• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

5

LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG) 2.1.1 Pengertian SIG

Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System (GIS) adalah sebuah sistem yang didesain untuk menangkap, menyimpan, memanipulasi, menganalisa, mengatur dan menampilkan seluruh jenis data geografis (Irwansyah, 2013:1).

SIG adalah sekumpulan alat untuk mengumpulkan, menyimpan, mengambil kembali saat dibutuhkan, mentransformasikan dan menampilkan suatu data spasial dari dunia nyata untuk suatu kebutuhan tertentu (Burrough, 2002:12).

Menurut Department of Environment (Heywood, 2002:12) sebuah SIG yang baik seharusnya dapat memberikan :

1. Akses yang mudah dan cepat untuk pengaksesan data dalam jumlah yang besar.

2. Mampu menghasilkan suatu output (peta, grafik, daftar alamat, dan rangkuman statistik) yang disesuaikan dengan kebutuhan .

3. Kemampuan untuk :

a. Memilih detail berdasarkan area atau suatu tema tertentu.

b. Menyambungkan atau menggabungkan sekumpulan data dengan yang lainnya.

c. Menganalisa karakteristik spasial suatu data. d. Mencari karakteristik tertentu di suatu area. e. Memperbaharui data dengan cepat dan murah. f. Memodelkan suatu data.

(2)

2.2 Pengertian Segmentasi

Segmentasi merujuk pada proses partisi citra digital menjadi beberapa bagian yang disebut superpixels dengan tujuan untuk memudahkan atau mengganti sebuah gambar menjadi lebih berarti dan mudah dianalisa (Charles, 2012:6)

Kelebihan segmentasi adalah kemampuan membedakan antara segmen satu dengan segmen lainnya dan segmentasi sering dianggap sebagai langkah pertama dalam analisis citra (Jain, 1989:407). Tujuan segmentasi adalah untuk membagi sebuah gambar menjadi bermakna daerah yang tidak tumpang tindih sehingga dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut. Semua metode segmentasi citra berasumsi bahwa:

a. Nilai intensitas yang berbeda di berbagai daerah

b. Dalam masing-masing daerah, yang kembali menyajikan obyek yang berhubungan dalam scene, memiliki nilai intensitas yang sama.

2.3 Pengertian Citra

Citra atau image adalah representasi spasial dari suatu objek yang sebenarnya dalam bidang dua dimensi yang biasanya ditulis dalam koordinat cartesian x-y dan setiap koordinat merepresentasikan satu sinyal terkecil dari objek. Fungsi citra adalah model matematika yang sering digunakan untuk menganalisis dimana semua fungsi analisis digunakan untuk mempertimbangkan citra sebagai fungsi dengan 2 variabel (Kulkarni, 2001:9). Citra merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau sensor.

Sedangkan penginderaan jauh ialah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah, atau gejala yang dikaji (Lillesand and Kiefer, 2004:1).

Alat yang dimaksud di dalam batasan ini ialah alat pengindera atau sensor. Pada umumnya sensor dipasang pada wahana (platform) berupa pesawat terbang, satelit, pesawat ulang-alik, atau wahana lainnya. Obyek yang diindera atau yang

(3)

ingin diketahui berupa obyek di permukaan bumi, di dirgantara, atau di antariksa. Penginderaannya dilakukan dari jarak jauh sehingga ia disebut penginderaan jauh.

2.3.1 Elemen Citra

Menurut Burger et al ( 2008:45), elemen citra adalah sebagai berikut : a. Kecerahan (Brightness)

Kecerahan ialah intensitas cahaya yang terdapat pada citra tersebut. Semakin tinggi intensitas cahaya pada citra, maka citra akan tampak semakin putih.

Gambar 2.1 Elemen Citra untuk Kecerahan (Brightness)

b. Kontras (Contrast)

Kontras ialah sebaran terang dan gelap dalam sebuah citra. Sebuah citra dikatakan memiliki kontras yang rendah jika citra tersebut memiliki komposisi sebagian besar terang atau sebagian besar gelap. Sebaliknya, jika komposisi sebagian kecil terang atau sebagian kecil gelap, citra dikatakan memiliki kontras yang tinggi.

