian dan papan.

Harta qīmī adalah harta yang tidak mempunyai persaman di

pasar atau mempunyai persamaan, tetapi ada perbedaan menurut

kebiasaan antara kesatuannya pada nilai, seperti binatang dan

pohon.12

c. Harta Istihlāk dan Harta Isti’māl

Harta Istihlāk adalah:

َْيِذّلا

َِهِنْيَعَِكَلِْتِْااِبََّلاِاَ عاَفِتْنِْلإاَ نِكْ يَََلا

“Harta yang dapat diambil manfaatnya dengan merusak zatnya”.

Harta Isti’ma>l adalah:

َِهِنْيَعَِهِبَ عاَفِتْنِْلإاََ نِكْ يََاَم

“Harta yang dapat diambil manfaatnya, sedangkan zatnya tetap

(tidak berubah).”

12

(31)

27

Diantara contoh harta isti’ma>l adalah rumah, tempat tidur,

pakaian, dan buku. Apabila zat harta hilang ketika pertama kali

dimanfaatkan, harta tersebut dinamakan istihlāki. Sebaliknya, jika

zatnya tetap ada, dinamakan harta isti’māli.13

d. Harta Manqūl (Mudah Dipindahkan) dan Harta Ghair Manqūl/iqār

(Tidak Dapat Dipindahkan)

Harta manqūl adalah segala harta yang dapat dipindahkan

(bergerak) dari satu tempat ke tempat lainya baik tetap ataupun

berubah kepada bentuk yang lainnya seperti uang, hewan, kendaraan,

meja, kursi, benda-benda yang ditimbang atau diukur. Harta ghair

manqūl/’iqār adalah sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dan dibawa

dari satu tempat ke tempat lain. Misalnya tanah, rumah, pohon dan

lain sebagainya.14 Dalam hukum perdata positif, harta manqu>l dan

ghair manqu>l disebut dengan istilah benda bergerak dan benda

tetap.15

e. Harta Al-‘ain dan Harta Al-na>f’i (manfaat)

Harta al-‘ain ialah benda yang memiliki nilai dan bentuk

(berwujud), misalnya rumah dan ternak. Harta al-nafi’i ialah a’radl

yang berangsur-angsur tumbuh menurut perkembangan masa, oleh

karena itu ma>l al-nafi’i tidak berwujud dan tidak mungkin

13

Ibid, 37-38.

14

Muhamad Masrur, “Konsep Harta dalam Alquran dan Ḥadi>th,”Jurnal Hukum Islam, 1 (Juni 2017), 101.

15

(32)

disimpan.16 Disebut juga benda yang tidak bersifat kebendaan adalah suatu benda yang hanya dirasakan oleh panca indera saja (tidak

dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu

kenyataan, contohnya merek perusahaan, paten, dan ciptaan musik

atau lagu.17

Shafi’iyah dan H{anabilah berpendapat, bahwa harta ‘ain dan

harta naf’i ada perbedaan, dan manfaat dianggap sebagai harta

mutaqawwim (harta yang dapat diambil manfaatnya) karena manfaat

adalah sesuatu yang dimaksud dari pemilikan harta benda.

H{anafiyah benpendapat sebaliknya, bahwa manfaat dianggap bukan

harta, karena manfaat tidak berwujud, tidak mungkin untuk

disimpan, maka manfaat tidak termasuk harta, manfaat adalah

milik.18

4. Fungsi Harta

Diantara fungsi harta adalah:

a. Harta merupakan amanah (titipan, as a trust) dari Allah SWT.

Manusia hanyalah pemegang amanah karena memang tidak mampu

mewujudkan harta dari tiada.

b. Harta berfungsi sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan

manusia boleh menikmatinya dengan baik dan tidak

16

Sahrani dan Abdullah, Fikih Muamalah, 24.

17

Elsi Kartika Sari dan Advensi Simangunnson, Hukum Dalam Ekonomi (Jakarta: Grasindo, 2007), 10.

