• Tidak ada hasil yang ditemukan

68 Res Publica Vol. 4 No. 1, Januari - April 2020 Analisis Undang-Undang Nomor...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "68 Res Publica Vol. 4 No. 1, Januari - April 2020 Analisis Undang-Undang Nomor..."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008

TENTANG PARTAI POLITIK TERKAIT FUNGSI PENDIDIKAN POLITIK GUNA MENCEGAH PRAKTIK KORUPSI

Nanda Pramesti Karuniasa

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Andina Elok Puri Maharani

Dosen Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret ABSTRACT

The writing of this law aims to examine the regulation of political education based on Law Number 2 of 2011 concerning Amendments to Law Number 2 of 2008 concerning Political Parties and to know the ideal and efficient arrangements of political education to prevent corrupt practices. Because one of the functions of political parties is a functions of political education so as to create popular sovereignty political parties need to carry out their functions, namely political educations. This legal research uses descriptive normative research. The approach taken is through the statutory approach and conceptual approach. Sources of legal materials consist of primary legal materials and secondary legal materials. While the legal material collection techniques used are library studies and Cyber Media and analysis of legal materials in legal research is carried out using the deduction method.

Keywords: Political Parties, Political Education, Corruption, Legislative Members.

ABSTRAK

Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengkaji mengenai pengaturan Pendidikan politik berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan mengetahui pengaturan Pendidikan politik yang ideal dan efisien guna mencegah praktik korupsi anggota legislatif. Karena salah satu fungsi dari partai politik merupakan fungsi Pendidikan politik sehingga untuk menciptakan kedaulatan rakyat partai politik perlu melakukan fungsinya yaitu Pendidikan politik. Penelitian hukum ini menggunakan penelitian normative yang bersifat dekriptif. Pendekatan yang dilakukan yaitu melalui pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Sumber bahan hukum terdiri dari bahann hukum primer dan bahan hukum sekunder. Sedangkan teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah studi kepustakaan dan Cyber Media serta analisis bahan hukum dalam penelitian hukum ini dilakukan dengan menggunakan metode deduksi.

(2)

A. PENDAHULUAN

Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik. Rakyat, hakikatnya memiliki kekuasaan tertinggi dengan pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Namun, dalam pelaksanaan pemerintahan tidak mungkin benar-benar dilaksanakan oleh rakyat, sehingga muncullah praktik demokrasi perwakilan. Rakyat terlibat langsung hanya dalam pemilihan umum. Kedaulatan yang dianut Indonesia berdasarkan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah kedaulatan rakyat sekaligus kedaulatan hukum1 sebagaimana dimaksud Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat merupakan hak asasi manusia yang harus dilaksanakan untuk memperkuat semangat kebangsaan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang demokratis. Hak untuk berserikat dan berkumpul ini kemudian diwujudkan dalam pembentukan Partai Politik sebagai salah satu pilar demokrasi dalam sistem politik Indonesia. Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini, memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil serta materiil (Miriam Budiardjo, 2008:404).

Pada kenyataannya, Kasus korupsi marak dan semakin luas terutama pada kalangan anggota legislatif. Perkembangannya saat ini, baik kualitas kejahatannya, maupun kuantitas kasus yang terjadi, terus saja menigkat dari tahun ke tahun dan meningkatnya kasus korupsi ini dapat mengganggu dan berdampak kepada semua segi kehidupan manusia (Romli, 2004:12-13). Secara keseluruhan, ICW mencatat dalam kurun waktu 2015-2019 ada 254 anggota DPR dan DPRD yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi (Tim CNN Indonesia, https://www.cnnindonesia.com diakses pada 9 Oktober 2019 pukul 17.07). apabila berbicara mengenai kasus korupsi yang dilakukan oleh anggota legislative tidak lepas kaitanya dengan Partai politik.

