• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER SURAT AL-AN’AM AYAT 151-153 DAN PENERAPANNYA DALAM PAI SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER SURAT AL-AN’AM AYAT 151-153 DAN PENERAPANNYA DALAM PAI SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

I

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

SURAT AL-

AN’AM AYAT 151

-153

DAN PENERAPANNYA DALAM PAI

SKRIPSI

Diajukan Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

ZAHRA RIDHO HASANAH

NIM : 111 12 128

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

(2)

II

Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I Dosen IAIN Salatiga

NOTA PEMBIMBING

Lamp : 4 eksemplar

Hal : Pegajuan Naskah Skripsi

Saudara Zahra Ridho Hasanah

Kepada Yth. Dekan FTIK Ditempat

Assalamu‟alaikum.Wr.Wb.

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini kami kirimkan naskah skripsi saudara:

Nama : Zahra Ridho Hasanah

NIM : 111-12-128

Jurusan : Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Judul : NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER SURAT

AL-AN‟AM AYAT 151-153 DAN PENERAPANNYA DALAM PAI

Demikian ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya segera di munaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian.

(3)

III

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda angan dibawah ini :

Nama : Zahra Ridho Hasanah

NIM : 111-12-128

Jurusan : Tarbiyah

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

(4)

IV

KEMENTERIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) Jalan Lingkar Salatiga Km. 2 Telepon: (0298) 6031364 Salatiga 50716 Website: tarbiyah.iainsalatiga.ac.id Email:tarbiyah@iainsalatiga.ac.id

---

SKRIPSI

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

SURAT AL-AN’AM AYAT 151-153 DAN PENERAPANNYA DALAM PAI Disusun oleh

ZAHRA RIDHO HASANAH

NIM: 111-12-128

(5)

V MOTO

ا ًرْسُي ِرْسُعْلا َعَم َّنِإ,اًرْسُي ِرْسُعْلا َعَم َّنِإَف

Maka sesungguhnya disamping ada kesukaran terdapat pula kemudahan, sesungguhnya didalam kesukaran itu terdapat

(6)

VI

PERSEMBAHAN

Yang utama dari segalanya ...

Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Taburan cinta dan kasih

sayang-Mu telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan ilmu

serta memperkenalkanku dengan cinta. Atas karunia serta kemudahan

yang Engkau berikan akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam selalu terlimpahkan keharibaan

Rasulullah Muhammad SAW.

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang yang sangat kukasihi dan kusayangi.

Suamiku Tercinta ....

Belahan jiwaku yang selalu menemaniku dalam keadaan suka maupun

duka, dan penyemangatiku, dan yang selalu mendukungku hingga tugas akhir ini selesai.

Ibunda dan Ayahanda Tercinta ....

Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya karya kecil ini kepada ibu dan ayah yang telah memberikan, kasih sayang serta dukungan, dan

cinta kasih yang tiada terhingga yang tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata cinta

dan persembahan. Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat ibu dan ayah bahagia karna kusadar, selama ini bisa berbuat lebih. Untuk ibu dan ayah yang selalu menyirami kasih sayang, selalu mendoakan, selalu menasehatiku menjadi lebih baik.

Buat temanku ....

Buat temanku terima kasih atas bantuan, doa, dan nasehat, tak ada yang bisa kuucapkan kecuali kata terima kasih. Mereka

temanku yang

(7)

VII

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan taufiqnya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sholawat serta salam penulis haturkan

kepada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang telah menuntut umatnya kejalan kebenaran dan keadilan.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun judul skripsi ini

adalah “NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER SURAT AL-AN‟AM AYAT

151-153 DAN PENERAPANNYA DALAM PAI ”.

Penulis skripsi ini dapat selesai tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bpk. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. Selaku Rektor IAIN Salatiga yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu pengetahuan

2. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. Selaku ketua jurusan Tarbiyah yang telah

memberikan kesempatan yang luas untuk menyelesaikan studi.

3. Ibu Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I Selaku pembimbing yang telah dengan

ikhlas dan sabar mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam membimbing penyelesaian dalam penulisan skripsi ini.

4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Saltiga yang telah

(8)

VIII

5. Ayah dan ibuku yang selalu mendo‟akan dalam hidupku.

6. Suamiku yang selalu memotivasi dalam penyelesaian skripsi.

7. Saudara-saudaraku dan sahabat-sahabatku semua yang telah membantu

memberikan dukungan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Amin

Penulis menyadari dan mengakui bahwa penulis skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, semua ini dikarenakan keterbatasan kemampuan serta pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan dalam kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini memberikan sumbangan bagi pengembangan dunia pendidikan khususnya pendididikan agama Islam.

(9)

IX ABSTRAK

Hasanah, Zahra Ridho. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Surat Al-An‟am Ayat

151-153 Dan Penerapannya Dalam PAI. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I.

Kata Kunci: Nilai Pendidikan Karakter , QS. Al-An‟am ayat 151-153, Penerapan dalam PAI.

Krisis karakter dan watak anak saat ini mengalami dekadensi moral, dengan semakin jauhnya pendidik dan peserta didik, orang tua dan anak dari

pendidikan yang berlandaskan Al-Qur‟an. Melihat carut-marutnya kondisi moral

bangsa, pendidikan karakter menjadi alternatif utama untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dengan begitu pendidikan karakter menjadi sebuah tema yang urgen pelaksanannya bagi pembangunan bangsa sebab karakter menjadi tolok ukur keberhasilan suatu bangsa.

Berdasarkan latar belakang tersebut rumusan masalah penelitian ini adalah

1) Apa saja nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam Q.S AlAnām

ayat 151-153?, 2) Bagaimana menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter tersebut dalam Pendidikan Agama Islam?.

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang menggunakan

pendekatan maudlu‟i. Pengumpulan datanya menggunakan metode dokumentasi.

Analisis data dilakukan dengan teknik analisis isi dan analisis semiotik.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat nilai-nilai pendidikan karakter

dalam Q.S. Al-An‟am ayat 151-153. Nilai-nilai tersebut adalah: 1) takwa, kasih

(10)

X

C. Nilai-nilai pendidikan karakter Surat Al-An‟am ayat 151-153 dan Penerapannya dalam PAI...20

BAB III : DESKRIPSI PEMIKIRAN A.Tafsir Surat Al-An‟am secara umum...26

B.Pandangan Mufassir tentang surat Al-An‟am Ayat 151-153...32

BAB VI: PEMBAHASAN A. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Surat Al- An‟am ayat 151-153...54

(11)

XI

ayat 151-153 dalam Pendidikan Agama Islam...73

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan...86

B. Saran...86

C. Penutup ...87

DAFTAR PUSTAKA...89 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan karakter sedang gencar-gencarnya dilaksanakan dalam

program pendidikan nasional belakangan ini. Pembangunan karakter (character

building) melalui pendidikan karakter (character education) dipercaya sebagai suatu keharusan apabila Indonesia ingin bermetamorfosa menjadi bangsa yang mampu berkompetisi dengan bangsa lain di dunia.

Pendidikan karakter bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta

didik agar peserta didik mampu mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga mampu berperilaku sebagai insan kamil (Muchlas Samani dan Hariyanto, 2011: 46). Dengan begitu pendidikan karakter menjadi sebuah upaya untuk mengubah manusia menjadi lebih baik dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan.

Terkait dengan pendidikan karakter Salah satu bapak pendiri bangsa,

presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno, menegaskan: “Bangsa ini

harus di bangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building) karena dengan pendidikan karakter inilah yang akan membuat Indonesia

menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya, serta bermartabat” (Muchlas Samani

dan Hariyanto, 2013:1). Di dalam sejarah Islam, Rasulullah Muhammad SAW, juga menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk

mengupayakan pembentukan karakter yang baik (good character) (Abdul Majid,

(13)

2

Akan tetapi dalam prakteknya, pendidikan lebih banyak diorientasikan untuk mengasah otak yang menghasilkan lulusan yang pintar, padahal sisi lain yang harus mendapat perhatian penuh adalah mencerahkan dan menyucikan hati, sehingga dapat menjadi individu yang baik.

