• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan klinis, alokasi sumber daya dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan klinis, alokasi sumber daya dan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Traumatic Brain Injury (TBI) merupakan penyebab utama mortalitas dan

morbiditas di kalangan anak muda di seluruh dunia, prediksi hasil saat masuk RS sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan klinis, alokasi sumber daya dan konseling keluarga pasien (Mbemba et al, 2014).

Menurut Center for Disease Control pada tahun 2009 setidaknya ditemukan 2,4

juta pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat terkait dengan TBI. Hampir sepertiga pasien mengalami kematian dan 5,3 juta warga Amerika Serikat hidup dengan kebutuhan khusus terkait TBI dan gangguan psikologis. Berdasarkan faktor risiko kejadian TBI pada laki-laki dipengaruhi tingkat sosial ekonomi, pre-morbid

cognitive, penderita penyakit psikiatri. TBI lebih sering terjadi pada laki-laki

dibandingkan perempuan dengan rasio 2:1. Pasien cedera kepala berat dengan rasio 3.5:1(Levine et al, 2013). Sedangkan angka kejadian TBI pernah dilaporkan 400 per 100.000 penduduk setiap tahunnya, di Inggris sekitar 1,4 juta pasien pertahun. TBI merupakan penyebab kematian pada dewasa muda sampai usia 45 tahun (Moppett,

2007).

Secara klasik, TBI dibagi menjadi dua periode; cedera kepala primer dan sekunder. Cedera kepala primer merupakan gejala awal yang disebabkan trauma mekanik, yang menyebabkan kompresi neuronal, glial dan pembuluh darah. Pada

(2)

gangguan hipoperfusi dan neurotoksik yang disebabkan peningkatan kadar kalsium intraselullar. Pada cedera kepala sekunder akan menyebabkan iskemia, reperfusi dan hipoksia (Moppett, 2007).

Sebagian besar klasifikasi TBI berdasarkan kriteria tingkat keparahan

neurologis. Cedera kepala dibagi menjadi ringan, sedang dan berat yang dinilai pada tingkat kesadaran atau skor Glasgow Coma Scale (GCS). Cedera kepala ringan (GCS 13 -15), dalam banyak kasus, terdapat pasien yang pemulihan neurologisnya baik, namun ada pula yang mengalami gangguan memori jangka pendek dan kesulitan konsentrasi. Cedera kepala sedang (GCS 9-12) tingkat kesadaran letargi

atau sopor, dan cedera kepala berat (GCS 3 -8) masih mampu membuka mata sesuai dengan perintah (Ghajar, 2000).

Selain GCS, penilaian reaktivitas pupil merupakan standar evaluasi neurologis. Dilatasi pupil akut pada pasien cedera kepala menunjukkan darurat neurologis.

Secara klasik, fenomena ini diduga disebabkan oleh herniasi akibat edema cerebri atau lesi hemorrhagic yang menyebabkan kompresi nervus occulomotorius, pada gilirannya menyebabkan dilatasi pupil. Mekanisme dilatasi pupil lainnya adalah penurunan aliran darah ke batang otak, sehingga menyebabkan iskemia pada batang otak. Nilai GCS dan reflex pupil memiliki kemampuan yang baik untuk

memperkirakan outcome pasien TBI dan telah banyak digunakan untuk model prognosis (Majdan et al, 2015).

Mekanisme trauma akan mempengaruhi derajat kerusakan otak dan cranium. Dalam hal ini pemeriksaan radiologis sangat berperan penting, Computed

(3)

Berdasarkan klasifikasi menurut Burdenko Neurosurgery Institute, trauma kepala dibedakan menjadi trauma kepala terbuka dan trauma kepala tertutup yang berhubungan dengan komponen intracerebral dan risiko infeksi. Trauma kepala tertutup, tidak terjadi kerusakan atau luka di jaringan sampai ke aponeurosis. Fraktur

cranial tanpa luka pada jaringan kepala merupakan bagian dari trauma kepala tertutup. Trauma kepala terbuka, terjadi luka pada jaringan kepala dengan kerusakan sampai ke aponeurosis, fraktur cranial dengan luka di jaringan atau fraktur basis cranii dengan perdarahan hidung atau telinga atau kebocoran liquor cerebro spinal (LCS). Pembagian trauma kepala lainnya berdasarkan kerusakan duramater

(Kornienko et al, 2009).