(4)

c. Warna (Color)

Persepsi yang dirasakan mata terhadap panjang gelombang cahaya λ yang dipantulkan objek. Warna dengan panjang gelombang tertinggi adalah merah dan warna dengan panjang gelombang terendah ialah ungu (violet).

d. Bentuk (Shape)

Pada citra yang dilihat dengan mata adalah citra 2 dimensi, namun sebenarnya objeknya berupa 3 dimensi. Informasi bentuk objek diperoleh dari citra yang ditangkap sistem visual atau yang disebut dengan segmentasi citra.

e. Tekstur (Texture)

Tekstur adalah distribusi spasial dari derajat keabuan di dalam sekumpulan pixel yang bertetangga. Sistem visual manusia tidak menerima informasi per pixel, namun yang diterima adalah sekumpulan pixel sebagai kesatuan.

f. Resolusi (Resolution)

Resolusi menunjukkan tingkat kerincian suatu citra. Resolusi menyatakan banyak pixel dalam satuan meter, contoh: 120x100 m, dan dalam satuan inci, contoh: 72dpi. Semakin kecil nilai satuan meter, semakin tinggi resolusi. Semakin besar nilai dpi, resolusi juga semakin tinggi.

2.3.2 Format Citra

Menurut (Shapiro et al, 2001:54) beberapa format didapatkan dari usaha perusahaan yang membuat alat perlengkapan pengolahan citra untuk mengatasi masalah citra komputer. Ada beberapa format dasar yang harus diketahui, yaitu:

a. GIF (Graphics Interchange Format)

(5)

digunakan untuk digunakan di dalam internet. Format file GIF digunakan untuk menyimpan dan mentransfer gambar dalam mode indeks warna yang tidak lebih dari 256 warna. Pada tahun 1989 format GIF telah diperbaharui. Saat ini format GIF ini adalah salah satu format grafis paling populer. Akan tetapi format ini tidak cocok untuk memegang gambar fotorealistik, karena tidak dapat berisi lebih dari 256 warna. Format GIF sebagian besar digunakan untuk menampilkan animasi dan gambar - gambar tanpa campuran.

b. JPEG (Joint Photographic Experts Group)

Format JPEG adalah format paling familiar yang digunakan sebagai gambar standart kompresi (Gonzales, 2008:46). Format JPEG dirancang untuk mentransfer data grafis dan gambar melalui jaringan telekomunikasi digital. Foto dan gambar multiwarna yang ditransfer di dalam format ini ideal untuk jaringan telekomunikasi digital.

c. Bitmap

Bitmap adalah citra digital yang tersusun dari titik-titik yang bernama pixel (Semuil Tjiharjadi, 2006:109). Pixel adalah kandungan titik-titik kecil yang mempunyai warna masing-masing yang disebut dengan nama bits. Semuil Tjiharjadi (2006:109) mengatakan bahwa,“Citra bitmap adalah citra digital yang resolution-dependent, artinya citra yang bergantung pada resolusi.” Bitmap biasa digunakan secara praktis untuk semua penyimpanan data raster.

d. PNG (Portable Network Graphic)

Format file PNG adalah format baru yang awalnya dirancang untuk menggantikan GIF. Format PNG telah mendapat satu set fitur baru yang tidak ada di GIF. Format ini mendukung kedalaman warna hingga 48 bit dan dapat melakukan kompresi lossless yang memungkinkan untuk mengadakan gambar fotorealistik.

(6)

2.4 Pengertian Segmentasi Citra

Segmentasi citra adalah suatu proses membagi suatu citra menjadi wilayah-wilayah yang homogen (Jain, 1989:407). Menurut Jain (1989:410), segmentasi citra dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu dividing image space dan clustering feature space. Jenis yang pertama adalah teknik segmentasi dengan membagi image manjadi beberapa bagian untuk mengetahui batasannya, sedangkan teknik yang kedua dilakukan dengan cara memberi index warna pada tiap pixel yang menunjukkan keanggotaan dalam suatu segmentasi. Teknik segmentasi citra, menurut Jain, dapat dilihat pada diagram berikut

Gambar 2.3 Teknik Segmentasi Citra

(Sumber Charles:2012)

