• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN. A. Melihat Pola Relasi Rentenir dan Pedagang Pasar Tradisional dalam. Rentenir pasar merupakan sebuah fenomena yang nyata adanya di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V KESIMPULAN. A. Melihat Pola Relasi Rentenir dan Pedagang Pasar Tradisional dalam. Rentenir pasar merupakan sebuah fenomena yang nyata adanya di"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

118

BAB V

KESIMPULAN

A. Melihat Pola Relasi Rentenir dan Pedagang Pasar Tradisional dalam Kacamata Patron-Klien

Rentenir pasar merupakan sebuah fenomena yang nyata adanya di lingkungan pasar Wates. Mereka bergerak dan menjalankan aktivitasnya sebagai jasa penyedia kredit informal yang dapat dengan mudah ditemui oleh para pedagang kecil di pasar tradisional Wates. Aktivitas dari mereka sangat terlihat jelas bahkan bagi masyarakat umum yang bertransaksi jual-beli di pasar, tak heran banyak masyarakat yang menganggap negatif pekerjaan ini. Berbeda dengan anggapan umum masyarakat, para pedagang kecil yang sudah terbiasa menjadi langganan dari para rentenir pasar, justru ada yang beranggapan positif tentang keberadaan rentenir pasar. Uniknya para rentenir yang beroperasi di pasar Wates ini adalah para rentenir batak yang sudah sangat terlembaga dengan baik. Mereka dianggap menjadi solusi oleh sebagian pedagang sebagai tempat untuk meminjang uang secara express. Peminjaman hutang secara informal ternyata lebih disukai oleh para pedagang kecil dibandingkan harus mencari pinjaman ke bank, Dari proses hutang-piutang ini timbul sebuah relasi yang menarik antara rentenir pasar dengan para pedagang sebagai pengguna jasanya yang sudah berlangsung sekian lama.

Dari hasil penelitian tentang pola relasi antara rentenir dengan pedagang pasar tradisional yang telah saya lakukan di pasar Wates membuktikan bahwa

(2)

119

relasi yang dihasilkan oleh ketergantungan diantara keduanya dapat digolongkan sebagai relasi patron-klien, meskipun sangat terbatas hanya pada dimensi ekonomi dan sosial. Ini memiliki kesamaan dan perbedaan dari teori patron-klien yang pernah dipaparkan oleh James Scott, dimana pada hubungan patron-klien dapat dinyatakan sebagai ikatan dari dua individu dengan status sosio-ekonomi yang lebih tinggi (yaitu rentenir) menggunakan pengaruh dan sumberdayanya (berupa uang) untuk memberikan manfaat berupa pinjaman uang/modal bagi seseorang yang statusnya lebih rendah (dalam hal ini pedagang kecil). Lalu sebaliknya, pedagang sebagai klien memberikan profit khusus kepada rentenir (sebagai patron) berupa keuntungan yang lebih dari hasil cicilan pinjaman yang diberikan rentenir. Ada unsur ketergantungan diantara rentenir dengan pedagang sebagai pengguna jasanya, sehingga memungkinkan adanya upaya-upaya untuk dapat mempertahankan hubungan ini sepetri layaknya pola hubungan patron-klien. Ada arus dari patron ke klien untuk mengupayakan kebaikan diantara mereka seperti penghidupan subsistensi dasar yaitu pemberian sumber daya berupa pinjaman, lalu jaminan krisis subsistensi yang menyangkut hal-hal sosial kemanusiaan, (seperti keringanan pembayaran yang dapat diganti oleh barang atau makanan, bahkan sumbangan sukarela dari rentenir apabila ada pengguna jasanya yang mengalami musibah), dan terakhir adalah jasa patron kolektif yang dilakukan oleh salah satu rentenir untuk kegunaan kolektif kemasyarakat misalnya menyumbang uang pada acara-acara kampung. Memang pada arus patron ke klien ini memiliki perbedaan dengan apa yang dijelaskan oleh Scott, dalam sudut pandang patron-klien antara rentenir dengan pengguna jasanya, didalam penelitian ini tidak

(3)

