asuhan KEPERAWATAN jiwa
pada pasien krisis dan kecemasan
DI S U S U N OLEH : KELOMPOK 6 Tingkat : ii b Nama anggota : 1.amir sujono 2.andri voku badra 3.fifi viana putri 4.iva yulianti 5.sendi ganis
DOSEN PEMBIMBING : SUPARJAN OTOYO.Spd.Spd.i
Departemen kesehatan republic Indonesia
Politeknik kesehatan Palembang
Jurusan prodi keperawatan baturaja
TAHUN 2012
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN KRISIS
Definisi Krisis adalah :
Suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba dalam kehidupan seseorang yang mengganggu keseimbangan selama mekanisme coping individu tersebut tidak dapat mecahkan masalah
Ganggaun internal yang disebabkan oleh kondisi penuh stress atau yang dipersepsikan oleh individu sebagai ancaman
Konsep krisis :
1. Krisis terjadi pada semua individu, tidak selalu patologis 2. Krisis dipicu oleh peristiwa yang spesifik
3. Krisis bersifat personal
4. Krisis bersifat akut, tidak kronis, waktu singkat ( 4-6 minggu )
5. Krisis berpotensi terhadap perkembangan psikologis atau bahkan akan membaik
Faktor yang berpengaruh :
Pengalaman problem solving sebelumnya Persepsi individu terhadap suatu masalah
Adanya bantuan atau bahkan hambatan dari orang lain Jumlah dan tipe krisis sebelumnya
Waktu terakhir mengalami krisis Kelompok beresiko
Sense of mastery
Resilence; factor perlindungan berupa perilaku yang berkontribusi terhadap
keberhasilan koping dengan stress lain. Faktor perlindungan antara lain kompetensi social, ketrampilan memecahkan masalah, otonomi, berorientasi pada tujuan, ide belajar, dukungan keluarga, dukungan social. Resilient ( individu yang tabah/ulet ) mempunyai harga diri tinggi, berdaya guna, mempunyai keterampilan memecahkan masalah, mempunyai kepuasan dalam hubungan interpersonal.
Faktor resiko : Wanita
Etnik minoritas
Kondisi social ekonomi rendah
Problematik predisaster functioning and personality Macam krisis :
1. Krisis maturasi/krisis perkembangan
Dipicu oleh stressor normal dalam proses perkembangan
Terjadi pada masa transisi proses pertumbuhan dan perkembangan. Setiap tahap perkembangan tergantung pada tahap sebelumnya, setiap tahap perkembangan merupakan tahap krisis bila tidak difasilitasi untuk dapat menyelesaikan tugas perkembangan
Misal : Masuk sekolah, pubertas, menikah, meninggalan rumah, menjadi orang tua, pensiun dll
2. Krisis situasional
Merupakan respon terhadap peristiwa traumatic yang tiba-tiba dan tidak dapat dihindari yang mempunyai pengaruh besar terhadap peran dan identitas seseorang
Cenderung mengikuti proses kehilangan, seperti kehilangan pekerjaan, putus sekolah, putus cinta, penyakit terminal, kehamilan/kelahiran yang tidak diinginkan. Respon yang biasa mucul terhadap kehilangan adalah depresi
Kesulitan dalam beradaptasi dengan krisis situasional ini berhubungan dengan kondisi dimana seseorang sedang berjuang menyelesaikan krisis perkembangan
3. Krisis social
Krisis yang terjadi di luar kemampuan individu. Adanya situasi yang diakibatkan kehilangan multiple dan perubahan lingkungan yang luas
Contoh : terorisme, kebakaran, gempa bumi, banjir, perang Tipe krisis yang lain (Townsend, 2006):
2. Crises of anticipated life transition, suatu transisi siklus kehidupan yang normal yang diantisipasi secara berlebihan oleh individu saat merasa kehilangan kendali
3. Crises resulting from traumatic stress, krisis yang dipicu oleh stressor eksternal yang tidak diharapkan sehingga individu merasa menyerah karena kurangnya atau bahkan tidak mempunyai control diri.