Adapun teknik segmentasi tersebut dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan sebagai berikut :

1) Pendekatan Edge-Based

Pendekatan ini melakukan proses deteksi tepi dengan operator gradien. Masukannya berupa citra gray level dan keluarannya berupa citra edge (biner). Selanjutnya dilakukan proses region growing dengan masukan citra

(7)

asli (gray-level) dan citra edge. Proses pembentukan suatu wilayah akan berhenti bila menjumpai edge pixel. Kekurangan dari pendekatan ini adalah belum tentu menghasilkan edge yang kontinu yang mengakibatkan terjadinya kebocoran wilayah (wilayah-wilayah yang tidak tertutup).

2) Pendekatan Region-Based

Pendekatan ini memerlukan criteria of uniformity, memerlukan penyebaran seeds atau dapat juga dengan pendekatan scan line, kemudian dilakukan proses region growing. Kekurangan dari pendekatan ini adalah belum tentu menghasilkan wilayah-wilayah yang bersambungan.

3) Pendekatan Hybrid

Pendekatan ini melakukan proses deteksi tepi untuk menghasilkan citra tepi (pixel edge dan pixel non-edge), melakukan pemisahan wilayah dengan metode connected region. (Connected regions adalah set pixel 4-tetangga yang bukan pixel edge), dan selanjutnya dilakukan proses merging regions. Pendekatan ini bertujuan untuk mendapatkan hasil segmentasi dengan wilayah-wilayah yang tertutup dan bersambungan.

2.5 Pengertian Resolusi Citra

Resolusi Citra (image resolution) dapat diartikan sebagai kualitas lensa yang dinyatakan dengan jumlah maksimum garis pada tiap milimeter yang masih dapat dipisahkan pada citra. Misal tiap garis tebalnya 0,01 mm. Ruang pemisah antara tiap garis juga sebesar 0,01 mm. Berarti tiap garis menempati ruang selebar 0,02 mm atau pada tiap mm ada 50 garis. Dalam contoh ini berarti resolusi citranya sebesar 50 garis/mm. Maka secara teoritik resolusi citra yang terbaik 1.430 garis/mm (Charles, 2012:17).

Resolusi spasial yang baik dikatakan resolusi tinggi atau halus, sedang yang kurang baik berupa resolusi kasar atau rendah. Disamping itu dinyatakan dengan ukuran dalam meter di lap atau dalam meter per pixel pada citra (Rm/pixel), resolusi medan juga dapat dinyatakan dengan ukuran dalam meter di

(8)

lap yang dapat digambarkan oleh sepasang garis pada citra atau Rm/Lp (meter per line pairs) (Charles, 2012:17).

Resolusi spasial dipengaruhi:

a) Skala; semakin besar skala semakin baik resolusinya.

b) Panjang gelombang tenaga elektromagnetik yang digunakan.

2.5.1 Resolusi Spasial

Resolusi spasial adalah ukuran terkecil obyek yang dapat direkam oleh suatu sistem sensor. Dengan kata lain resolusi spasial mencerminkan kerincian informasi yang dapat disajikan oleh suatu sistem sensor.

Resolusi spasial merupakan luas suatu objek di bumi yang diukur dalam satuan pixel pada citra satelit. Apabila suatu objek dilakukan pengambilan gambar yang mempunyai ukuran luas aslinya 30m x 30m ditampilkan pada citra satelit dengan ukuran 1 pixel maka citra satelit tersebut mempunyai resolusi spasial 30m. Dengan kata lain apabila citra satelit mempunyai resolusi spasial 30m, 1 pixel pada citra satelit mewakili luasan aslinya berukuran 30m x 30m. Semakin kecil ukuran asli suatu objek dalam 1 pixel pada citra satelit, maka semakin jelas dan detail tampilan objek tersebut pada citra satelit.

Berikut jenis-jenis dari resolusi spasial menurut Satellite Imaging Corporation yang dikutip oleh Charles (2012), yaitu :

1. High Spatial Resolution

Resolusi spasial ini biasa disebut juga dengan resolusi citra besar dengan jarak 0,6 m sampai dengan 4 m. Dengan jarak demikian, hasil citra yang didapat akan lebih jelas. Contoh dari resolusi cira besar ini antara lain adalah Aerial Photograph dan Quickbird.