18

(33)

29

lebihan. Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk

memiliki, menguasai dan menikmati harta.

c. Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksanakan

perintah-Nya dan melaksanakan muamalah di antara sesama manusia,

melalui kegiatan zakat, infak dan sedekah.

d. Harta berfungsi juga untuk meneruskan kehidupan dari satu

generasi ke generasi berikutnya.19

e. Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia

dan akhirat.

f. Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena

menuntut ilmu tanpa biaya akan terasa sulit, misalnya, seseorang

tidak dapat kuliah di perguruan tinggi, jika ia tidak memiliki

biaya.20

g. Untuk memutar (men-tasharruf) peran-peran kehidupan, yakni

adanya pembantu dan tuan, adanya orang kaya dan miskin yang

saling membutuhkan, sehingga tersusunlah masyarakat yang

harmonis dan berkecukupan.21

5. Kewajiban Menggunakan Harta

Kewajiban menggunakan harta atau ketidakbolehan menahan

harta, adalah satu ciri khas ekonomi dalam islam. karena Islam

mendorong untuk berinfak (membelanjakan) dengan arti supaya

19

Rizal, Jurnal Penelitian, “Eksistensi Harta Dalam Islam (Suatu Kajian Analisis

Teoritis),” Jurnal Penelitian, 1 (Februari, 2015), 101. 20

Ghazali, Fiqh Muamalah , 22. 21

(34)

mengorbankan harta dijlan baik, dan mengharamkan penimpunan

harta. Dengan maksud agar harta itu tidak menetap dalam gudang yang

jauh dari penggunaan, tentunya itu tidak akan menghasilkan manfaat.

Akan tetapi Islam itu mendorong untuk mengorbankan hartanya di

jalan Allah dan memberikan haknya. Sehingga dengan itu dapat saling

menggunakan dan akan menjadikan manfaat yang sempurna bagi

sesama manusia. Karena itu bahwa harta bukanlah suatu tujuan akan

tetapi hanya sebagai jalan saja.22

B. HakIbtika>r

1. Pengertian Ibtika>r

Hak atas kekayaaan intelektual khususnya merek, dalam hukum

Islam termasuk kategori hak ibtika>r. Hak ibtika>r merupakan sebuah

rangkaian kata yang terdiri dari kata hak dan ibtika>r. Hak dapat

diartikan sebagai kekhususan yang dimiliki oleh seseorang atau

sekelompok orang atau sesuatu karya cipta yang baru diciptakan

(ibtika>r). Sementara ibtika>r mempunyai makna menciptakan. Dengan

demikian hak ibtika>r dapat diartikan sebagai hak istimewa atas suatu

ciptaan yang pertama kali diciptakan.23

Ibtika>r berarti awalan sesuatu. Dalam fiqh Islam ibtika>r adalah

hak cipta atau kreasi yang dihasilkan seseorang untuk pertama kali.24 Hak cipta (haq ibtika>r) merupakan bagian dari macam-macam hak

22

Muhammad Mahmud Bably, Kedudukan Harta Menurut Pandangan Islam (Semarang: Kalam Mulia Jakarta, 1989), 79.

23

Umi Cholifah, “Hak Cipta Dalam Ekonomi Islam,” El-Wasathiya, 1, (Juni 2016), 98.

24

(35)

31

dalam Islam. Hak cipta juga bisa dipandang sebagai harta, karena itu

perlu perlindungan hukum. Perlindungan ini diberikan, karena Islam

sangat menghargai upaya seseorang dalam berkarya, seperti hasil

karya tulis yang bermanfaat untuk kepentingan masyarakat dan agama.

Atau penemuan-penemuan lain yang sangat bermanfaat bagi

kehidupan manusia, dan berguna bagi pengembangan ilmu

pengetahuan.25

2. Ijtihad Fuqaha’ Dalam Penetapan Hak Ibtika>r (Hak Cipta)

Para cendekiawan muslim kontemporer memberikan

pandangan-pandangannya mengenai hak cipta, mereka berijtihad mengenai dasar

yang dijadikan sandaran hukum dalam penetapan hak cipta. Di antara

mereka adalah:

a. Fathi Al-Duraini yang menyatakan bahwa landasan hukum dari

hak cipta adalah 'urf (suatu adat kebiasaan yang berlaku umum

dalam suatu masyarakat) serta kaidah mas{lahah mursalah (suatu

kemaslahatan yang tidak ada nashnya dari Alquran dan sunnah,

namun mengandung kebaikan padanya).26

b. Bakr bin Abdullah Abu Zaid berpendapat bahwa dasar hukum

penetapan dari hak cipta ada adalah: pertama, qiyas yaitu

mengqiyaskan antara pembuat karya cipta dengan seseorang yang

bekerja yang berhak atas hasil dari kerjanya tersebut, juga qiyas

25

Abd. Salam Arief , “Konsep Al-Ma>l Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Terhadap Ijtihad Fuqaha),” Al-Mawarid, 9 (2003), 54.

