PENGARUH KEHIDUPAN KOS
TERHADAP SIKAP KEBERAGAMAAN
MAHASISWA IAIN SALATIGA
TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
ONE EMI NASITOH
NIM 111-12-035
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
vi
MOTTO
( :
)
“Jangan bertanya tentang kelakuan seseorang, tapi lihatlah siapa temannya.
vii
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan untuk:
1. Orangtuaku tercinta yang telah mendidik, memberikan dukungan, do’a,
dan perhatian. Semoga hasil dari skripsi ini bisa memberikan kebahagiaan
dan kebanggaan.
2. Seluruh keluargaku yang senantiasa mendoakanku, dan memberikan
motivasi bagiku.
3. Sahabat dan teman-temanku.
4. Civitas academica IAIN Salatiga.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan
yang Maha Rahman dan Rahim yang dengan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya
skripsi dengan judul “Pengaruh Kehidupan Kos terhadap Sikap Keberagamaan
Mahasiswa IAIN Salatiga Tahun 2016” bisa diselesaikan.
Sholawat dan salam penulis haturkan kepada Sang Teladan Utama, Nabi
Muhammad shalallahu‟alaihi wassalam, juga kepada para shahabat, keluarga dan
orang yang istiqomah mengikuti petunjuk Beliau.
Penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa motivasi, dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak terkait. Sungguh menjadi kebahagiaan yang tiada tara
penulis rasakan setelah skripsi ini selesai. Oleh karena itu penulis ucapkan
terimakasih setulusnya kepada :
1. Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga.
2. Suwardi, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3. Siti Rukhayati, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.
4. Agus Ahmad Suadi, Lc., M.A selaku dosen pembimbing akademik yang
telah membantu kelancaran proses belajar penulis selama di IAIN
5. H. M. Farid Abdullah S.Pd.I., M.Hum. selaku pembimbing yang telah
ix
meluangkan waktunya dalam penulisan skripsi ini sampai dapat
terselesaikan dengan baik.
6. Dr. Budiyono Saputro, M.Pd. yang telah mengarahkan, membimbing,
memberikan petunjuk, dan meluangkan waktunya dalam penulisan skripsi
ini.
7. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah memberikan ilmu, bagian
akademik dan staf perpustakaan yang telah memberikan layanan serta
bantuan kepada penulis.
8. Bapak dan Ibu saya (Bapak A.M. Ikhwani dan Ibu Isnanik), serta
saudara-saudara yang senantiasa memberikan dukungan berupa moril, materil, dan
spiritual kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
9. Bapak Perangkat Desa, dan pemilik kos yang telah meluangkan waktu dan
mengizinkan penulis melaksanakan penelitian.
10. Mahasiswa IAIN Salatiga yang tinggal di kos khususnya Aconk dan
Afida, yang telah meluangkan waktu serta memberikan bantuan kepada
penulis untuk penelitian.
11. Teman-teman senasib seperjuangan PAI 2012, khususnya Hidayatul
Maghfiroh, Putri Rifa Anggraeni, Milatur Rodiyah, dan Fitriyaningsih.
Terima kasih atas dukungan dan bantuannya.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih
xi
ABSTRAK
Nasitoh, One Emi. 2016. Pengaruh Kehidupan Kos terhadap Sikap Keberagamaan Mahasiswa IAIN Salatiga Tahun 2016. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: H. M. Farid Abdullah S.Pd.I., M.Hum.
Kata Kunci: Kehidupan Kos, Sikap Keberagamaan.
Penelitian ini merupakan upaya untuk membuktikan ada tidaknya pengaruh yang signifikan antara Kehidupan Kos terhadap Sikap Keberagamaan Mahasiswa IAIN Salatiga tahun 2016. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) bagaimana kehidupan kos mahasiswa IAIN Salatiga tahun 2016?, (2) bagaimana sikap keberagamaan mahasiswa IAIN Salatiga yang tinggal di kos tahun 2016?, (3) apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara kehidupan kos terhadap sikap keberagamaan mahasiswa IAIN Salatiga tahun 2016?.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik kuesioner, dokumentasi, dan wawancara. Subjek penelitian yang dilibatkan sebanyak 40 responden. Analisis data dilakukan dengan dibantu program SPSS (Statistical Packade for Social Sciences) 19 dengan teknik analisis regresi linier sederhana.
xii
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Rancangan Penelitian ... 30
xiii
2. Bagian Korelasi ... 55
3. Bagian Ringkasan Model (Koefisien Determinasi) ... 56
4. Bagian ANOVA ... 58
5. Bagian Koefisien Regresi ... 60
6. Validitas Model Regresi ... 62
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 64
B. Saran ... 66
xiv
DAFTAR TABEL
TABEL 2.1 Indikator Variabel Kehidupan Kos ... 28
TABEL 2.2 Indikator Variabel Sikap Keberagamaan ... 28
TABEL 3.1 Hasil Uji Validitas Kehidupan Kos ... 34
TABEL 3.2 Hasil Uji Validitas Sikap Keberagamaan ... 36
TABEL 3.3 Hasil Uji Reliabilitas ... 37
TABEL 4.1 Data Mahasiswa yang Tinggal di Kos ... 47
TABEL 4.2 Nominasi Skor Kehidupan Kos Tiap Responden ... 50
TABEL 4.3 Kategori Skor Kehidupan Kos Beserta Jumlah Responden ... 51
TABEL 4.4 Nominasi Skor Sikap Keberagamaan Tiap Responden ... 53
TABEL 4.5 Kategori Skor Sikap Keberagamaan Beserta Jumlah Responden 53
TABEL 4.6 Statistik Deskriptif ... 54
TABEL 4.7 Korelasi ... 55
TABEL 4.8 Ringkasan Model ... 56
TABEL 4.9 ANOVA (Uji F) ... 58
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. PEDOMAN WAWANCARA
Lampiran 2. KODE PENELITAN
Lampiran 3. HASIL WAWANCARA
Lampiran 4. DOKUMENTASI
Lampiran 5. KUESIONER PENELITIAN
Lampiran 6. SKOR
Lampiran 7. OUTPUT SPSS VALIDITAS DAN RELIABILITAS
PENELITIAN
Lampiran 8. SURAT KETERANGAN PENELITIAN
Lampiran 9. SURAT PEMBIMBING
Lampiran 10. LEMBAR KONSULTASI
Lampiran 11. NILAI SKK
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan mahasiswa tidak terlepas dari kehidupan kos, terutama bagi
mahasiswa yang rumahnya jauh dari kampus, tentu salah satu alternatifnya
dengan tinggal di kos. Kebanyakan orang berasumsi bahwa, kehidupan kos
adalah kehidupan yang bebas; bebas untuk pulang kapan saja, bebas
memasukkan teman semaunya, mengizinkan lawan jenis berkunjung ke
tempat kosnya, dan sebagainya. Gaya hidup kebanyakan anak kos juga
cenderung dinilai kurang sehat, karena tidak ada pengawasan orang tua dan
pemilik kos banyak yang tidak mau tahu terhadap apa yang dilakukan
mahasiswa yang menempati kos tersebut, ditambah lagi dengan kos bebas
yang tidak diawasi atau ditunggui oleh pemiliknya, mereka jadi hidup
seenaknya, seperti makan tidak teratur, begadang, maen ps, menonton film,
main kartu, bahkan yang lebih parah melakukan hal yang melanggar norma,
mabuk-mabukan, melakukan hal yang tidak semestinya dengan yang bukan
muhrim, dan lainnya. Tidak sedikit mahasiswa yang mulanya anak baik-baik,
bahkan pernah hidup di pesantren, namun ketika memasuki dunia kampus dan
dunia kos-kosan justru akhlaknya menjadi buruk karena pengaruh dari
teman-temannya dan lingkungan kos-kosannya yang terlampau bebas.