2. Medium Spatial Resolution

Resolusi spasial ini biasa dikenal sebagai citra resolusi sedang, yang jaraknya antara 4 m sampai dengan 30 m. ASTER, LANDSAT-7, dan CBERS-2 merupakan contoh dari citra resolusi sedang ini.

(9)

3. Low Spatial Resolution

Resolusi spasial ini dikenal sebagai citra resolusi kecil. Dikatakan citra resolusi kecil karena resolusinya berjarak 30 m sampai dengan kurang dari 1000 m, sehingga menghasilkan citra dengan resolusi yang kecil.

2.5.2 Foto Udara

Citra foto udara adalah gambar yang dicetak dari hasil pemotretan dengan kamera dengan perekaman secara fotografi dari atas udara (Kiefer, et al, 1993:68). Biasanya citra foto ini didapat dengan sebuah alat transportasi udara seperti balon udara dan pesawat tanpa awak. Terdapat beberapa jenis pemotretan, yaitu:

1) Pemotretan Secara Tegak (Vertical)

Pemotretan secara tegak ini dilakukan dengan posisi kamera persis dibawah alat transportasi udara yang terbang secara tegak lurus dengan permukaan bumi.

2) Pemotretan Secara Condong (Oblique)

Pemotretan secara condong dilakukan dengan sudut kurang dari 45 derajat antara pesawat dan permukaan bumi. Perbedaannya dengan pemotretan secara sangat condong ialah tidak terlihatnya batas cakrawala atau horizon pada teknik oblique.

Ketinggian pesawat udara terhadap permukaan bumi pun mempunyai pengaruh terhadap skala foto udara yang dihasilkan. Semakin tinggi posisi pesawat terbang, maka resolusi gambar akan semakin kecil dan gambar memiliki cakupan yang luas. Jika posisi pesawat terbat terlalu rendah, cakupan gambar semakin kecil walaupun

(10)

detil gambarnya lebih jelas. Jadi untuk mengambil hasil yang maksimal, diperlukan ketinggian tertentu yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah agar cakupannya luas dan detil obyeknya pun terlihat.

2.6 Algoritma Region Growing

Algoritma berbasis region adalah algoritma segmentasi yang digunakan dalam penelitian sebelumnya untuk melakukan proses segmentasi tutupan lahan. Dari namanya kita dapat menyimpulkan bahwa region growing adalah prosedur pengelompokan pixel atau sub region menjadi region yang lebih besar berdasar kriteria yang ada (Gonzales and Wintz, 1987:97). Pemilihan satu starting point atau lebih, sangat tergantung pada masalahnya. Jika informasinya kurang lengkap, prosedurnya adalah dengan mengkomputasi semua pixel dengan properti yang sama selama proses region growing untuk membuatnya menjadi region. Algoritma ini umum digunakan untuk segmentasi obyek pada berbagai karakteristik citra multi resolusi dan multi spektral yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti image layer weight, scale parameter, shape and color dan smoothness and compactness.

Parameter image layer weight dapat diketahui dari masing-masing layer pada citra yang akan diteliti sedangkan scale parameter diperoleh dari nilai keragaman maksimum yang dimungkinkan dari suatu obyek pada citra.

Shape and color merupakan parameter tambahan yang dapat mempengaruhi penggabungan pixel kedalam group. Bentuk (shape) suatu obyek pada citra dipengaruhi oleh smoothness (kehalusan) dan compactness (kekompakan) dari obyek tersebut. Smoothness adalah hubungan antara panjang batas suatu obyek (l) dengan perimeter dari bounding box suatu obyek. Sedangkan kekompakan adalah hubungan antar panjang batas suatu obyek (l) dengan akar dari jumlah pixel (n) yang menyusun obyek tersebut.

Metode region growing membutuhkan sebuah seed yang menandai setiap obyek yang akan disegmentasi. Region atau wilayah dari setiap objek secara berulang-ulang dikembangkan dengan membandingkan semua pixel berikutnya yang tidak dialokasikan ke dalam region. Perbedaan antara nilai intensitas pixel

(11)

dan nilai rata-rata dari region digunakan untuk mengukur kesamaan. Pixel yang memiliki perbedaan paling kecil setelah diukur dialokasikan ke region yang sesuai lalu diulang sampai semua pixel telah teralokasikan ke region.