Dalam Konsep pendidikan karakter yang telah dikembangkan di Indonesia sebagai respon terhadap kondisi masyarakat yang menggambarkan bahwa hasil pendidikan nasional belum mengarah, bahkan makin jauh dari tujuan yang telah dirumuskan dalam UU Sisdiknas tahun 2003 (pasal 3), (Darmiyati Zuchdi, 20011 :80). Seperti Saat ini di Indonesia peran pendidikan dalam membentuk manusia yang bertakwa masih jauh dari harapan. Dan upaya pemerintah belum mampu mengatasi problem moral anak bangsa. Berbagai macam psikotropika dan narkotika begitu banyak beredar dikalangan anak sekolah. Lebih mengerikan, penjual dan pembeli juga adalah orang-orang yang berstatus siswa. Mereka menjadi pengedar dan sekaligus juga pengguna. Kehidupan yang rusak seperti ini kerap kali disertai dengan berbagai pesta yang berujung pada tindakan moral di kalangan remaja. Anak-anak remaja ini tidak lagi mempertimbangkan rasa takut untuk hidup rusak, merusak nama baik keluarga dan masyarakat.

(14)

3

keras, keinginan untuk memperoleh hidup yang mudah tanpa kerja keras, nilai materialism menjadi gejala yang umum dalam masyarakat. Daftar ini masih bisa diperpanjang dengan berbagai kasus lainnya, seperti pemerasan siswa terhadap siswa lainnya, kecurangan dalam ujian, dan berbagi tindakan yang tidak mencerminkan moral yang baik (Abdul Majid, 2013: 4)..

Melihat carut-marutnya kondisi moral bangsa, pendidikan karakter menjadi alternatif utama untuk mengatasi permasalah tersebut. Dengan begitu pendidikan karakter menjadi sebuah tema yang urgen pelaksanannya bagi pembangunan bangsa sebab karakter menjadi tolok ukur keberhasilan suatu bangsa. Pendidikan karakter menjadi program pendidikan yang wajib dilaksanakan oleh bangsa Indonesia.

Pendidikan karakter dalam mata pelajaran di sekolah terlebih lagi Pendidikan Agama Islam sebagai mata pelajaran agama, harus mengusahakan agar nilai-nilai karakter yang diajarkan mampu mengkristal dalam diri peserta didik dan menyentuh pengalaman dalam kehidupan nyata. Pendidikan karakter harus mampu mengolah pengalaman peserta didik ketika melihat maraknya kekejian moral yang terjadi, seperti kasus korupsi, suap-menyuap, bahkan saling membunuh hanya untuk mendapatkan suatu jabatan ataupun harta, padahal dalam Q.S Al-Anām ayat 151 ditekankan adanya keharusan manusia untuk menghindari kebejatan moral, baik terhadap Allah maupun sesama manusia (M. Quraish Shihab, 2011: 733).

(15)

4

diamanatkannya dapat diterapkan pada setiap situasi dan kondisi. Nilai-nilai itu

sejalan dengan perkembangan masyarakat sehingga Al-Qur‟an dapat benar-benar

menjadi petunjuk, pemisah antara yang hak dan batil, serta jalan bagi setiap problem kehidupan yang dihadapi (M. Quraish Shihab, 2002: xviii).

Al-Qur‟an sebagai sumber ajaran Islam, juga membawa cerita masa lalu

seperti kisah para nabi. Dalam Q.S. Al-Anām ayat 151-153 memiliki kandungan

sepuluh wasiat Allah yang diwasiatkan kepada nabi Musa (M. Quraish Shihab, 2011: 745). Adanya persamaan tersebut semakin menekankan pentingnya pengkajian terhadap tiga ayat ini. Mengingat terjadinya pertikaian di masyarakat yang dilatar belakangi oleh adanya perbedaan agama, seperti yang terjadi dalam kasus Ambon.

Sepuluh wasiat Allah dalam Q.S. Al-Anām ayat 151-153 tertulis dalam

bentuk larangan. Dalam kajian Islam larangan memiliki cakupan luas, dimana larangan itu bisa bersifat terbatas atau tak terbatas. Dalam pembahasan akhlak

kalimat-kalimat larangan yang dijumpai dalam nash lebih bersifat tak terbatas,

artinya larangan tersebut berlaku tanpa dibatasi waktu. Dalam hal ini penulis

melihat bahwa dalam surat Al-Anām ayat 151-153 terkandung nilai-nilai karakter

yang juga layak untuk dikaji seiring dengan perkembangan zaman.

(16)

5

ada apa-apanya. Pendidik dan orang tua diharapkan mampu untuk mencontoh

pendidikan karakter yang terdapat dalam Al-Qur‟an surat Al-an‟am ayat 151-153.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan

penelitian dengan judul Nilai Pendidikan Karakter Surat Al-Anām Ayat

151-153 dan Penerapannya dalam PAI. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apa saja nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam Q.S AlAnām

ayat 151-153?

2. Bagaimana penerapannya nilai-nilai pendidikan karakter tersebut dalam

Pendidikan Agama Islam?

C. Tujuan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini diantaranya sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan lebih dalam nilai pendidikan

karakter yang terkandung dalam Q.S Al-Anām ayat 151-153.

2. Untuk menjelaskan bagaimana cara menerapkan nilai-nilai pendidikan

(17)

6

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis dan praktis. 1. Manfaat Teoritis

Menambah khasanah keilmuan tentang pendidikan karakter yang sesuai

dengan Al-Qur‟an, khususnya nilai-nilai pendidikan karakter dalam Q.S.

Al-Anām ayat 151-153. 2. Manfaat Praktis

a. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pelaksanaan pendidikan karakter pada

umumnya dan Pendidikan Agama Islam pada khususnya.

b. Dapat memberikan masukan bagi pendidik, peserta didik dan pihak-pihak

yang berperan dalam proses pendidikan.

c. Memperkaya wawasan peneliti dan pembaca dalam memahami ayat

Al-Qur‟an.

E. Metode Penelitian

Dalam metode penelitian ini akan dijelaskan tentang jenis penelitian, pendekatan penelitian, objek penelitian, metode pengumpulan data, dan analisis data.

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library

(18)

7

deskriptif berupa kata-kata, catatan yang berhubungan dengan makna, nilai dan pengertian. Dalam skripsi ini Peneliti menganalisis muatan isi dari

objek penelitian yang berupa dokumen yaitu teks tafsir Q.S. Al-an‟amayat

151-153.

2. Pendekatan Penelitian

Skripsi ini menggunakan pendekatan Maudlu‟i. Mawdhu‟i atau

metode tafsir al-mawdhu‟i adalah menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an dengan

menghimpun ayat-ayat al-Qur‟an yang mempunyai maksud yang sama

dalam arti sama-sama membicarakan satu topik dan menyusunnya berdasarkan kronologi dan sebab turunnya ayat-ayat tersebut (Budihardjo, 2012: 50). Dalam hal ini yang diungkap adalah pendidikan karakter dalam

tafsir Q.S Al-Anām ayat 151-153.

3. Objek Penelitian.

Pada skripsi ini yang menjadi objek penelitian adalah

penafsiran Q.S Al-Anām ayat 151-153. Sedangkan sumber datanya

peneliti membaginya dalam 2 jenis antara lain:

a. Primer

1) Tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab terbitan Lentera Hati

cetakan ke V tahun 2012.

2) Tafsir Ibnu kasir.

b. Sekunder

(19)

8

buku, jurnal, artikel, maupun karya ilmiah lainnya. Beberapa sumber yang penulis gunakan sebagai data sekunder antara lain: buku, jurnal, artikel dan sumber lain yang relevan dengan penelitian.