Mahasiswa yang memasuki masa kuliah pada umumnya berada pada
2
sosiologis, remaja umumnya memang rentan terhadap pengaruh-pengaruh
eksternal. Karena proses pencarian jati diri yang belum kunjung berakhir,
mereka mudah sekali terombang ambing dan masih merasa sulit menentukan
tokoh panutannya. Mereka juga mudah terpengaruh oleh gaya hidup
masyarakat sekitarnya. Gaya hidup hura-hura, seks bebas, menghisap ganja
dan zat adiktif lainnya cenderung mudah menggoda para remaja (Baharuddin
& Mulyono, 2008:128). Dalam Psikologi Islam karya Jalaluddin (2012:90)
juga disebutkan bahwa di usia perkembangan remaja memang dorongan
seksual tampak begitu dominan, atau setidak-tidaknya secara psikologis
memiliki dampak terhadap nilai-nilai keagamaan. Maksudnya, dorongan seks
tak jarang turut mempengaruhi munculnya sikap dan perilaku menyimpang,
hingga para remaja tidak merasa salah atau berdosa melakukan perbuatan
yang melanggar norma-norma agama. Beberapa hasil penelitian yang
mengungkapkan sikap permisif, di kalangan mahasiswa dan mahasiswi
perguruan tinggi di beberapa kota besar di Indonesia, seperti hidup seatap
tanpa nikah, menjadi bagian dari gejala perilaku menyimpang yang terkait dari
penyaluran kebutuhan biologis kaum muda.
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang
memiliki potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur), potensi fujur
akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink,
naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum, seks, berkuasa dan
rasa aman. Dalam Jalaluddin (2012: 257) disebutkan bahwa manusia adalah
3
bimbingan dan pengembangan dari lingkungannya. Lingkungannya pula yang
mengenalkan seseorang akan nilai-nilai dan norma-norma agama yang harus
dituruti dan dilakonkan.
Kehidupan kos-kosan jika dimanfaatkan sebaiknya-baiknya dan
diiringi dengan menjadi pribadi yang muslim, justru akan menghasilkan
kehidupan yang baik, yaitu dapat menciptakan diri yang mandiri, berpikir
dewasa, mampu memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, mampu merancang
kehidupan di masa datang, sehingga kehidupannya tertata dengan baik dan
mendapat rahmat serta ridho Allah SWT.
Dalam masa remaja, perubahan sosial yang penting pada masa itu
adalah meningkatnya pengaruh kelompok sebaya dan pola perilaku sosial
yang lebih matang. Perubahan sosial ini biasanya terjadi pada bagian akhir
masa remaja, yaitu antara umur 17-21 tahun. Pada masa ini, perhatiannya
terhadap kedudukannya dalam masyarakat lingkungannya terutama di
kalangan remaja, sangat besar. Ia ingin diterima oleh kawan-kawannya. Ia
merasa sangat sedih kalau dikucilkan dari kelompok teman-temannya. Karena
itu ia meniru lagak-lagu, pakaian, sikap dan tindakan teman-temannya dalam
satu kelompok. Kadang-kadang remaja dihadapkan pada dua pilihan yang
berat, apakah ia mematuhi orang tuanya dan meninggalkan pergaulannya
dengan teman-teman sebayanya. Kalau hubungannya dengan orang tuanya
kurang serasi, maka pilihan itu akan jatuh kepada kawannya (Daradjat,
1976:116)
.
Dengan kata lain, pada usia remaja, pengaruh lingkungan4
keluarga, karena remaja sedang mengembangkan kepribadiannya, yang sangat
memerlukan pengakuan lingkungan teman-teman dan masyarakat pada
umumnya. Melihat pernyataan tersebut, apabila pengaruh lingkungan
masyarakat kadang-kadang lebih besar daripada keluarga, lantas bagaimana
jika seorang remaja hidup di lingkungan kos yang umumnya bebas dan jauh
dari pengawasan keluarga terutama orang tua, apakah dirinya mudah
terpengaruh oleh lingkungan kosannya?.
Sikap keberagamaan seseorang tidak semata-mata dipengaruhi oleh
lingkungan di mana mereka bersosialisasi, namun lingkungan memiliki
peranan yang tinggi dalam membentuk watak dan sikap keberagamaan
seseorang. Semua perubahan jasmani yang begitu cepat pada remaja
menimbulkan kecemasan pada dirinya sehingga menyebabkan terjadinya
keguncangan emosi, kecemasan, dan kekhawatiran. Bahkan kepercayaan
kepada agama yang telah tumbuh pada usia sebelumya, mungkin pula
mengalami kegoncangan, karena ia kecewa terhadap dirinya. Maka
kepercayaan remaja kepada tuhan kadang-kadang sangat kuat, akan tetapi
kadang-kadang menjadi ragu dan berkurang, yang terlihat dari cara ibadahnya
yang kadang-kadang rajin, kadang-kadang malas, perasaan kepada tuhan
tergantung pada perubahan emosi yang sedang dialaminya, kadang-kadang ia
merasa sangat membutuhkan tuhan, terutama ketika mereka menghadapi
bahaya, takut akan gagal atau merasa dosa. Tetapi kadang-kadang tidak
5
Selama ini orang berharap banyak terhadap pendidikan Islam. Lewat
pendidikan itu, maka anak-anaknya selain menjadi cerdas, juga diharapkan
memiliki akhlak yang baik. Atas dasar itu, maka lembaga pendidikan Islam
yang dikenal maju akan menjadi rebutan orang. Namun dibalik kepercayaan
itu, harapan masyarakat terhadap pendidikan Islam, termasuk perguruan
tingginya dituntut memiliki kelebihan dibanding lembaga pendidikan lain
pada umumnya. Masyarakat menginginkan agar nilai-nilai Islam yang selama
ini dianggap ideal, berhasil mewarnai perilaku para guru/dosen,
siswa/mahasiswa, dan lulusannya. Pada saat ini, masyarakat juga menyadari
bahwa jenis lulusan apapun tidak selalu mudah mendapatkan lapangan
pekerjaan. Keadaan itu diterimanya. Akan tetapi, masyarakat tidak mau
lembaga pendidikan Islam gagal dalam membentuk perilaku atau akhlakul
karimah. Lembaga pendidikan Islam harus berhasil membangun perilaku
mulia sebagaimana yang tergambar pada ajaran Islam itu sendiri. Mereka
merasa sangat kecewa dan segera bertanya-tanya ketika mendengar informasi
bahwa dari lembaga pendidikan Islam terdapat perilaku yang tidak
mencerminkan gambaran ideal sebagaimana yang dipahami selama ini.
(imamsuprayogo.com, diakes tanggal 29 September 2016, pukul 21:10). Sama
halnya dengan IAIN Salatiga, IAIN Salatiga sebagai lembaga pendidikan
tinggi Islam merupakan salah satu institusi pendidikan nasional yang memiliki
ciri khas keislaman, yang membedakannya dari perguruan tinggi umum lain.
6
melainkan lebih dari itu, diharapkan sivitas akademikanya juga mencerminkan
kualitas akhlak dan perilaku Islami.
Realita, ekspektasi dan harapan memang tidak selalu berbanding lurus,
seperti salah satu kasus yang terjadi pada tahun lalu, diduga menyuruh sang
pacar untuk menggugurkan kandungan hasil hubungan gelapnya, seorang atlet
bulutangkis, TH (21) yang masih tercatat sebagai mahasiswa IAIN Salatiga
akhirnya harus menikahi pacarnya yang juga mahasiswi di kampus yang sama.
Kasus ini terungkap setelah SK mengaku hamil akibat berhubungan intim
dengan TH di rumah kos SK (kriminalitas.com, diakses pada 23 April 2016,
pukul 10:30). Memang sudah banyak diberitakan dalam media cetak ataupun
internet tentang kasus-kasus yang terjadi di lingkungan kos, namun berita
tersebut tentunya sangat mengejutkan mengingat pelaku yang statusnya
mahasiswa perguruan tinggi islami bahkan pelaku merupakan mahasiswa yang
berprestasi. Bagaimana bisa dirinya melakukan hal yang bertentangan dengan
ajaran islami. Apakah karena pengaruh kehidupan dan lingkungan kosannya
yang terlampau bebas tidak ditunggui oleh pemiliknya dan aturannya yang
tidak ketat menjadikan kesempatan bagi dirinya untuk melakukan perbuatan
tersebut?. Hal ini menjadi bukti bahwa kadangkala ekspektasi dan realita tidak
memiliki hubungan yang searah. Tidak semua mahasiswa perguruan tinggi
islam bersikap islami atau berakhlak mulia. Tentunya juga tidak semua
mahasiswa berkelakuan seperti kasus tersebut. Oleh karena itu peneliti ingin
mengetahui adakah pengaruh yang signifikan antara kehidupan kos dengan
7
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti
tentang “PENGARUH KEHIDUPAN KOS TERHADAP SIKAP
KEBERAGAMAAN MAHASISWA IAIN SALATIGA TAHUN 2016”
B. Rumusan Masalah
Agar pembahasan terfokus pada judul penelitian maka penulis
membatasi masalah dengan membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kehidupan kos mahasiswa IAIN Salatiga tahun 2016?