Noise pada citra dapat menyebabkan seed diletakkan pada tempat yang salah. Semua dimulai dari single region yang tidak akan berpengaruh pada hasil segmentasi dan setiap pengulangan dianggap sebagai pixel berikutnya seperti dalam algoritma region growing. Jika perbedaannya lebih kecil dari threshold, pixel akan ditambah ke dalam region yang sesuai. Jika tidak, maka pixel itu akan dianggap sangat berbeda dan akan dibuat region baru dengan pixel ini (Charles, 2012:30).

Satu varian dari teknik region growing adalah berdasarkan pada intensitas pixel. Rata-rata dan sebaran region serta intensitas kandidat pixel digunakan untuk mengkomputasi sebuah tes statistik. Jika hasilnya cukup kecil, pixel itu akan ditambahkan ke dalam region dan rata-rata serta sebaran dari region tersebut akan dikomputasi ulang. Jika tidak, maka akan dibuat region baru (Charles, 2012:30). 2.7 Algoritma Edge Detection

Menurut Jain (1989:347), edge detection memperjelas batas tepi objek. Oleh karena itu, algoritma ini baik untuk segmentasi dan identifikasi objek pada gambar. Edge detection adalah pendekatan yang paling umum digunakan untuk mendeteksi diskontinuitas gray level (Jain, 1989:347).

Ada beberapa jenis metode edge detection yang dapat digunakan untuk mendeteksi garis tepi sebuah gambar seperti operator Sobel, Prewitt, dan Kirsch. Masing-masing metode ini memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Algoritma Sobel memiliki kelebihan yaitu peka terhadap garis diagonal dibanding garis horizontal dan vertikal, sebalikanya algoritma Prewitt lebih peka terhadap garis horizontal dan vertikal daripada garis diagonal (Bin and Yeganeh, 2012:18).

(12)

1) Deteksi Tepi Sobel

Sebagian besar metode deteksi tepi bekerja pada asumsi bahwa tepi muncul dimana terjadi diskontinuitas pada fungsi intensitas atau pada intensitas gradient yang sangat curam pada citra. Berdasarkan asumsi ini, jika seseorang mengambil turunan dari nilai intensitas pada citra dan menemukan titik-titik di mana nilai turunan adalah maksimum, maka tepi dari citra dapat ditemukan. Gradien adalah vektor, yang komponen-komponennya mengukur seberapa cepat nilai pixel berubah dengan jarak dalam arah x dan y. Oleh karena itu komponen-komponen gradien dapat ditemukan dengan pendekatan berikut:

Di mana dx dan dy mengukur jarak arah x dan y. Pda citra diskrit, seseorang dapat mempertimbangkan dx dan dy dalam jumlah pixel antara 2 titik. dx = dy = 1 (jarak pixel) adalah titik di mana koordinat pixel adlaah (I,j), oleh karena itu:

Untuk mendeteksi keberadaan diskontinuitas gradient, seseorang dapat menghitung perubahan gradient pada (I,j). Hal ini dapat dilakukan dengan menemukan magnitude measure berikut:

(13)

Ada banyak metode untuk mendeteksi tepi. Metode-mtode tersebut dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu metode gradien dan metode Laplacian. Metode gradien mendeteksi tepi dengan mencari nilai maksimum dan minimum pada turunan pertama suatu citra. Contoh metode ini adalah operator Roberts, Prewitt, dan Sobel yang mendeteksi objek dengan tepi tajam. Metode Laplacian mencari zero crossing pada derivasi kedua dari citra untuk menemukan tepi. Contoh metode ini adalah operator Marr-Hildreth, Laplacian of Gaussian, dan lain-lain.

Deteksi tepi Sobel ditemukan oleh Irwin Sobel pada tahun 1970. Algoritma ini menggunakan operator Sobel, yaitu sepasang kernel berupa matriks berukuran 3 x 3 untuk mendeteksi tepi vertikal dan horizontal.

