• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERIKSAAN KADAR NITRIT DALAM SOSIS YANG DIJUAL DI SWALAYAN KARYA TULIS ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMERIKSAAN KADAR NITRIT DALAM SOSIS YANG DIJUAL DI SWALAYAN KARYA TULIS ILMIAH"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERIKSAAN KADAR NITRIT DALAM SOSIS

YANG DIJUAL DI SWALAYAN

(Studi Di Kota Jombang)

KARYA TULIS ILMIAH

MOH. FAQI

12131035

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA

JOMBANG

(2)

PEMERIKSAAN KADAR NITRIT DALAM SOSIS

YANG DIJUAL DI SWALAYAN

(Studi Di Kota Jombang)

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan

Studi Di Program Studi Diploma III Analis Kesehatan

MOH. FAQI

12131035

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA

JOMBANG

(3)

ABSTRACT

EXAMINATION OF SAUSAGE NITRITE LEVELS SOLD IN SUPERMARKETS

(Studies In Jombang City) By :

MOH. FAQI

Nitrite is a nitrogen compound that serves as a preservative which aims to foodstuffs produced has a longer shelf life and serves to slow the damage. The problems of this study is the use of excessive nitrite preservatives in meat processing (sausage). The aim in this study was to determine the levels of nitrite in the sausage in Jombang Regency.

This method used a descriptive study. The population in this study a number of 7 brand sausage consists of four branded sausage samples and 3 samples of sausage are not branded. Sampling using total sampling and variables are the levels of nitrite in the sausage. The collection of data obtained from the examination of the levels of nitrite in the sausage with the analysis of UV-Vis Spectrophotometer methods are presented in frequency distribution table. Processing the data using coding and tabulating.

Based on the results of the study that 7 samples of sausages were sold in Jombang City Supermarkets are not branded sausages 3 samples had nitrite levels that did not meet the standards Permenkes of more than 125 mg / kg and 4 samples of sausages branded nitrite levels that meet the standards Permenkes No. 1168 / Men / Per / 1999.

The conclusion of this study found that nearly half of the sample sausages in doing inspection exceeded the maximum levels of nitrite by Permenkes No. 1168 / Men / Per / 1999.

(4)

ABSTRAK

PEMERIKSAAN KADAR NITRIT DALAM SOSIS YANG DIJUAL DI SWALAYAN

(Studi Di Kota Jombang) Oleh :

MOH. FAQI

Nitrit merupakan senyawa nitrogen yang berfungsi sebagai bahan pengawet yang bertujuan agar bahan pangan yang dihasilkan memiliki umur simpan lebih lama serta berfungsi untuk memperlambat kerusakan. Permasalahan dari penelitian ini adalah penggunaan pengawet nitrit yang berlebihan dalam pengolahan daging (sosis). Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar nitrit dalam sosis di wilayah kota Jombang.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasi dalam penelitian ini sejumlah 7 merk sosis terdiri dari 4 sampel sosis bermerk dan 3 sampel sosis tidak bermerk. Sampling menggunakan total sampling dan variabelnya adalah kadar nitrit pada sosis. Pengumpulan data diperoleh dari pemeriksaan kadar nitrit dalam sosis dengan analisis metode Spektrofotometer UV-Vis kemudian disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. Pengolahan data menggunakan coding dan tabulating.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa 7 sampel sosis yang dijual di Swalayan Kota Jombang yaitu 3 sampel sosis tidak bermerk memiliki kadar nitrit yang tidak memenuhi standar permenkes yaitu lebih dari 125 mg/kg dan 4 sampel sosis bermerk memiliki kadar nitrit yang memenuhi standar Permenkes RI No. 1168/Men/Per/1999.

Kesimpulan dari penelitian ini didapatkan hampir setengahnya sampel sosis yang di lakukan pemeriksaan melebihi batas maksimum kadar nitrit menurut Permenkes RI No. 1168/Men/Per/1999.

(5)

PERSETUJUAN KARYA TULIS ILMIAH

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Mengetahui,

Judul Proposal KTI : PEMERIKSAAN KADAR NITRIT DALAM SOSIS YANG DIJUAL DI SWALAYAN (Studi di Kota Jombang)

Nama Mahasiswa : Moh. Faqi Nomor Pokok : 12131035

Program Studi : DIII Analis Kesehatan

Sri Sayekti, S.Si., M.Ked Pembimbing Utama

Erni Setyorini, SKM., MM Pembimbing Anggota

Erni Setyorini, S.KM., MM Kaprodi

Dr. H. M. Zainul Arifin, Drs., M. Kes Ketua STIKes

(6)

PENGESAHAN PENGUJI

PEMERIKSAAN KADAR NITRIT DALAM SOSIS YANG DIJUAL DI SWALAYAN

(Studi di Kota Jombang)

Disusun oleh

MOH. FAQI

Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 7 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Jombang, 7 Juli 2015 Komisi Penguji,

Sri Sayekti, S. Si., M.Ked Pembimbing utama Mengetahui, Imam Fatoni, SKM., MM Penguji Utama Erni Setyorini, SKM., MM Pembimbing Anggota

(7)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Moh. Faqi

NIM : 12131035

Tempat, tanggal lahir : Sumenep, 13 Juli 1994 Instansi : STIKes ICMe Jombang

Menyatakan bahwa karya tulis ilmiah yang berjudul “ PEMERIKSAAN KADAR NITRIT DALAM SOSIS YANG DIJUAL DI SWALAYAN (Studi di Kota Jombang) “ adalah bukan Karya Tulis Ilmiah milik orang lain baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah disebutkan sumbernya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar – benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi.

Jombang,7 Juli 2015 Yang Menyatakan,

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumenep, 13 Juli 1994 dari pasangan Bapak Muhab dan Ibu Hanima. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus dari SDN Gersik – Putih, tahun 2009 penulis lulus dari SMPN 1 Gapura, tahun 2012 penulis lulus dari SMAN 1 Gapura. Dan pada tahun 2012 lulus seleksi masuk STIKes Insan Cendekia Medika Jombang melalui jalur PMDK. Penulis memilih Program Studi DIII Analis Kesehatan dari lima pilihan program studi yang ada di STIKes Insan Cendekia Medika Jombang.

Demikian riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya.

Jombang, 07 Juli 2015

MOH. FAQI 12131035

(9)

MOTTO

INNA MA’AL USRI YUSRO

(10)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir proposal Karya Tulis Ilmiah ini dengan cukup lancar.

Penyusun proposal Karya Tulis Ilmiah yang berjudul ”PEMERIKSAAN KADAR NITRIT DALAM SOSIS YANG DIJUAL DI SWALAYAN” sengaja dibuat karena merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Ahli Madya Kesehatan Program Studi D-III Analis Kesehatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang.

Dalam penyusunan proposal ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak maka proposal ini tidak dapat terwujud, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menyatakan rasa terima kasih sebesar – sebesarnya kepada :

Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmunya yang barokah serta kasih sayang yang luar biasa kepada penulis selama menempuh pendidikan pada Program D-III Analis Kesehatan STIKes ICMe Jombang.

Terima kasih kepada kedua orang tuaku dan adik – adikku yang tercinta, yang telah memberikan dorongan dengan untaian doa selama penulis menempuh pendidikan dengan kerja keras.

Teman – temanku semester V, saudara – saudaraku di Organisasi atas support serta doa – doa ikhlas kalian selama ini.

Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis hingga terselesaikannya pembuatan proposal karya tulis ilmiah ini.

Akhir kata, semoga karya tulis yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu Analisa Makanan dan Minuman.