2. Bagaimana sikap keberagamaan mahasiswa IAIN Salatiga yang tinggal di
kos tahun 2016?
3. Adakah pengaruh yang signifikan antara kehidupan kos terhadap sikap
keberagamaan mahasiswa IAIN Salatiga tahun 2016?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini diadakan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kehidupan kos mahasiswa IAIN Salatiga tahun 2016.
2. Untuk mengetahui sikap keberagamaan mahasiswa IAIN Salatiga tahun
2016.
3. Untuk mengetahui adakah pengaruh yang signifikan antara kehidupan kos
8
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun secara praktis, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini dapat memperluas pengetahuan dan
memperkaya khazanah dunia pendidikan Islam baik bagi penulis maupun
pembaca.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini berguna untuk mengetahui realita
kehidupan kos dan pengaruhnya terhadap sikap keberagamaan, kemudian
setelah mengetahui realita tersebut diharapkan bagi mahasiswa bisa
membentengi diri dari pergaulan dan pengaruh yang kurang baik serta bagi
lembaga dapat lebih meningkatkan dan memperbaiki kualitas pendidikan
di IAIN Salatiga, khususnya pengawasan dan pembinaan bagi mahasiswa
yang hidup di kos agar tidak terpengaruh oleh kehidupan bebas di kos
9
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kehidupan kos
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 2006:
416-418), hidup adalah masih terus ada, bergerak dan bekerja
sebagaimana mestinya (tt manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan,
dipakai juga tt roh). Sedang kehidupan adalah perihal, keadaan, sifat
hidup.
Definisi kehidupan menurut para ahli
(https://carapedia.com/pengertian_definisi_kehidupan_info2146.html
diakses tanggal 21 Mei 2016 pukul 07:56):
a. I Ketut Gede Yudantara
Kehidupan merupakan anugerah dan amanah sebagai ciptaan Tuhan.
Kehidupan merupakan cobaan hidup yang selalu dirundung suatu
permasalahan. Kehidupan merupakan penebus dosa serta merupakan
suatu proses reinkarnasi.
b. Campbell, Reece, Mitchell
Kehidupan merupakan suatu hirarki, dimana setiap tingkat sruktur
biologis merupakan pengembangan dari tingkatan di bawahnya.
10
Kehidupan merupakan rangkaian pengaturan sehingga kita sampai
kepada adanya air dan kehidupan.
d. Suhairi Awang
Kehidupan merupakan suatu kisah yang penuh berliku.
kelangsungannya senantiasa berputar-putar di ruang lingkup yang
serupa dari satu generasi sejak mula manusia diciptakan hinggalah
menjejak kepada waktu yang paling hampir dan kisahnya selalu
berulang-ulang.
e. J. C. Michaels
kehidupan adalah perjalanan luar biasa menuju wilayah tak dikenal,
sebuah jalur penuh tipu daya melalui hutan-hutan gelap, sebuha tirai
gantung diatas kulit pohon yang bercabang-cabang.
Pengertian kehidupan memang luas dan subjektif. Setiap manusia
tentunya memiliki kehidupannya masing-masing. Semuanya memiliki arti
kehidupan yang berbeda. Berbeda manusia, konteks kajian, berbeda pula
arti kehidupan, dan setiap manusia juga mempunyai jalan masing-masing
untuk hidup. Hal inilah yang menyebabkan setiap manusia mempunyai
pengertian hidup yang berbeda. Pengertian kehidupan dalam konteks
penelitian ini adalah keadaan manusia dalam menjalani hidup selama di
dunia (kos).
Kos atau indekos adalah tinggal di rumah orang lain dengan atau
tanpa makan dengan membayar setiap bulan (Poerwadarminta, 2006: 443).
11
kamar atau tempat untuk ditinggali dengan sejumlah pembayaran tertentu
untuk setiap periode tertentu (umumnya pembayaran per bulan). Kata
"kost" sebenarnya adalah turunan dari frasa bahasa Belanda "In de kost".
Definisi "In de kost" sebenarnya adalah "makan di dalam" namun bila
frasa tersebut dijabarkan lebih lanjut dapat pula berarti "tinggal dan ikut
makan" di dalam rumah tempat menumpang tinggal.
Seiring berjalannya waktu dan berubahnya zaman, sekarang
khalayak umum di Indonesia menyebut istilah "in de kost" dengan
menyingkatnya menjadi "kos" saja. Di mana-mana, terutama di berbagai
daerah di Indonesia, sentra pendidikan tumbuh berjamuran, terutama
akademik dan universitas swasta. Hal ini diikuti dengan bertambahnya
jumlah rumah-rumah atau bangunan khusus yang menawarkan jasa "kos"
bagi para pelajar/mahasiswa yang membutuhkannya. Jasa ini tidaklah
gratis, yaitu dengan melibatkan sejumlah pembayaran tertentu untuk setiap
periode, yang biasanya dihitung per bulan atau per minggu. Hal ini
berbeda dengan kontrak rumah, karena umumnya "kos" hanya
menawarkan sebuah kamar untuk ditinggali. Setelah melakukan transaksi
pembayaran barulah seseorang dapat menumpang hidup di tempat yang
dia inginkan (https://id.wikipedia.org/wiki/Indekost diakses tanggal 21
Mei 2016 pukul 09:48). Jadi, kehidupan kos adalah keadaan manusia
dalam menjalani hidup selama tinggal di kos.
Kehidupan kos dalam penelitian ini meliputi dimensi kehidupan
12
budaya atau gaya hidup yang ada dalam lingkungan kos maupun
masyarakat sekitar tempat kos.
a. Aktivitas
Ahmad Omar & Ramayah mengemukakan aktivitas mengacu pada
bagaimana setiap individu menghabiskan waktu dan uang yang mereka
miliki. Aktivitas juga terkait dengan tindakan nyata seperti pekerjaan
atau tindakan yang wajib dilakukan sehari-hari dalam kehidupan
individu, bekerja di rumah, atau rekreasi. Umumnya remaja
menghabiskan waktu mereka untuk menjalankan aktivitas yang
berhubungan dengan pendidikan. Berbeda halnya dengan kalangan
dewasa yang hampir sebagian waktunya tersita untuk pekerjaan,
kalangan remaja memiliki proporsi waktu yang seimbang untuk
melaksanakan rutinitas sehari-hari dan tetap memiliki waktu luang
yang dapat dimanfaatkan untuk menyalurkan hobi, menikmati hiburan,
berbelanja, dll (Aresa, 2012:29).
b. Dimensi sosial
Dimensi kesosialan merupakan dimensi yang pada dasarnya setiap
individu diharapkan dapat bersosialisasi dengan lingkungannya dengan
dasar-dasar yang baik agar dalam perkembangan selanjutnya tidak
meninggalkan bibit-bibit perpecahan antara satu dengan yang lainnya
demi terciptanya masyarakat yang lebih kondusif. Manusia hidup
dalam suasana interdependensi (saling ketergantungan) dalam antar
13 c. Dimensi kesusilaan
Susila berasal dari bahasa Sanskerta. Susila berasal dari dua kata yaitu
“su” yang artinya baik, dan “sila” yang artinya perbuatan. Jadi susila
adalah segala perbuatan yang baik. Jadi hubungan dari hakekat
manusia dengan dimensi kesusilaan adalah dimana seluruh dari
hakekat manusia hendaknya merupakan susila atau perbuatan yang
baik. Disamping itu, dalam menjalankan hakekat sebagai manusia kita
juga harus berpedoman pada etika berprilaku yang baik dan sopan
terhadap sesama. Nilai kehidupan adalah norma yang berlaku dalam
masyarakat, moral ialah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan
kelakuan. Dalam moral diajarkan segala perbuatan yang dinilai baik
dan perlu dilakukan, dan suatu perbuatan yang dinilai buruk yang
ditinggalkan
(http://www.matematika-umsu.web.id/2013/04/dimensi-manusia-hakikat-dan-tujuan.html diakses tanggal 21 Mei 2016 pukul
10:32.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
kesusilaan manusia pada lingkungan keseharian pada dasarnya
seseorang diharapkan mampu memahami dan mengamalkan nilai-nilai
yang terkandung didalam unsur masyarakat dimana ia tinggal.