CT scan saat ini memiliki penting peran dalam menilai pasien dengan TBI untuk mendeteksi lesi hemorrhagic pasca trauma dan membutuhkan tindakan bedah saraf yang segera. Untuk memperkirakan hasil pada pasien dengan TBI, dua sistem

penilaian telah diperkenalkan dengan menggunakan temuan CT awal, namun dengan pengelompokan berbeda: skor Marshall pada tahun 1991 yang diikuti dengan skor Rotterdam pada tahun 2005 dalam upaya untuk meningkatkan hasil kinerja dalam memprediksi hasil pasien TBI. Kedua sistem penilaian saat ini digunakan secara luas dalam penelitian yang menilai pasien dengan TBI, baik untuk menunjukkan data

demografi subyek atau nilai prognostik independen pasien (Mbemba et al, 2014). Lima temuan CT awal yang digunakan di sistem penilaian Marshall dan Rotterdam: status cisterna basalis, adanya pergeseran struktur mediana, adanya

epidural hematoma (EDH), adanya intraventricular hemorrhagic (IVH) dan atau subarachnoid hemorrhagic (SAH) dan volume massa perdarahan. Status cisterna

(4)

basalis digolongkan menjadi nilai normal atau terjadi kompresi. Pergeseran struktur mediana diartikan sebagai pergeseran dari septum pellucidum terhadap linea mediana dan dicatat dalam satuan milimeter. Pergeseran struktur mediana > 5 mm dinilai 1 dan pergeseran ≤ 5 mm dinilai 0. Subarachnoid hemorrhagic atau

intraventricular hemorrhagic dan epidural hematoma digolongkan sebagai ada atau

tidak ada. Massa hemorrhagic didefinisikan sebagai setiap lesi hemorrhagic intracranial selain subarachnoid hemorrhagic atau intraventricular hemorrhagic, termasuk subdural hematoma, epidural hematoma, hematoma pada parenkhim, dan

hemorrhagic brain contusion (Mbemba et al, 2014).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat disampaikan hal sebagai berikut :

1. Angka kejadian TBI yang cukup tinggi pada dewasa muda dan usia produktif dan laki-laki lebih banyak dari perempuan sehingga hal ini memerlukan perhatian yang serius untuk ditangani.

2. Akibat TBI meliputi aspek yang luas, selain penyebab utama kematian juga menyebabkan gangguan fisik, kognitif maupun psikologis.

3. CT Scan merupakan modalitas utama radiologi dalam menilai kelainan anatomi pasien dengan diagnosis TBI.

4. Derajat cedera kepala dibedakan menjadi ringan, sedang dan berat dengan menggunakan sistem Klasifikasi Marshall dan klasifikasi Rotterdam

(5)

sistem klasifikasi tersebut yang mana yang lebih baik dan praktis untuk diterapkan dan hubungannya terhadap reflex pupil.

5. Selain GCS, reaktivitas pupil juga memiliki peranan dalam menilai tingkat keparahan TBI, penilaian reflex pupil dilakukan pada awal pasien masuk rumah

sakit.

C. Pertanyaan Penelitian

Apakah terdapat perbedaan antara penghitungan skor CT kepala menurut klasifikasi Marshall dibandingkan klasifkasi Rotterdam berdasarkan reaktivitas pupil

pada pasien TBI.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menilai adanya perbedaan antara pengukuran

skor CT kepala menurut klasifikasi Marshall dibandingkan klasifikasi Rotterdam berdasarkan reaktivitas pupil pada pasien TBI.

E. Manfaat Penelitian

1. Secara kepustakaan bermanfaat untuk mengetahui perbedaan antara skor CT

kepala menurut sistem Klasifikasi Marshall dan klasifikasi Rotterdam berdasarkan reaktivitas pupil pasien TBI.

2. Bermanfaat bagi pelayanan rumah sakit, untuk menentukan memakai sistem klasifikasi yang tepat dan sesuai, sehingga dapat digunakan untuk peningkatan

(6)

3. Bermanfaat bagi pendidikan, untuk meningkat minat para calon dokter spesialis untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam dan diharapkan dari penelitian ini dapat menjadi bahan masukkan untuk penelitian selanjutnya.

4. Bagi peneliti, bermanfaat untuk melatih cara berfikir dan melakukan penelitian

secara benar serta menambah wawasan dalam bidang radiodiagnosis khususnya CT kepala.

F. Keaslian Penelitian

Dari penelusuran kepustakaan yang dilakuan peneliti, perbandingan antara sistem

penilaian CT kepala menurut klasifikasi Marshall dan klasifikasi Rotterdam berdasarkan reaktivitas pupil pada pasien TBI, belum pernah dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Peneliti menemukan beberapa jurnal penelitian yang dapat digunakan sebagian acuan, diantaranya terlihat pada tabel 1.

(7)

Tabel 1. Data Keaslian Penelitian Peneliti,

tahun

Subyek Topik Hasil Perbedaan dengan

penilitian yang akan dilakukan Mbemba et al, 2014. Retrospektif, 245 subyek. Temuan awal CT untuk Memprediksi Kematian Dini pada Pasien dengan TBI.