120

ditemukan unsur pengaruh ataupun perlindungan yang berkaitan dengan aspek kehidupan dalam politik praktis, pengaruh dan perlindungan yang diberikan oleh rentenir hanya sebatas upaya untuk menjaga para nasabah agar tidak keluar dari lingkaran kredit yang sudah berjalan. Dalam pandangan ilmu politik, investasi pengaruh yang diberikan rentenir sebagai patron memiliki tujuan untuk menjaga relasi kuasa yang ada dalam hubungan patron-klien rentenir dengan nasabahnya. Rentenir memiliki uang sebagai simbol kekuasaan, disinilah aspek-aspek ilmu politik dilihat dalam pemaknaan yang lebih luas, rentenir memiliki pengaruh dan mampu membawa pengaruh tersebut untuk mengikat nasabahnya agar selalu berada dalam lingkaran bisnis peminjamannya.

Pola patron-klien memungkinkan untuk dapat melihat hubungan rentenir dengan para pengguna jasanya dalam dimensi kehidupan yang lebih luas seperti dimensi ekonomi, sosial, dan juga politik. Dimensi ekonomi merupakan lingkungan utama dimana pola pertukaran sumberdaya dari patron dan keuntungan profit dari pengguna jasanya dapat terlihat secara gamblang. Uang menjadi sumber utama dari adanya pola hubungan ini, maka kepentingan ekonomi akan menjadi tujuan utama dari rentenir sebagai patron. Rentenir memiliki sumberdaya utama dalam ikatan patronase, ini memungkinkan rentenir untuk memiliki power yang lebih kuat dan digunakannya untuk mengatur sendiri aturan dan perjanjian hutang dengan nasabahnya. Para pedagang yang lebih inferior dalam urusan ini akan dengan legowo mengikuti aturan main dari rentenir. Menuju ke dimensi kehidupan sosial, maka akan terlihatsebuah stereotype unik dari para pedagang pasar. Mereka yang inferior secara ekonomi juga termakan

(4)

121

oleh budaya hutang budi, yang mengangap rentenir seolah dewa penolong bagi mereka. Ini semakin memperjelas peran rentenir sebagai patron karena dianggap memiliki status sosial-ekonomi yang lebih tinggi.

Argumen utamanya disini adalah bahwa pola relasi patron klien antara rentenir dengan nasabahnya bersumber dari adanya perluasan relasi ekonomi yang diciptakan oleh keduanya. Dari pola relasi ekonomi maka akan muncul relasi kuasa diantara keduanya, dan ini menggambarkan sebuah pola hubungan yang tidak hanya sebatas jual-beli jasa peminjaman namun sudah mencakup unsur-unsur kekuasaan dalam kehidupan sosial masyarakat.

Salah satu yang disayangkan dan sama seklai tidak terlihat dari sebuah hubungan patron-klien anatar rentenir dengan para pengguna jasanya adalah dari dimensi politik parktis. Fakta yang ada telah memperlihatkan bahwa para rentenir yang beroperasi dipasar wates adalah para wanita batak yang tidak memiliki keinginan dan juga kepentingan selain ekonomi. Maka harapan awal dari saya yang ingin melihat ada tidaknya hubungan patron-klien dari rentenir dengan para pengguna jasanya dalam dimensi kehidupan politik praktis menjadi nihil, tidak terlihat. Namun diluar dari tidak terlihatnya hubungan patron-klien dalam dimensi politik praktis, peneliti tetap beranggapan bahwa para rentenir di pasar Wates akan tetap mampu apabila menginginkan untuk membawa pengaruh politik didalam hubungan patron-klien diantara mereka berdua, karena dengan kepemilikan simbol kekuasaan dan juga investasi pengaruh yang diberikan rentenir sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan bahwa mereka memiliki pengaruh politik kedalam hubungan keduanya.

(5)

122

B. Hubungan Studi Rentenir Terhadap Pengembangan Pelayanan Publik Bagi Ilmu Pemerintahan

Masuknya ruang lingkup ilmu pemerintahan/politik dalam skripsi ini berkaitan dengan masalah ketidakmampuan pemerintah dalam menajmin dan menyelenggrakan fasilitas pelayanan jasa yang sifatnya terbuka untuk publik dan dapat diakses oleh masyarakat luas.