26

(36)

mengenai bolehnya mengambil upah dari pengobatan (ruqyah)

dengan membaca Alquran dan mengajarkannya. Kedua, amalan

para ulama terdahulu yang menjual belikan buku-buku mereka atau

menggadaikannya. Hal ini menunjukan bahwa hasil dari

penuangan ide dan gagasan ini adalah harta yang bernilai. Ketiga,

kaidah fiqhiyah:

ب ِجاَولاَُّمِتَيَلاَاَم

َ

َِجاَوََو هَ فَِهِبََّلاِإ

َ ب

Artinya: “Setiap yang dapat menyempurnakan sesuatu yang wajib maka ia menjadi wajib”.

Salah satu cabang dari kaidah ini adalah

ََيَِتَُّم

َ

َِهِبلاإَنونسلما

َََ ف

َ هََو

نونسم

ََلاام

Artinya: Setiap yang dapat menyempurnakan sesuatu yang sunnah maka ia menjadi sunah hukumnya”.27

c. Abdullah Al-Muslih dan Shalah Al-Shawi merinci mengenai

sandaran hukum bagi penetapan hak cipta, keduanya menyebutkan

dalil-dalil hukum yang dapat digunakan adalah:

1) Dalil mencari mas{lahah. Yaitu ketika hak cipta terpelihara

maka akan mendatangkan kemaslahatan umum, dalam arti

diharapkan akan semakin banyak pengkajian ilmiah dan

mendorong para cendekiawan untuk melakukan berbagai

penelitian dan menulis buku-buku yang bermanfaat sementara

tulisan dan hak cipta mereka terjaga dari berbagai.

27

(37)

33

2) Dalil 'urf (kebiasaan), artinya persoalan ini muncul di

tengah-tengah ummat dan kesepakatan kaum muslimin untuk

melakukannya merupakan dalil bahwa mereka sudah

mengetahui dibolehkannya urusan itu. Jelas bahwa kebiasaan

itu memiliki pengaruh dan hukum syariat.

3) Pendapat yang diambil dari sebagian ulama yang mengatakan

bahwa diperbolehkannya mengambil upah dari mengajarkan

ilmu-ilmu agama, bahkan saat ini ada pendapat yang

menyatakan dibolehkannya mengambil upah bagi seorang

muadzin.

4) Qiyas, seorang produsen atau pembuat barang bisa menikmati

hasil karyanya, memiliki kebebasan dan kesempatan untuk

orang lain memanfaatkannya atau melarangnya. Maka

demikian juga seorang pembuat karya termasuk penulis dengan

segala kesungguhannya dan segala upayanya telah menyusun

sebuah tulisan.28

5) Kaidah sadd al-dhara'i (menolak jalan menuju haram), artinya

ketika pemilik hak cipta diberikan hak untuk mengeksploitasi

ciptaannya maka dia akan mendapatkan manfaatnya, namun

jika tidak dilindungi maka akan timbul berbagai kerusakan,

seperti mereka tidak mau lagi membuat sebuah karya hal ini

tentu berakibat kepada mandeknya ilmu pengetahuan.

28

(38)

6) Dasar ditetapkannya nilai jual, adalah adanya mutu yang

dibolehkan syariat. Mutu dari karya ilmiah bagi umat manusia

kini dan di masa yang akan datang sangat jelas sekali. Kalau

para ulama telah mengakui nilai dari berbagai fasilitas yang

lahir dari sebagian jenis hewan seperti ulat atau kicauan burung

maka manfaat dan fasilitas yang berasal dari karya tulis

misalnya tentu lebih layak lagi memiliki nilai jual, karena lebih

banyak faedahnya. 29

Dalil-dalil yang tersebut menunjukan bahwa pada dasarnya hak

cipta adalah bagian dari hak asasi manusia, di mana setiap pencipta

berhak atas karya ciptanya. Dari sini sangat jelas bahwa hak cipta

dalam Syariah Islam adalah hak kepemilikan yang diakui

berdasarkan dalil-dalil hukum tersebut. Adapun sumber hukumnya

adalah bersifat global yang berkenaan dengan sebab-sebab

seseorang mendapatkan hak kepemilikan harta.