Dalam menjalankan tugasnya partai politik memiliki beberapa fungsi, salah satunya yaitu fungsi sebagai sarana Pendidikan politik yang dimana fungsi ini

(3)

merupakan proses dimana seseorang memperoleh pandangan orientasi dan nilai-nilai dari masyarakat di mana ia berada, proses itu juga mencakup proses di mana masyarakat mewariskan norma-norma dan nilai-nilai dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Proses sosialisasi/pendidikan politik sudah mulai dari masa kecil dan diselenggarakan melalui berbagai lembaga dankegiatan, seperti pendidikan formal dan informal, media massa seperti radio dan televisi, serta partai politik. Melalui kursus pendidikan politik menanamkan nilai-nilai idiologi dan loyalitas kepada negara dan partai. (A. Gau Kadir, Sosiohumaniora, Volume 16 No. 2 Juli 2014: 132 - 136).

Berangkat dari hal-hal yang telah penulis uraikan diatas, dapat diketahui bersama bahwa pendidikaan politik bagaimana yang efektif serta pengaturannya guna mencegah praktik korupsi. Maka guna menjawab permasalahan yang muncul terkait hal tersebut, penulis melakukan penelitian untuk selanjutnya dipaparkan dalam sebuah Penulisan Hukum (Skripsi) dengan judul: “ANALISIS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK TERKAIT FUNGSI PENDIDIKAN POLITIK PDI-P GUNA MENCEGAH PRAKTIK KORUPSI”.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini ditulis menggunakan penelitian hukum normatif atau biasa dikenal dengan penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian hukum kepustakaan yang lazimnya disebut sebagai legal research atau legal research instruction (Soerjono. Soekanto dan Sri Mamudji, 2009 : 33-34). Penelitian ini ditujukan untuk menemukan dan merumuskan argumentasi hukum, melalui analisis Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik terkait fungsi Pendidikan politik PDI-P guna mencegah praktik korupsi anggota legislatif. Studi ini menelaah bahan kepustakaan ytang diperoleh melalui studi pustaka dengan mempelajari serta mengumpulkan bahan hukum sekunder.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Pelaksaaan Pendidikan Politik yang efektif dan ideal guna mencegah praktik korupsi

(4)

Korupsi politik dapat terjadi saat pembuat keputusan politik menggunakan kekuasaan politik yang menjadi alatnya, untuk mempertahankan kekuasaan, status dan kekayaannya. Korupsi politik diartikan, sebagai manipulasi lembaga politik dan aturan prosedur sehingga mempengaruhi lembaga pemerintahan dan sistem politik serta mengarah pada pembusuk- an kelembagaan (Inge Amundsen, 1997:4). Haryono Umar menegaskan, korupsi politik membawa dampak yang sangat besar, baik saat korupsi dilakukan dan bersifat permanen, yang berlangsung dari generasi ke generasi (Haryono Umar, 2017:21). Menjangkitnya kasus korupsi ini mulai menjangkit pada zaman orde lama.

Pengamat politik dari Universitas Padjajaran Bandung, Muradi, Phd mengatakan bahwa korupsi yang terjadi di lingkungan anggota legislatif merupakan buah dri banyaknya tekanan dari Partai Politik pengusung. Menurutnya beberapa faktor tersebut adalah:

a. Pendanaan Partai Politik yang mahal yang selalu di bebankan ke anggota terpilih;

b. Masyarakat yang meminta jatah via proposal juga merupakan salah satu faktor penyebab anggota legislative melakukan korupsi;

c. Masih kuatnya budaya “take and gift” dari partai politik kepada anggotanya, yang mana maksudnya partai politik tidak akan memberikan apapun sebelum mendapatkan sesuatu dari anggotanya d. Pengawasan yang belum efektif (Asep Yusuf Anshori, http://www.

prfmnews.com/berita.php?detail=pengamat-ungkap-lima-faktor-penyebab-anggota-dprd-sering-tersandung-korupsi, di akses pada 22 Februari 2020 pukul 19.39 WIB).