4. Metode Pengumpulan Data

Penulis menggunakan metode dokumentasi dalam melakukan pengumpulan data. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data melalui dokumen. Dokumen disini bisa berupa buku, surat kabar, majalah, jurnal, atau pun internet yang relevan dengan tema penelitian ini (Nyoman Kutha Ratna, 2010:235)

5. Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul dalam penelitian selanjutnya dianalisis

dengan menggunakan teknik analisis data (content analisis), yaitu analisis

tekstual dalam studi pustaka melalui interpretasi terhadap isi pesan suatu komunikasi. sebagaimana terungkap dalam literatur-literatur yang memiliki relevansi dengan tema penelitian.

F. Penegasan Istilah

Berangkat dari urgensi penegasan judul sebuah penelitian maka penulis

mempunyai kepentingan untuk mempertegas judul dengan harapan tidak ada kesalah pahaman dalam proses penelitian tersebut.

Dalam hal ini yang menjadi objek penelitian adalah nilai-nilai pendidikan

karakter Surat Al-An‟am ayat 151-152 dan aplikasi dalam PAI. Adapun

(20)

9 1. Nilai

Nilai adalah suatu kualitas yang dibedakan menurut:

kemampuannya untuk berlipat ganda atau bertambah meskipun sering diberikan kepada orang lain dan kenyataan atau hukuman bahwa makin banyak nilai diberikan kepada orang lain, makin banyak pula nilai serupa yang dikembalikan dan diterima oleh orang lain (Abdul Majid, 2013: 42).

Richard mengelompokan nilai-nilai universal kedalam dua kategori, yaitu nilai nurani dan nilai memberi. Nilai nurani adalah nilai yang ada dalam diri manusia kemudian berkembang menjadi perilaku serta cara kita memperlakukan orang lain, nilai-nilai nurani seperti kejujuran, keberanian, cinta damai, keandalan diri, potensi, kesucian, dll. Sedangkan nilai memberi adalah nilai yang perlu dipraktikan atau diberikan yang kemudian akan diterima sebanyak yang diberikan, nilai-nilai memberi seperti: setia, dapat dipercaya, hormat, sopan, cinta, kasih sayang, peka, tidak egois, ramah, baik hati, adil, dll.

2. Pendidikan

(21)

10

dilakukan oleh seseorang (pendidikan) terhadap seseorang (anak didik) agar tercapai perkembangan maksimal yang positif (Ahmad Tafsir, 2008: 28).

3. Krakter

Secara bahasa, karakter berasal dari bahasa Yunani, charassein, yang artinya

„mengukir‟(Abdul Munir, 2010: 2). Dalam kamus besar bahasa Indonesia,

karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak,atau budi pekerti (Darmiyati 2011: 27).

Dalam pandangan Islam Karakter sama dengan akhlak (Abdul Majid, 2013: iv). Karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran,sikap dan perilaku yang ditampilkan. Menuru Imam Ghozali menganggap bahwa karakter lebih dekat akhlak yaitu spontanitas manusia dalam diri manusia sehingga sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi (Muslih, 2011: 70)

“Karakter “ dalam bahasa Yunani dan latin, Character berasal dari

kata Charassein yang artinya „mengukir corak yang tetap dan tidak

terhapus. karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup bekerja sama, baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara (Daryanto, 2013: 9).

4. Pendidikan Karakter

(22)

11

perbuatan berdasarkan nilai-nilai etik seperti respek, keadilan, kebajikan

warga (civic virtue) dan kewarganegaraan (zitizenship),dan bertanggung

jawab terhadap diri sendiri maupun kepada orang lain.(Muchlas Samani, 2013: 43-44)

Pendidikan karakter dapat dimaknai dengan pendidikan moral, pendidikan watak, atau pendidikan budi pekerti yang memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Hermawan Kertajaya dalam bukunya Abdul Majid, mendefinisikan

Pendidikan karakter adalah “ciri khas” yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah “asli” dan mengakar pada kepribadian

benda atau individu tersebut dan merupakan „mesin‟ mendorong bagaimana

seorang bertindak bersikap, berujar, dan merespons sesuatu. Karakter sama dengan akhlak dalam pandangan Islam.

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran, atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama lingkungan maupun

kebangsaan sehingga menjadi insan kamil (Rohmat Mulyono, 2004: 46).

5. Tinjauan Tentang PAI

(23)

12

mengimani, bertakwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran

agama Islam dari sumber utamanya dari Al-Qur‟an dan Hadis, melalui

kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan

pengalaman.(Abdul Majid, 2014:11)

Pendidikan Agama Islam ialah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam disertai dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan, dan persatuan bangsa (Abdul Majid, 2011: 20)

Menurut Zakiah Darajat Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagi pandangan hidup (Abdul Majid, 2005 :130

Kesimpulannya adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem yang melandasi pemikiran, sikap, perilaku dan upaya sadar dan

terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal,

memahami,bertakwa dan berakhlak mulia dan mengamalkan ajaran Islam

dari sumber al-qur‟an dan hadist.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi yang berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Q.S.

(24)

13

bagian awal, bagian inti dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari halaman

judul, halaman Surat Pernyataan, halaman Persetujuan Pembimbing, halaman

pengesahan, halaman motto, halaman Persembahan, kata pengantar, abstrak,

daftar isi, dan daftar lampiran.

Bagian tengah berisi uraian penelitian mulai dari bagian pendahuluan sampai bagian penutup yang tertuang dalam bentuk bab-bab sebagai satu kesatuan. Pada skripsi ini penulis menuangkan hasil penelitian dalam empat bab. Pada tiap bab terdapat sub-sub bab yang menjelaskan pokok-pokok bahasan dari bab yang bersangkutan.

Bab I berisi gambaran umum penulisan skripsi yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, penegasan istilah dan sistematika pembahasan.

Bab II yaitu kajian pustaka yang akan membahas pengertian nilai-nilai pendidikan karakter, tinjauan tentang PAI dan nilai-nilai-nilai-nilai pendidikan

karakter Qs. Al-An‟am ayat 151-153 dan penerapan dalam PAI.

Bab III, penulis menguraikan gambaran umum surat Al-Anām ayat

151-153, meliputi tampilan surat dan terjemahannya, dan pandangan mufasir

tentang Qs. Al-An‟am 151-153.

Bab IV yaitu pembahasan yang membahas tentang Nilai-Nilai

Pendidikan Karakter dalam Q.S Al- An‟am ayat 151-153 dan aplikasi

Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Q.S Al-An‟am ayat 151-153 dalam

(25)

14

(26)

15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Nilai-nilai Pendidikan Karakter 1. Nilai

Nilai adalah suatu kualitas yang dibedakan menurut:

kemampuannya untuk berlipat ganda atau bertambah meskipun sering diberikan kepada orang lain dan kenyataan atau hukuman bahwa makin banyak nilai diberikan kepada orang lain, makin banyak pula nilai serupa yang dikembalikan dan diterima oleh orang lain (Abdul Majid, 2013: 42).

Nilai diartikan sebagai seperangkat moralitas yang paling abstrak dan seperangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu idealitas dan memberikan corak khusus pada pola pemikiran, perasaan, dan perilaku. Misalnya nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai keadilan, nilai moral, baik itu kebaikan maupun kejelekan (Muslim Nurdin, 2008: 209)

(27)

16

diberikan yang kemudian akan diterima sebanyak yang diberikan, nilai-nilai memberi seperti: setia, dapat dipercaya, hormat, sopan, cinta, kasih sayang, peka, tidak egois, ramah, baik hati, adil, dll.