Pengamalan disini tidak hanya pengamalan semata, namun harus
diajarkan dan diresapi sedemikian mungkin sampai terciptanya
14 d. Gaya hidup
Gaya hidup menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana mereka
membelanjakan uangnya, bagaimana mereka mengalokasikan waktu
mereka. Gaya hidup mempengaruhi segala aspek perilaku konsumsi
seseorang. Gaya hidup seseorang merupakan fungsi karakteristik atau
sifat individu yang sudah dibentuk melalui interaksi lingkungan
(Aresa, 2012: 23).
2. Sikap Keberagamaan
a. Pengertian
Menurut bahasa, sikap adalah perbuatan dan sebagainya yang
berdasarkan pada pendirian, pendapat atau keyakinan
(Poerwadarminta, 2006: 896). Sikap atau dalam bahasa Inggris disebut
attitude menurut Ngalim Purwanto adalah perbuatan atau tingkah laku
sebagai respon atau reaksi terhadap suatu rangsangan atau stimulus
(1988: 141). Menurut Gerungan (1981: 149) manusia tidak dilahirkan
dengan sikap-sikap tertentu, akan tetapi sikap tersebut dibentuk oleh
seorang individu sepanjang perkembangan hidupnya. Sikap inilah yang
berperan besar dalam kehidupan manusia karena sikap yang telah
terbentuk dalam diri manusia turut menentukan cara-cara manusia itu
memunculkan tingkah laku terhadap suatu obyek. Atau dengan kata lain
sikap menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap obyeknya.
Menurut Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial (Munandar, 2008: 49),
15
menunjukkan penilaian kita (baik positif maupun negatif) terhadap
bermacam-macam entinitas, misalnya: individu-individu,
kelompok-kelompok, obyek-obyek, maupun lembaga-lembaga. Secara umum, sikap
seseorang dianggap mempunyai perilakunya, namun hubungan antara
keduanya sangat lemah karena pada kenyataannya acap kali perilaku
seseorang tergantung pada faktor-faktor situasional yang mempengaruhi
pilihan yang diambil seseorang.
Keseluruhan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
sikap merupakan kesimpulan atau kecenderungan individu untuk
bertindak terhadap obyek tertentu dengan didasari oleh pandangan,
perasaan dan keyakinannya. Hal inilah yang menyebabkan sikap orang
terhadap sesuatu hal berbeda satu dengan yang lainnya meskipun
menghadapi obyek yang sama.
Keberagamaan berasal dari kata agama. Menurut asal katanya,
kata agama dalam bahasa sansakerta, terdiri dari kata a dan gam. "A"
berarti tidak dan "gam" berarti pergi. Jadi kata agama artinya tidak
pergi tetap ditempat, langgeng, diwariskan secara turun-temurun
(Manaf, 1996:2). Dalam bahasa Arab agama disebut Al Din artinya
kepercayaan, paksaan, pembalasan, dan keputusan (Munawir,
2002:437). Ada lagi yang mengatakan bahwa agama berarti teks atau
kitab suci (Nasution, 1985:9).
Secara definitif pengertian agama adalah ajaran-ajaran yang
diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul (Nasution,
16
Manaf, mendefinisikan agama adalah peraturan Allah SWT yang
diturunkanNya kepada Rasul-RasulNya yang telah lalu yang berisi
suruhan, larangan, dan sebagainya yang wajib ditaati oleh umat
manusia dan menjadi pedoman serta pegangan hidup agar selamat
dunia akhirat (Manaf, 1996:4). Dari pengertian tersebut dapat
disimpulkan agama adalah suatu peraturan hidup yang lengkap dengan
segala aspeknya bersumber dari Tuhan untuk ditaati oleh manusia.
Keberagamaan menurut Jalaludin (2000:197) adalah suatu
keadaan yang ada pada diri seseorang yang mendorong untuk
bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama.
Keberagamaan tersebut konsisten antara kepercayaan terhadap agama
sebagai unsur efektif dan perilaku terhadap agama sebagai unsur
konatif. Perilaku keberagamaan merujuk kepada aspek rohaniah
individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah yang
merefleksikan ke dalam peribadatan kepadaNya baik yang bersifat
hablumminallah maupun hablumminannas.
Sikap keberagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam
diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai
dengan kadar ketaatannya terhadap agama.
b. Dimensi keberagamaan
Keberagamaan manusia dapat diwujudkan dalam berbagai
dimensi. Aktivitas beragama tidak hanya terjadi saat seseorang
17
namun juga aktivitas yang tidak tampak dan terjadi di dalam hati.
Menurut Glock dan Stark ada lima macam dimensi keberagamaan,
yaitu: dimensi keyakinan (ideologi), dimensi peribadatan (ritualistik),
dimensi penghayatan (eksperiensial), dimensi pengamalan
(konsekuensial), dan dimensi pengetahuan (intelektual) (Ancok,
1994:77).
1. Dimensi Keyakinan merupakan tingkatan seseorang dalam
berpegang teguh terhadap agama yang dipeluknya dan mengakui
kebenaran-kebenaran yang diajarkan agamanya.
2. Dimensi Praktik Agama adalah perilaku pemujaan, ketaatan yang
dilakukan sebagai komitmen terhadap ajaran agamanya.
3. Dimensi Pengalaman yaitu persepsi-persepsi, perasaan, dan sensasi
seseorang saat memeluk dan melakukan ritual agama contohnya
merasakan kehadiran Tuhan, merasa Tuhan mengabulkan doanya.
4. Dimensi Pengetahuan Agama: dalam beragama setidaknya
seseorang mengetahui dasar-dasar meyakini agama, tata cara ritual,
kitab suci maupun tradisi agama.
5. Dimensi Pengamalan atau Konsekuensi. Dimensi ini mengacu pada
identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik,
pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari (Ancok,
1994:78).
Menurut pendapat Djamaludin Ancok, dimensi keberagamaan
18
sama, dimensi keyakinan dapat disejajarkan dengan akidah, dimensi
praktik agama disejajarkan dengan syariah, dan dimensi pengamalan
disejajarkan dengan akhlak (Ancok, 1994:80).
Dimensi keyakinan atau akidah Islam adalah tingkatan
keyakinan Muslim terhadap kebenaran dan dogma-dogma agamanya.
Dimensi ini meliputi enam rukun Iman: iman kepada Allah, Malaikat,
Kitab, Rasul, hari akhir, dan iman kepada qada dan qadar. Selain itu
ada yang harus diimani yaitu sesuatu yang berhubungan dengan yang
ghaib, seperti adanya roh dalam jasad, adanya jin dan syetan serta
iman akan adanya alam ghaib.
Dimensi Syari’ah atau praktik agama adalah kepatuhan dan
pelaksanaan ibadah atau kegiatan ritual seperti shalat, zakat, puasa,
haji, zikir, ibadah qurban, membaca Al Qur’an dan lain-lain.
Dimensi pengamalan atau akhlak adalah perilaku muslim
dalam kehidupan sosialnya yang dimotivasi oleh ajaran agamanya.
Seperti menolong orang lain, memafkan kesalahan orang lain, berjuang
untuk hidup sukses, berkomunikasi dan menjalin tali silaturrahim,
bekerja sama dengan orang lain dan sebagainya.
c. Perkembangan Jiwa Keagamaan pada Remaja
Mahasiswa umumnya amat rentan terhadap pengaruh-pengaruh
eksternal. Hal ini disebabkan karena sebagian besar mahasiswa khususnya
mahasiswa baru, masuk ke dalam kategori remaja akhir yang berusia
berubah-19
ubah karena proses pencarian jati diri mereka. Selain itu, mahasiswa juga
cenderung mencari sosok panutan yang sesuai dengan diri mereka. Mereka
mudah terpengaruh oleh gaya hidup umum di sekitarnya karena kondisi
kejiwaan yang labil. Mereka juga cenderung mengambil jalan pintas dan
tidak mau memikirkan dampak negatifnya (Suyanto, 2005). Subjek dalam
penelitian ini juga akan fokus pada mahasiswa yang berusia 18-21 tahun.