Metode Sobel merupakan pengembangan metode Robert dengan menggunakan filter HPF (High Pass Filter) yang diberi satu angka nol penyangga. Kelebihan dari metode Sobel ini adalah kemampuan untuk mengurangi noise sebelum melakukan perhitungan deteksi tepi.

Operator Sobel menggunakan metode gradien untuk mendeteksi tepi. Metode gradient mendeteksi tepi dengan melihat turunan maksimum dan minimum dari gambar. Operator Sobel adalah operator diferensiasi diskrit yang mengkomputasi perkiraan gradien dari fungsi intensitas gambar (Sobel & Feldman, 1968).

Tabel 2.1 Mask Operator Sobel

1 2 1 0 0 0 -1 -2 -1 Gx Gy -1 0 1 -2 0 2 -1 0 1

(14)

Operator ini menghitung gradien intensitas citra di setiap titik dan memberikan arah kemungkinan peningkatan tertinggi dari terang ke gelap dan memberikan tingkat perubahan dalam arah tersebut. Hasilnya akan menunjukkan seberapa kasar atau halus perubahan citra pada titik tertentu dan bagaimana tepi citra ditampilkan.

Pada praktiknya, perhitungan besarnya kemungkinan adanya suatu tepi bersifat lebih handal dan lebih mudah diinterpretasi dibandingkan perhitungan langsung. Secara matematis, gradien dari dua fungsi variabel (fungsi intensitas citra) pada setiap titik adalah vektor 2 dimensi dengan komponen-komponen yang didapat dari turunan secara horizontal dan vertikal. Pada setiap titik pada citra, vektor gradien menunjuk ke arah kemungkinan peningkatan intensitas terbesar dan panjang vektor gradien menunjukkan tingkat perubahan pada arah tersebut. Hal ini berarti hasil dari operator Sobel pada setiap titik citra yang merupakan region dengan intensitas citra konstan adalah zero vector dan pada suatu titik dari tepi citra adalah vektor yang menunjuk pada nilai yang berubah dari lebih gelap ke lebih terang.

2) Deteksi Tepi Prewitt

Prewitt merupakan algoritma deteksi tepi yang hampir serupa dengan Sobel, tetapi algoritma ini menggunakan operator Prewitt yang nilainya berbeda dengan operator Sobel.

Operator Prewitt merupakan pengembangan operator Robert dengan menggunakan filter HPF (High Pass Filter) yang diberi satu angka nol penyangga. Operator ini mengambil prinsip dari fungsi Laplacian yang dikenal sebagai fungsi untuk membangkitkan HPF.

Pengembangan dari gradient operator dengan menggunakan 2 mask (horizontal dan vertikal) ukuran 3x3. Pada operator Prewitt kekuatan gradien ditinjau dari sudut pandang horizontal dan vertikal (memperhatikan titik disekitar pada posisi hizontal dan vertikal).

(15)

Tabel 2.2 Mask Operator Prewitt

Gx Gy

3) Deteksi Tepi Kirsch

Deteksi tepi Kirsch menggunakan operator Kirsch, yaitu kernel-kernel berbentuk matriks 3 x 3.Deteksi tepi Kirsch adalah deteksi tepi yang identik dengan bentuk matriks 3x3 dan diperkenalkan pada tahun 1971 (Lusiana, 2013:183).

Tabel 2.3 Mask Operator Kirsch

Gx Gy

2.8 Data Geografis 2.8.1 Data Raster

Data raster adalah data yang disimpan dalam bentuk kotak dan terbentuk dalam suatu ruang yang teratur. Foto digital seperti areal fotografi atau foto satelit merupakan bagian dari data raster pada peta. Nilai raster menggunakan citra berwarna seperti fotografi yang ditampilkan dengan level merah, hijau, dan biru pada sel (Irwansyah, 2013:40). “Resolusi

1 1 1 0 0 0 -1 -1 1 -1 0 1 -1 0 1 -1 0 1 5 5 5 -3 0 -3 -3 -3 -3 5 -3 -3 5 0 -3 5 -5 -3

(16)

tergantung pada ukuran pixel, sebab semakin kecil ukuran permukaan bumi yang direpresentasikan oleh sel, semakin tinggi resolusinya.” (Irwansyah, 2013:6).