2. Pendidikan Karakter a. Pengertian Karakter

Menurut Darmiyati Zuchdi (2011 : 27) dalam bukunya yang

berjudul “Pendidikan Karakter” disebutkan bahwa karakter dalam

kamus Inggris-Indonesia berasal dari character yang berarti watak,

karakter atau sifat. Dalam kamus besar Indonesia, karakter

diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti”

“Karakter “ dalam bahasa Yunani dan latin, Character

berasal dari kata Charassein yang artinya „mengukir corak yang

tetap dan tidak terhapus. karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup bekerja sama, baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara (Daryanto, 2013: 9).

Secara etimologi, akar kata karakter dapat dilacak dari

bahasa Inggris: character; Yunani: character, dari charassein yang

(28)

17

dilakukan atau kebiasaan.Karakter juga diartikan watak, yaitu sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku atau kepribadian (Poerwadarminta, 1997: 20)

Pengertian Pendidikan Karakter menurut Muchlas Samani dan Hariyanto (2013 : 43) dalam bukunya yang berjudul

”Pendidikan Karakter”, yaitu: Pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikiran, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter juga dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak.

Pendidikan karakter dapat dimaknai dengan pendidikan moral, pendidikan watak, atau pendidikan budi pekerti yang memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Rohmat Mulyani, 2004: 34).

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran, atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama lingkungan maupun kebangsaan

(29)

18

Secara akademis, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, atau pendidikan akhlak yang tujuannya mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik itu, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Karena itu, muatan pendidikan karakter secara

psikologis mencakup dimensi moral reasoning, moral feeling,

dan moral behavior (Masnur Muslich, 2011:36-37)

Kesimpulannya adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem yang melandasi pemikiran, sikap, perilaku dan upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,bertakwa dan berakhlak mulia dan

mengamalkan ajaran Islam dari sumber al-qur‟an dan hadist.

b. Tujuan pendidikan Karakter

Tujuan Pendidikan Karakter menurut Daryanto (2013 : 45)

dalam bukunya yang berjudul ”Implementasi Pendidikan Karakter

di Sekolah”, yaitu:

1) Membentuk bangsa yang teguh, kompetitif, berakhlak mulia,

(30)

19

2) Untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil

pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pecapaian pembentukan karakter atau akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang sesuai standar kompetensi kelulusan.

c. Fungsi Pendidikan Karakter

Menurut Daryanto (2013: 45) dalam bukunya yang berjudul

”Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah”, fungsi pendidikan karakter antara lain:

1) Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran

baik, dan berperilaku baik.

2) Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang

multikultural.

3) Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam

pergaulan dunia.

3. Tinjauan Tentang PAI a. Pengertian PAI

Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertakwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya dari

Al-Qur‟an dan Hadis, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan,

(31)

20

Pendidikan Agama Islam ialah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam disertai dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan, dan persatuan bangsa (Abdul Majid, 2011: 20)

Kesimpulannya Menurut Zakiah Darajat Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagi pandangan hidup (Abdul Majid, 2005 :130)

B. Nilai-nilai pendidikan karakter dalam QS. Al-An’am ayat 151-153 dan Aplikasi dalam PAI.

1. Nilai-nilai pendidikan karakter dalam Qs. Al-An’am ayat 151-153.

(32)

21

(151) “Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu

oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya).

(152) Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfa`at, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat (mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat,

(153) Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.

Menurut Quraish Shihab (2002 : 725-744) dalam tafsirnya

Al-Misbah, pendidikan karakter yang di jelaskan dalam al-qur‟an surat Al

-An‟am ayat 151-153 terdapat 10 wasiat antara lain:

a. Larangan Berbuat syirik.

b. Agar Birrul walidain (Berbuat baik kepada orang tua).

c. Larangan membunuh anak.

d. Larangan mendekati perbuatan keji.

e. Larangan membunuh jiwa yang di haramkan.

f. Tidak mencaplok harta anak yatim.

(33)

22

h. Agar berkata yang jujur.

i. Menetapi perjanjian terhadap Allah.

j. Hanya menempuh jalan Allah yang lurus.

2. Aplikasi dalam Pendidikan Agama Islam

Kemajuan suatu bangsa dipengaruhi oleh karakter bangsanya, bangsa yang menjunjung tinggi dan mebiasakan nilai-nilai budaya di ikuti penguasaan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang tinggi. Untuk mencapai hal itu, pemerintah merencanakan pendidikan karakter yang nilai-nilai karakternya diintegrasikan ke dalam setiap pembelajaran.

secara historis maupun filosofis telah ikut mewarnai dan menjadi landasan moral, dan etik dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Pendidikan merupakan variabel yang tidak dapat diabaikan dalam mentransformasi ilmu pengetahuan, keahlian dan nilai-nilai akhlak. Hal tersebut sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 dinyatakan pada pasal 3 yaitu:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar manjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, 2003: 8. )

Pendidikan karakter yang diintegrasikan dalam pembelajaran dapat

(34)

23

memahami, menginternalisasi dan mengaktualisasikannya melalui proses

pembelajaran. Dengan demikian, nilai tersebut dapat terserap secara alami

lewat kegiatan sehari-hari. Apabila nilai-nilai tersebut juga dikembangkan

melalui kultur sekolah, maka kemungkinan besar pendidikan karakter lebih

efektif. Pembentukan karakter harus menjadi prioritas utama karena sudah

terbukti bahwa dalam kehidupan masyarakat sangat banyak masalah yang

ditimbulkan oleh karakter yang tidak baik.

Pengembangan nilai-nilai karakter bangsa di integrasikan ke dalam setiap pokok bahasan dari setiap pembelajaran. Nilai tersebut dicantumkan ke dalam silabus dan RPP melalui berbagai cara antara lain mengkaji SK dan KD pada Standar Isi untuk menentukan apakah nilai-nilai karakter yang tercantum sudah tercakup di dalamnya, mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai (Nazarudin, 2007 :17)

(35)

24

memuat antara lain pendidikan agama termasuk salah satunya pendidikan

agama Islam”

Pendidikan agama Islam dilaksanakan untuk mengembangkan potensi keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah serta berakhlak mulia. Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. Dibarengi tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubunganya dengan kerukunan antar ummat beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa (Departemen Pendidikan Nasional, 2003: 7)

Dengan demikian pendidikan agama di sekolah merupakan salah

satu wadah untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam

(36)

25

(kurikulum KTSP) terfokus pada aspek Al-qur‟an, Hadits, Fiqh, Tauhid

dan Tarikh.

Hubungan antara pendidikan karakter dengan Pendidikan Agama Islam dapat dilihat dalam dua sisi, yakni materi dan proses pembelajaran.

Sedangkan dalam proses pembelajaran, guru dalam mengajar Pendidikan Agama Islam ke peserta didik memuat pendidikan karakter. Bahkan guru dalam pelaksanaan pendidikan karakter dimulai sejak guru membuat rencana pembelajaran (RPP).

(37)

26

(151) “Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas

kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya).

(38)

27

kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat (mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat,

(153) Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.

Dalam tafsir misbah (Quraish Shihab, 2002: 313) Surah

al-An`am adalah surah Makkiyah. Secara redaksional, penamaan itu

tampaknya disebabkan kata al-an‟am ditemukan dalam surah ini sebanyak

enam kali. Nama ini adalah satu-satunya nama untuknya yang dikenal pada masa Rasul saw. Menurut sejumlah riwayat, keseluruhan ayatnya turun sekaligus. bahwa surah ini diantar oleh tujuh pulah ribu malaikat dengan alunan tasbih.

Ibnu kasir mengambil dari Imam Hakim di dalam kitab

(39)

28

Sesungguhnya surat ini diiringi oleh para malaikat (yang jumlahnya)

menutupi cakrawala langit.

Mahasuci Allah Yang Mahaagung, Mahasuci Allah Yang Mahaagung.