Oleh sebab itu penulis membahas perkembangan jiwa keagamaan pada
remaja.
Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa
remaja menduduki tahap progresif. Dalam pembagian yang agak terurai
masa remaja mencakup masa Juvenilitas (adolescantium), pubertas, dan
nubilitas.
Sejalan dengan perkembangan jasmani dan ruhaninya, maka agama
pada para remaja turut dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya
penghayatan para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan
yang tampak pada para remaja banyak berkaitan dengan faktor
perkembangan tersebut.
Perkembangan agama pada para remaja ditandai oleh beberapa
faktor perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain
menurut W. Starbuck adalah:
1. Perkembangan pikiran dan mental
Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari
20
kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama
mereka pun sudah tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi,
dan norma-norma kehidupan lainnya.
Hasil penelitian Allport, Gillesphy, dan Young menunjukkan:
1) 85% remaja Katolik Romawi tetap taat menganut ajaran agamanya.
2) 40% remaja Protestan tetap taat terhadap ajaran agamanya.
Dari hasil ini dinyatakan selanjutnya, bahwa agama yang
ajarannya bersifat lebih konservatif lebih banyak berpengaruh bagi
para remaja untuk tetap taat pada ajaran agamanya.
Sebaliknya, agama yang ajarannya kurang
konservatif-dogmatis dan agak liberal akan mudah merangsang pengembangan
pikiran dan mental para remaja, sehingga mereka banyak
meninggalkan ajaran agamanya. Hal ini menunjukkan bahwa
perkembangan pikiran dan mental remaja mempengaruhi sikap
keagamaan mereka.
2. Perkembangan Perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja.
Perasaan sosial, etis, dan estetis mendorong remaja untuk menghayati
perikehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan religius
akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup yang
religius pula. Sebaliknya, bagi remaja yang kurang mendapat
pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi
21
Didorong oleh perasaan ingin tahu dan perasaan super, remaja lebih
mudah terperosok kea rah tindakan seksual yang negatif.
Dalam penyelidikannya sekitar tahun 1950-an, Dr. Kinsey
mengungkapkan, bahwa 90% pemuda Amerika telah mengenal
masturbasi, homoseks, dan onani.
3. Pertimbangan sosial
Corak keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya
pertimbangan sosial. Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul
konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat
bingung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih
dipengaruhi kepentingan akan materi, maka para remaja lebih
cenderung jiwanya untuk bersikap materialis. Hasil penyelidikan
Ernest Harms terhadap 1.789 remaja Amerika antara usia 18-29 tahun
menunjukkan, bahwa 70% pemikiran remaja ditujukan bagi
kepentingan: keuangan, kesejahteraan, kebahagiaan, kehormatan diri,
dan masalah kesenangan pribadi lainnya. Sedangkan masalah akhirat
dan keagamaan hanya sekitar 3,6%, masalah sosial 5,8%
4. Perkembangan Moral
Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa
berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang juga
terlihat pada para remaja juga mencakupi:
1) Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan
22
2) Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.
3) Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan
agama.
4) Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan
moral.
5) Deviant, menolak dasar dan hokum keagamaan serta tatanan moral
masyarakat.
5. Sikap dan Minat
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh
dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil
serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka (besar kecil
minatnya).
Howard Bell dan Ross, berdasarkan penelitiannya terhadap
13.000 remaja di Maryland terungkap hasil sebagai berikut:
1) Remaja yang taat (ke gereja secara teratur)….45%
2) Remaja yang sesekali dan tidak sama sekali…..35%
3) Minat terhadap: Ekonomi, keuangan, materiil, dan sukses
pribadi……..73%
4) Minat terhadap masalah ideal, keagamaan, dan sosial 21%
6. Ibadah
1) Pandangan para remaja terhadap ajaran agma, ibadah, dan masalah
doa sebagaimana yang dikumpulkan oleh Ross dan Oskar Kupky
23
a) Seratus empat puluh delapan siswi dinyatakan bahwa 20 orang
di antara mereka tidak pernah mempunyai pengalaman
keagamaan sedangan sisanya (128) mempunyai pengalaman
keagamaan yang 68 di antaranya secara alami (tidak melalui
pengajaran resmi).
b) Tiga puluh satu orang di antara yang mendapat pengalaman
keagamaan melalui proses alami, mengungkapkan adanya
perhatian mereka terhadap keajaiban yang menakjubkan di
balik keindahan alam yang mereka alami.
2) Selanjutnya mengenai pandangan mereka tentang ibadah
diungkapkan sebagai berikut:
a) Empat puluh dua persen tak pernah mengerjakan ibadah sama
sekali.
b) Tiga puluh tiga persen mengatakan mereka sembahyang karena
mereka yakin Tuhan mendengar dan akan mengabulkan doa
mereka.
c) Dua puluh tujuh persen beranggapan bahwa sembahyang dapat
menolong mereka meredakan kesusahan yang mereka derita.
d) Delapan belas persen mengatakan bahwa sembahyang
menyebabkan mereka menjadi senang sesudah menunaikannya.
e) Sebelas persen mengatakan bahwa sembahyang mengingatkan
24
f) Empat persen mengatakan bahwa sembahyang merupakan
kebiasaan yang mengandung arti penting.
Jadi, hanya 17% mengatakan bahwa sembahyang bermanfaat
untuk berkomunikasi dengan Tuhan, sedangkan 26% di antaranya
menganggap bahwa sembahyang merupakan media untuk bermeditasi
(Jalaluddin, 2012: 74-77).
3. Pengaruh Kehidupan Kos terhadap Sikap Keberagamaan
Anak kos yang berasal dari daerah lain atau kota lain yang biasa dikatakan
dengan anak pendatang, sangat berbeda dengan daerah yang mereka
tinggali untuk sekarang ini contohnya bisa kita lihat dari segi sosial
budaya mereka dari asal mereka sendiri dan ekonomi mereka sangatlah
jauh berbeda dengan daerah yang mereka tinggali di lingkungan kos.
Sehingga mau tak mau mereka yang berasal dari daerah lain atau kota lain
harus bisa menyesuaikan diri.
Pada masa remaja, sikap remaja yang menonjol adalah dalam sikap
sosial, terutama sikap sosial yang berbungan dengan teman sebaya. Sikap
remaja ini berkembang setelah remaja mengenal adanya kepentingan dan
kebutuhan yang sama. Remaja juga berusaha bersikap sesuai dengan
norma-norma kelompoknya. Sikap penyesuaian diri (conform) dengan teman
sebayanya akan tetap dipertahankan meskipun timbul pertentangan dengan
orang tua karena perbedaan nilai. Hal ini karena remaja sangat takut jika
25
Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan sikap menurut
Middlebrook (Azwar, 2006: 35) adalah kebudayaan. Kebudayaan yang ada
dimana seseorang itu tinggal dan dibesarkan memiliki arti yang mendalam
pada pembentukan sikap orang tersebut. Di sadari atau tidak kebudayaan telah
menanamkan arah sikap seseorang terhadap berbagai masalah yang sedang
dihadapinya.
Manusia adalah homo religius (makhluk beragama). Namun,
potensi tersebut memerlukan bimbingan dan pengembangan dari
lingkungannya. Lingkungannya pula yang mengenalkan seseorang akan
nilai-nilai dan norma-norma agama yang harus dituruti dan dilakonkan.
Pada garis besarnya, teori mengungkapkan bahwa sumber jiwa
keagamaan berasal dari faktor intern dan dari faktor ekstern manusia.
Pendapat pertama menyatakan bahwa manusia adalah homo religius
karena manusia sudah memiliki potensi untuk beragama. Potensi tersebut
bersumber dari faktor intern manusia yang termuat dalam aspek kejiwaan
manusia seperti naluri, akal, perasaan, maupun kehendak, dan sebagainya.