Jombang, 07 Juli 2015 Peneliti,

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL . ... i

HALAMAN JUDUL DALAM. ... ii

ABSTRACT . ... iii

ABSTRAK . ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN . ... v

HALAMAN PENGESAHAN . ... vi

SURAT PERNYATAAN . ... vii

RIWAYAT HIDUP . ... viii

MOTTO . ... ix

KATA PENGANTAR . ... x

DAFTAR ISI . ... xi

HALAMAN PERSEMBAHAN . ... xiii

DAFTAR TABEL . ... xiv

DAFTAR GAMBAR . ... xv

DAFTAR LAMPIRAN . ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. ... 1

B. Rumusan Masalah. ... 3

C. Tujuan Penelitian. ... 3

D. Manfaat Penelitian. ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sosis . ... 5

1. Definisi sosis. ... 5

2. Klasifikasi sosis . ... 5

3. Emulsi sosis . ... 6

4. Proses pembuatan sosis . ... 7

B. Bahan Tambahan Pangan ... 7

1. Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan. ... 8

2. Jenis dan fungsi bahan tambahan pangan . ... 10

(12)

C. Zat Pengawet

1. Zat pengawet organik . ... 16

2. Zat pengawet anorganik ... 18

3. Mekanisme patofisiologi keracunan nitrit pada makanan ... 20

4. Jumlah asupan harian nitrit ... 20

5. Analisis nitrit ... 20

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL A. Kerangka Konseptual . ... 25

BAB IV METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 27

1. Waktu Penelitian ... 27

2. Tempat Penelitian ... 27

B. Desain Penelitian ... 27

C. Kerangka Kerja ... 28

D. Populasi dan Sampling ... 30

1. Populasi ... 30

2. Sampling ... 30

E. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ... 30

1. Identifikasi Variabel ... 30

2. Definisi Operasional Variabel ... 30

F. Pengumpulan Data ... 31

1. Alat dan Bahan Penelitian ... 31

2. Prosedur Penelitian ... 32

3. Pengumpulan Data ... 35

G. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ... 36

1. Pengolahan Data ... 36

2. Analisis Data ... 37

BAB V METODE PENELITIAN A. Hasil Penelitian ... 38

1. Data Penelitian . ... 38

2. Pembahasan . ... 39

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan . ... 42

B. Saran . ... 42 DAFTAR PUSTAKA

(13)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan (Karya Tulis Ilmiah) ilmu yang telah ku dapat ini kepada anak – cucu Adam dan Hawa, Generasi pemuda yang ingin melanjutkan penelusuranku dalam mengamalkan dan menyempurnakan ilmu ibadah dan kebaikan, khususnya di dalam bidang Kesehatan.

Untuk kedua Orang tuaku Bapak Muhab dan Ibu Hanima. Engkaulah Raja dan Ratu dalam kehidupan ini yang telah memberikan Ketulusan kasih saying dan materi kepadaku, sejuta doa di setiap ucap bibirmu dalam sholat dan hembusan nafas dalam jiwa yang membuat hari – hariku terasa sejuk bagaikan tiupan angina surge.

Untuk semua keluarga besarku tercinta, terima kasih atas doa dan support serta pelajaran hidup yang telah diberikan kepadaku. Sejarah tertulis apabila kita mempunyai keinginan dan memanfaatkan peluang yang telah Tuhan berikan kepadaku.

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Definisi Operasional . ... 31 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jenis Sosis Bermerk dan Tidak Bermerk Yang

Dijual Di Kota Jombang . ... 38 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Kadar Nitrit Dalam Sosis Yang Dijual Di Kota

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Struktur Kimia Natrium Nitrit ... 18 Gambar 3.1 Kerangka Konsep Pemeriksaan Kadar Nitrit Dalam Sosis Yang

Dijual Di Kota Jombang . ... 25 Gambar 4.1 Karangka Kerja Pemeriksaan Kadar Nitrit Dalam Sosis Yang Dijual

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat izin penelitian dari STIKes ICMe Lampiran 2. Lampiran Hasil Penelitian

Lampiran 3. Jadwal Penelitian Lampiran 4. Dokumentasi

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan bahan tambahan makanan (food additive) saat ini sering ditemui pada makanan dan minuman. Salah satu bahan tambahan pada makanan adalah pengawet. Bahan pengawet yang ditambahkan pada makanan dan minuman bertujuan agar bahan pangan yang dihasilkan dapat dipertahankan kualitasnya dan memiliki umur simpan lebih lama sehingga memperluas jangkauan distribusinya serta berfungsi untuk memperlambat pkerusakan makanan, baik yang disebabkan mikroba pembusuk, bakteri, ragi maupun jamur dengan cara menghambat, mencegah, menghentikan proses pembusukan dan fermentasi dari bahan makanan (Cahyadi, 2008). Salah satu jenis pengawet yang sering digunakan saat ini adalah nitrit. Tujuan penggunaan nitrit dalam pengolahan daging adalah untuk menghambat pertumbuhan bakteri Clostridium botulinium dengan menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora atau dengan cara membentuk senyawa penghambat bila nitrit pada daging dipanaskan (Soeparno, 2005).

Dampak nitrit bagi kesehatan yaitu jika penggunaan natrium nitrit dalam jumlah yang melebihi batas dapat menimbulkan efek yang membahayakan bagi kesehatan, karena nitrit dapat berikatan dengan amino dan amida yang terdapat pada protein daging membentuk turunan nitrosamin yang bersifat toksis. Nitrosamin merupakan salah satu senyawa yang diduga dapat menimbulkan kanker, rasa mual, muntah-muntah, pening kepala dan tekanan darah menjadi rendah, lemah otot serta kadar nadi tidak menentu, Nitrit dalam jumlah besar dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal,

(18)

diare campur darah, disusul oleh konvulsi, koma, dan bila tidak ditolong akan meninggal (Winarno, 2005).

Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang bahan tambahan makanan, membatasi penggunaan maksimum pengawet nitrit didalam produk daging olahan yaitu sebesar 125 mg/kg (Menkes RI, 1999). Nitrit sebagai pengawet makanan diijinkan. Akan tetapi, perlu diperhatikan penggunaanya agar tidak melampaui batas, sehingga tidak berdampak negatif terhadap kesehatan manusia. Konsumsi nitrit yang berlebihan dapat menyebabkan keracunan.

Hasil penelitian Cory 2009, tentang Analisa Kandungan Nitrit dan Pewarna Merah Pada Daging Burger yang Dijual di Grosir Bahan Baku Burger Di Kota Medan, menunjukan bahwa 10 (sepuluh) sampel daging burger sapi memiliki kadar nitrit yang bervariasi. Penggunaan nitrit yang melebihi batas maksimum pada produk daging olahan dengan kode sampel B1 yaitu sebesar 128 mg/kg, kode sampel C2 yaitu sebesar 135 mg/kg dan sampel kode E2 yaitu sebesar 160 mg/kg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar nitrit dari 3 sampel daging burger sapi yang diperiksa melebihi batas maksimum penggunaan nitrit.

Menurut penelitian Nur 2011, tentang Analisis Kandungan Nitrit Dalam Sosis Pada Distributor Sosis Di Kota Yogyakarta, pada 5 sampel sosis yang diteliti 3 sampel merk sosis daging ayam yaitu merk A, C dan D serta 2 merk sosis daging sapi yaitu merk B dan E, membuktikan bahwa ke 5 sampel tersebut mengandung nitrit dan kadar yang berbeda pada masing – masing merk sosis. Dari ke 5 sampel merk sosis yang memiliki kadar nitrit yang melebihi batas pada merk sosis E yaitu sebesar 211,294 mg/kg.

Dinas Kesehatan dan Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) diharap menginformasikan secara terus – menerus tentang peraturan

(19)

penggunaan bahan tambahan makanan serta melakukan survey kepada produsen terhadap bahaya penggunaan pengawet nitrit, selain itu juga pemerintah melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang makanan yang menggunakan bahan pengawet khususnya pada pengawet nitrit yang ditambahkan kedalam pembuatan sosis, sehingga masyarakat lebih hati – hati dalam mengonsumsi makanan seperti sosis dan daging burger. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan identifikasi sekaligus mengukur kadar nitrit yang terdapat pada sosis.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah “Apakah kadar nitrit dalam sosis yang dijual oleh pedagang sosis Kota Jombang sesuai dengan standar permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 ?

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui kadar nitrit dalam sosis yang dijual oleh pedagang sosis di Kota Jombang.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis

Sarana memperkaya dan menambah pengetahuan tentang analisa makanan dan minuman.

1.4.2. Manfaat Praktis

1.4.2.1. Sebagai informasi bagi masyarakat dalam mengkonsumsi produk sosis.

1.4.2.2. Sebagai wahana untuk menambah wawasan dan menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama pendidikan.

1.4.2.3. Memberikan masukan dalam rangka meningkatkan penyuluhan kepada para masyarakat, khususnya kepada para pedagang sosis.