Gambar 2.4 Data Raster (Sumber. Irwansyah :2013)

Irwansyah, Edy (2013:41) mendefinisikan kelebihan dan kekurangan data raster, sebagai berikut :

1) Kelebihan data raster :

a) Memiliki struktur data yang sederhana

b) Mudah dimanipulasi dengan menggunakan fungsi-fungsi matematis sederhana

c) Teknologi yang digunakan cukup murah dan tidak begitu kompleks sehingga penguna dapat membuat sendiri program aplikasi yang menggunakan citra raster

d) Compatible dengan citra-citra satelit penginderaan jarak jauh dan semua gambar hasil scanning data spasial

e) Data raster sangat cocok untuk merepresentasikan data permukaan bumi. Data dapat menyediakan metode yang efektif dalam menyimpan informasi nilai ketinggian yang diukur dari permukaan bumi (Irwansyah, 2013:44) f) Memiliki kemampuan merepresentasikan curah hujan, temperatur,

(17)

2) Kekurangan data raster :

a) Tampilan atau representasi dan akurasi posisi sangat bergantung pada ukuran pixel (resolusi spasial)

b) Sering mengalami kesalahan dalam menggambarkan bentuk dan garis batas suatu obyek. Data raster sangat bergantung pada resolusi spasial dan toleransi yang diberikan

c) Transformasi koordinat dan proyeksi lebih sulit dilakukan

d) Sangat sulit untuk merepresentasikan hubungan topologi (juga network) e) Metode untuk mendapatkan format data vektor melalui proses yang lama,

cukup melelahkan dan relatif mahal.

2.8.2 Data Vektor

Irwansyah (2013:40) mendefinisikan data vektor sebagai berikut:

Data vektor adalah data yang direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik (point), garis (line) atau area (polygon). Model data vektor merupakan model data yang paling efisien digunakan, terutama jika digunakan berkaitan dalam hal topologi.

(18)

(Sumber: Irwansyah :2013)

Data vektor adalah data yang dibangun menjadi tiga bagian, yaitu berupa titik (point), garis (line), dan area (polygon).

1) Titik (Point)

Point (node yang diberi label) merupakan representasi grafis sederhana pada suatu objek. Titik dapat ditampilan dalam bentuk symbol, baik pada peta maupun pada layar monitor. Contoh: lokalisasi fasilitas kesehatan dan kotak pos. 2) Garis (Line)

Line merupakan bentuk linear yang menghubungkan dua atau lebih titik dan merepresentasikan obyek dalam satu dimensi. Contoh: jalan raya dan sungai 3) Area (Polygon)

Polygon merupakan representasi obyek dalam dua dimensi. Contoh: danau dan persil tanah.

Irwansyah, Edy (2013:42) mendefinisikan kelebihan dan kekurangan data vektor, sebagai berikut :

1) Kelebihan data vektor

a) Lebih ekonomis dalam ukuran file, presisi, dan lokasi. b) Memiliki resolusi spasial yang tinggi.

c) Memiliki batas-batas yang teliti, tegas, dan jelas sehingga sangat baik untuk pembuatan peta-peta administrasi dan persil tanah milik

d) Representasi grafis data spasialnya sangat mirip dengan peta garis buatan tangan manusia.

2) Kekurangan data vektor

a) Memiliki struktur data yang kompleks b) Datanya tidak mudah untuk dimanipulasi

c) Overlay beberapa layers vector secara simultan memerlukan waktu yang relatif lama.

(19)

2.9 Tresholding

Tresholding adalah poin operator penting untuk kebutuhan dalam image processing. Aguado (2002:76) mendeskripsikan bahwa, “Operator Treshold akan memilih pixel-pixel yang mempunyai nilai tertentu atau pixel-pixel dalam jarak yang sudah spesifik. Tresholding dapat digunakan untuk mencari objek di dalam gambar jika level kecerahan diketahui. Dengan kata lain, kecerahan objek harus benar-benar diketahui.”