Namun, pendukung teori ini masih berbeda pendapat mengenai faktor
mana yang paling dominan.
Sebaliknya, teori kedua menyatakan bahwa jiwa keagamaan
manusia bersumber dari faktor ekstern. Manusia terdorong untuk
beragama karena pengaruh faktor luar dirinya, seperti rasa takut, rasa
ketergantungan ataupun rasa bersalah (sense of guilty). Faktor-faktor inilah
yang menurut pendukung teori tersebut mendorong manusia menciptakan
26
Betapapun kedua pendekatan itu tampak seakan berbeda, namun
keduanya tak mengingkari bahwa secara psikologis manusia sulit
dipisahkan dari agama. Pengaruh psikologis ini pula yang tercermin dalam
sikap dan tingkah laku keagamaan manusia, baik dalam kehidupan
individu maupun kehidupan sosialnya. Dalam kehidupan manusia sebagai
individu pengaruh psikologi itu membentuk keyakinan dalam dirinya dan
menampakkan pola tingkah laku sebagai realisasi dari keyakinan tersebut.
Sedangkan dalam kehidupan sosial, keyakinan dan pola tingkah laku
tersebut mendorong manusia untuk melahirkan norma-norma dan pranata
keagamaan sebagai pedoman dan sarana kehidupan beragama di
masyarakat (Jalaluddin, 2012: 257-258).
Meskipun tampaknya longgar, namun kehidupan bermasyarakat
dibatasi oleh berbagai norma dan nilai-nilai yang didukung warganya.
Karena itu, setiap warga berusaha untuk menyesuaikan sikap dan tingkah
laku dengan norma dan nilai-nilai yang ada. Dengan demikian, kehidupan
bermasyarakat memiliki suatu tatanan yang terkondisi untuk dipatuhi
bersama.
Sepintas, lingkungan masyarakat bukan merupakan lingkungan
yang mengandung unsur tanggung jawab, melainkan hanya merupakan
unsur pengaruh belaka, tetapi norma dan tata nilai yang ada terkadang
lebih mengikat sifatnya. Bahkan, terkadang pengaruhnya lebih besar
dalam perkembangan jiwa keagamaan, baik dalam bentuk positif maupun
27
keagamaan yang kuat akan berpengaruh positif bagi perkembangan jiwa
keagamaan anak, sebab kehidupan keagamaan terkondisi dalam tatanan
nilai maupun institusi keagamaan. Keadaan seperti ini bagaimanapun akan
berpengaruh dalam pembentukan jiwa keagamaan warganya.
Sebaliknya, dalam lingkungan masyarakat yang lebih cair atau
bahkan cenderung sekuler, kondisi seperti itu jarang dijumpai. Kehidupan
warganya lebih longgar, sehingga diperkirakan turut mempengaruhi
kondisi kehidupan keagamaan warganya (Jalaluddin, 2012: 313-314).
B. Hipotesis Penelitian
Sikap keberagamaan seseorang tidak semata-mata dipengaruhi oleh
lingkungan di mana mereka bersosialisasi, namun lingkungan memiliki
peranan yang tinggi dalam membentuk watak dan sikap keberagamaan
seseorang. Oleh karena itu penulis mengajukan hipotesis bahwa mahasiswa
yang tinggal di kos yang kehidupannya baik juga akan berpengaruh baik pada
sikap kebaragamaannya, begitupun sebaliknya.
C. Operasionalisasi Konsep
Operasionalisasi adalah proses pemberian definisi operasional atau indicator
pada sebuah variabel. Pada penelitian ini terdapat dua variabel yang akan
diukur yaitu kehidupan kos dan sikap keberagamaan.
Agar tidak terjadi kesalahan dalam penafsiran yang berhubungan
28
b. Disiplin bangun pagi c. Waktu pulang ke kos d. Membeli buku e. Mengelola keuangan
dengan baik
f. Sering tidaknya melakukan pembelian tanpa rencana
2. Kehidupan sosial a. Bisa beradaptasi dengan lingkungan kos f. Hubungan dengan warga
setempat e. Sholat dan puasa sunnah f. Dzikir
g. Melafalkan doa sebelum atau sesudah
melaksanakan sesuatu h. Do’a dan ibadah i. Sedekah
j. Tahu batasan bergaul dan
29 menutup aurat 2. Pengamalanan/
akhlak
a. Berbuat baik
b. Menolong orang lain c. Bekerjasama
d. Menjalin silaturahmi e. Menjaga lisan f. Jujur
g. Memaafkan orang lain h. Mengajak kepada
kebaikan
17, 35 14 15 16, 27 23, 24, 26 32
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kuantitatif,
dikarenakan penelitian tersebut mempunyai karakteristik yang sama dengan
pendekatan kuantitatif seperti adanya pernyataan dan pengujian hipotesis dan
penggunaan statistika dalam menganalisa data. Pendekatan kuantitatif adalah
penelitian yang analisisnya lebih fokus pada data-data numerikal (angka)
yang diolah dengan menggunakan metode statistika. Pada umumnya
penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif merupakan penelitian sampel
besar, karena pada pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian
inferensial yaitu dalam rangka pengujian hipotesis dan menyandarkan
kesimpulan pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil.
Dengan menggunakan pendekatan ini, maka akan diperoleh signifikansi
hubungan antar variabel yang diteliti (Azwar: 2011: 5). Sedangkan untuk jenis
penelitian ini adalah penelitian korelasional dimana penulis menyelidiki
keterkaitan antara dua variabel yaitu kehidupan kos dan sikap keberagamaan
mahasiswa.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di tempat kos sekitar kampus 1, 2, dan 3 IAIN
31
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2011:80). Singkatnya, populasi merupakan keseluruhan objek penelitian yang
memiliki kesamaan karakter. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa
IAIN Salatiga yang menempati kos di sekitar kampus 1, 2, dan 3 IAIN
Salatiga.
Dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis, maka dalam penelitian
ini penulis menggunakan penelitian sampel. Pengertian sampel sendiri adalah
bagian kecil dari populasi yang secara representative dapat mewakili
keseluruhan populasi. Sampel adalah bagian dari populasi yang memiliki
sifat-sifat yang sama dari obyek yang merupakan sumber data (Sukandarrumidi,
2004:50).
Jumlah penentuan sampel atau responden tidak berpedoman pada
rumus atau teori tertentu, karena data dari seluruh mahasiswa yang tinggal di
kos tidak diketahui secara pasti, juga kos mana saja yang ditempati oleh
mahasiswa IAIN tidak semuanya diketahui, kemudian tidak semua penghuni
kos berada di tempat kos ketika peneliti berkunjung. Karena berbagai
keterbatasan tersebut, peneliti hanya mengambil sampel dari mahasiswa yang
32
D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2010:60).
Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel independen dan
variabel dependen. Variabel independen disebut juga variabel bebas,
merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahaannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Sedangkan
variabel terikat, merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2010:61).
1) Variabel Independen (X) : Kehidupan Kos
2) Variabel Dependen (Y) : Sikap Keberagamaan Mahasiswa
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data ditujukan untuk mendapatkan dan
mengumpulkan data yang dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan
penelitian secara objektif.
1. Kuesioner
Adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengirimkan
suatu daftar pertanyaan kepada responden untuk diisi (Sukandarrumidi,
2004:78). Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data tiap-tiap
33
2. Dokumentasi
Adalah metode penelitian yang menggunakan sekumpulan data
verbal berupa tulisan, dokumen, sertifikat, dan lain-lain (Hadi,
1981:136). Metode ini digunakan untuk mengumpulkan tentang
gambaran umum kos di sekitar kampus IAIN Salatiga.
3. Wawancara
Metode wawancara digunakan untuk mengumpulkan data
tentang gambaran kehidupan kos menurut pemilik kos dan perangkat
desa setempat.
F. Uji Validitas dan Reliabilitas
Data tentang kehidupan kos dan sikap keberagamaan masing-masing
mahasiswa diperoleh melalui metode kuesioner. Jenis kuesioner yang
digunakan adalah kuesioner langsung yaitu kuesioner yang berisi sejumlah
pertanyaan tentang kondisi seseorang (responden) dan dijawab oleh responden
tersebut secara langsung. Kuesioner yang digunakan bersifat tertutup.