Aturan yang menjelaskan tentang bagaimana kewajiban negara untuk melindungi dan mensejahterakan rakyatnya secara ekonomi terlihat jelas dalam tulisan yang tertera dalam pembukaan UUD45, dimana didalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa tujuan didirikan Negara Republik Indonesia, antara lain adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat tersebut mengandung makna negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan administratif.

Atas dasar dari amanat pembukaan UUD tahun 1945 ditambah sudah diberlakukannya UU No.25 tahun 2009 yang juga berisikan tentang kewajiban pemerintah untuk memberikan pelayanan publik prima bagi masyarakat, maka sudah sangat jelas bagaimana seharusnya pemerintah mampu menyikapi fenomena yang sudah terjadi di pasar Wates. Apa yang terjadi di pasar Wates merupakan salah satu bentuk dari kegagalan pemerintah untuk dapat menyediakan

(6)

123

pelayanan jasa keuangan yang baik bagi masyarakat umum, khususnya bagi masyarakat kecil didaerah. Gambaran dari apa yang tertulis dalam penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu wadah penyusun bagaimana sebuah kebijakan itu mampu dibuat dan mampu diterapkan hingga kelapisan bawah masyarakat.

Ada satu hal lagi yang perlu digaris bawahi juga disini bahwa Rentenir Pasar merupakan aktor strategis dalam proses pembangunan ekonomi masyarakat kecil, setidaknya di banyak pedesaan atau kota-kota kecil yang memiliki pasar tradisional dengan ragam pedagang yang berkategori ekonomi kelas bawah maka keberadaan mereka menjadi sebuah solusi dari keterbatasan pedagang untuk mencari sumber modal, atau hutangan dalam membantu melangsungkan kegiatan ekonomi sehari-hari. Itu yang terlihat dari hasil penelitian tentang pola hubungan rentenir dan pedagang dipasar Wates, dikuatkan pula oleh hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh Dr.Heru Nugroho dalam bukunya “Rentenir, Uang dan Hutang-Piutang di Jawa”. Dengan adanya penelitian ini tentunya akan baik bagi pemerintah utamanya untuk belajar dari apa yang rentenir dapat berikan terhadap para nasabahnya, atau bahkan mungkin saja pemerintah dapat mengambil sebuah program untuk memberdayakan rentenir dengan sebuah rules yang lebih baik dan lebih positif bagi rentenir dan pedagang pasar yang ingin menggunakan jasa pinjaman tentunya.

Referensi

Dokumen terkait

Dasar pendekatan perencanaan dan perancangan arsitektur “Diponegoro Memorial Park di Magelang” mengacu pada esensi bangunan sebagai bangunan yang aktif, yang

Aktivitas meninggalkan sarang dilakukan secara cepat jika gangguan yang datang mengagetkan burung gosong seperti yang terjadi pada saat seekor anak komodo yang menyerang

Reaksi-reaksi pada langkah ini terjadi oleh adanya enzim-enzim yang disebut terpene synthase dan menghasilkan komponen kimia dengan tipe kerangka tertentu yang menjadi ciri

Bahan-bahan simakan yang mampu menarik perhatian penyimak adalah bahan-bahan simakan yang memenuhi persyaratan (1) bahan-bahan yang otentik, yaitu bahan-bahan yang diambil

Maksud dari masalah ini adalah untuk membangun aplikasi knowledge management penanggulangan bencana pada Pusdiklat PB berbasis web, yang aplikasi ini dapat digunakan secara

Pada kata (ko, nyah) kata ko yang di artikan sebagai abang dan nyah di artikan sebagai orang tua perempuan yang menunjukkan bahwa ada tingkatan lebih tua. Di samping

Meminta siswa untuk menuliskan apa yang telah mereka pahami terkait dengan materi yang dipelajari pada pertemuan tersebut (meminta siswa membuat kesimpulan)

Persentase Pendapat Responden Mengenai Tingkat Kebisingan Kendaraan Kontainer dan Truk Berdasarkan Lapisan Sosial, 2011 Berdasarkan Gambar 22 masyarakat dengan kategori