4. Developmental crises, krisis yang terjadi sebagai respon terhadap situasi yang mencetuskan emosi yang berhubungan dengan konflik kehidupan yang tidak dapat dipecahkan
5. Crises reflecting psychopathology, misalnya neurosis, schizophrenia, borderline personality 6. Psychiatric emergency, krisis yang secara umum telah mengalami kerusakan yang parah
terhadap fungsi kehidupan. Misalnya acute suicide, overdosis, psikosis akut, marah yang tidak terkontrol, intoksikasi alcohol, reaksi terhadap obat-obatan halusinogenik
Gejala Umum Individu yang Mengalami Krisis a. Gejala Fisik:
Keluhan somatik (mis., sakit kepala, gastrointestinal, rasa sakit)
Gangguan nafsu makan (mis., peningkatan atau penurunan berat badan yang signifikan) Gangguan tidur (mis., insomnia, mimpi buruk)
Gelisah; sering menangis; iritabilitas b. Gejala Kognitif
Konfusi sulit berkonsentrasi Pikiran yang kejar mengejar
Kewtidakmampuan mengambil keputusan c. Gejala Perilaku
Disorganisasi
Impulsif ledakan kemarahan
Sulit menjalankan tanggung jawab peran yang biasa Menarik diri dari interaksi sosial
d. Gejala Emosional
Ansietas; marah, merasa bersalah Sedih; depresi
Paranoid; curiga
Putus asa; tidak berdaya Tahap perkembangan krisis : Fase 1
Individu dihadapkan pada stressor pemicu
Kecemasan meningkat, individu menggunakan teknik problem solving yang biasa digunakan
Fase 2
Kecemasan makin meningkat karena kegagalan penggunan teknik problem solving sebelumnya
Individu merasa tidak nyaman, tak ada harapan, bingung Fase 3
Untuk mengatasai krisis individu menggunakan semua sumber untuk memecahkan masalah, baik internal maupun eksternal
Mencoba menggunakan teknik problem solving baru, jika efektif terjadi resolusi Fase 4
Kegagalan resolusi
Kecemasan berubah menjadi kondisi panic, menurunnya fungsi kognitif, emosi labil, perilaku yang merefleksikan pola pikir psikotik
INTERVENSI KRISIS
Tujuan intervensi krisis adalah resolusi, berfokus pada pemberian dukungan terhadap individu sehingga individu mencapai tingakat fungsi seperti sebelum krisis, atau bahkan pada tingkat fungsi yang lebih tinggi. Selain itu juga untuk membantu individu memecahkan masalah dan mendapatkan kembali keseimbangan emosionalnya.
Peran intervener adalah membantu individu dalam :
1. Menganalisa situasi yang penuh stress 2. Mengungkapkan perasaan tanpa penilaian
3. Mencari cara untuk beradaptasi dengan stress dan kecemasan 4. Memecahkan masalah dan mengidentifikasi strategi dan tindakan 5. Mencari dukungan ( keluarga, teman, komunitas )
Intervensi dilakukan dengan pendekatan proses perawatan yaitu melalui pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan.
Peran perawat
Perawat memberikan layanan langsung pada orang-orang yang mengalami krisis da bertindak sebagai anggota tim intervensi krisis (ANA, 1994).
1. Perawat di lingkungan rumah sakit akut dan kronik membantu individu dan keluarga berespons terhadap krisis penyakit yang serius, hospitalisasi, dan kematian.
2. Perawat di lingkunagn masyarakat (mis., kantor, klinik rumah, sekolah, kantor) memberikan bantuan pada individu dan keluarga yang mengalami krisis situasional dan perkembangan. 3. Perawat yang bekerja dengan sekelompok klien tertentu harus mengantisipasi situasi dimana
krisis dapat terjadi.
4. Keperawatan ibu dan anak. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti kelahiran bayi prematur atau lahir mati, keguguran dan lahir abnormal.
5. Keperawatan pediatrik. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti awitan penyakit serius, penyakit kronis atau melemahkan, cedera traumatik, atau anak menjelang ajal.
6. Keperawatan medikal-bedah. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti diagnosis penyakit serius, penyakit yang melemahkan, hospitalisasi karena penyakit akut atau kronis, kehilangan bagian atau fungsi tubuh, kematian dan menjelang ajal.
7. Keperawatan gerontologi. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti kehilangan kumulatif, penyakit yang melemahkan, ketergantungan, dan penempatan di rumah perawatan.