Sistem penilaian menurut klasifikasi Marshall dan klasifikasi Rotterdam dapat digunakan untuk memprediksi kematian dini pada pasien dengan TBI. Kinerja skor Marshall setidaknya sama dengan skor Rotterdam. Jadi, meskipun lebih tua, skor Marshall tetap berguna dalam memprediksi prognosis pasien.

Klasifikasi Rotterdam dapat membantu lebih

mudah dalam

memprediksi outcome

berdasarkan reflex pupil dibandingkan klasifikasi Marshall. Chun et al, 2010 Retrospektif, 50 subyek Variabilitas interobserver dalam menilai gambaran CT Scan pada pasien TBI.

Reproduktifitas interobserver sangat baik dalam menilai gambaran CT Scan pasien TBI menurut skor Marshall dan Rotterdam.

Observer menilai CT kepala pasien dengan klinis TBI menggunakan klasifikasi Marshall dan klasifikasi Rotterdam berdasarkan reflex pupil. Mass et al, 2007 Deskriptif, 5209 subyek Nilai prognosis CT pada pasien TBI

CT memiliki nilai prognostik berdasarkan; keadaan cisterna, deviasi struktur mediana, tSAH, serta tipe lesi hemorrhagic.

Nilai prognostik CT berdasarkan cisterna basalis, deviasi struktur mediana, EDH, SAH, IVH dan volume hemorrhagic yang dinilai dari Klasifikasi Marshall dan klasifikasi Rotterdam hasilnya di bandingkan dengan hasil pemeriksaan reflex pupil pasien TBI. Marmaro u et al, 2007 Deskriptif, 9205 subyek Nilai prognostik dari GCS dan rektivitas pupil pada penilaian pasien TBI

Terdapat hubungan yang kuat antara komponen Glasgow Outcome Score (GOS) dengan rektivitas pupil

yang outcome diamati selama 6 bulan.

Terdapat hubungan antara nilai reflex pupil terhadap lesi hemorrhag.e yang dinilai berdasarkan Klasifikasi Marshall dan klasifikasi Rotterdam. Bobinski et al, 2012 Prospektif, 48 subyek Perubahan dinamik jaringan otak yang disebabkan TBI berdasarkan klasifikasi Marshall, Morris-Marshall dan Rotterdam dan hubungannya dengan outcome pemberian prostacyclin placebo

 Sistem klasifikasi Marshall tidak sebaik klasifikasi Rotterdam dalam menilai secara dinamik perubahan intrakranial.

 Klasifikasi Rotterdam secara

klinis lebih praktis digunakan.

 Klasifikasi Morris-Marshall baik

untuk prognosis pada penelitian ini.

 Tidak ditemukan efek

prostacyclin pada penelitian ini. Klinisi dan peneliti harus lebih waspada terhadap perubahan dinamik kerusakan jaringan dengan derajat kerusakan otak sebagai dasar outcome.

Penelitian ini tidak menilai efek obat pada pasien TBI, namun menilai reflex pupil terhadap penghitungan skor menurut klasifikasi Marshall dan klasifikasi Rotterdam.

Referensi

Dokumen terkait

Ada pengaruh perbedaan konsentrasi minyak atsiri kulit buah jeruk purut (4%, 6% dan 8%) terhadap uji karakteristik fisik sediaan pasta gigi yaitu semakin tinggi

Jika bola Anda berada di dalam rintangan-air-menyamping (patok dan/atau garis merah), sebagai tambahan pilihan bagi bola di dalam rintangan-air (lihat di atas), dengan dipenalti

SpPK(KN) sebagai dosen pembimbing, sekaligus pembimbing pertama dalam penulisan tesis ini, yang senantiasa dengan tulus memberi motivasi, mencurahkan perhatian dan

Analisa input output terdiri dari tiga bagian yaitu (1) analisis kinerja yang terdiri dari kontribusi output, kontribusi permintaan akhir, kontribusi input antara; (2)

 Ya. Lokasi Departemen Pengendali SI. Beri tanda cawang √ pada kotak yang disediakan dan mencerminkan jawaban yang sesuai dengan jawaban bapak/ ibu).. Bagaimana

Sejalan dengan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Sempor II, yang menunjukkan bahwa semakin buruk perilaku merokok responden maka akan semakin tinggi angka

Beberapa faktor yang dapat menentukan penggunaan femtocell untuk jaringan indoor adalah karena femtocell dapat mencakup dalam ruangan di mana macrocell tidak dapat mencakupnya,

Data tentang faktor-faktor yang mendukung dan menghambat model kepemimpinan guru mata pelajaran tematik kelas V Surgi Mufti 4 Banjarmasin dalam pembelajaran