Salah satu form utama dari threshold adalah Uniform Treshold. Uniform Treshold bekerja dengan mengubah pixel yang berada di atas level yang sudah ditentukan menjadi warna putih dan mengubah pixel yang berada di bawah level yang sudah ditentukan menjadi warna hitam. Uniform tresholding membutuhkan pengetahuan akan gray level. Jika tidak memiliki gray level, target tidak akan bisa terseleksi di proses thresholding.

2.10 Prototyping

Prototype adalah sebuah model skala kecil, representatif atas persyaratan atau desain yang diusulkan pengguna untuk membuat sebuah aplikasi informasi. Prinsip dasar di balik prototyping adalah para pengguna mengetahui apa yang mereka inginkan ketika mereka melihat prototype bekerja. Dalam Rapid Application Development (RAD), sebuah prototype pada akhirnya berkembang menjadi sistem informasi final (Whitten, 2004:10). Tahapan-tahapan prototype adalah :

1) Pengumpulan Kebutuhan

Pengguna dan pengembang bersama-sama mendefinisikan format dan kebutuhan keseluruhan perangkat lunak serta mengidentifikasi semua kebutuhan dan garis besar sistem yang akan dibuat.

2) Membangun Prototyping

Membangun prototyping dengan membuat perancangan sementara yang berpusat pada penyajian kepada pengguna. Misalnya dengan membuat input dan contoh outputnya.

(20)

Evaluasi ini dilakukan oleh pengguna apakah prototype yang sudah dibangun sudah sesuai dengan keinginan pengguna. Jika sudah sesuai, langkah keempat akan diambil. Jika tidak, prototype diperbaiki dengan mengulang langkah 1, 2, dan 3.

4) Mengkodekan Aplikasi

Dalam tahap ini prototype yang sudah disepakati diterjemahkan ke dalam bahasa pemograman yang sesuai.

5) Menguji Aplikasi

Setelah aplikasi sudah menjadi suatu perangkat lunak yang siap pakai, aplikasi harus diuji terlebih dahulu sebelum digunakan .

6) Evaluasi Aplikasi

Pengguna mengevaluasi apakah aplikasi sudah sesuai dengan yang diharapkan. Jika sudah, langkah ketujuh ini dilakukan. Jika belum, harus mengulangi langkah pengkodean dan pengujian aplikasi.

7) Menggunakan Aplikasi

Perangkat lunak yang telah diuji dan diterima pengguna siap untuk digunakan.

2.11 Testing

Testing adalah proses pengujian secara menyeluruh terhadap program aplikasi yang baru dikembangkan. Jika testing menunjukkan ketidaksesuaian, maka pengujian akan menemukan kesalahan teknis pada program aplikasi.

Gambar

Gambar 2.2  Elemen Citra untuk Kontras (Contrast)
Gambar 2.3 Teknik Segmentasi Citra
Tabel 2.2 Mask Operator Prewitt
Gambar 2.4 Data Raster                    (Sumber. Irwansyah :2013)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Form pendeteksi foto lidah berfungsi untuk mendeteksi apakah penderita mengalami penyakit usus buntu atau tidak. Desain form pendeteksi foto lidah dapat di lihat pada Gambar

Target penerimaan perpajakan pada APBN tahun 2013 ditetapkan sebesar Rp1.193,0 triliun, terdiri atas pendapatan pajak dalam negeri sebesar Rp1.134,3 triliun

Mampu mengembangkan pengetahuan, teknologi, dan atau seni baru di dalam bidang keilmuannya atau praktik profesionalnya melalui riset, hingga menghasilkan karya kreatif, original,

Bagi Pemerintah Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Timur dpelaksanaan Survei Monitoring Jenis Ikan Terancam Punah, dilindungi/tidak dilindungi (Pari Manta) dapat menjadi masukan

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai Adjusted R 2 sebesar 0.233 atau 23.3% sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel profitabilitas, risiko bisnis,

Materi ini umumnya disampaikan oleh guru dengan model pembelajaran langsung.Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk memberikan pengalaman dalam penerapan media praktikum

pemasungan pada klien gangguan jiwa di Desa Sungai Arpat Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar berdasarkan karakteristik pekerjaan pada masyarakat yang tidak bekerja

timbangkan nilai rata-rata kedua kelas, maka Ha ditolak dan H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah tidak memberikan pengaruh yang