8. Keperawatan darurat. Perawat harus mengantisispasi krisis seperti trauma fisik, penyakit akut, krisis perkosaan, dan kematian.
9. Keperawatan psikiatri. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti hospitalisasi akibat penyakit jiwa, stressor kehidupan karena sakit jiwa yang serius, dan bunuh diri.
Perawat bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lain untuk membantu individu mengatasi situasi krisis.
Tinjauan Proses Keperawatan Intervensi Krisis
A. Pengkajian
1. Identifikasi kejadian pencetus dam situasi krisis
2. Tentukan persepsi klien tentang krisis yang dihadapi, meliputi kebutuhan utama yang terancam krisis, tingkat gangguan hidup, dan gejala-gejala yang dialami klien.
3. Tentukan faktor-faktor penyeimbang yang ada, meliputi apakah klien memiliki persepssi yang realistis terhadap krisis yang terjadi, dukungan situasional (mis, keluarga, teman, sumber daya finansial, sumber daya spiritual, dukungan masyarakat), dan penggunaan mekanisme koping.
4. Identifikasi kelebihan klien Apa yang terjadi pada Anda? Apa yang Anda pikir dan rasakan?
Apakah Anda mengalami gejala fisik atau perubahan prilaku Anda yang biasanya? Apakah Anda sudah pernah mengalami hal yang serupa dengan kejadian ini dalam
hidup Anda? Kalau ya, bagaimana Anda melakukan koping pada saat itu ? Menurut Anda apa yang menjadi kelebihan pribadi Anda?
Siapa yang Anda rasa sangat banyak membantu atau mendukung Anda? Apa yang telah Anda coba selama ini untuk mengatasi krisis tersebut ?
B. Diagnosis Keperawatan 1. Analisis
a. Analisis persepsi unik klien terhadap krisis dan kejadian pencetusnya.
b. Analisis keadekuatan faktor penyeimbang dan tingkat dukungan pribadi, sosial dan lingkungan klien.
c. Analisis sejauh mana orang lain terpengaruh oleh krisis, seperti keluarga klien, jaringan kerja sosial, dan masyarakat.
2. Diagnosis Keperawatan.
Tentukan diagnosa keperawatan spesifik untuk klien, keluarga, masyarakart, atau gabungan dari itu, termasuk, namun tidak terbatas pada yang berikut ini :
a. Gangguan citra tubuh
b. Ketegangan peran pemberi asuhan c. Koping komunitas tidak efektif d. Koping individu tidak efektif e. Penyangkalan tidak efektif
f. Koping keluarga : potensi untuk pertumbuhan g. Disfungsi berduka
h. Respon pasca trauma i. Ketidakberdayaan
j. Sindrom trauma perkosaan k. Perubahan kinerja peran l. Distres spiritual
m. Resiko kekerasan pada diri sendiria/orang lain
C. Perencanaan dan Identifikasi Hasil
1. Bantu klien,keluarga, masyarakat, atau gabungan dari itu, dalam menetapkan tujuan jangka pendek yang realistis untuk pemulihan seperti sebelum krisis.
2. Tentukan kriteria hasil yang diinginkan untuk klien, kelurga, masyarakat, atau gabungan dari itu. Individu yang mengalami krisis akan :
a. Mengungkapkan secara verbal arti dari situasi krisis
b. Mendiskusikan pilihan –pilihan yang ada untuk mengatasinya
c. Mengidentifikasi sumber daya yang ada yang dapat memberikan bantuan d. Memilih strategi koping dalam menghadapi krisis
e. Mengimplementasikan tindakan yang diperlukan untuk mengatasi krisis. f. Menjaga keselamatan bila situasi memburuk
D. Implementasi
1. Bentuk hubungan dengan mendengarkan secara aktif dan menggunakan respon empati. 2. Anjurkan klien untuk mendiskusikan situasi krisis dengan jelas, dan bantu kien mengutarakan
pikiran dan perasaannya.