Responden menjawab pertanyaan dengan memilih salah satu dari empat
alternatif jawaban serta responden mengisi pertanyaan yang diajukan.
Sebelum menyebar kuesioner penelitian, peneliti terlebih dahulu
melakukan pra penelitian atau yang biasa dikenal dengan pre-test. Pre-test
dilakukan untuk memastikan bahwa kuesioner valid dan reliabel, menguji
elemen-elemen yang terdapat dalam kuesioner, serta memastikan bahwa
34
terjadi lagi masalah dalam pengisian kuesioner. Pada saat pre-test, peneliti
membagikan kuesioner kepada 20 responden. Setelah seluruh kuesioner
pre-test terkumpul, peneliti melakukan coding serta analisis terhadap tingkat
validitas dan reliabilitas dari kuesioner tersebut.
1. Uji Validitas
Uji validitas bertujuan untuk memastikan apakah kuesioner yang akan
dipakai untuk mengukur variabel penelitian valid atau tidak. Suatu skala
pengukuran dikatakan valid atau benar apabila skala tersebut digunakan
untuk mengukur apa yang seharusnya diukur dan inferensi yang dihasilkan
mendekati kebenaran.
Ketentuannya, toleransi kesalahan yang digunakan sebesar 10%
atau menggunakan probabilitas sebesar 0,1. Nilai koefisien korelasi ( )
butir-butir pertanyaan yang dihitung harus lebih tinggi dari 0,240 dan nilai
koefisien korelasi ( ) hasil penghitungan harus positif agar dapat
dikatakan valid (Sarwono, 2015:249).
Sebelum penelitian yang sesungguhnya, terlebih dahulu peneliti
melakukan uji coba penelitian untuk menguji validitas 40 item pernyataan
variabel kehidupan kos dan 35 item pernyataan sikap keberagamaan
dengan responden 20 orang. Adapun hasil uji validitas dengan
menggunakan SPSS 19 (product moment) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1
Hasil Uji Validitas Kehidupan Kos (X)
No item Validitas Keterangan
1 .539 Valid Dipakai
2 .407 Valid Dipakai
35
Dari tabel di atas, diperoleh hasil 34 soal yang valid, dan 6
soal yang invalid (tidak valid). Sehingga peneliti memutuskan
untuk membuang satu item yang tidak valid dan memperbaiki 5
36
yang sesungguhnya menjadi 39. Namun yang akan peneliti
gunakan untuk analisis statistik 34 item, sebagian item hanya
sebatas cek.
Tabel 3.2
Hasil Uji Validitas Sikap Keberagamaan (Y)
No item Validitas Keterangan
37
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa seluruh item pertanyaan
sudah valid, sehingga seluruh pertanyaan bisa dipakai untuk penelitian
yang sesungguhnya, namun yang digunakan untuk analisis statistik 34
item, agar seimbang dengan item kehidupan kos.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas secara umum dikatakan sebagai adanya konsistensi hasil
pengukuran hal yang sama jika dilakukan dalam konteks waktu yang
berbeda. Dalam spss, pengujian reliabilitas menggunakan nilai Cronbach’s
Alpha. Ketentuannya, nilai Cronbach’s Alpha tidak boleh negatif dan nilai
Cronbach’s Alpha hasil penghitungan sama dengan atau lebih besar dari
0,6 agar dapat dikatakan reliabel (Sarwono, 2015: 248-249).
Tabel 3.3 Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Cronbach’s Alpha Kriteria
Kehidupan Kos 0.810 Reliabel
Sikap Keberagamaan 0.953 Reliabel
Berdasarkan ringkasan hasil uji reliabilitas seperti yang tercantum
dalam tabel diatas, dapat diketahui bahwa nilai koefisien Cronbach’s Alpha
pada masing-masing variabel nilainya > 0,6, maka dapat disimpulkan bahwa
38
G. Analisis Data
Analisis data yaitu penyekoran atau mengubah data ke dalam bentuk
angka-angka kuantitatif agar dapat di analisis dengan teknik statistik. Analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif karena
untuk mendeskripsikan data yang dikumpulkan melalui sampel yang
diobservasi. Analisis data deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana kehidupan kos mahasiswa IAIN Salatiga dan bagaimana sikap
keberagamaan mahasiswa IAIN Salatiga yang tinggal di kos. Analisis
selanjutnya dalam penelitian ini adalah regresi linier sederhana. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan alat bantu program SPSS (Statistical
Package For Social Sciences) 19 dengan berpedoman pada buku karangan Jonathan Sarwono yang berjudul “Rumus-Rumus Populer dalam SPSS 22
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
A. Gambaran Lokasi Penelitian
Institut Agama Islam Negeri Salatiga atau IAIN Salatiga adalah Perguruan
Tinggi Agama Islam Negeri di Salatiga, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia.
IAIN Salatiga memiliki tiga kampus, kampus satu yang diperuntukkan bagi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) dan Program pascasarjana dengan
luas sekitar 1,5 Ha berlokasi di Jalan Tentara Pelajar Nomor 02 Salatiga;
kemudian kampus dua dengan luas sekitar sama 1,5 Ha berlokasi di Jalan
Nakula Sadewa V Nomor 09 Kembang Arum Salatiga diperuntukkan bagi
Fakultas Syari’ah (FS), Fakultas Dakwah (FD), Fakultas Ushuluddin, dan
Program Khusus Kelas Internasional; sedangkan kampus tiga yang terletak di
kelurahan Pulutan direncanakan dibangun dengan luas yang diharapkan
tercapai adalah 25 Ha sementara di tahun 2016 ini tercapai dengan luas 13 Ha
menjadi lokasi kegiatan perkuliahan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
(FTIK), serta nantinya di kampus tiga akan menjadi pusat IAIN Salatiga.
1. Gambaran kos sekitar kampus 1
Dari hasil wawancara dengan ketua RT dan pemilik kos setempat
di sekitar kampus 1 diperoleh data tentang gambaran kos sebagai berikut:
a) Pendataan
Di tempat “A” yang kebetulan juga menjabat sebagai ketua RT setiap
40
fotocopy KTM, di RT ini terdapat empat kepala keluarga (empat kos);
Di tempat “D” (lain RT) menyerahkan data jika ditanyakan atau jika
ada kepentingan, di kos ini terdapat delapan ruang/kamar; Di lokasi
“E” data tentang penghuni kos hanya pemilik kos yang tahu, dulu
sebenarnya ada aturan bahwa setiap penghuni kos harus menyerahkan
data ke RW/RT, tapi tidak berjalan. Masing-masing tempat kos dihuni
sekitar 8 sampai 15 orang.
b) Jenis dan Tempat Kos
Jenis kos di lokasi “A” dan “E” perempuan, tempatnya jadi satu
dengan pemilik kos.
“ (kos) perempuan semua, gak ada yang cowok, kalo rata-rata
cowok itu susah, sulit gak pernah bayar”. (PY).
Jenis kos di tempat “D” campuran, tempatnya juga jadi satu dengan pemilik kos.
“Cowok cewek saya terima, asal mau saya atur, manut peraturan”. (MY).
c) Peraturan Kos
Semua tempat kos di sekitar kampus 1 peraturannya tidak
memperbolehkan tamu lawan jenis memasuki kamar kos. Jika bertamu
hanya diperbolehkan di ruang tamu atau teras kos. Di tempat “A” dan
“E” terdapat sistem jam malam. Sedangkan di tempat “D” tidak ada
peraturan tentang jam malam.
“Kalau tempat saya nggak ada batasnya, pintu selalu gak saya
41
Selama ini di tempat “A” belum pernah ada yang melanggar peraturan
tersebut, lain halnya dengan penuturan MY/tempat “D”:
“Yaa gini ya, kalo saya lihat itu ya kayaknya kalo sudah kelihatan agak gak beres itu biasanya saya sudah gak
menerima lagi, saya suruh pindah”.
Jadi MY selalu melihat gerak-gerik penghuni kosnya, jika sekiranya
ada yang tidak beres, maka disuruh pindah.
d) Kegiatan Anak Kos
Kegiatan anak kos sehari-hari sama halnya dengan anak yang tinggal
di rumah pada umumnya, tidak ada kegiatan yang mencolok, rata-rata
melakukan kegiatan yang disukainya.