Kemudian Ibnu Murdawaih meriwayatkan dari Imam Tabrani, dari Ibrahim ibnu Nailah, dari Ismail ibnu Umar , dari Yusuf ibnu Atiyyah, dari Ibnu Aun, dari Nafi' , dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

َّيَش َٔ ًحَد ِحا َٔ ًخَهًُْج ِو بَعََْلآْا ُح َز ُْٕظ َّيَهَع ْتَن ِصَُ

ِخبَكَِ َلَبًَنْا ٍَبِي ببًفْنَا ٌَ ُْٕعْجبَظ بََٓع

ِدْيًِْحَّتنا َٔ ِحْيِجْعَّتن بِث مْجَش ْىَُٓن

Surat Al-An'am diturunkan kepadaku sekaligus, dan diiringi oleh tujuh puluh ribu malaikat, dari mereka terdengar suara gemuruh karena bacaan tasbih dan tahmid.

Sementara ulama mengecualikan beberapa ayat- sekitar enam ayat

yang menurut mereka turun setelah Nabi saw. Berhijrah ke Madinah, yaitu ayat 90 s/d 93 dan 150 s/d 153, kendati ada riwayat yang hanya menyebut dua ayat, yaitu ayat 90 dan 91. Riwayat lain bahkan menyatakan hanya satu ayat, yaitu ayat 90. Tetapi yang di riwayat-riwayat itu mengandung kelemahan-kelemahan, apalagi, seperti tulis pakar tafsir dan hadits, Sayyid

(40)

29

seluruh ayat surah ini turun sekaligus, padahal persoalan yang diinformasikan riwayat itu bukan persoalan ijtihad atau nalar tetapi sejarah, bukan juga persoalan yang berhubungan dengan hawa nafsu yang dapat mengantar kepada penolakannya, atau persoalan redaksi yang bisa menjadikannya memiliki kelemahan, karena itu riwayat-riwayat tentang turunnya seluruh ayat surah ini sekaligus pastilah mempunyai dasar yang

dapat dipertanggung jawabkan.”

Disisi lain, riwayat pengecualian beberapa ayat yang dikemukakan dinilai oleh sekian banyak ulama memiliki kelemahan-kelemahan sehingga tidak wajar riwayat-riwayat itu dijadikan dasar untuk menolak riwayat yang demikian banyak tentang turunnya surah ini sekaligus karena riwayat yang banyak, kendati lemah, dapat saling memperkuat.

Tidak ada surah panjang lain yang yang turun sekaligus kecuali surah al-An`am ini. Untuk membuktikan bahwa Allah mampu menurunkannya sekaligus tanpa berbeda mutu. Tetapi, dia tidak menurunkan semua ayatnya demikian karena kemaslahatan menuntut diturunkannya sedikit demi sedikit.

Bahwa keseluruhan ayat surah ini turun sekaligus, tidak mejadikan

riwayat sebab nuzul beberapa ayatnya harus ditolak. Karena, seperti

diketahui apa yang dinamai sebab nuzul tiidak harus dipahami dalam arti

(41)

30

sebab nuzul itu terjadi pada periode turunya Al-Qur`an, baik terjadi

sebelum maupun sesudah turunya ayat dimaksud.

Dalam tafsir al misbah, Imam as-Suyuthi menyebut riwayat yang menginformasikan bahwa surah ini turun diwaktu malam, dan bahwa bumi berguncang menyambut kehadirannya. Riwayat-riwayat yang disinggung diatas oleh sementara ulama dinilai-dinilai sebagai riwayat-riwayat yang

dha`if (lemah).kendati demikian, tidak ada halangan untuk mengakui turunya surah ini sekaligus. Apalagi, seperti tulis al-Biqa`i, tujuan utama

surah ini adalah memantapkan tauhid dan ushuluddin/prinsip-prinsip

ajaran Islam.

Ajaran tauhid menggambarkan keesaan Allah dan kekuasaan-Nya. Allah swt. Yang mewujudkan dan mematikan, dan dia juga yang membangkitan dari kematian. Disamping persoalan keesaan Allah dan keniscayaan Hari Kiamat, ayat-ayat surah ini mengandung penegasan tentang hal-hal yang diharamkan-Nya sambil membatalkan apa yang diharamkan manusia atas dirinya karena hanya Dia sendiri yang berwenang menetapkan hukum dan membatalkan apa yang ditetapkan manusia, seperti yang dilakukan oleh kaum musyrikin menyangkut

binatang dan sebagainya. Inilah yang diisyaratkan oleh namanya, yakni

al-an`am.

(42)

31

antaranya. Pakar ini menulis bahwa surah-surah Makkiyah berkisar pada uraian tentang wujud manusia di alam raya dan kesudahannya, tentang hubungannya dengan alam dan makhluk hidup lainnya, serta hubungannya dengan Pencipta alam dan kehidupan. Uraian surah ini tulisannya tidak berbeda dengan tema tersebut. Di sini, ayat-ayatnya berbicara tentang soal ketuhanan dan penghambaan diri makhluk kepada-Nya, baik di langit maupun di bumi.

(43)

32

Memang, prinsip-prinsip ajaran agama tidak ditetapkan Allah swt. Secara bertahap, berbeda dengan tuntunan yang berkaitan dengan hukum. Hukum pada dasarnya, menuntut pelaksanaan dengan melakukan yang diperintahkan dan meninggalkan yang dilarang. Jika hukum-hukum yang beraneka ragam dan mencangkup banyak hal turun sekaligus, tentulah yang dituntut melaksanakannya akan mengalami banyak kesulitan, lebih-lebih jika ketetapan yang dituntut itu tidak sejalan dengan kebiasaan selama ini. Itulah sebabnya, dalam bidang hukum Al-Qur`an sering kali menempuh cara bertahap seperti yang terlihat dalam tuntunan meninggalkan minuman keras. (quraish shihab, 2002: 313-316)

B. Pandangan Mufassir tentang surat Al-An’am ayat 151-153.

1. Penafsiran Surat Al-An’am ayat 151-153 menurut Tafsir Al-Misbah.

Pertama dan yang paling utama adalah janganlah kamu

mempersekutukan sesuatu dengan-Nya, sesuatu dan sedikit persekutuan pun.

Kedua, setelah menyebut causa prima, penyebab dari segala sebab wujud, dan sumber segala nikmat, disebutkanya penyebab perantara yang berperanan dalam kelahiran manusia, sekaligus yang ajib disyukuri, yakni ibu bapak. Karena itu, di usulkan dan dirangkaikannya perintah pertama itu dengan perintah ini, dalam makna larangan mendurhakai mereka. Larangan demikian tegasnya sehingga dikemukakan dalam bentuk perintah berbakti, yakni dan berbuat baiklah secara dekat dan

(44)

33

dengan berbuat kebaktian yang banyak lagi mantap atas dorongan rasa

kasih kepada mereka.

Ketiga, setelah menyebut sebab perantara keberadaan manusia dipentas bumi, dilanjutkan-Nya dengan pesan berupa larangan

menghilangkan keberadaan itu yakni, dan jangan kamu membunuh

anak-anak kamu karena kamu ditimpa dengan kemiskinan dan mengakibatkan kamu menduga bahwa bila mereka lahir kamu akan memikul beban tambahan. Jangan khawatir atas diri kamu. Bukan kamu sumber rezeki,

tetapi kami-lah sumbernya. Kami akan memberi, yakni menyiapkan

sarana rezeki kepada kamu sejak saat ini dan juga kami akan siapkan

kepada mereka; yang penting adalah kamu berusaha mendapatkannya. Selanjutnya setelah melarang kekejian yang besar setelah syirik, durhaka kepada kedua orang tua dan membunuh, kini dilarangnya secra umum

segala macam kekejian.

Ini merupakan pengajaran keempat, yaitu dan jangan kamu

mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, seperti membunuh dan

berzina, baik yang tampak diantranya, yakni yang kamu lakukan secara

terang-terangan, maupun yang tersembunyi, seperti memiliki pasangan

“simpanan” tanpa diikat oleh akad nikah yang sah.

Kelima disebut secara khusus satu contoh yang amat buruk dari

kekejian itu, yakni dan jangan kamu membunuh jiwa yang memang

(45)

34

diperintahkan-Nya, yakni oleh tuhan dan nalar yang sehat kepada kamu supaya kamu memahami dan menghindari larangan-larangan itu.

Kata ( إن بعت) ta`alau telah dijelaskan maknanya sebelum ini ketika

menguraikan makna ( ّىهْ) halumma pada ayat yang lalu. Perlu

ditambahkan disini bahwa ajakan ayat ini pada mulanya ditujukkan kepada kaum musrikin, seakan-akan ayat ini berkata kepada mereka: kini kalian berada disatu tempat yang sangat rendah akibat kepercayaan kalian yang sangat buruk itu. Datang dan dengar apayang sebenarnya diharamkan Allah agar kalian mengetahui betapa jauh jarak perbedaannya.

Kata ) ٕهتأ ( atlu terambildari kata ( حٔ لَت ) tilawah, yang pada

mulanya berarti mengikuti. Seorang yang membaca adalah seseorang

yang hati atau lidahnya mengikuti apa yang terhidang dari lambang-lambang bacaan huruf demi huruf, bagian demi bagian, dari apa yang dibacanya.

Ayat diatas memulai wasiat pertama dengan larangan

(46)

35

Allah/ tidak ada tuhan selain Allah? Disamping itu, ayat ini disampaikan dalam konteks uraian terhadap kaum musyrikin, yang mempersekutukan Allah, yang pada awal ayat ini dijanjikan untuk disampaikan kepada mereka apa yang diharamkan Allah swt.

Awal ayat ini menjanjikan untuk menyampaikan apa yang diharamkan Allah, tetapi ketika berbicara tentang kedua orang tua, redaksi yang digunakannya adalah redaksi perintah berbakti dan tentu saja berbakti, tidak termasuk yang diharamkan Allah.

Ketika menafsirkan QS. An-Nisa` : 36, Quraish Shihab telah memerinci kandungan makna firman-Nya: ( بًَبَعْحِإ ٍِْيَدِنا َْٕنبِث َٔ ) wa bi al-walidaini ihsanan. Disana antara lain penulis kemukakan bahwa

al-Qur‟an mengunakan kata ( بًَبَعْحِإ) ihsanan, untuk dua hal. Pertama, memberi nikmat kepada pihak lain, dan kedua perbuatan baik. Karena itu

kata ihsan lebih luas dari sekedar “memberi nikmat atau nafkah”.

Maknanya lebih tinggi dan dalam dari kandungan makna “adil” karena adil adalah “memperlakukan orang lain sama dengan perlakuaanya kepada anda”, sedang ihsan,” memperlakukannya lebih baik dari

perlakuaanya terhadap anda”. Adil adalah mengambil semua hak anda

atau memberi semua hak orang lain, sedang ihsan adalah memberi lebih

banyak daripada yang harus anda beri dan mengambil lebih sedikit dari yang seharusnya anda ambil. Karena itu pula, rasul saw. Berperan kepada

seseorang:”engkau dan hartamu adalah untuk (milik) ayahmu” (HR. Abu

(47)

36

Quraish Shihab juga kemukakan bahwa al-Qur‟an menggunakan

kata penghubung bi ketika berbicara tentang bakti kepada ibu dan bapak

(بًَبَعْحِإ ٍِْيَدِنا َْٕنبِث َٔ) wa bi al-walidain ihsanan, padahal bahasa membenarkan penggunaan (ل) li yang berati untuk dan (ىنإ) ila berarti kepada untuk penghubung kata itu.

Qurais shihab mengambil dari Syaikh Muhammad Thahir Ibn `Asyur mempunyai pandangan lain. Menurutnya kata Ihsan bila menggunakan idiom ba (bi), yang dimaksud adalah penghormatan dan pengagungan yang berkaitan dengan pribadi seperti dalam firmanya-Nya mengabdian ucapan Yusuf as. Dalam Qs Yusuf: 100 yang menyatakan: (

ٍجّعنا ٍي ىُجسخأذإ يث ٍعح أدلٔ ) wa qad ahsana biidz akhrajani min as-aijn/ dia (Allah) telah berbuat baik kepadaku ketika Dia membebaskan aku dari penjara, sedang bila yang dimaksud dengan memberi manfaat

material, idiom yang digunakan adalah li dan, dengan demikian, ayat ini

lebih menekankan kebaktian pada penghormatan dan pengagungan pribdi kedua orang tua.

betapa pun berbeda, pada akhirnya harus dipahami bahwa ihsan

(48)

37

Firman-Nya: janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena

kemiskinan. Kami akan memberi rizki kepada kamu dan kepada mereka

sedikit berbeda redaksinya dengan ayat Qs.al-Isra`:3 yang menyatakan:

“dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut

kemiskinan. Kami-lah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepada kamu.”

Motivasi pembunuhan yang dibicarakan oleh ayat al-an`am ini adalah kemiskinan yang sedang dialami oleh ayah kekhawatirannya akan semakin terpuruk dalam kesulitan hidup akibat lahirnya anak. Karena itu, di sini Allah segera memberi jaminan kepada sang ayah dengan

menyatakan bahwa kami akan memberi rezeki kepada kamu, baru

kemudian dilanjutkan dengan jaminan ketersediaan rezeki untuk anak yang

dilahirkan, yakni melalui lanjutan ayat itu dan kepada mereka, yakni

anak-anak mereka. Adapun dalam surah al-Isra`:31, kemiskinan belum terjadi, baru dalam bentuk kekhawatiran. Karena itu dalam ayat tersebut ada

penambahan kata khasyat, yakni takut. Kemiskinan yang dikhawatirkan itu

adalah kemiskinan yang boleh jadi akan dialami oleh anak. Maka, untuk menyingkirkan kekhawatiran sang ayah,ayat itu segera menyampaikan

bahwa kami-lah yang akan memberi rezeki kepada mereka, yakni

anak-anak yang kamu khawatirkan jika dibiarkan hidup akan mengalami kemiskinan. Setelah jaminan ketersediaan rezeki itu, barulah disusulkan

jaminaan serupa kepada ayah dengan adanya kalimat dan juga kepada

(49)

38

Penggalan ayat diatas dapat juga dipahami sebagai sanggahan buat mereka yang menjdikan kemiskinan apa pun sebabnya sebagai dalih untuk membunuh anak. Apakah merencanakan keluarga dengan alasan tersebut termasuk dalam larangan ini atau tidak merupakan salah satu diskusi antar ulama. Bukan di sini tempatnya diuraikan.

Larangan membunuh jiwa oleh ayat di atas dibarengi dengan kata-kata (

ّكحن بث ّلَّإ الله و ّسح ىّتنا

) allati harrama Allahu illa bi al-haqq yang

diterjemahkan dengan yang diharamkan Allah kecuali berdasar sesuai yang

benar. Terjemahan ini terpijak pada kata harrama yang dipahami dalam arti diharamkan atau dilarang. Kalimat ini berfungsi menjelaskan bahwa larangan membunuh bukan sesuatu yang baru, tetapi telah merupakan syariat seluruh agama sejak kelahiran manusia dipentas bumi ini. Dapat juga kata harrama, yang dikaitkan dengan jiwa manusia oleh ayat diatas, dipahami dalam arti yang dijadikan terhormat oleh Allah. Penggalan ayat ini seakan-akan menyatakan: janganlah membunuh jiwa karena jiwa manusia telah dianugrahi Allah kehormatan sehingga tidak boleh disentuh kehormatan itu dalam bentuk apa pun. Pemahaman semacam ini mendukung nilai-nilai hak asasi manusia yang juga merupakan salah satu

prinsip kehidupan yang ditegakkan al-Qur‟an melalui sekian ayat.

(50)

39

berkepanjangan menyangkut hukum halal dan haram, dan bahwa mengamalkan halal atau menghindari yang haram harus dilandasi oleh kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa dan membuahkan penghormatan kepada hak-hak asasi manusia.

Dalam ayat ini terdapat tiga kali larangan membunuh. Pertama,

larangan membunuh anak, kedua larangan melakukan kekejian seperti

berzina dan membunuh, dan ketiga larangan membunuh kecuali dengan

haq.

Quraish Shihab menyimpulkan bahwa ayat di atas mengandung tuntunan umum menyangkut prinsip dasar kehidupan yang bersendikan kepercayaan akan keesaan Allah swt. Hubungan antara sesama berdasarkan hak asasi, penghormatan, serta kejauhan dari segala bentuk kekejian moral.(Quraish Shihab, 2002:734)

Ayat yang lalu telah menyebut lima wasiat Allah yang merupakan larangan-larangan mutlak. Ayat ini melanjutkan dengan larangan yang berkaitan dengan harta setelah sebelumnya pada larangan kelima disebut tentang nyawa. Ini karena harta adalah sesuatu yang nilainya sesudah nilai nyawa.

Larangan yang menyangkut harta dimulai dengan larangan

(51)

40

Ayat ini dimulai dengan larangan ke enam yang mengatakan: dan

janganlah kamu dekati apalagi menggunakan secara tidak sah harta anak yatim, kecuali dengan cara yang terbaik shingga dapat menjamin keberadaan, bahkan pengembangan harta itu, dan hendaklah pemeliharaan

secara baik itu berlanjut hingga ia, yakni anak yatim itu, mencapai

kedewasaannya dan menerima dari kamu harta mereka untuk mereka kelola sendiri.

Selanjutnya, larangan kedelapan menyangkut ucapan, karena

ucapan berkaitan dengan penetapan hukum, termasuk dalam

menyampaikan hasil ukuran dan timbangan. Lebih-lebih lagi karena manusia seringkali bersifat egois dan memihak kepada keluarganya. Untuk

itu, dinyatakan bahwa dan apabila kamu berucap, dalam menetapkan

hukum, atau persaksian, atau menyampaikan berita, janganlah kamu

curang atau berbohong. Berlaku adil lah tantap mempertimbangkan

hubungan kedekatan atau kekerabatan, kendati pun dia yang menerima

dampak ucapanmu yang baik atau yang buruk adalah kerabat –mu sendiri.

Wasiat yang kesembilan, mencakup ucapan dan perbuatan, yaitu

jangan melanggar janji yang kamu ikat dengan dirimu, orang lain, atau

denga Allah. Penuhilah janji Allah itu karena kesemuanya disaksikan

oleh-Nya, dan yang demikian itu di perintahkan-Nya kepada kaum agar

kamu terus-menerus ingat bahwa itulah yang terbaik untuk kamu semua.

Dalam pengamatan sejumlah ulama al-Qur‟an, ayat-ayat yang

(52)

41

merupakan larangan mendekati sesuatu yang dapat merangsang jiwa atau nafsu untuk melakukannya. Dengan demikian, larangan mendekati mengandung makna larangan untuk tidak terjerumus dalam rayuan sesuatu, yang berpotensi mengantar kepada langkah melakukannya. Hubungan seks seperti perzinaan maupun keika istri sedang haid, demikian pula perolehan harta secara batil, memiliki rangsangan yang sangat kuat

sehingga al-Qur‟an melarang mendekatinya. Memang, siapa yang berada

disekeliling satu jurang, ia dikhawatirkan terjerumus kedalamnya. Adapaun langgaran yang tidak memiliki rangsangan yang kuat, biasanya larangan langsung tertuju kepada perbuatan itu, bukan larangan mendekatinya.

Ayat diatas menggunakan bentuk perintah- bukan larangan –

menyangkut takaran dan timbangan ( ِظبْعِمْنبِث ٌَا َصبيًِْنا َٔ َمبْيَكْنا إبُف َْٔأ َٔ) wa aufu al-kaila waal-mizana bi al-qisthl dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.

Kata (ظبعمنا) al-qisth mengandung makna rasa senang kedua pihak

yang bertransaksi .karena itu ,ia bukan sekadar berarti adil,apabila jika ada keadilan yang tidak dapat menyenangkan salah satu pihak. Yang

menganiaya tidak akan senang menerima,walau sanksi yang adil. Qisth

bukan hanya adil,tetapi sekaligus menjadikan kedua belah pihak senang dan rela. Timbangan dan takaran harus menyenagkan kedua pihak sehingga ayat di atas di samping memerintahkan untuk menyempurnakan

(53)

al-42

qisth, bukan sekedar bi al-`adll dengan adil. Memang diatas penulis

menerjemahkan kata al-qisth, sebagaimana sekian banyak terjemahan,

dengan adil. Ini karena sangat sulit bagi penulis menemukan padanan kata

yang tepat untuk kata qisth itu dalam bahasa indonesia atau bahasa asing.

Perintah menyempurnakan takaran disusul dengan kalimat: kami

tidak memikulkan beban kepada seorang melainkan sesuai

kemampuannya. Ini kemukakan untuk mengingatkan bahwa memang

dalam kehidupan sehari-hari tidak mudah mengukur, apabila menimbang, yang benar-benar mencapai kadar adil yang pasti, tetapi kendati demikian, penimbang dan penakar hendaknya berhati-hati senantiasa melakukan penimbangan dan penakaran itu semampu mungkin. Kalimat singkat ini di susun dalam bentuk redaksi personal pertama, dalam hal ini adalah Allah swt, padahal ayat-ayat sebelumnya dalam redaksi orang ketiga. Hal ini, disamping untuk mengisyaratkan bahwa ketentuan tersebut langsung dri Allah swt. sebagai anugrah, juga untuk menunjukkan bahwa apa yang disampaikan oleh nabi Muhammad saw. Ini benar-benar bersumber dari Allah swt. Bahwa ayat ini merupakan perintah kepada penjual atau pemberi barang karena pembeli atau penerima tidak selalu awas, apabila saat disertai keinginan yang besar untuk memperoleh barang itu. Juga karena takaran ada timbangan itu biasanya berada di tangan pemberi barang bukan penerima atau pembelinya.

Perintah-Nya kedelapan berbunyi:dan apabila kamu berucap,

(54)

43

benar, dan itu bisa saja bermakna positif atau negatif, serius atau canda:

kedua, salah dan ini ada yang disengaja (bohong) ada juga yang tidak

disengaja (keliru); dan ketiga, omong kosong. Ini ada yang dimengerti

tetapi tidak berfaidah dan ada juga yang tidak dimengerti sama sekali.

Perintah berucap oleh ayat ini kaitkan dengan kata (اذإ) idzal

apabila, yakni apabila kamu berucap, maka berlaku adillah. Penyebutan apabila dalam ayat ini mengisyaratkan bahwa ada kemampuan dalam diri manusia untuk diam dan tidak mengucapkan sesuatu apabila dia takut mengucapkan kebenaran. Dengan kata lain, adalah wajib berdiam diri

tidak berucap sepatah pun kalau ucapan itu tidak benar dan tidak adil. “

siapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, hendaknya dia

mengucapkan kata-kata yang baik atau diam saja” (HR. Bukhori dan

Muslim melalui Abu Hurairah).