Penyebab atau faktor-faktor penyebab korupsi tersebut apabila di lihat dapat menimbulkan istilah yang Grand Corruption (kejahatan yang merampas hak asasi manusia) dan State or Regulator Capture biasanya dilakukan oleh pejabat elit, para elite-elite politik atau para pejabat-pejabat senior yang memegang dan merancang kebijakan- kebijakan atau pengaturan perundang-undangan yang diarahkan untuk kepentingan-kepentingan mereka sendiri dan atau kroni-kroni mereka yang memungkin bagi para pejabat-pejabat atau pemangku kebijakan tersebut mendapat keuntungan dan pendapatan yang besar serta fasilitas-fasilitas umum

(5)

serta menerima suap dari perusahaan-perusahaan berlevel nasional atau transnasional. Korupsi jenis ini akan mengakibatkan Negara mengalami kerugian yang sangat besar secara financial maupun non-finansial. Ada pengaruh yang sangat kuat dalam menentukan kebijakan-kebijakan dalam beberapa sektor, ada kekuatan-kekuatan politik yang sangat berpengaruh sehingga mampu memainkan kebijakan-kebijakan, penguasaan-penguasaan kebijakan di sektor elit misalnya, ketika ada pembahasan anggaran atau aturan-aturan yang melibatkan perusahaan-perusahaan besar maka potensi-potensi korupsi terjadi, suap menyuap atau pengambilan fee proyek yang menguntungkan para politisi atau para pengambil kebijakan tersebut.

2. Hambatan Pemberantasan Korupsi

Upaya melakukan pemberantasan Korupsi bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Meskipun berbagai macam upaya untuk memberantas korupsi sudah dilakukan, tetapi masih banyak hambatan dalam pemberantasan korupsi. Operasi Tangkap Tangan (OTT) sering dilakukan oleh KPK, tuntutan dan putusan yang dijatuhkan oleh penegak hukum juga sudah cukup keras, namun korupsi masih tetap saja dilakukan. Hambatan dalam pemberantasan korupsi dapat di klasifikasikan sebagai berikut (Wicipto Setiadi, 2018:252-254)

a. Hambatan Struktural, yaitu hambatan yang bersumber dari praktik-praktik penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Seperti, menutup-nutupi penyimpangan yang terdapat di sector dan instansi yang bersangkutan; belum berfungsinya fungsi pengawasan secara efektif; lemahnya koordinasi antara aparat penegak hukum; serta sistem pengendalian intern yang memiliki korelasi positif dengan berbagai penyimpangan dan inefesiensi dalam pengelolaan kekayaan negara dan rendahnya kualitas pelayanan publik.

b. Hambatan Kultural, yaitu hambatan yang bersumber dari kebiasaan negatif yang berkembang di masyarakat. Diantaranya, masih adanya ”sikap sungkan” dan toleran di antara aparatur pemerintah yang dapat menghambat penanganan tindak pidana korupsi; kurang terbukanya pimpinan instansi sehingga sering terkesan toleran dan melindungi pelaku korupsi, campur tangan eksekutif, legislatif dan yudikatif

(6)

dalam penanganan tindak pidana korupsi, rendahnya komitmen untuk menangani korupsi secara tegas dan tuntas, serta sikap permisif (masa bodoh) sebagian besar masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi.

c. Hambatan Instrumental, yaitu hambatan yang bersumber dari kurangnya instrumen pendukung dalam bentuk peraturan perundang- undangan yang membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Seperti masih adanya perundang-undangan yang tumpang tindih; belum adanya “single identification

number” atau suatu identifikasi yang berlaku untuk semua masyarakat

(SIM, pajak, bank,dll).

d. Hambatan Manajemen, yaitu hambatan yang bersumber dari diabaikannya atau tidak diterapkannya prinsip-prinsip manajemen yang baik (komitmen yang tinggi dilaksanakan secara adil, transparan dan akuntabel) yang membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Seperti, kurang komitmennya pemerintah dalam menindaklanjuti pengawasan; lemahnya koordinasi yang baik; kurangnya dukungan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan; tidak independennya organisasi pengawasan.