3. Dukung kelebihan klien dan penggunaan tindakan koping. 4. Gunakan pendekatan pemecahan masalah.
5. Lakukan intervensi untuk mencegah rencana menyakiti diri sendiri atau bunuh diri.
a. Kenali tanda-tanda bahaya akan adanya kekerasan terhadap diri sendiri.(mis ; klien secara langsung mengatakan akan melakukan bunuh diri, menyatakan secara tidak langsung bahwa ia merasa kalau orang lain akan lebih baik jika ia tidak ada, atau adanya tanda-tanda depresi) b. Lakukan pengkajian tentang kemungkinan bunuh diri
c. singkirkan semua benda yang membahayakan dari tempat atau sekitar klien.
d. Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan jiwa untuk menentukan apakah hospitalisasi perlu dilakukan atau tidak.
E. Implementasi untuk klien yang marah atau melakukan kekerasan
1. Lakukan intervensi dini untuk mencegah klien melakukan kekerasan terhadap orang lain. a. Kenali tanda-tanda verbal adanya peningkatan rasa marah (mis; berteriak, berbicara cepat,
menuntut perhatian, pernyataan-pernyataan agresif)
b. Kenali tanda-tanda non verbal adanya peningkatan rasa marah (mis; rahang dikencangkan, postur tubuh menegang, tangan dikepalkan, berjalan mondar-mandir).
2. Lakukan beberap tindakan untuk mengurangi kemarahan klien.
a. Jawab pertanyaan dan tuntutan klien dengan informasi faktual dan sikap yang mendukung serta meyakinkan.
b. Berikan respon terhadap ansietas, marah dan frustasi yang dirasakannya. Sebagai contoh : Perawat dapat mengatakan ”Tampaknya Anda merasa frustasi karena tidak dapat pulang ke rumah sesuai keinginan Anda.”
c. Biarkan klien mengeluarkan kemarahannya secara verbal, tunjukan bahwa perawat menerima kemarahan ayng diperlihatkannya.
d. Jangan membela atau membenarkan perilaku anda sendiri ataupun perilaku orang lain. (mis., anggota tim pengobatan, kebijakan Rumah Sakit).
e. Pantau bahasa tubuh anda sendiri, gunakan postur yang rileks dengan kedua tangan bergantung santai disamping tubuh.
f. Berikan kontrol pada klien terhadap situasi masalah dengan menawarkan solusi alternatif untuk menyelesaikan masalah.
3. Berespons terhadap perilaku klien
a. Lindungi diri anda sendirindengan berdiri diantara klien dan pintu keluar sehingga memungkinkan anda mudah untuk melarikan diri.
b. Lindungi orang lain dengan menginstruksikan mereka untuk meninggalkan tempat. c. Ikuti protokol lembaga, gunakan kode khusus untuk menghadapi kekerasan jika ada. 4. Gunakan prinsip-prinsip penatalaksanaan kode kekerasan bila diperlukan (mis., bila klien
mengancam akan melukai, klien yang lain atau anggota staf atau jika klien melempar barang-barang atau merusak perabotan).
a. Pastikan untuk dilakukannya unjuk kekuatan (minimal lima staf).
b. Tugaskan satu anggota tim sebagai ketua, yang akan berinteraksi dengan klien dan arahkan respons tim.
c. Ketua tim berdiri di depan, sedangkan yang lain berdiri di belakangnya dalam dua atau tiga barisan.
d. Bila diperlukan restrain fisik, ketua tim akan memutuskan siapa yang akan memegang kaki dan tangan, dan siapa yang akan memegang kepala (agar tidak digigit).
e. Tim bertindak sebagai satu kesatuandan melakukan penaklukan yang lancardan tenang. f. Lakukan latihan dimana jika teknik-teknik ini dilakukan dapat memastikan keamanan dan menghindarkan klien dan staf dari cedera.
F. Evaluasi hasil
Perawat menggunakan kriteria hasil yang spesifik dalam menentukan efektifitas implementasi keperawatan.
Keselamatan klien, keluarga, dan masyarakat dapat dipertahankan sebagai hasil dari intervensi yang adekuat terhadap ekspresi perilaku yang tidak terkendali.
Klien mengidentifikasi hubungan antara stresor dengan gejalayang dialami selama krisis. Klien mengevaluasi solusi yang mungkin dilakukan untuk mengatasi krisis.
klien memilih berbagai pilihan solusi.
Klien kembali ke keadaan sebelum krisis atau memperbaikisituasi atau perilaku.
Sumber
perawatpskiatri.blogspot.com
Isaacs, Ann. 2004. Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik edisi 3. Jakarta: EGC.