Penggalan ayat yang menyangkut ucapan ini menggunakan juga

(55)

44

Ayat ini ditutup dengan wasiat kesembilan, yaitu perintah

memenuhi (الله دٓع ) `ahd Allah/janji Allah. Rangkaian kedua kata ini dapat

berarti apa yang ditetapkan Allah atas kamu menyangkut perjanjian, yang dalam hal ini adalah syariat agama; bisa juga dalam arti apa yang telah kamu janjikan kepada Allah untuk melakukannya dan yang telah kamu akui, atau bisa jadi juga ia berarti perjanjian yang Allah perintahkan untuk dipelihara dan dipenuhi. Kesemua makna ini benar lagi diperintahkan Allah swt. Dan juga dapat ditampung oleh redaksi tersebut. Bahwa ia dinamai perjanjian Allah karena perjanjian itu disaksikan oleh Allah lagi biasanya disepakati atas nama Allah swt.

Quraish Shihab menyimpulkan bahwa ayat ini mengandung

tuntunan dengan sistem pergaulan antar sesama yang berintikan penyerahan hak-hak kaum lemah telah mereka peroleh, otomatis hak-hak yang kuat akan diperolehnya pula. (Quraish Shihab, 2002: 739)

Wasiat terakhir, yakni yang kesepuluh mencangup apa yang belum

disebut oleh kedua ayat sebelumnya, yaitu dan bahwa ini, yakni

kandungan wasiat-wasiat yang disebut di atas atau ajaran agama Islam

secara keseluruhan adalah jalan-Ku yang lapang lagi lurus, maka ikutilah

ia dengan penug kesengguhan, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan

yang lain yang bertentangan dengan jalan-Ku ini karena jalan-jalan itu

adalah jalan-jalan yang sesat sehingga bila kamu mengikutinya ia

(56)

45

diwasiatkan kepada kamu agar kamu bertaqwa sehingga terhindar dari segala macam bencana.

Kata ( طاسبّصنا ) ash-shirat terambil dari kata ( طسبظ ) saratha, dan

karena huruf (ض ) sin dalam kata ini bergandengan dengan huruf (ز ),

huruf (ض ) sin terucapkan (ص ) shad (طاسبص ) shirat atau ( ش) zai (طازش ) zirat asal katanya sendiri bermakna menelan. Jalan yang lebar dinamai sirath karena sedemikian lebarnya sehingga ia bagaikan menelan si pejalan.

Ketika menguraikan tafsir surah al-Fatihah, penulis telah

kemukakan perbedaan antara kata (طاسبص) shirath dan (ميجبظ) sabil, antara

lain adalah yang pertama mengandung makna jalan luas dan lebar serta selalu benar. Ia adalah jalan tol yang mengantar penelusuranya sampai

ketujuan. Sedang sabil adalah jalan kecil atau lorong. Sabil ada yang

bertemu dengan shirath, ada juga yang tidak sehingga perjalan tidak

mencapai )ىيمتعًنا طاسصنا( ash-shirathal-mustaqim.

Kalau jalan kecil itu mengantar kepada kebaiakan dan kedamaian,

ia dinamai sabilillah dijamak oleh al-Qur‟an dan disifati dengan nama

subul as-salam. Sabilillah banyak bermacam-macam, sebanyak tuntunan

agama Islam. Gabungannya dinamai ash-shirat al-mustaqim. Haji adalah

sabilillah, puasa, berjhad, belajar dan mengaja, dan ilmu yang bermanfaat, kegiatan sosial yang berguna, dan lain-lain kebajikan, jika ditinjau secara

berdiri sendiri, ia adalah sabilillah. Karena itu, semua apa yang dinamai

(57)

46

Semua jalan Allah, baik yang dinamai Shirath maupun yang

dinamai sabil, tentu direstui-Nya. Tetapi ingat! Ada jalan-jalan, atau dalam

istilah ayat di atas subul, yang bertentangan dengan jalan Allah. Semua

jalan itu bukan saja kecil bagian lorong-lorong, tetapi ia juga menyesatkan. Ayat ini mengingatkan bahwa jangan menelusuri lorong-lorong sempit

yang menyesatkan karena jalan itu bukan saja menyesatkan dari shirathi

(jalan-ku), yakni jalan Allah swt. Yang luas, lebar lagi lurus itu, tetapi

bahkan menyesatkan dari sabilihi, yakni jalan-Nya yang kecil pun. Kalau

lorong yang anda telusuri adalah lorong yang benar (sabilillah),

kemungkinan sampai ke ash-shirath tetap terbuka, walau belum merupakan jaminan. Tetapi, jika jalan itu adalah jalan sempit yang menyesatkan, maka pasti anda tidak akan sampai ke tujuan. Kalau anda

hanya berpuasa, atau hanya berhaji, ia sabilillah, tetapi kalau hanya itu

yang anda lakukan, ketahuilah bahwa itu bukan jaminan sampai ke

ash-shirath al-mustaqim. Ia belum berarti anda telah melaksanakan ajaran Islam secara penuh. Itu sebabnya yang dimohonkan dalam al-Fatihah

adalah petunjuk yang dapat mengantar ke ash-shirat al-mustaqim, bukan

petunjuk menuju sabilillah.

Kata (ّهيجببظ) sabilihi/jalan-Nya menggunakan personal ketiga,

sedang (يطاسبببص) shirathi/jalan-Ku menggunakan personal pertama.

(58)

47

Ketiga ayat diatas menekankan bahwa kesepuluh tuntunan Allah

itu merupakan wasiat-Nya. Wasiat adalah perintah yang baik dan

bermanfaat walau diluar kehadiran yang memerintahkan-Nya. Ini mengandung penekanan tentang betapa pentingnya perintah itu. Allah menghargai bagi seluruh makhluk sehingga banyak perintah Allah yang di sampaikan dengan kata tersebut.

Melaksanakan satu perintah tanpa kehadiran yang

memerintahkannya merupakan bukti kesadaran pelakunya tentang pelaksanaan perintah itu serta bukti keikhlasan melakukannya.

Ayat di atas dapat disimpulkan sebagai prinsip umum yang mencakup segala tuntunan kebajikan, yaitu mengikuti jalan kedamaian, jalan Islam, dan memperingatkan agar tidak mencari jalan kebahagiaan yang menimpang dari jalan Allah itu.

(59)

48

hubungan kekeluargaan antar generasi sepanjang masa, dan ini berada pada peringkat sesudah hubungan dalam keyakinan tentang keesaan Allah dan kesatuan arah kepada-Nya. Selanjutnya, setelah wasiat menyangkut kehidupan keluarga, Allah mewasiatkan landasan pokok yang atas dasarnya tegak kehidupan keluarga dan masyarakat, yakni landasan kebersihan, kesucian, dan pemeliharaan diri, dan untuk ini dilarang-Nya segala macam kekejian dan dosa yang nyata dan tersembunyi. Sayyid

Quthub memahami kata fahisyah/perbuatan keji dalam arti perzinaan,

kemudian menyatukannya dengan larangan membunuh dan menyatakan

kejahatan”pembunuhan”.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini diharapkan mempunyai kontribusi terhadap Manajemen sumber daya manusia dan dapat memberikan manfaat sebagai pertambahan literature tentang Pengaruh

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penentuan Kawasan Perikanan Refugia Ikan Sidat ( Anguilla spp.) dari

Jadi, permasalahan dalam penelitian ini, bagaimana menghasilkan cat tembok dari getah karet, tepung tapioka dan air sehingga dapat membentuk cat tembok dengan komposisi yang tepat

adalah proses pada saat suatu permukaan menerima radiasi dimana tidak semua energi diserap oleh permukaan tersebut, melainkan ada sebagian yang dipantulkan atau

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah telah melimpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akhir ini yang merupakan

Berdasarkan hasil analisis sistem akuntansi pembelian pada Notebook88 maka ditemukan kelemahan bahwa tidak terdapat pemisahan tugas dan tanggung jawab yang tepat,

terhadap variabel terikat dapat juga dilihat dari nilai signifikan yang diperoleh. pada Tabel Coefficients , dengan kriteria, jika nilai signifikan variabel

As mentioned in the orders example in “Tip #1: Duplicate data for speed, reference data for integrity” on page 1 , you don’t actually want the information in the order to change if