“Rata-rata sekarang kegiatannya M, males”. (PY). “Kegiatan gak ada mbak disini, gak ada kegiatan”. (MY).
e) Sikap/Perilaku Anak Kos menurut Pemilik Kos
“Perilakunya juga bagus. Sopan, santun”. (PY).
“Kalo yang dulu-dulu itu ya, yang dulu sama sekarang itu lain sih. Lainnya itu kalo ya gimana ya, kalo yang sekarang-sekarang itu kayaknya takut banget kalo sama saya itu. Kalo yang dulu-dulu itu orangnya lain, ya takut tapi berhubung saya fair, terus tindak-tanduknya juga kurang ini, kurang menyenangkan istilahnya gitu. kalo menurut penilaian saya, apalagi kalo yang dulu-dulu, banyak yang tumindake yang gak baik itu banyak, jadi saya itu ya berani ngomong disini, saya itu melihat mata saya sendiri itu gak cuma sekali dua kali, puluhan kali. Jadi saya berani itu, saya gak jelek-jelekin IAIN ya, saya juga orang Islam, kalo saya njelek-jelekin seagama saya juga saya juga gak, gak suka, nyatanya kayak gitu. Saya itu, saya ya misalkan ngomong sama dosennya, saya berani. Jadi orang IAIN itu juga ya sama aja lah, sama aja, gak
semua”. (MY).
Dari kedua pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa perilaku
42
bahwa tidak musti mahasiswa IAIN itu semuanya berakhlak baik.
Sama saja dengan anak lain pada umumnya.
f) Interaksi dan Kegiatan dengan Warga Sekitar
Mahasiswa/penghuni kos jarang berinteraksi dengan warga sekitar,
hanya dengan pemilik kos atau orang yang dekat/sering mengajak
interaksi dengan anak kos. Kebanyakan hanya sekedar tersenyum
apabila bertemu dengan warga sekitar.
Di tempat “A” mahasiswa mengikuti kegiatan tujuh belasan.
Kemudian di tempat “D” tiap malam Jum’at mahasiswa diajak
mengikuti yasinan.
“Kalau kegiatan ikut kampung, yasinan, tiap malem jum’at memang saya ajak semua”. (MY).
g) Ibadah atau Sikap Keberagamaan Anak Kos
“Kalau ibadahnya itu, waduh, itu fifty-fifty. Kalau memakai kerudung bagus, rapi, keluar kos juga kudungan, ya ada satu
dua (gak berkerudung) ya wajar lah”. (PY).
“Sholat tidak bolong-bolong, namun sebagian kecil sholat aja
ada yang susah, aktif hanya saat bulan puasa”. (GJ).
“Tanggung jawab masing-masing, Itu, lihat situasi mbak, kalau di rumah kayaknya ya, kalau di kos itu ya biasa-biasa saja lah, kadang ya bawa kudung, kadang ya enggak”. (MY).
Ibadah dan sikap keberagamaan mahasiswa kembali lagi pada
kesadaran dan tanggung jawab pribadi masing-masing.
h) Anak Kos yang Aktif di Masjid dan Kegiatan Keagamaan
Anak kos aktif di Masjid hanya pada waktu Ramadhan, dan tidak
43
i) Kontrol Pemilik Kos
“Saya pernah memantau, kan malam jum’at “ayo yasinan”
satu kali dua kali, tapi kan lama-lama males, gitu. Rata-rata yo fifty-fifty, 50 persen 50 persen. Model sekarang kan jaman udah lain, banyak malesnya. Saya tu juga pusing mbak, gimana lagi kan, ya udah”. (PY).
“Gimana ya, kalau itu saya cuman, ya saya bebaskan, tapi
saya bebaskan juga saya pantau, saya monitor terus, gerak geriknya gimana, tetep saya monitor, apalagi cewek. Kalau cewek, misalkan ada cowok maen gitu aja saya awasi, saya tanya gimana pacarnya apa bukan, itu saya tanya”. (MY).
Pemilik kos tidak selalu mengontrol anak kos, atau mengatur anak kos
setiap saat, namun pasti mengawasi gerak-gerik anak kos, bagaimana
perilakunya.
2. Gambaran kos sekitar kampus 2
Dari hasil wawancara dengan ketua RT dan pemilik kos setempat
di sekitar kampus 2 diperoleh data tentang gambaran kos sebagai berikut:
a) Pendataan
Di tempat “B” tidak menyerahkan data ke RT/RW, tempat “C” juga
tidak mengumpulkan data karena kebetulan RWnya disitu, jadi tidak
ada data tertulis tentang siapa-siapa saja yang menempati kos, karena
44 b) Jenis dan Tempat Kos
Jenis kos di tempat “B” laki-laki dan tempatnya berpisah atau tidak
jadi satu dengan pemilik kos. Di tempat “C” kos perempuan dan
tempatnya jadi satu dengan pemilik kos.
c) Peraturan Kos
Peraturan di tempat “B” tidak boleh membawa teman lawan jenis ke
dalam kos, walaupun ada keperluan tetap menunggu di gerbang
masuk. Tidak ada jam malam, yang penting kalau keluar, pintu
dikunci. Sedangkan peraturan di tempat “C” yang penting menjaga
kebersihan, tidak ada peraturan apa-apa, pemilik kos percaya bahwa
pengguna kos sudah dewasa dan menyadari tanggung jawabnya.
“Peraturannya yang penting menjaga kebersihan, hhhh, itu
aja. Gak ada macem-macem sih. Udah tau, dah bisa dikontrol kok, dah kayak rumah sendiri, tanggung jawabnya udah tau. Gak ada peraturan apa-apa, ya paling motor dimasukke,
jangan dikunci setang gitu”. (N).
d) Kegiatan Anak Kos
Kegiatan anak kos sehari-hari sama halnya dengan anak yang tinggal
di rumah pada umumnya, tidak ada kegiatan yang mencolok, rata-rata
melakukan kegiatan yang disukainya.
“Kegiatannya ya paling-paling, ada yang main gitar, ada yang laptopan, ada yang, macem-macem mbak, kalau ada waktu
luang ya mainan lihat tv itu”. (SM).
“Gak tahu aku, hhh. Pribadi og ya”. (N).
e) Sikap/Perilaku Anak Kos menurut Pemilik Kos
45
menyapa istilahnya saling mengisi, saling mendukung. Sana persaudaraan anak-anak saya bagus mbak”. (SM).
“Baik. Ini apa namanya, ramah, sopan, gak aneh-aneh”. (N).
Dari kedua pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa perilaku
mahasiswa di sekitar kampus dua menurut pemilik kos adalah baik.
f) Interaksi dan Kegiatan dengan Warga Sekitar
Di tempat “B” mahasiswa mengikuti kegiatan kerja bakti. Kemudian di
tempat “C” tidak mengikuti, interaksinya dengan warga sekitar sekedar
menyapa.
g) Ibadah atau Sikap Keberagamaan Anak Kos
“Anak-anak itu kalau mau, contohnya saja waktu, entah waktu dhuhur atau ashar, anak-anak itu kalau mau sholat malah ke
mesjid, mesjid Nurul Zaroh itu”. (SM).
“Kalau ibadahnya ya enggak sih (gak ngontrol), hhhe, pribadi masing-masing, itu kan udah besar, itu kan tanggung jawabnya mereka sendiri gitu, tapi kebetulan sini sholat semua, kan deket
sama masjid, sering jama’ah di masjid”. (N).
Ibadah dan sikap keberagamaan mahasiswa kembali lagi pada
kesadaran dan tanggung jawab pribadi masing-masing.
h) Anak Kos yang Aktif di Masjid dan Kegiatan Keagamaan
“Kalo pengajian sering ikut di mesjid sini. Aktif, itu yang namanya Adri malah, bilamana kampus ada kegiatan pasti ikut
menjadi panitia”. (SM).
“Kebetulan di Masjid ini remajanya gak ada, hhhe, jadi gak ada kegiatan untuk remaja, jadi dia gak ikut. Mungkin kalo ada ikut mungkiin. Kalo misalkan ada acara-acara di Masjid,
misalkan pengajian ato apa, pada dateng kok”. (N).
Sama saja dengan anak pada umumnya, ada yang aktif di Masjid ada