• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH ZONA PELUSIDA FRAKSI 3 (ZP3) KAMBING SEBAGAI BAHAN ANTIFERTILITAS TERHADAP SIKLUS BIRAHI MENCIT (Mus musculus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH ZONA PELUSIDA FRAKSI 3 (ZP3) KAMBING SEBAGAI BAHAN ANTIFERTILITAS TERHADAP SIKLUS BIRAHI MENCIT (Mus musculus)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Media Kedokteran Hewan (MKH)/Veterinary Medicine Journal (Vet.Med.J.)

. Vol. 19

No. 1 April 2003 : 17-20

Page 1

PENGARUH ZONA PELUSIDA FRAKSI 3 (ZP3) KAMBING SEBAGAI

BAHAN ANTIFERTILITAS TERHADAP SIKLUS BIRAHI

MENCIT (Mus musculus)

THE EFFECT OF GOAT FRACTION-3 ZONA PELLUCIDA (gZP3)

AS ANTIFERTILITY SUBSTANCE ON OESTROUS CYCLE OF

MICE (Mus musculus)

Sri Mulyati, Imam Mustofa and Suzanita Utama

Department of Reproduction and Obstetric, Faculty of Veterinary Medicine, Airlangga University.

Abstract

The purpose of this study was to determine the possibilities of oestrous cycle alteration of mice (Mus musculus) immunized with fraction-3 of goat zona pellucida as an anti fertility substance.

The first immunization, gZP3 suspension was mixed with Complete Freund’s Adjuvant (CFA) 1:1 followed by boosters twice with the interval of 11 days, the suspension was mixed with Incomplete Freund’s Adjuvant (IFA) 1:1. Oestrous cycles were observed twice daily by means of vaginal smear evaluation in 27 days.

The results showed that oestrous cycle were similar (p>0.05) among the treated groups. It concluded that immunization by using of gZP3 as an anti fertility substance was not altered the oestrous cycle.

Key word : fraction-3 goat zona pellucida, oestrous cycles.

Pendahuluan

Preparat kontrasepsi hormonal yang dipakai secara luas dewasa ini pada umumnya menggunakan hormon steroid, yaitu progesteron atau kombinasinya dengan estrogen. Adanya hormon eksogen yang masuk ke dalam tubuh akan mengganggu fungsi fisiologis poros endokrin hipotalamus – hipofisis - ovarium, sehingga dapat menimbulkan keluhan perubahan siklus haid yang mengakibatkan ketidak nyamanan. Sifat anabolikukm hormon steroid dapat juga menyebabkan efek kegemukan yang pada beberapa wanita pengaruh ini tidak tidak diinginkan.

Akhir-akhir ini penelitian-penelitian banyak diarahkan pada usaha untuk menemukan kontrasepsi secara imunologis dengan memanfaatkan potensi protein

(2)

Media Kedokteran Hewan (MKH)/Veterinary Medicine Journal (Vet.Med.J.)

. Vol. 19

No. 1 April 2003 : 17-20

Page 2

imunogenik gamet. Imunokontrasepsi merupakan kontrasepsi yang diberikan secara injeksi dengan menggunakan suatu bahan yang bersifat imunogen yang bertujuan untuk mencegah konsepsi. Bahan imunogen tersebut dapat berupa sperma, oosit atau zona pelusida pada oosit (Hamamah et al.,l997).

Reproduksi pada mamalia dimulai dari penyatuan sel sperma dengan sel telur. Kedua gamet tersebut mengandung antigen pada permukaan selnya yang bersifat unik, tissue specific, imunogenik dan dapat terikat dengan antibodi. Pengikatan antigen tersebut dengan antibodinya akan menghambat fungsi gamet dan dapat menimbulkan kegagalan fertilisasi (Naz et al., 1995 ; Aitken et al., 1996; Ndolo et al., 1996) yang berarti mencegah terjadinya kebuntingan.

Salah satu bahan immunokontraseptif yang potensial adalah zona pelusida, yaitu suatu matriks ekstra seluler yang didapat dari oosit yang sedang tumbuh dan sel telur yang telah mengalami ovulasi. Zona pelusida mamalia diketahui mengandung tiga macam protein terglikosilasi, yaitu ZP1, ZP2 dan ZP3 dengan massa molekul relatif yang berbeda-beda (Mc Cartney dan Mate, 1999). Glikoprotein zona pelusida mengandung sejumlah antigenik determinan termasuk karbohidrat, protein dan konformasi-konformasi epitopnya. Imunogenesitas komplek glikoprotein ini bervariasi pada mamalia (Skinner et al., 1999). Meskipun terdapat variasi susunan asam aminonya, ketiganya adalah sama pada semua mamalia, yaitu glikoprotein.

Diantara komponen-komponen glikoprotein tersebut ZP3 yang berperan penting dalam fertilisasi, karena berfungsi sebagai reseptor pengenalan terhadap spermatozoa (Tsubamoto et al., 1999). Imunisasi hewan coba dengan ZP3 dapat menimbulkan infertilitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola siklus birahi hewan coba setelah imunisasi dengan zona pelusida fraksi-3 kambing (goat zona pellucida, gZP3) sebagai preparat antifertilitas.

(3)

Media Kedokteran Hewan (MKH)/Veterinary Medicine Journal (Vet.Med.J.)

. Vol. 19

No. 1 April 2003 : 17-20

Page 3

Materi dan Metode

Preparasi gZP3 dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan aspirasi folikel- folikel berukuran 2-3 mm menggunakan alat suntik 5 ml dengan jarum 18G atau 21G steril yang sudah diisi larutan phosphate bufer saline (PBS). Oosit dibebaskan dari sel-sel kumulus yang mengelilinginya dengan pemipetan berulang-ulang. Zona pelusida dikumpulkan dengan cara memecah oosit secara manual untuk dikeluarkan isinya di bawah mikroskop disecting dengan menggunakan dua jarum tuberkulin. Fraksinasi zona pelusida dilakukan dengan metode sonikasi menggunakan Ultrasonic Homogenizer. Preparasi gZP3 dengan sodium dodecil sulphuric acid – polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE), sedangkan isolasi gZP3 dilakukan dengan cara elektroelusi.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan sampel penelitian adalah 50 ekor mencit (Mus musculus) betina, dibagi secara acak menjadi 5 kelompok. Kelompok pertama, sebagai kontrol hanya disuntik larutan garam fisiologis steril dan tidak dikawinkan. Kelompok kedua, juga sebagai kontrol namun dikawinkan dengan pejantan. Kelompok ketiga, keempat dan kelima merupakan kelompok perlakuan menerima imunisasi gZP3 masing-masing 10, 20 dan 40 mg dalam Freund’s adjuvant dengan dua kali booster dan dikawinkan pada akhir masa perlakuan.

Pemeliharaan dan perlakuan hewan coba dilaksanakan di Laboratorium Kebidanan Veteriner FKH Unair. Setelah mengalami aklimatisasi hewan coba diberi suntikan imunisasi. Imunisasi pertama suspensi gZP3 ditambah dengan CFA (1 : 1), sedangkan booster dilakukan dua kali dengan IFA (1 : 1), masing-masing dengan interval 11 hari. Selama masa perlakuan (27 hari) seluruh hewan coba diamati siklus birahinya dengan pemeriksaan preparat ulas vagina dibawah mikroskop. Data siklus birahi hewan coba yang tidak bunting diolah menggunakan uji ANOVA dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (Steel dan Torrie, 1993).

(4)

Media Kedokteran Hewan (MKH)/Veterinary Medicine Journal (Vet.Med.J.)

. Vol. 19

No. 1 April 2003 : 17-20

Page 4

Hasil dan Pembahasan

Pada pengamatan pengaruh penyuntikan suspensi gZP3 terhadap siklus birahi pada penelitian ini, sebagai pembanding dipakai kelompok kontrol I (tanpa dikawinkan). Hal ini dilakukan agar diperoleh keseragaman hewan coba yang diperiksa siklus birahinya, yaitu dalam keadaan tidak bunting semua. Data masing-masing fase siklus birahi setelah perlakuan imunisasi dengan suspensi gZP3 pada hewan coba ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata Frekuensi Kemunculan Tiap Fase Siklus Birahi Selama 27 Hari setelah Perlakuan Imunisasi dengan Beberapa Dosis gZP3

Perlakuan Fase Siklus Birahi

Proestrus Estrus Metestrus Diestrus

Kontrol I 6,6 ± 1,58a) 7,2 ± 2,29b) 9,4 ± 3,02c) 28,8 ± 4,26d)

10 mg gZP3 6,8 ± 1,39 a) 8,6 ± 3,41b) 10,0 ± 2,86 c) 27,6 ± 2,98 d)

20 mg gZP3 7,0 ± 1,82 a) 8,7 ± 2,83b) 9,8 ± 2,82 c) 27,5 ± 5,35 d)

40 mg gZP3 6,9 ± 2,28 a) 8,8 ± 3,91b) 9,7 ± 1,56 c) 27,6 ± 4,12 d)

Notasi huruf yang sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata (p>0,05).

Penyuntikan suspensi gZP3 dapat menimbulkan antibodi. Makin besar dosis gZP3 makin tinggi titer antibodi (Mustofa, 2002). Massa molekul relatif ZP3 kambing adalah 62 kDa. Menurut Baratawidjaja (1993) molekul protein dengan massa molekul relatif lebih dari 10 kDa efektif sebagai imunogen. Respon imun yang terjadi adalah terbentuknya antibodi spesifik terhadap molekul gZP3. Antibodi anti gZP3 tersebut berfungsi sebagai agen yang bekerja langsung pada ZP3 ovum hewan coba.

Zona pelusida mamalia merupakan lapisan glikoprotein ekstra seluler yang me-mainkan peran penting untuk inisiasi interaksi antara sel spermatozoa dengan sel telur (Greenhouse et al., 1999 ; Harris et al., 1999), yang selanjutnya menghasilkan fertilisaasi (Gupta et al., 1997 ; Tsubamoto et.al., 1999). Pengikatan antigen zona pelusida tersebut dengan antibodinya akan menghambat fusi gamet dan menimbulkan kegagalan fertilisasi (Naz et al., 1995 ; Aitken et al. 1996 ; Ndolo et al., 1996). Penyuntikan suspensi

(5)

Media Kedokteran Hewan (MKH)/Veterinary Medicine Journal (Vet.Med.J.)

. Vol. 19

No. 1 April 2003 : 17-20

Page 5

gZP3 menimbulkan respon antifertilitas (kegagalan kebuntingan) yang makin efektif sesuai dengan kenaikan dosis (Mustofa, 2002).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa imunisasi dengan gZP3 antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan PI, PII, dan PIII tidak terdapat perbedaan yang nyata, demikian pula antar kelompok perlakuan juga tidak ada perbedaan yang nyata (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa penyuntikan gZP3 tidak berpengaruh pada sistem hormonal pada poros hipothalamus-hipofisa-ovarium. Menurut Hafez (2000), siklus birahi dikontrol oleh poros hipothalamus-hipofisis-ovarium. Hipothalamus berfungsi menstimulasi hipofisis anterior untuk melepaskan Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH), sehingga hipofisis mensekresi Follicle Stimulating Hormone (FSH). Selanjutnya FSH akan merangsang pertumbuhan folikel di ovarium sampai mencapai stadium folikel de Graaf yang akan memberikan positif feed back terhadap poros hipothalamus-hipofisis untuk mensekresi Luteinizing Hormone (LH) yang menyebabkan ovulasi. Perubahan-perubahan pada ovarium tergambar dalam masing-masing fase siklus birahi.

Penelitian sebelumnya, imunisasi mencit (Mus musculus) betina dengan preparat crude zona pelusida kambing lokal dalam Freund adjuvant, ternyata dapat mencegah kebuntingan pada seluruh hewan coba setelah hewan coba perlakuan dikawinkan. Pemeriksaan preparat histologis ovarium hewan coba menunjukkan adanya gambaran penurunan jumlah folikel sekunder sampai dengan folikel de Graaf, sedangkan folikel primer dan korpus luteum tidak berubah. Tidak terganggunya folikel primer disebabkan pada folikel tersebut oogonium belum dilapisi oleh zona pelusida, sehingga tidak menjadi target dari antibodi yang terbentuk akibat imunisasi. Korpus luteum yang ada pada gambaran histologis tersebut diyakini sebagai sisa korpus luteum siklus sebelumnya yang tidak mengalami regresi. Tidak regresinya korpus luteum tersebut

(6)

Media Kedokteran Hewan (MKH)/Veterinary Medicine Journal (Vet.Med.J.)

. Vol. 19

No. 1 April 2003 : 17-20

Page 6

disebabkan oleh terganggunya fisiologi endokrin akibat tidak berkembangnya folikel. Infertilitas hewan coba pada penelitian tersebut diikuti pula dengan perubahan siklus birahi hewan coba (Mustofa dkk., 2001). Terjadinya efek samping yang tidak diinginkan tersebut sama dengan laporan Paterson et al. (1999), yaitu terjadinya patologi ovarium yang ditandai dengan gangguan folikulogenesis dan penekanan terhadap primordial follicle pool setelah imunisasi dengan preparat zona pelusida. Kerr et al. (1998) dan Hasegawa et al. (2002) juga melaporkan bahwa pemakaian ZP sapi atau babi dapat menimbulkan patologi pada ovarium berupa perubahan komposisi struktur fungsional ovarium. Perubahan tersebut akan menimbulkan perubahan profil hormon estrogen maupun progesteron, yang selanjutnya akan menimbulkan perubahan siklus birahi.

Menurut Lindau-Shepard et al. (2001) dalam perkembangan folikel terdapat reseptor FSH di permukaan zona pelusida yang juga dapat bereaksi secara immunologis dengan antibodi. Dengan demikian reseptor tersebut dapat mengalami blokade oleh antibodi dengan dilakukannya imunisasi menggunakan preparat crude zona pelusida. Oleh karena itu, imunisasi menggunakan epitop zona pelusida yang hanya berperan dalam pengenalan terhadap spermatozoa (ZP3) diyakini akan menimbulkan efek antifertilitas tanpa diikuti oleh timbulnya efek samping pada siklus perkembangan folikel maupun siklus birahi.

Pada penelitian ini diduga antibodi anti zona pelusida bekerja sebagai antifertilitas dengan cara menutup reseptor sel sperma pada zona pelusida saja. Dengan demikian mekanisme antifertilitas ini tidak terkait dengan poros hipotalamus – hipofisis – ovarium, sehingga tidak menimbulkan efek perubahan pada siklus birahi. Menurut Barber dan Fayrer-Hosken (2000), pada hewan yang di imunisasi dengan preparat yang berasal dari zona pelusida, level imuno globulin G (IgG) dalam sistem sirkulasi berkorelasi positif dengan infertilitas yang terjadi. IgG tersebut akan terikat

(7)

Media Kedokteran Hewan (MKH)/Veterinary Medicine Journal (Vet.Med.J.)

. Vol. 19

No. 1 April 2003 : 17-20

Page 7

pada glikoprotein ZP3 (reseptor spermatozoa) selama oosit masih berada dalam folikel de Graaf. Setelah ovulasi ikatan antara IgG dengan ZP akan ditambah oleh ikatan antibodi yang ada dalam oviduk. Ikatan antara IgG dengan ZP menyebabkan blokade terhadap fertilisasi.

Kesimpulan

Disimpulkan bahwa imunisasi mencit (Mus musculus) gZP3 tidak menyebabkan perubahan siklus birahi pada mencit yang tidak mengalami kebuntingan.

Daftar Pustaka

Aitken RJ, Paterson M, van Duin M. 1996. The potential of the zona pellucida as a target for immunocontraception. Am J Reprod Immunol. 35(3):175-80.

Baratawidjaja, K.G. 1993. Imunologi dasar. Edisi Ketiga. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Barber M.R. and A. Fayrer-Hosken. 2000. Possible mechanism of mammalian immunocontraception. J Immun Reprod. 46(2000) 03-124.

Greenhouse S, Castle PE, Dean J. 1999. Antibodies to human ZP3 induce reversible contraception in transgenic mice with ‘humanized’ zonae pellucidae. Hum Reprod. 14(3):593-600.

Gupta SK, Jethanandani P, Afzalpurkar A, Kaul R, Santhanam R. 1997. Prospects of zona pellucida glycoproteins as immunogens for contraceptive vaccine. Hum Reprod Update 1997 Jul-Aug;3(4):311-24.

Hafez, E.S.E. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7th Ed. Lippincott Williams &

Wilkins. . Philadelphia. P. 191.

Hamamah, S., D. Royere, M. Jean and H. lucas. 1997. The Future of Male Contraception : Immunocontrcaption by Preventing Gamete Interaction. Hum.Reprod. 25(2) : 136-90.

Harris JD, Seid CA, Fontenot GK, Liu HF. 1999. Expression and purification of recombinant human zona pellucida proteins. Protein Expr Purif . 16(2):298-307.

(8)

Media Kedokteran Hewan (MKH)/Veterinary Medicine Journal (Vet.Med.J.)

. Vol. 19

No. 1 April 2003 : 17-20

Page 8

Hasegawa, A., Y. Hamada, M. Shigeta, and K. Koyama. 2002. Contraceptive potential of synthetic peptides of zona pellucida protein (ZPA). J.Reprod.Immunol. 53 : 91-98. Kerr, L.E., M. Paterson and R.J. Aitken. 1998. Molecular basis of sperm – egg interaction

and the prospect for immunocontraception. J.Reprod.Immunol. 40 : 103-118. Lindau - Shepard B, Brumberg HA, Peterson AJ, Dias JA. 2001. Reversible

Immunoneutralization of human follitropin receptor. J Reprod Immunol. 49(1):1-19

McCartney, C.A. and K.E. Mate. 1999 Cloning and characterisation of a zona pellucida 3 cDNA from a marsupial, the brushtail possum Trichosurus vulpecula. Zygote. 7(1):1-9.

Mustofa, I., F. Istianah, D.S. Rinawati, dan A. Kurniawati. 2001. Pengaruh Imunisasi Mencit (Mus musculus) Betina terhadap Angka Kebuntingan, Jumlah Janin, Siklus Birahi dan Gambaran Histologis Ovarium. Unpublished Data.

Mustofa, I., D. Yuniarti, Y. Hermanto dan B. Nugroho. 2002. Pengaruh penyuntikan bahan aktif zona pelusida fraksi – 3 kambing sebagai vaksin terhadap titer antibodi serum, angka kebuntingan, siklus birahi dan gambaran histologis ovarium mencit (Mus musculus). Unpublished Data.

Naz, R.K., A. Sacco, O. Singh, R. Pal and G.P. Talwar. 1995. Development of contraceptive vaccines for humans using antigens derived from gametes (spermatozoa and zona pellucida) and hormones (human chorionic gonadotrophin): current status. Hum Reprod Update. 1(1):1-18 .

Ndolo, T.M., M. Oguna, C.S. Bambra, B.S. Dunbar and E.D. Schwoebel. 1996. Immunogenicity of zona pellucida vaccines. J Reprod Fertil Suppl. 50:151-8.

Paterson, M., M.R. Wilson MR, Z.A. Jennings, M. van Duin and R.J. Aitken. 1999. Design and evaluation of a ZP3 peptide vaccine in a homologous primate model.Mol Hum Reprod. 5(4):342-52.

Skinner, S.M., E.S. Schwoebel, S.V. Prasad, M. Oguna and B.S. Dunbar. 1999. Mapping of dominant B-cell epitopes of a human zona pellucida protein (ZP1). Biol Reprod. 61(6):1373-80.

Steel , R.G.D. and J.H. Torrie. 1993. Principles and procedures of statistics. McGraw Hill Book Co., Tokyo.

Tsubamoto, H., N. Yamasaki, A. Hasegewa, K. Koyama. 1999. Expression of a recombinant porcine zona pellucida glycoprotein ZP1 in mammalian cells. Protein Expr Purif. 17(1):8-15.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pendapat tokoh di atas, peneliti akan melakukan penelitian dengan menerapkan strategi Everyone is a Teacher Here pada pembelajaran di kelas, karena

Tulang punggung dalam penyediaan daging sapi di Indonesia hampir sepenuhnya di tangan peternak rakyat yang umumnya skala kecil, hanya sebagai usaha sambilan atau cabang usaha dan

Berikut adalah beberapa cadangan yang patut dipertimbangkan untuk kajian-kajian pada masa akan datang: (1) Menjalankan eksperimen terhadap pelajar-pelajar universiti

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian tahap pertama adalah percobaan laboratorium yaitu untuk uji kandungan nutrisi tepung biji asam kandis ( Garcinia

Berdasarkan hasil analisa mean untuk variabel kepuasan konsumen dilihat dari kualitas layanan diketahui bahwa rata-rata konsumen menjawab puas dengan kualitas layanan yang

Amplifikasi terhadap 14 isolat patogen penyebab penyakit busuk pucuk dan gugur buah kelapa yang dikoleksi dari sumber yang berbeda yaitu busuk pucuk, gugur buah dan

Tulang BawangBarat CCGCTCCAAAGCGAGG---TGTATTCTACTACGCTTGAGGGCTGA 128 Berastagi CCGCTCCAAAGCGAGG---TGTATTCTACTACGCTTGAGGGCTGA 130 Bangli

Penyusun juga berupaya untuk menemukan faktor-faktor apa yang mendorong “Tuntutan” ini tetap disuarakan oleh orang Papua Barat, akhirnya penyusun akan memberikan suatu kesimpulan