(20)

1.4.2.4. Hasil penelitian dapat menjadi sumber data dalam pengawasan penggunaan nitrit.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sosis

2.1.1 Definisi sosis

Sosis (dalam bahasa Inggris sausage) berasal dari bahasa Latin salsus yang artinya asin adalah salah satu produk olahan dari bahan hewan. Secara umum sosis diartikan sebagai makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang, dihaluskan, dan diberi bumbu – bumbu, dimasukkan ke dalam pembungkus berbentuk bulat panjang yang berupa usus hewan atau pembungkus buatan, baik dengan atau tanpa dimasak maupun dengan atau tanpa diasap. Komponen utama sosis terdiri dari daging, lemak, dan air. Selain itu, pada sosis juga ditambahkan bahan tambahan seperti garam, fosfat, pengawet (biasanya nitrit/nitrat), pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan karbohidrat. Sosis daging sapi dapat mengandung air sampai 60% (Suhartini dan Hidayat, 2008)

2.1.2 Klasifikasi sosis

Sosis sudah dikenal di Amerika Serikat pada dasarnya ada lima khas, yaitu sosis segar, sosis segar diasap, sosis masak, sosis kering dan agak kering, sosis spesialitas daging masak (Soeparno, 2005).

1. Sosis segar dibuat dari daging segar, tidak diperam (tanpa curing), dicacah, dilumatkan atau digiling, diberi garam dan bumbu – bumbu dan dimasukkan serta dipadatkan didalam selongsong. Sosis masak berasal dari daging segar, bias diperam atau tidak, dimasukkan dan dipadatkan didalam selongsong, tidak diasap dan setelah preparasi, harus segera dimasak. Sosis spesialitas daging masak khusus

(22)

dipersiapkan sebagai produk daging yang diperam atau tidak diperam, dimasak dan jarang diasap.

2. Sosis kering dan agak kering berasal dari daging yang diperam dan dikeringkan udara. Sosis kering dan agak kering adalah sosis fermentasi sebagai hasil kerja bakteri pembentuk asam laktat, baik yang terdapat didalam daging secara alami, maupun bakteri starter yang ditambahkan (Soeparno, 2005). Fermentasi akan menurunkan pH sosis kering dan agak kering dari 5,8 – 6,2 menjadi 4,8 – 5,3. Fermentasi juga memberi kesempatan pada air sosis untuk menyebar keseluruh bagian sosis secara cepat dan mereta. Asam laktat akan menyebabkan denaturasi protein daging. Denaturasi protein daging akan mengakibatkan tekstur sosis menjadi lebih kompak.

Pada dasarya, pengendalian kadar air sosis fermentasi tergantung pada faktor – faktor : ukuran partikel daging, diameter selongsong, kecepatan udara pengering, kelembapan relatif, pH dan solubilitas protein. Faktor – faktor tersebut dapat dikombinasikan menjadi faktor tekanan uap air dan daya ikat air oleh protein daging (Soeparno, 2005).

2.1.3 Emulsi sosis

Emulsi adalah suatu sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi suatu cairan atau senyawa yang tidak dapat bercampur, yang satu terdispersi pada yang lain. Cairan yang berbentuk globula-globula kecil disebut fase dispersi atau fase diskontinu, dan cairan tempat terdispersinya globula-globula tersebut disebut fase kontinu (misalnya air). Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi dengan membungkus atau menliputi semua permukaan partikel yang terdispersi (Soeparno, 2005).

(23)

2.1.4 Proses pembuatan sosis

Sosis dibuat dari daging segar yang telah dibersihkan, urat-uratnya dibuang dan dipotong tipis dan dicampur dengan bahan-bahan garam, gula, NaNO3 atau NaNO2 dan sodium polifosfat sampai merata. Daging campuran

disimpan dengan suhu 1-3,5oC selama 1 malam. Setelah selesai proses pencampuran, daging dihaluskan dengan diberi bumbu seperti bawang merah, bawang putih, lada, jahe, pala, bumbu masak MSG dan gula pasir. Kemudian ditambah minyak goreng, tepung, susu krim. Keseluruhan campuran digiling kembali dengan suhu saat penggiling harus tetap sama dengan suhu kamar. Adonan tersebut dimasukkan ke dalam selongsongan diikat dengan benang. Sosis tersebut dapat dimasak dengan cara perebusan, pengasapan atau pengukusan dan kombinasi cara-cara tersebut. Setelah pemasakan, sosis tersebut didinginkan. Pendinginan sosis setelah pemasakan selain untuk menurunkan suhu sosis secara cepat, juga untuk memudahkan pengupasan pembungkus jika menggunakan jenis yang tidak dapat dimakan (Waruwu, 2010).

2.2 Bahan Tambahan Pangan

Menurut Yuliarti 2007, Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Bahan tambahan makanan itu bisa memiliki nilai gizi, tetapi bisa pula tidak. Menurut ketentuan yang ditetapkan, ada beberapa kategori bahan tambahan pangan. Pertama, bahan tambahan makanan yang bersifat aman, dengan dosis yang tidak dibatasi, misalnya jari. Kedua, bahan tambahan makanan yang digunakan dengan dosis tertentu, dan dengan demikian dosis maksimum penggunaannya juga telah ditetapkan. Ketiga, bahan tambahan yang aman dan dalam dosis yang tepat, serta telah mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang.

(24)

Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI NO.722/Menkes/Per/IX/88 dan No.1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan. Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis dibawah ambang batas yang telah ditentukan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa). Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga atau melindungi kesehatan konsumen (Cahyadi, 2009).

2.2.1 Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan

Menurut Cahyadi 2009, tujuan penggunaan bahan makanan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi, dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut:

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membatu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.

2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah yang sedikt atau cukup

(25)

banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikomsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida, antibiotic, dan hidrokarbon aromatic polisiklis.

Bahan pengawet akan menghambat atau membunuh mikroba yang dan kemudian memecah senyawa berbahaya menjadi tidak berbahaya dan tidak toksik. Bahan pengawet akan memengaruhi dan menyeleksi jenis mikroba yang dapat hidup pada kondisi tersebut. Derajat penghambatan terhadap kerusakan bahan pangan oleh mikroba bervariasi dengan jenis bahan pengawet yang digunakan dan besarnya penghambatan ditentukan oleh konsentrasi bahan pengawet yang digunakan.

Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut :

1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat pathogen maupun yang tidak pathogen.

2. Memperpanjang umur simpan pangan.

3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan.

4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.

5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan.

(26)

Keamanan senyawa – senyawa kimia dalam bahan pangan sangat perlu diperhatikan, baik senyawa kimia yang ditambahkan dari luar bahan pangan maupun senyawa kimia yang terdapat secara alami dalam bahan pangan.

2.2.2 Jenis dan fungsi bahan tambahan pangan

Beberapa bahan Tambahan yang diizinkan penggunaannya dalam makanan, menurut Permenkes RI No.1168/Menkes/Per/X/1999 di - antaranya sebagai berikut :

1. Antibuih (Antifoaming Agent)

Antibuih (Antifoaming Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau mengurangi pembentukan buih.

2. Antikempal (Anticaking Agent)

Antikempal (Anticaking Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah mengempalnya produk pangan.

3. Antioksidan (Antioxidant)

Antioksidan (Antioxidant) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat kerusakan pangan akibat oksidasi. 4. Bahan Pengkarbonasi (Carbonating Agent)

Bahan Pengkarbonasi (Carbonating Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk membentuk karbonasi di dalam pangan.

5. Garam Pengemulsi (Emulsifying Salt)

Garam Pengemulsi (Emulsifying Salt) adalah bahan tambahan pangan untuk mendispersikan protein dalam keju sehingga mencegah pemisahan lemak.

(27)

Gas Untuk Kemasan (Packaging Gas) adalah bahan tambahan pangan berupa gas, yang dimasukkan ke dalam kemasan pangan sebelum, saat maupun setelah kemasan diisi dengan pangan untuk mempertahankan mutu pangan dan melindungi pangan dari kerusakan.

7. Humektan (Humectant)

Humektan (Humectant) adalah bahan tambahan pangan untuk mempertahankan kelembaban pangan.

8. Pelapis (Glazing Agent)

Pelapis (Glazing Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk melapisi permukaan pangan sehingga memberikan efek perlindungan dan/atau penampakan mengkilap.

9. Pemanis (Sweetener)

Pemanis (Sweetener) adalah bahan tambahan pangan berupa pemanis alami dan pemanis buatan yang memberikan rasa manis pada produk pangan.

a. Pemanis Alami (Natural Sweetener)

Pemanis Alami (Natural Sweetener) adalah pemanis yang dapat ditemukan dalam bahan alam meskipun prosesnya secara sintetik ataupun fermentasi.

b. Pemanis Buatan (Artificial Sweetener)

Pemanis buatan (Artificial Sweetener) adalah pemanis yang diproses secara kimiawi, dan senyawa tersebut tidak terdapat di alam.

10. Pembentuk Gel (Gelling Agent)

Pembentuk Gel (Gelling Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk membentuk gel.

(28)

11. Pembuih (Foaming Agent)

Pembuih (Foaming Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk membentuk atau memelihara homogenitas dispersi fase gas dalam pangan berbentuk cair atau padat.

12. Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)

Pengatur keasaman (Acidity Regulator) adalah bahan tambahan pangan untuk mengasamkan, menetralkan dan/atau mempertahankan derajat keasaman pangan.

13. Pengawet (Preservative)

Pengawet (Preservative) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian, dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme.

14. Pengembang (Raising Agent)

Pengembang (Raising Agent) adalah bahan tambahan pangan berupa senyawa tunggal atau campuran untuk melepaskan gas sehingga meningkatkan volume adonan.

15. Pengemulsi (Emulsifier)

Pengemulsi (Emulsifier) adalah bahan tambahan pangan untuk membantu terbentuknya campuran yang homogen dari dua atau lebih fase yang tidak tercampur seperti minyak dan air.

16. Pengental (Thickener)

Pengental (Thickener) adalah bahan tambahan pangan untuk meningkatkan viskositas pangan.

(29)

17. Pengeras (Firming Agent)

Pengeras (Firming Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk memperkeras, atau mempertahankan jaringan buah dan sayuran, atau berinteraksi dengan bahan pembentuk gel untuk memperkuat gel. 18. Penguat rasa (Flavour enhancer)

Penguat Rasa (Flavour enhancer) adalah bahan tambahan pangan untuk memperkuat atau memodifikasi rasa dan/atau aroma yang telah ada dalam bahan pangan tanpa memberikan rasa dan atau aroma baru.

19. Penstabil (Stabilizer)

Penstabil (Stabilizer) adalah bahan tambahan pangan untuk menstabilkan sistem dispersi yang homogen pada pangan.

20. Peretensi Warna (Colour Retention Agent)

Peretensi Warna (Colour Retention Agent) adalah bahan tambahan pangan yang dapat mempertahankan, menstabilkan, atau memperkuat intensitas warna pangan tanpa menimbulkan warna baru.

21. Perisa (Flavouring)

Perisa (Flavouring) adalah bahan tambahan pangan berupa preparat konsentrat dengan atau tanpa ajudan perisa (flavouring adjunct) yang digunakan untuk memberi flavour dengan pengecualian rasa asin, manis dan asam.

22. Perlakuan Tepung (Flour Treatment Agent)

Perlakuan Tepung (Flour Treatment Agent) adalah bahan tambahan pangan yang ditambahkan pada tepung untuk memperbaiki warna, mutu adonan dan atau pemanggangan, termasuk bahan pengembang adonan, pemucat dan pematang tepung.

(30)

23. Pewarna (Colour)

Pewarna (Colour) adalah bahan tambahan pangan berupa pewarna alami dan pewarna sintetis, yang ketika ditambahkan atau diaplikasikan pada pangan, mampu memberi atau memperbaiki warna.

a. Pewarna alami (Natural Colour)

Pewarna Alami (Natural Colour) adalah Pewarna yang dibuat melalui proses ekstraksi, isolasi, atau derivatisasi (sintesis parsial) dari tumbuhan, hewan, mineral atau sumber alami lain, termasuk Pewarna identik alami.

b. Pewarna Sintetis (Synthetic Colour)

Pewarna Sintetis (Synthetic Colour) adalah Pewarna yang diperoleh secara sintesis kimiawi.

24. Sekuestran (Sequestrant)

Sekuestran (Sequestrant) adalah bahan tambahan pangan yang dapat mengikat ion logam polivalen untuk membentuk kompleks sehingga meningkatkan stabilitas dan kualitas pangan.

Beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut Permenkes RI NO.722/Menkes/Per/IX/88 dan No. 1168/Menkes/PER/X/1999 sebagai berikut:

1. Natrium tetraborat (Boraks). 2. Formalin (Formaldehyd).

3. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils). 4. Kloramfenikol (Chlorampenicol).

5. Kalium klorat (Pottasium chlorate). 6. Dietilpirokarbonat (Dietylpyrocarbonate). 7. Nitrofuranzon (Nitrofuranzone).

(31)

8. P-Phenitilkarbamida (p – phenethycarbamide, dulcin, 4 – ethoxyphenyl

urea)

9. Asam Salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt)

Adapun menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988, selain bahan tambahan diatas masih ada bahan tambahan kimia yang dilarang seperti rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis sintesis), dan kalsium bromat (pengeras).

2.2.3 Bahan Pengawet

Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat prosesa fermentasi, pengasaman atau peruraian yang disebabkan oleh mikroba. Tetapi tidak jarang produsen menggunakanya pada pangan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simapan atau memperbaiki tekstur (Cahyadi, 2008).

Pengawet yang banyak dijual dipasaran dan digunakan untuk mengawetkan berbagai pangan adalah benzoat, yang umumnya terdapat dalam natrium benzoat atau kalium benzoat yang bersifat lebih mudah larut. Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai pangan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, jem dan jeli,manisan, kecap dan lain-lain (Cahyadi, 2008).

Penggunaan pengawet dalam pangan harus tepat baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan pangan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan pangan lainnya karena pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda (Cahyadi, 2008).

(32)

Bahan pengawet yang ditambahkan umumnya sama dengan bahan pengawet pangan yang sebenarnya sudah terdapat dalam bahan pangan, tetapi jumlahnya sangat kecil sehingga kemampuan mengawetkan sangat rendah. Bahan pengawet sangat bervariasi tergantung dari negara yang membuat batasan pengertian tentang bahan pengawet. Meskipun demikian, penggunaan bahn pengawet memiliki tujuan yang sama, yaitu mempertahankan kualitas dan memperpanjang umur simpan bahan pangan (Cahyadi, 2008).

Bahan pengawet adalah senyawa yang mampu menghambat dan menghentikan proses fermentasi, pengasaman atau bentuk kerusakan lainnya, atau bahan yang dapat memberikan perlindungan olahan pangan dari pembusukan. Menurut peraturan mentri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang mbahan tambahan yang mencegah untuk menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme (Cahyadi, 2008).

2.4 Zat Pengawet

Zat Pengawet terdiri dari senyawa organic dan anorganik dalam bentuk asam atau garamnya. Aktivitas – aktivitas bahan pengawet tidaklah sama, misalnya ada yang efektif terhadap bakteri, khamir, ataupun kapang. 2.4.1 Zat pengawet organik

Menurut Winarno 2005, Zat pengawet organik lebih banyak dipakai dari pada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet ialah asam sorbet, asam propionate, asam benzoate, asam asetat, dan epoksida.

(33)

1. Asam sorbat

Asam sorbat tergolong asam lemak monokarboksilat yang berantai lurus dan mempunyai ikatan tidak jenuh. Bentuk yang digunakan umumnya garam Na– dan K – sorbat. Sorbat terutama digunakan untuk mencegah pertumbuhan kapang dan bakteri. Sorbat aktif pada pH diatas 6,5 dan keaktifannya menurun dengan meningkatnya pH.

2. Asam propionat (CH3CH2COOH)

Asam propionat mempunyai struktur yang terdiri dari tiga atom karbon tidak dapat dimetabolisme oleh mikroba. Hewan tingkat tinggi dan manusia dapat memetabolisme asam propionat ini seperti asam lemak biasa. Propionat biasanya digunakan dalam bentuk garam Na- dan Ca – Nya, dan bentuk efektifnya adalah bentuk molekul tak terdisosiasi. Propionat efektif terhadap kapang dan beberapa khamir pada pH di atas 5.

3. Asam benzoat (C6H5COOH)

Asam benzoat merupakan bahan pengawet yang luas penggunaannya dan sering digunakan untuk mencegah pertumbuhan khamir atau bakteri. Benzoat efektif pada pH 2,5 – 4,0. Karena kelarutan garamnya lebih besar, maka bisa digunakan dalam bentuk Na – Benzoat. Sedangkan dalam bahan, garam Benzoat terurai menjadi bentuk efektif, yaitu bentuk asam benzoate yang tak terdisosiasi.

2.4.2 Zat pengawet anorganik

Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, nitrat, dan nitrit.

(34)

1. Sulfit

Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na, atau K –

sulfit, bisulfit, dan metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang tak terdisosiasi dan terutama terbentuk pada pH dibawah 3. Molekul sulfit lebih mudah menembus dinding sel mikroba, bereaksi dengan asetaldehida membentuk senyawa yang tak dapat difermentasi oleh enzim mikroba, mereduksi ikatan disulfida enzim, dan bereaksi dengan keton membentuk hidroksisulfonat yang dapat menghambat mekanisme pernafasan.

2. Nitrit

a. Struktur Kimia Natrium Nitrit

Gambar 2.1 Struktur Kimia

Penggunaan natrium nitrit sebagai pengawet dan untuk mempertahankan warna daging atau ikan, ternyata menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan. Nitrit dapat berikatan dengan amino atau amida dan membentuk turunan nitrosamine yang bersifat toksik. Reaksi pembentukan nitrosamine dalam pengolahan atau dalam perut yang bersuasana asam sebagai berikut :

(35)

R2NH + N2O3 R2N, NO + HNO3 (amin sekunder Missal : pirolidina) R3N + N2O3 R2N, NO + R Nitrosoamina (karsinogenik) b. Definisi Nitrit

Nitrit adalah senyawa nitrogen yang reaktif. Kalium nitrat dan nitrit serta natrium nitrat dan nitrit telah digunakan dalam daging olahan curing daging untuk memperoleh mikroba. Dalam daging, nitrit akan membentuk nitroksida yang dengan pigmen daging akan membentuk nitrosomioglobin yang berwarna merah cerah. Pembentukan nirooksida akan terlalu bila hanya menggunakan garam nitrit, karena digunakan campuran garam nitrat menghasilkan nitrit. Garam nitrat akan tereduksi oleh bakteri nitrat menghsailkan nitrit.

Penggunaan nitrat atau nitrit didalam campuran bahan curing daging dapat dikombinasikan. Namun, nitrat sudah tidak lazim atau dilarang penggunaannya didalam curing daging, karena nitrit dapat bereaksi dengan cepat selama proses curing tanpa adanya nitrat.

Nitrit mampu menghambat pertumbuhan beberapa bakteri, terutama bakteri patogen Clostridium botulinum. Nitrit menghambat produksi toksin Clostridium botulinum dengan menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora. Keracunan makanan yang disebabkan oleh toksin Clostridium botulinum disebut botulisme (Cahyadi, 2008).

(36)

2.4.3 Mekanisme Patofisiologi Keracunan Nitrit Pada Makanan

Mekanisme nitrit belum diketahui, tetapi diduga bahwa nitrit bereaksi dengan gugus sulfhidril dan membentuk senyawa yang tidak dapat dimetabolisasi oleh mikroba dalam kedaan anaerob. Dalam daging nitrit akan membentuk nitroksida yang dengan pigmen daging akan membentuk nitrosomioglobin yang berwarna merah cerah. Nitrit dapat berikatan dengan amino atau amida dan membentuk turunan nitrosamine yang bersifat toksik. Reaksi pembentukan nitrosamine dalam pengolahan atau dalam perut yang bersuasana asam. Nitrosamine ini dapat menimbukan kanker (Winarno, 2005).

2.4.4 Jumlah asupan harian nitrit

Acceptable Daily Intake (ADI) disebut juga dengan jumlah

asupan harian. Konsep Acceptable Daily Intake (ADI) didasarkan pada kenyataan bahwa semua bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pengawet adalah racun, tetapi toksisitasnya sangat ditentukan oleh jumlah yang diperlukan untuk menghsailkan pengaruh atau gangguan kesehatan atau sakit. ADI dinyatakan dalam mg/kg berat badan yang didefinisikan sebagai jumlah zat kimia yang masuk ke dalam tubuh setiap harinya, bahkan seumur hidup tanpa menimbulkan gangguan yang berarti bagi konsumen atau pemakainya (Cahyadi, 2008).

2.4.5 Analisis Nitrit

1. Pemeriksaan kualitatif nitrit

Pemeriksaan kualitatif nitrit dapat diketahui dengan beberapa cara yaitu menggunakan asam sulfanilat dan larutan NEDD, serbuk antipirin, dan serbuk kalium iodida. Larutan yang mengandung nitrit bila ditambahkan beberapa tetes larutan asam sulfanilat dan larutan NEDD, dibiarkan selama beberapa menit akan memberikan hasil warna ungu merah.

(37)

Sampel merk sosis ditimbang sejumlah 5 gram kemudian diletakkan di mortir, dihaluskan homogen dengan ditambahkan aquadest 25 ml. Sampel yang sudah dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi, masing-masing ditambahkan larutan kalium alumunium sulfat (KASO4) 20%

dan dimasukkan ke dalam centrifuge selama 10 menit. KASO4 berfungsi

untuk memisahkan larutan protein (mengendap) dan larutan bening (kemungkinan mengandung nitrit). Larutan bening dari masing-masing sampel diambil dengan pipet dan di masukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian masing-masing ditambahkan 1 ml larutan asam sulfanilat %, 1 ml α diphenyl amin 0,1 % dan 1 ml N-1-naftiletilen-diamonium diklorida, diamati perubahan warna yang terjadi, perubahan warna larutan dari bening menjadi merah muda menunjukkan bahwa larutan tersebut mengandung nitrit.

2. Penetapan Kadar Nitrit

Penetapan kadar nitrit dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain spektrofotometri sinar tampak.

Spektrofotometri adalah pengukuran absorbsi energi cahaya oleh suatu molekul pada suatu panjang gelombang tertentu untuk tujuan analisa kualitatif dan kuantitatif. Bila suatu molekul dikenakan radiasi elektromagnetik maka molekul tersebut akan menyerap radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai. Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diserap oleh larutan zat berbanding lurus dengan tebal dan kosentrasi larutan dan berbanding terbalik dengan transmitan. (Sembiring, 2011).

3. Cara Penetapan Kadar Nitrit dengan Metode Spektrofotometri Pada analisis menggunakan alat spektrofotometri sinar tampak dilakukan pemilihan panjang gelombang dan pembuatan kurva kalibrasi. Panjang gelombang yang digunakan adalah panjang gelombang yang

(38)

memiliki absorbansi maksimum dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu. Kurva kalibrasi menunjukkan hubungan antara absorbansi dan konsentrasi baku sehingga diperoleh persamaan regresi linier. Persamaan regresi ini dipakai untuk menghitung kadar dalam sampel (Sembiring, 2011).

1. Ekstraksi

Sampel berupa sosis dengan 7 macam merk yang akan diuji diperoleh dari swalayan Kota Jombang. Sampel yang diperoleh terlebih dahulu diekstrak dengan cara masing – masing sampel ditimbang sebanyak 5 gr, lalu diblender sambil ditambahkan air secukupnya sampai sampel tersebut halus, kemudian dipindahkan ke dalam beaker glass. Masing – masing sampel dimasukkan ke dalam kuvet lalu di centrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 15 menit. Sampel akan memisah menjadi 2 lapisan, kemudian mengambil lapisan bening.

2. Analisis Kadar Nitrit dengan UV – Vis a. Pembuatan larutan standar NO2

Menimbang sejumlah 0,2426 gr natrium nitrit, memasukkan ke dalam gelas ukur 500 ml, kemudian menambahkan aquadest ke dalam gelas ukur sampai mencapai volume yang di tentukan. b. Prosedur pembuatan standar NO2

1) Larutan intermediet NO2 100 ppm

Memipet 10 ml larutan standar NO2 1000 ppm dan dilarutkan

dalam aquadest sampai 100 ml. 2) Larutan intermediet NO2 10 ppm

Memipet 10 ml larutan standar NO2 100 ppm dan dilarutkan

dalam aquadest sampai 100 ml. 3) Larutan induk NO2 1 ppm

(39)

Memipet 10 ml larutan standar NO2 10 ppm dan dilarutkan

dalam aquadest 100 ml. 4) Larutan kerja NO2 0,1 ppm

Memipet 10 ml larutan induk NO2 1 ppm dan dilarutkan dalam

aquadest 100 ml.

5) Larutan kerja NO2 0,01 ppm

Memipet 5 ml larutan induk NO2 1 ppm, kemudian diencerkan

sampai 50 ml aquadest. 6) Larutan kerja NO2 0,02 ppm

Memipet 10 ml larutan induk NO2 1 ppm, kemudian diencerkan

sampai 50 ml aquadest. 7) Larutan kerja NO2 0,04 ppm

Memipet 20 ml larutan induk NO2 1 ppm, kemudian diencerkan

sampai 50 ml aquadest. 8) Larutan kerja NO2 0,06 ppm

Memipet 30 ml larutan induk NO2 1 ppm, kemudian diencerkan

sampai 50 ml aquadest. 9) Larutan kerja NO2 0,08 ppm

Memipet 40 ml larutan induk NO2 1 ppm, kemudian diencerkan

sampai 50 ml aquadest. c. Prosedur kurva kalibrasi

1) Memipet 25 ml dari masing – masing larutan seri standar yang konsentrasinya 0,01 mg/L, 0,02 mg/L, 0,04 mg/L, 0,06 mg/L, 0,08 mg/L dan dimasukkan ke dalam tabung Nessler.

2) Menambahkan reagen Gries Romijns q.s (± sepucuk spatel). 3) Inkubasi selama 10 menit pada suhu kamar sampai warna yang

(40)

4) Mengukur absorbans masing – masing larutan standar pada panjang gelombang 543 nm.

d. Pemeriksaan Konsentrasi NO2 Sampel

1) Prosedur absorbansi blanko

a) Memipet 25 ml contoh blanko, memasukkan ke dalam tabung Nessler.

b) Menambahkan reagen Gries Romijns q.s (± sepucuk spatel). c) Menginkubasi selama 10 menit pada suhu kamar sampai

warna yang terbentuk stabil.

d) Mengukur absorbans pada panjang gelombang 543 nm. 2) Prosedur absorbansi sampel

a) Memipet 25 ml sampel sosis, memasukkan ke dalam tabung Nessler.

b) Menambahkan reagen Gries Romijns q.s (± sepucuk spatel). c) Menginkubasi selama 10 menit pada suhu kamar sampai

warna yang terbentuk stabil.

(41)

Cara perhitungan penetapan kadar nitrit :

Panjang gelombang maksimum lebih kurang 543 nm larutan blangko.

Perhitungan:

Ketetapan : 100

Berat sampel : gram Kadar nitrit : mg/kg

100

Kadar Nitrit = X Konsentrasi Sampel Berat Sampel

(42)

Sosis 1. Umur simpan lebih lama 2. Tampilan warna lebih menarik 3. Pemberi cita rasa Asam Sorbat Asam Propionat Asam Benzoat Sulfit Nitrit 1. Gangguan gastrointestinal 2. Kanker 3. Konvulsi 4. Koma Pemanis BAB III KERANGKA KONSEPTUAL 3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual pada dasarnya merupakan kerangka hubungan antara konsep – konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2010). Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini yang berdasarkan teori yang ada, dapat digambarkan sebagaimana tertera pada gambar 3.1

Bahan Tambahan Makanan

Kadar Nitrit (tidak sesuai standar

permenkes) Kadar Normal (sesuai standar permenkes) Pengawet Antioksidan Pewarna

(43)

Keterangan : : Diteliti : Tidak Diteliti

Gambar 3.1 Kerangka konseptual tentang pemeriksaan kadar nitrit dalam sosis pada pedagang sosis di Kota Jombang.

Penjelasan kerangka konsep penelitian

Bahan Tambahan Makanan memiliki jenis yang berbeda diantaranya pengawet, pemanis, antioksidan dan pewarna. Yang termasuk dalam zat pengawet yaitu asam sorbet, asam propionat, asam benzoat, sulfit dan nitrit. Nitrit merupakan salah satu pengawet yang sering ditambahkan ke dalam proses pembuatan sosis dan juga dapat mempengaruhi sosis terhadap umur simpan lebih lama, tampilan warna lebih menarik, dan pemberi cita rasa. Kadar nitrit tinggi tidak sesuai dengan standar permenkes maka dapat mempengaruhi penyakit kanker, gangguan gastrointestinal, konvulsi, dan koma. Sedangkan kadar nitrit yang rendah sesuai dengan standar permenkes.

(44)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.1.1 Waktu penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan (mulai dari penyusunan proposal sampai dengan penyusunan akhir) pada bulan Januari sampai dengan bulan Mei 2015.

4.1.2 Tempat penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian ini akan dilakukan di Swalayan Kota Jombang dan pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium Kimia Kesehatan Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Surabaya.

4.2 Desain penelitian

Desain penelitian adalah sesuatu yang vital dalam penelitian yang memungkinkan dan memaksimalkan suatu control beberapa factor yang bias mempengaruhi validitas suatu hasil. Desain riset sebagai petunjuk peneliti dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian untuk mencapai tujuan atau menjawab suatu pertanyaan (Nursalam 2008 h. 77).

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan, menjelaskan, menemukan dan memaparkan sesuatu yang diteliti. Peneliti menggunakan penelitian deskriptif karena peneliti hanya ingin mengetahui kadar nitrit dalam sosis pada pedagang sosis di Kota Jombang.

(45)

4.3 Kerangka Kerja

Kerangka kerja merupakan langkah – langkah yang akan dilakukan dalam penelitian yang berbentuk kerangka hingga analisis datanya (Hidayat, 2009). Kerangka kerja penelitian tentang Pemeriksaan Kadar Nitrit Dalam Sosis Pada Pedagang Sosis Di Kota Jombang tertera sebagai berikut :

(46)

Gambar 4.1 Kerangka kerja pemeriksaan kadar nitrit dalam sosis pada pedagang sosis di Kota Jombang.

Penentuan masalah

Penyusunan proposal

Pengumpulan data Pengambilan sampel sosis

Pengolahan dan analisa data

Coding, Tabulating dan Persentase

Penyusunan Laporan Akhir Pengukuran kadar nitrit

Desain penelitian Deskriptif

Populasi

Sosis yang terdapat di swalayan sejumlah 7 merk sosis terdiri dari 4 sampel sosis bermerk dan 3 sampel sosis

tidak bermerk

Sampling Total sampling

(47)

4.4 Populasi dan Sampling 4.4.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti (Notoatmodjo, 2010 h. 115). Pada penelitian ini populasinya adalah sosis yang dijual di swalayan di wilayah Kota Jombang yang berjumlah 7 merk terdiri dari 4 sampel sosis merk dan 3 sampel sosis tidak bermerk.

4.4.2 Sampling

Sampling merupakan suatu proses dalam menyeleksi sampel dari populasi untuk dapat mewakili populasi (Nursalam, 2008 h. 93). Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non Probability

Sampling dengan metode Total sampling adalah cara pengambilan sampel

dengan mengambil anggota populasi semua menjadi sampel (Hidayat 2009, h. 71).

4.5 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel 4.5.1 Identifikasi Variabel

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo 2010, h. 103). Variabel dalam penelitian ini adalah Pemeriksaan kadar nitrit dalam sosis pada pedagang sosis di Kota Jombang.

4.5.2 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan kriteria yang diamati,memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi dan pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat , 2009 h. 79). Definisi operasional variabel pada penelitian ini dapat di gambarkan pada table 4.1

(48)

Variabel Definisi Operasional

Parameter Alat Ukur Kategori

Pemeriksa an kadar nitrit pada sosis Penentuan kadar nitrit pada sampel sosis dalam satuan mg/kg Jumlah nitrit yang terdapat dalam sosis spektrofotom eter UV – VIS 1. Sesui permenkes : < 125 mg/kg 2. Tidak sesuai permenkes : > 125 mg/kg 4.6 Pengumpulan Data

4.6.1 Alat dan Bahan Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat – alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data (Notoatmodjo 2010, h. 87).

1. Pengambilan sampel

Alat yang digunakan dalam pengambilan dan pengiriman sampel adalah kantong plastik sebagai pembungkus sosis dan kertas label untuk memberi tanda pada masing-masing merk sosis

2. Pemeriksaan sampel Uji Kuantitatif 1. Alat a. Spektrofotometer b. Timbangan c. Gelas ukur 100 ml, 500 ml d. Tabung Nessler e. Pipet volumetri 10 ml, 25 ml f. Kertas saring 2. Bahan a. Sosis b. Natrium nitrit

(49)

c. Aquadest d. Reagen Romijns  Naftilamin  Asam sulfanilat  Asam tartrat 4.6.2 Prosedur Penelitian 1. Pengambilan sampel

2. Pemeriksaan atau uji nitrit di laboratorium 3. Ekstraksi

Sampel berupa sosis dengan 7 macam merk yang akan diuji diperoleh dari swalayan Kota Jombang. Sampel yang diperoleh terlebih dahulu diekstrak dengan cara masing – masing sampel ditimbang sebanyak 5 gr, lalu diblender sambil ditambahkan air secukupnya sampai sampel tersebut halus, kemudian dipindahkan ke dalam beaker glass. Masing – masing sampel dimasukkan ke dalam kuvet lalu di centrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 15 menit. Sampel akan memisah menjadi 2 lapisan, kemudian mengambil lapisan bening.

4. Analisis Kadar Nitrit dengan UV – Vis e. Pembuatan larutan standar NO2

Menimbang sejumlah 0,2426 gr natrium nitrit, memasukkan ke dalam gelas ukur 500 ml, kemudian menambahkan aquadest ke dalam gelas ukur sampai mencapai volume yang di tentukan. f. Prosedur pembuatan standar NO2

(50)

Memipet 10 ml larutan standar NO2 1000 ppm dan dilarutkan

dalam aquadest sampai 100 ml. 11) Larutan intermediet NO2 10 ppm

Memipet 10 ml larutan standar NO2 100 ppm dan dilarutkan

dalam aquadest sampai 100 ml. 12) Larutan induk NO2 1 ppm

Memipet 10 ml larutan standar NO2 10 ppm dan dilarutkan

dalam aquadest 100 ml. 13) Larutan kerja NO2 0,1 ppm

Memipet 10 ml larutan induk NO2 1 ppm dan dilarutkan dalam

aquadest 100 ml.

14) Larutan kerja NO2 0,01 ppm

Memipet 5 ml larutan induk NO2 1 ppm, kemudian diencerkan

sampai 50 ml aquadest. 15) Larutan kerja NO2 0,02 ppm

Memipet 10 ml larutan induk NO2 1 ppm, kemudian diencerkan

sampai 50 ml aquadest. 16) Larutan kerja NO2 0,04 ppm

Memipet 20 ml larutan induk NO2 1 ppm, kemudian diencerkan

sampai 50 ml aquadest. 17) Larutan kerja NO2 0,06 ppm

Memipet 30 ml larutan induk NO2 1 ppm, kemudian diencerkan

sampai 50 ml aquadest. 18) Larutan kerja NO2 0,08 ppm

Memipet 40 ml larutan induk NO2 1 ppm, kemudian diencerkan

(51)

g. Prosedur kurva kalibrasi

5) Memipet 25 ml dari masing – masing larutan seri standar yang konsentrasinya 0,01 mg/L, 0,02 mg/L, 0,04 mg/L, 0,06 mg/L, 0,08 mg/L dan dimasukkan ke dalam tabung Nessler.

6) Menambahkan reagen Gries Romijns q.s (± sepucuk spatel). 7) Inkubasi selama 10 menit pada suhu kamar sampai warna yang

terbentuk stabil.

8) Mengukur absorbans masing – masing larutan standar pada panjang gelombang 543 nm.

h. Pemeriksaan Konsentrasi NO2 Sampel

3) Prosedur absorbansi blanko

e) Memipet 25 ml contoh blanko, memasukkan ke dalam tabung Nessler.

f) Menambahkan reagen Gries Romijns q.s (± sepucuk spatel). g) Menginkubasi selama 10 menit pada suhu kamar sampai

warna yang terbentuk stabil.

h) Mengukur absorbans pada panjang gelombang 543 nm. 4) Prosedur absorbansi sampel

e) Memipet 25 ml sampel sosis, memasukkan ke dalam tabung Nessler.

f) Menambahkan reagen Gries Romijns q.s (± sepucuk spatel). g) Menginkubasi selama 10 menit pada suhu kamar sampai

warna yang terbentuk stabil.

(52)

Cara perhitungan penetapan kadar nitrit :

Panjang gelombang maksimum lebih kurang 543 nm larutan blangko.

Perhitungan:

Ketetapan : 100

Berat sampel : gram Kadar nitrit : mg/kg 4.6.3 Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah proses pendekatan kepada objek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam 2008, h. 111). Pada penelitian ini pengumpulan data melalui data primer dengan melakukan pemeriksaan kadar nitrit dalam sosis menggunakan metode spektrofotometer UV – VIS.

4.7 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data 4.7.1 Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan salah satu langkah yang penting untuk memperoleh penyajian data sebagai hasil yang berarti dan kesimpulan yang baik (Notoatmodjo 2010, h. 171).

A. Coding

Adalah kegiatan mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan (Notoatmojo 2010, h. 177). Pada penelitian ini pengkodean sebagai berikut :

100

Kadar Nitrit = X Konsentrasi Sampel Berat Sampel

(53)

1. Data Umum : Merk Sosis

Sampel Sosis 1 : Kode 1 Sampel Sosis 2 : Kode 2 Sampel Sosis 3 : Kode 3 Sampel Sosis 4 : Kode 4 Sampel Sosis 5 : Kode 5 2. Data Khusus :

Kode 1 : Memenuhi Standar Permenkes Kode 2 : Tidak Memenuhi Standar Permenkes B. Tabulating

Tabulasi yaitu membuat tabel data sesuai dengan tujuan penelitian atau yang diinginkan oleh peneliti (Notoatmojo 2010, h. 176). Dalam penelitian ini data disajikan dalam bentuk tabel sesuai dengan jenis variabel yang diolah yang menggambarkan hasil pemeriksaan kadar nitrit pada sosis.

4.7.2 Analisa Data

Analisis data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai tujuan pokok penelitian (Nursalam 2008, h. 117).

Analisa data menggunakan rumus : P = × 100 %

Keterangan : P = Persentase

N = Jumlah seluruhnya sampel nitrit yang diteliti

(54)

Setelah diketahui persentase dari perhitugan, kemudian ditafsirkan dengan kriteria sebagai berikut:

1. Seluruhnya : 100% 2. Hampir seluruhnya : 76% - 99% 3. Sebagian besar : 51% - 75% 4. Setengahnya : 50% 5. Hampir setengahnya : 26% - 49% 6. Sebagian kecil : 1% - 25% 7. Tidak satupun : 0%

(55)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Hasil Penelitian 6.1.1 Data Penelitian

Hasil pemeriksaan yang diperoleh dari Swalayan Kota Jombang diketahui pada beberapa sampel sosis yang diperiksa adanya kadar nitrit yang

(56)

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jenis Sosis Bermerk dan Tidak Bermerk Yang Dijual Di Kota Jombang

No. Jenis Sosis Merk Sosis

Sosis Bermerk Sosis Tidak Bermerk Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)

1. Sosis Ayam 2 50 2 66,7

2. Sosis Sapi 2 50 1 33,3

Jumlah 4 100 3 100

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa sampel sosis ayam yang bermerk berjumlah 2 sampel (50 %) dan sosis sapi berjumlah 2 sampel (50 %) sedangkan sampel sosis ayam yang tidak bermerk berjumlah 2 sampel (66,7) dan sosis sapi berjumlah 1 sampel (33,3).

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Kadar Nitrit Dalam Sosis Yang Dijual Di Kota Jombang

No. Merk Sosis Kadar Nitrit

Memenuhi Standar Permenkes

Tidak Memenuhi Standar Permenkes Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%) 1. Sosis Bermerk Sosis Ayam 2 50 0 0 Sosis Sapi 2 50 0 0 2. Sosis Tidak Bermerk Sosis Ayam 0 0 2 66,7 Sosis Sapi 0 0 1 33,3 Jumlah 4 100 3 100

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa kadar nitrit yang memenuhi standar permenkes yaitu 2 sampel sosis ayam (50 %) dan 2 sampel sosis sapi (50 %) sedangkan kadar nitrit yang tidak memenuhi standar permenkes yaitu

(57)

2 sampel sosis ayam (66,7 %) dan 1 sampel sosis sapi (33,3 %). Jadi keseluruhan sampel sosis yang tidak bermerk menunjukkan bahwa kadar nitrit pada sampel tersebut melebihi batas makasimum.

6.1.2 Pembahasan

Berdasarkan sampel yang diteiti pada penelitian ini sebanyak 7 sosis yang terdiri dari 4 sosis bermerk dan 3 sosis tidak bermerk. Sampel sosis diambil dari swalayan yang berbeda yang terletak di Kota Jombang. Hasil pemeriksaan kuantitatif kandungan nitrit dari 7 sampel merk sosis menunjukkan bahwa hampir setengahnya sampel sosis yang di teliti menunjukkan kadar nitrit pada sosis tidak sesuai standar Permenkes RI No. 1168/Menkes/PER/X/1999.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar nitrit pada sampel sosis tidak bermerk E, F dan G melebihi batas maksimum penggunaan nitrit pada produk daging olahan menurut Permenkes RI No. 1168/Menkes/PER/X/1999 yaitu memiliki kadar sebesar 150,69 mg/kg, 198,96 mg/kg dan 177,87 mg/kg (Lampiran 4). Menurut peneliti, kadar nitrit yang tinggi pada sosis tidak bermerk disebabkan karena keinginan produsen untuk membuat sosis lebih tahan lama. Menurut Cahyadi (2008), penambahan nitrit pada sosis dapat memperlambat kerusakan makanan, tampilannya lebih menarik serta tahan lama dan tidak mudah basi.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Cory (2009) tentang Analisis Kandungan Nitrit Dan Pewarna Merah Pada Daging Burger Yang Dijual Di Grosir Bahan Baku Burger Di Kota Medan dengan metode spektrofotometri dan metode kromatografi kertas menunjukkan bahwa 3 dari 10 sampel daging olahan (burger) yang diteliti, yaitu pada kode sampel BI, CII dan EII memiliki kadar nitrit yang tidak memenuhi standar maksimum

(58)

menurut Permenkes No. 1168/Menkes/Per/X/1999. Kadar nitrit pada kode sampel BI sebesar 128 mg/kg, CII sebesar 135,2 mg/kg dan pada kode sampel EII sebesar 160 mg/kg. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kadar nitrit dari 3 sampel daging olahan (burger) yang diperiksa melebihi batas maksimum penggunaan nitrit. Penelitian yang dilakukan oleh Hasna Hayati Nur (2011) tentang Analisis Kandungan Nitrit Dalam Sosis Pada Distributor Sosis Di Kota Yogyakarta dengan metode spektrofotometri menunjukkan bahwa sampel sosis ayam dan sapi didapatkan hasil kadar nitrit dari 5 sampel sosis yaitu 1 sampel sosis memiliki kadar nitrit yang melebihi standar maksimum yaitu pada merk sosis E sebesar 211,294 mg/kg.

Ginjal merupakan alat ekskresi penting yang mempunyai 3 fungsi, yaitu filtrasi, absorbsi dan reabsorbsi. Proses tersebut berhubungan dengan pembentukan urin. Tiga kelas zat yang difiltrasi dalam glomerulus yaitu elektrolit, nonelektrolit dan air. NO2 termasuk golongan natrium yang

merupakan zat elektrolit. NO2 akan diabsorbsi dan kemudian melewati

tahapan reabsorbsi, sedikitnya dua pertiga jumlah natrium yang difiltrasi akan direabsorbsi di dalam tubulus proksimal. Sebagian natrium ada yang keluar bersama urin dan sebagian ada yang tertinggal. Natrium dalam hal ini NO2

yang tertinggal lama kelamaan akan menumpuk di dalam ginjal dan dapat memperberat kerja ginjal, sehingga akan merusak organ ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Untuk selanjutnya NO2 akan dimetabolisme di dalam hati. Hati berfungsi untuk

penetral racun, apabila kerja organ hati terganggu atau rusak akibat semakin banyaknya racun yang tidak dapat dimetabolisme, maka NO2 tersebut akan

(59)

Konsumsi nitrit yang berlebihan dapat menimbulkan kerugian bagi pemakainya yang dapat menyebabkan methemoglobin simptomatik, baik yang bersifat langsung yaitu keracunan maupun yang bersifat tidak langsung, yaitu nitrit yang bersifat karsinogenik. Menurut Silalahi (2007) bahwa methemoglobin adalah hemoglobin yang di dalamnya ion Fe2+ diubah menjadi ion Fe3+ dan kemampuannya untuk mengagkut osigen telah berkurang. Kandungan methemoglobin dalam darah 30 – 40% dapat menimbulkan gejala klinis berkaitan dengan kekurangan oksigen dalam darah (hypoxia), karena darah tidak mampu berperan sebagai pembawa oksigen (Pranita, 2007).

Apabila nitrit yang terkonsumsi jumlahnya banyak, maka Nitrosamin yang terbentuk juga banyak. Nitrosamin yang terserap dalam darah, mengubah haemoglobin darah manusia menjadi nitrose haemoglobin atau methaemoglobin yang tidak berdaya lagi mengangkut oksigen. Oleh sebab itu perlu ditetapkan batas penggunaan harian (daily intake) bahan kimia. Konsep

Acceptable Daily Intake (ADI) didasarkan pada kenyataan bahwa semua

bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pengawet adalah racun, tetapi toksisitasnya sangat ditentukan oleh jumlah yang diperlukan untuk menghasilkan pengaruh atau gangguan kesehatan atau sakit. ADI didefinisikan sebagai besarnya asupan harian zat kimia yang bila dikonsumsi seumur hidup, tanpa resiko berarti berdasarkan semua fakta yang diketahui. ADI dinyatakan dalam milligram zat kimia per kilogram berat badan (mg/kg) (Cahyadi, 2009). Untuk keamanan, konsumsi nitrit pada manusia dibatasi sampai 0,4 mg/kg berat badan per hari (Muchtadi dalam Nur, 2011).

(60)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

12.1 Kesimpulan

Hasil penelitian pemeriksaan kadar nitrit dalam sosis yang dijual di swalayan kota Jombang didapatkan bahwa hampir setengahnya kadar nitrit dalam sosis tidak memenuhi standar Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999.

12.2 Saran

1. Bagi Dinas Perindustrian

Diharapkan untuk melakukan pembinaan, pengembangan serta pengawasan terhadap makanan yang menggunakan bahan pengawet khususnya pengawet nitrit yang ditambahkan kedalam pembuatan sosis.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan agar ada penelitian lebih lanjut mengenai penelitian ini, yaitu untuk menganalisis kandungan protein dan zat pewarna sintesis pada sosis.

(61)
(62)

Lampiran 2

LAMPIRAN HASIL PENELITIAN

Lembar Pemeriksaan Kadar Nitrit Dalam Sosis Yang Dijual Di Swalayan

No. KODE BAHAN HASIL NITRIT SATUAN KETERANGAN

1 A 2,058 mg/kg 125 mg/kg 2 B 24,116 mg/kg 125 mg/kg 3 C 19,482 mg/kg 125 mg/kg 4 D 112,75 mg/kg 125 mg/kg 5 E 150,69 mg/kg 125 mg/kg 6 F 198,96 mg/kg 125 mg/kg 7 G 177,87 mg/kg 125 mg/kg

(63)

Lampiran 4

DOKUMENTASI PEMERIKSAAN KADAR NITRIT DALAM SOSIS YANG

DIJUAL DI SWALAYAN

Sampel Sosis

(64)

Lampiran 4

Penghalusan Sampel Sosis

(65)

Lampiran 4

Pemeriksaan Sampel Sosis dengan UV – Vis

(66)
(67)
(68)

Gambar

Gambar 4.1  Kerangka kerja pemeriksaan kadar nitrit dalam sosis pada  pedagang sosis di Kota Jombang

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini selaras dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Galih (2009) mengenai pengaruh hipnoterapi terhadap penurunan nyeri pada ibu intranatal kala I di

Berdasarkan hasil dari data di atas dapat diketahui bahwa kesulitan yang dialami guru dan mahasiswa PPL bahasa Jepang yaitu, kesulitan dalam merumuskan jenis/ teknik penilaian,

Keberadaan situs ini diharapkan tidak hanya dapat memenuhi tuntutan era globalisasi tapi juga dapat menjawab keinginan para customer terhadap suatu media komunikasi yang dapat

sisi alas dan sisi atas sama bentuk dan ukuran, yaitu lingkaran Berdasarkan sifat-sifat di atas, bangun ruang tersebut adalah

Membumikan Pendidikan Nilai Melalui Sastra Anak (Cerita dan Kisah) 153 dalam Membentuk Karakter Siswa Sekolah Dasar di

Orientasi belanja berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli produk fashion online di kota

Perusahaan ini bergerak dalam bidang penjualan alat elektronik dan jasa service yang lebih di dominan ke Air Conditioner (AC) dan juga melayani semua penjualan merk Panasonic

terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR) Pada Bank Umum Syariah