3. Langkah-langkah Pencegahan melalui Pendidikan Politik

Setelah uraian diatas, dapat dilihat bahwa sebenarnya perlu banyak perbaikan atau inovasi dalam melakukan sosialisasi atau Pendidikan politik sejak dini, dan lebih mencakup masyarakat luas dan tidak hanya anggota partai saja. Mungkin dengan dilakukannya inovasi dalam Pendidikan politik bias lebih membuat rakyat sadar dan melek akan politik untuk mengurangi bahkan mencegah terjadinya praktik korupsi di masa yang akan dating. Lalu, bagaimana pelaksaan Pendidikan politik yang lebih efisien dan bias mencakup masyarakat luas? Disini penulis memiliki pemikiran untuk. Membuat Pendidikan politik menjadi lebih inovatif dan lebih maju yaitu dengan cara:

a. Sekolah (Pendidikan Politik sejak dini)

Menyebarkan Pendidikan politik di sekolah-sekolah sehingga masyarakat sudah mendapatkan ilmu Pendidikan politik sejak dini

(7)

dan mungkin hal ini bias menjadi salah satu cara untuk mengurangi terjadinya praktik korupsi. Pendidikan politik di sekolah juga bisa dibangun dan ditumbuhkan dengan cara memberikan pemahaman tentang simbol-simbol seperti lambing negara, bendera nasional, Bahasa nasional serta lagu kebangsaan. Sekolah juga bisa mengajarkan pandangan yang lebih konkret tentang Lembaga-lembaga politik dan hubungan politik, dimana para siswa di sekolah diajarkan mengenai nilai, norma serta atribut politik di sekolah. Tujuannya adalah agar para siswa memiliki kemampuan berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, anti-korupsi, serta membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup Bersama dengan bangsa bangsa lainnya. Pelaksanaan Pendidikan politik harus tetap berpegang teguh pada falsafah dan berkepribadian integral dari keseluruhan pembangunan bangsa yang dilaksanakan sesuai dengan dengan landasan yang telah mendasari kehidupan berbangsa Indonesia (Rayi Mutia, 2014:10).

b. Penerapan Pendidikan Politik (anti-korupsi) dalam keluarga

Di Indonesia kasus Korupsi sudah menjadi sebuah fenomena sosial yang sulit di berantas karena sudah begitu banyak kasus di negeri ini. Di indonesia kasus korupsi memang sudah merajalela di seluruh kawasan masyarakat bukan hanya di kalangan para petinggi negara saja akan tetapi juga sudah menyebar di kalangan para masyarakat bawah bahkan anak-anak. Pendidikan anti korupsi memang harus di tanamkan sejak usia dini, dalam hal ini keluarga memegang peranan penting dalam mendidik dan membentuk akhlak. selain itu mengenalkan prinsip kebaikan, kebenaran dan kesholehan hidup kepada anak juga menjadi tugas utama bagi orang tua. Jika orang tua telah mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan nilai-nilai kejujuran pada anak usia dini, maka saat anak tersebut mulai beranjak dewasa nilai-nilai tersebut akan tertanam dalam jiwa mereka. Dengan demikian keluarga turut andil dalam memberikan warna budaya sebuah bangsa termasuk di dalamnya menciptakan budaya anti korupsi.

(8)

c. Pendidikan Politik dari Internet atau Online

Teknologi seperti Internet hadir sebagai media yang multifungsi. Komunikasi memalui internet dapat dilakukan secara interpersonal misalnya seperti e-mail dan chating atau secara masal yang dikenal

one to many communication. Internet juga mampu hadir secara real

time audio visual seperti pada metoda konvensional dengan adanya teleconference. Berdasarkan hal tersebut, maka internet sebagai media Pendidikan mampu menghadapkan karakteristik yang khas, yaitu: sebagai media interpersonal dan massa, bersifat.