3. Perlindungan Hak Ibtika>r (Hak Cipta) Dalam Islam

Adapun dasar hukum perlindungan hak ibtika>r (hak cipta) adalah:

(39)

35

Artinya : Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.31

Artinya : “Maka barang siapa mengerjakan kebaikan setimbang zarrah niscaya ia kan melihat (menerima ganjarannya, dan barang siapa mengerjakan kejahatan setimbang zarrah, niscaya dia kan

menerima ganjarannya”. Dan barang siapa yang

(40)

d. QS. al- Maidah: 38

Artinya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.33

e. QS. al- Muja>dilah: 11

Artinya : Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.34

Ayat-ayat di atas merupakan dasar diakuinya kekayaan

intelektual dalam Islam. Islam memberikan penghargaan pada kaum

cendekiawan dan kaum intelektual. Banyak karya yang dihasilkan dari

intelektualitas manusia, baik melalui daya cipta, rasa, maupun

karsanya. Oleh karena itu, perlu diperhatikan dengan serius, sebab

karya manusia ini telah dihasilkan dengan suatu pengorbanan tenaga,

(41)

37

pencipta dintaranya hak mendapatkan manfaat yang dapat dinikmati,

dan hak ekonomi (economic rights). Hak ekonomi adalah hak untuk

memperoleh keuntungan atas merek. Merek adalah benda yang dapat

dinilai uang karena adanya penggunaan sendiri atau karena

penggunaan pihak lain berdasarkan lisensi atau surat perjanjian yang

telah ditentukan oleh kedua belah pihak. Keuntungan ekonomi

tersebut merupakan kekayaan (hak milik) seseorang yang dapat

mengakibatkan timbulnya kebebasan bagi pemiliknya untuk memetik

manfaat, mengembangkan, memelihara, mengalihkan dan bahkan

(42)

38 BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG HAK MEREK DAN JAMINAN FIDUSIA

A. Hak Merek

1. Sejarah Dan Perkembangan Hak Merek Di Indonesia

Penggunaan merek dagang dalam pengertian yang kita kenal

sekarang ini mulai dikenal tidak lama setelah Revolusi Industri pada

pertengahan abad XVIII. Pada saat itu sistem produksi yang berasal

dari abad pertengahan yang lebih mengutamakan keterampilan kerja

tangan, berubah secara radikal sebagai akibat digunakan mesin-mesin

dengan kapasitas produksi yang tinggi. 1

Bersamaan dengan berkembangnya industri, berkembang pula

penggunaan iklan untuk memperkenalkan produk. Sejalan dengan

berkembang dan meningkatnya penggunaan iklan, maka meningkat

pula penggunaan merek dalam fungsinya modern, yaitu sebagai tanda

pengenal akan asal atau sumber produsen dari barang-barang yng

bersangkutan. Pada masa itu, telah dikenal penggunaan merek

perniagaan (marques de commerce, trademark, merk) dalam

pengertian sendiri sebagai tandingan merek perusahaaan (marques de

fabrique, manufacturer’s mark, fabrioeksmereken. Asal muasal

perbedaan ini karena di Perancis pada waktu itu merek dari pedagang

sutra lebih penting daripda merek yang berasal dari perusahaan kain

1

(43)

39

sutranya, sehingga para pedagang sutera yang bersangkutan merasa

berkepentingan untuk dapat menggunakan atau melindungi merek

mereka, seperti halnya para pengusaha pabrik dengan merek

perusahaaannya.2

Dalam sejarah perundang-undangan merek di Indonesia dapat

dicatat bahwa pada masa kolonial Belanda berlaku Reglement

Industriele Eigendom (RIE) yang dimuat dalam Stb. 1912 No. 545 Jo.

Stb 1913 No. 214.3 Merek di Indonesia semula diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek

Perniagaan. Mengingat undang-undang ini dianggap kurang memadai

lagi, kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992

tentang Merek. undang ini pun diubah dengan

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997.4

Selanjutnya, dalam hukum nasional pengturan merek diatur dalam

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi

Geografis (UU No. 20 Tahun 2016). Undang-undang Nomor 20 Tahun

2016 merupakan penggantian dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2001 Tentang Merek. Salah satu subtansi perubahan dalam

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 adalah aturan yang lebih ketat terhadap

2

Ibid, 2. 3

Ok Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2007), 331.

4

(44)

merek terkenal dibanding Undang Merek yang lama,

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 (UU Merek).5

2. Pengertian Hak Merek

Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa

gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk

2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau

kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan

barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum

dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.6

Merek dagang digunakan oleh pebisnis untuk mengidentifikasi

sebuah produk atau layanan. Merek dagang meliputi nama produk atau

layanan, beserta logo, simbol, gambar yang menyertai produk atau

layanan tersebut. 7 Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar untuk jangka waktu

tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan

izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.8

Dari ketentuan di atas, dapat diketahui bahwa bagi pihak ketiga

yang ingin mendapatkan hak khusus, dalam arti merek tersebut hanya

dapat digunakan oleh yang bersangkutan, maka langkah awal yang

5

Novianti, Trias Palupi Kurnianingrum, Sulastri Rongiyati, Puteri Hikmawati,

Perlindungan Merek ( Jakarta: Yayasan Pustaka Obor, 2018), 16.

6

Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis.

7

Zainal Asikin, Hukum Dagang (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016), 139.

8

(45)

41

harus dilakukan adalah mendaftarkan mereknya ke kantor merek.Jadi,

fungsi merek adalah untuk:

a. Membedakan dengan barang atau jasa sejenis (jati diri).

b. Menunjukkan kualitas (mutu) barang atau jasa.

c. Sebagai sarana promosi.9

3. Jenis-Jenis Merek

Sebagimana halnya Konvensi Paris, undang-undang merek

mengatur lingkup merek dalam dua golongan atau macam merek,

yaitu:

a. Merek Dagang (Trademarks)

Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang

yang diperdagangkan oleh seseorang secara bersama-sama atau

badan hukum untuk membedakan dengan barang jenis lainnya.

b. Merek Jasa (Servicemarks)

Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa

perdagangan oleh seseorang atau beberapa orang secara

bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa sejenis

lainnya.10

Di samping merek dagang dan merek jasa, juga dikenal adanya

merek kolektif. Merek kolektif dapat berasal dari suatu badan usaha

tertentu yang memiliki produk perdagangan berupa barang dan jasa.

9

Sembiring, Hukum Dagang, 217.

10

Martha Eri Safira, Hukum Dagang Dalam Sejarah Dan Perkembangannya Di

(46)

Merek kolektif juga dapat berasal dari dua atau lebih badan usaha yang

bekerja sama untuk memiliki merek yang sama.11

Permintaan pendaftaran merek dagang atau jasa sebagai merek

kolektif hanya dapat diterima pendaftaran tersebut dengan jalan

dinyatakan, bahwa merek tersebut akan digunakan sebagai merek

kolektif. Pada permintaan pendaftaran tersebut, wajib disertakan pula

salinan peraturan penggunaan merek tersebut sebagai merek kolektif

yang ditandatangani oleh pemilik yang bersangkutan. Peraturan

tersebut di negara-negara lain diartikan sebagai Regulation, World

Intellectual Property Organization menyebutkan The Regulation the

Use of Collective Mark.12

Dalam peraturan penggunan merek kolektif harus berisikan

antara lain:

a. Sifat, ciri-ciri umum, atau mutu dari barang atau jasa yang

produksi dan perdagangannya akan menggunakan merek kolektif.

b. Ketentuan pemilik merek kolektif untuk melakukan pengawasan

yang efektif atas penggunaan merek terssebut sesuai dengan

peraturan.

c. Sanksi atas pelanggaran peraturan penggunaan merek kolektif.

Khusus terhadap merek kolektif ini tidak dapat dilisensikan kepada

orang atau badan lain. Hal ini berkaitan erat dengan kepemilikan

11

Iswi Hariyanti , Prosedur HAKI Yang Benar (Jakarta: Pustaka Yustisia, 2010), 88. 12

(47)

43

merek kolektif terdaftar hanya dapat menggunakan merek tersebut

secara bersama-sama.13

Di samping jenis merek sebagaimana ditentukan di atas ada juga

pengklasifikasian lain yang didasarmkan kepada bentuk atau

wujudnya. Bentuk atau wujud merek itu menurut Suryatin

dimaksudkan untuk membedakannya dari barang sejenis milik orang

lain. Oleh karena itu adanya pembedaan itu, maka terdapat beberapa

jenis merek yakni:

a. Merek lukisan

b. Merek kata

c. Merek bentuk

d. Merek bunyi-bunyian

e. Merek judul.14

4. Merek Yang Tidak Dapat Di Daftar dan Ditolak

Merek tidak dapat didaftar jika:

a. Bertentangan dengan ideologi negara,peraturan

perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum.

b. Sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang

dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya

c. Memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal,

kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau

13

Ibid, 216.

14

(48)

jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan nama

varietas tanaman yang dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang

sejenis.

d. Memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat,

atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi.

e. Tidak memiliki daya pembeda.

f. Merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.15

Untuk memenuhi persyaratan pendaftaran merek, ada beberapa

cara yang dapat dilakukan, diantaranya adalah merancang pembuatan

merek sebagai berikut ini:

a. Coined atau “Fanciful” Words

Coined atau “Fanciful” Words adalah proses pembuatan

kata yang akan dijadikan merek. Kata yang dihasilkan tidak

memiliki arti. Keuntungan dari Coined Words adalah kata yang

diciptakan dapat dilindungi dengan mudah karena kata tersebut

memiliki daya pembeda.16 Namun, merek yang lahir dari Coined Word memiliki beberapa kekurangan, diantaranya kata-kata yang

dihasilkan sering sulit diingat dan memerlukan usaha yang besar

untuk memgiklankan produknya. Contoh beberapa merek yang

termasuk kategori Coined Words adalah KODAK.

15

Pasal 20 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis.

16

Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global: Sebuah Kajian

(49)

45

b. Arbitrary Marks

Arbitrary marks adalah cara membuat kata-kata yang

memiliki arti namun tidak ada hubungannya sama sekali dengan

produk yang akan dilekatkan oleh kata tersebut. Arbitrary marks

adalah cara yang paling tepat untuk menghindari merek yang

bersifat generik yaitu menerangkan benda yang akan dijual atau

memiliki keterkaitan dengan benda atau sifat deskriptif. Contoh

merek yang digolongkan sebagai arbitrary marks adalah “APPLE”

untuk komputer. Apple adalah nama buah sedangkan computer

adalah barang elektronik. Keuntungan dari Arbitrary marks adalah

mudah dilindungi. Sedangkan kerugianntya adalah perlu usaha

yang keras untuk menimbulkan asosiasi antara merek dan

produknya.

c. Suggestive Marks

Suggestive Marks adalah merek yang memiliki kata kunci

yang terhubung dengan satu atau beberapa karakteristik dari suatu

produk. Keuntungannya adalah suggestive marks sangat menarik

untuk periklanan. Sedangkan kerugiannya adalah merek tersebut

sedikit beresiko karena cenderung bersifat deskriptif. Contoh:

merek “sunny” untuk pemanas listrik.17

Permohonan ditolak jika merek tersebut mempunyai persamaan

pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:

17

(50)

a. Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu

oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;

1) Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa

sejenis.

2) Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa

tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu.

3) Indikasi Geografis terdaftar.

b. Permohonan ditolak jika merek tersebut:

1) Merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama orang

terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang

lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak.

2) Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama,

bendera, lambang atau simbol atau emblem suatu negara, atau

lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas

persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

3) Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel

resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah,

kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

c. Permohonan ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang beriktikad

tidak baik.18

18

Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek

Referensi

Dokumen terkait

14 Turimas mintyje probleminis epistolinio žanro statusas: „[...] kalbėti apie laiško semiologiją arba gra - matiką (kaip buvo galima kalbėti apie pasakojimo gra -

Pendaftaran kursus secara online mengikut tempoh yang telah ditetapkan (rujuk Timeline / pengajian bagi setiap semester). Pendaftaran kursus adalah mengikut pakej yang

Menjelang Hari Raya Idul Adha, banyak lembaga-lembaga kemanusiaan yang melakukan jual beli pesanan hewan ternak, salah satunya Dompet Dhuafa Jawa Tengah. Untuk

Solusi kongkrit yang dilakukan pengusul untuk mengatasi permasalahan yaitu dengan membuat dan mendesain mesin pemotong kayu lasser, pembuatan website pemasaran

Pelaksanaan Triase di mulai sejak pasien masuk ke puskesmas pekauman dan pasien dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang disertai penyulit akan di arahkan ke

Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam padal 362 menjelaskan bahwa barang siapa mengambil sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain,

Penggunaan natrium bikarbonat yang diberikan pada pasien gagal ginjal kronis dengan asidosis metabolik di Instalansi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Menurut cerita, pada saat itu Sunan Drajat pergi berkunjung ke kampung Patunon tempat tinggal Raden Noer Rochmat yang kemudian menjadi Desa perdikan yangcukup maju