D. KESIMPULAN

Pengaturan mengenai Pendidikan politik sudah cukup efektif, namun masih banyak masyarakat yang belum paham dan melek akan politik sehingga persebaran politik yang lambat dan kurang merata. Dan pelaksaan Pendidikan politik sudah ada, namun hanya anggota partai saja yang bisa mendapatkan kurikulum dan materi dari Pendidikan politik tersebut. Kemudian, supaya Pendidikan politik bisa lebih ideal an efektif, masyarakat luas bisa di ajarkan mengenai Pendidikan politik sejak dini, seperti dari sekolah, lingkungan keluarga dan juga internet.

E. SARAN

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana telah diuraikan diatas, saran yang dapat penulis sampaikan adalah saran untuk para petinggi partai politik serta untuk pemerintah pusat untuk segera merombak dan juga memperbaiki peraturan mengenai Pendidikan politik, karena sesungguhnya Pendidikan politik sangat penting bagi masyarakat luas, sebab hal itu bisa membuat masyarakat lebih sadar dan melek akan politik. Sehingga dibutuhkan cara-cara lain untuk menyebarkan Pendidikan politik tersebut dan melewati berbagai macam media yang bisa dijangkau oleh masyarakat luas dan dapat menciptakan generasi yang lebih sadar akan apa itu politik dan bagaimana cara kerja politik, sehingga akan menimbulkan generasi yang akan menjauhi hal-hal negatif yang terjadi dalam dunia politik seperti yang dibahas di atas yaitu korupsi.

(9)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Miriam Budiardjo. 2008 . Dasar-Dasar Ilmu Politik. PT. Gramedia: Jakarta.

Romli Atmasasmita. 2004. Sekitar Masalah Korupsi Aspek Nasional dan Aspek

Internasional. Mandar Maju: Bandung

Wicipto Setiadi. Korupsi di Indonesia (Penyebab, Hambatan, Solusi, dan Regulasi). Jurnal Legislasi Indonesia Vol 15 No. 3, 2018

Peraturan Perundang-Undangan

Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

Jurnal

A.Gau Kadir. Dinamika Partai Politik di Indonesia. Jurnal Sosiohumaniora Vol. 16 No. 2, Juli 2014

Internet

Tim CNN Indonesia. Daftar anggota DPR 2014-2019 Terjerat Korupsi. https:// www.cnnindonesia.com/nasional/20190919085039-35-431798/infografis-daftar-anggota-dpr-2014-2019-terjerat-korupsi

Asep Yusuf Anshori. Pengamat Ungkap Lima Faktor Anggota DPRD Sering Tersandung Korupsi. http://www.prfmnews.com/berita.php?detail=pengamat-ungkap-lima-faktor-penyebab-anggota-dprd-sering-tersandung-korupsi

Referensi

Dokumen terkait

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 828/Menkes/SK/IX/200 8 tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan MinimaL Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.

Masalah ini dianggap sangat menarik bagi penulis untuk mengetahui bagaimana sistem dan prosedur verifikasi dokumen pembayaran dalam pengadaan barang dan jasa

Saat ini penelitian tentang badak jawa masih terus dilakukan dan diarahkan untuk memperoleh informasi penting tentang pola perilaku, distribusi, migrasi, populasi,

Kedua tujuan program layanan konseling Islam dalam rangka mendukung kegiatan pembinaan narapidana pada Cabang Rumah Tahanan Negara Jantho di Lhoknga Kabupaten Aceh

Dominasi kepemilikan yang terbanyak adalah kepemilikan keluarga dan pemerintah, sedangkan kepemilikan institusi keuangan jumlahnya terbatas.Penelitian Ang dkk (2000)

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk memahami peran public relations pada divisi Marcomm Binus dalam memelihara citra positif, dan untuk memahami kendala

Pada dasarnya setiap anggota kepolisian yang melaksanakan tugas penyelidikan maupun penyidikan meliliki kewajiban untuk menggunakan perangkat hukum maupun kode

Alhamdullilah segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan