• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS BINDER BAKTERIN YANG BERBEDA TERHADAP SINTASAN DAN PRODUKSI UDANG WINDU (Penaeus monodon Fab) DI TAMBAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIVITAS BINDER BAKTERIN YANG BERBEDA TERHADAP SINTASAN DAN PRODUKSI UDANG WINDU (Penaeus monodon Fab) DI TAMBAK"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS BINDER BAKTERIN YANG BERBEDA TERHADAP SINTASAN DAN

PRODUKSI UDANG WINDU (Penaeus monodon Fab) DI TAMBAK

Arifuddin Tompo dan Endang Susianingsih Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau

Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail: l itkanta_ 05@yahoo.co.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan binder bakterin yang berbeda terhadap sintasan dan produksi udang windu di tambak yang dilakukan di Instalasi Tambak Percobaan Maranak, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau (BRPBAP) Maros. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan yaitu: (A) bakterin + vitamin C sebagai kontrol; (B) putih telur + bakterin + vitamin C; dan (C) progold + bakterin + vitamin C masing-masing diulang sebanyak 4 kali. Bakterin yang digunakan diproduksi dari Vibrio harveyi dengan kode isolat 702 diinaktifkan dengan metode formalin killed. Vaksinasi dilakukan dengan cara perendaman untuk hewan uji sebelum ditebar selama 15 menit dan melalui pencampuran secara merata pada pakan yang diberikan setiap dua minggu sekali. Peubah yang diamati meliputi pengukuran terhadap sintasan dan produksi udang budidaya serta kualitas air sebagai parameter penunjang dari usaha budidaya yang dilakukan. Hasil penelitian menggunakan analisis ragam menunjukkan, meskipun penggunaan binder bakterin tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap sintasan dan produksi udang budidaya tetapi nilai persentase relatif sintasan (RPS) tertinggi diperoleh pada perlakuan C yaitu penggunaan progold sebagai binder dengan nilai sintasan sebesar 89,8% dan produksi sebanyak 73,1 kg, disusul perlakuan A yang merupakan kontrol tanpa penggunaan bakterin dengan sintasan sebesar 79,7% dan produksi sebanyak 70,4 kg dan terendah pada perlakuan B (putih telur) dengan sintasan 49,4% dan produksi 49,4 kg. Dengan demikian efektivitas penggunaan progold pada bakterin mampu berkorelasi positif terhadap sintasan udang di mana udang yang dibudidayakan mampu bertahan hidup sebesar 50%. Analisis kualitas air secara deskriptif masih berada pada kisaran yang layk untuk budidaya udnag windu.

KATA KUNCI: binder, bakterin, sintasan, produksi, udang windu

PENDAHULUAN

Perkembangan usaha budidaya udang windu semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya teknologi budidaya yang bertujuan untuk meningkatkan produksi, akan tetapi peningkatan produksi ini mengalami kendala akibat adanya serangan penyakit yang merupakan salah satu penyebab rendahnya tingkat sintasan dan kegagalan panen, yang terjadi tidak hanya di panti-panti perbenihan tetapi juga pada tambak pembesaran.

Penyebab utama kegagalan tersebut diakibatkan adanya serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian secara massal. Kendala lainnya akibat degradasi mutu lingkungan budidaya yang semakin buruk, yang diakibatkan oleh kegiatan budidaya itu sendiri maupun dari luar lingkungan budidaya. Timbulnya serangan wabah penyakit tersebut pada dasarnya terjadi sebagai akibat adanya gangguan keseimbangan dan interaksi antara organisme budidaya, lingkungan serta berkembangnya patogen penyebab penyakit. Kemungkinan lainnya adalah adanya atau masuknya agen penyakit yang ganas (virulen) walaupun kondisi lingkungannya optimal (Sukadi, 2014).

Kemampuan organisme untuk mempertahankan diri dari serangan penyakit bergantung pada kesehatan organisme dan kondisi lingkungan. Jika kesehatan organisme manurun atau kondisi lingkungan kurang mendukung maka organisme tersebut akan mengalami stres. Hal ini menyebabkan penurunan kemampuan organisme untuk mempertahankan diri dari serangan penyakit patogen yang dapat menginfeksi organisme tersebut.

Raa el al. (1992) menyatakan bahwa salah satu cara penanggulangan penyakit adalah dengan imunoprofilaksis yaitu meningkatkan kekebalan udang terhadap serangan penyakit yang dapat dipacu

(2)

dengan pemberian imunostimulan. Penanggulangan penyakit melalui penggunaan imunostimulan ini sangat cocok diterapkan pada udang karena udang hanya memiliki sistem pertahanan non spesifik yang bersifat sementara, sehingga diperlukan stimulasi yang berulang kali untuk mengaktifkan sistem imunnya. Hal ini telah banyak dilakukan baik di dalam negeri maupun di manca negara (Itami & Takashi 1991; Sung et al., 1994; Devaraja et al., 1988; Salfira, 1998; vargas-Albores et al., 1998; dan Muliani et al., 2001).

Pemberian bakterin terhadap organisme yang dibudidayakan dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain secara oral melalui perlekatan dan pencampuran pada pakan. Beberapa bahan diketahui dapat meningkatkan durability water stability pakan tanpa mengurangi ataupun menambah kandungan nutrisi dari pakan tersebut. Hal ini diperlukan untuk memberikan daya rekat yang lebih baik pada pakan sehingga dapat termanfaatkan dengan lebih baik dan optimal. Bahan-bahan tersebut di atas umumnya dikenal dan diketahui sebagai binder (perekat). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan binder bakterin yang berbeda terhadap sintasan dan produksi udang windu di tambak.

BAHAN DAN METODE Persiapan

Penelitian ini dilakukan di tambak percobaan Maranak menggunakan air yang diresirkulasi dari sumur bor dan dialirkan melalui saluran yang diaplikasikan ke-12 petak tambak masing-masing berukuran 500 m2. Persiapan tambak dilakukan dengan mengikuti sapta usaha pertambakan.

Aplikasi dolomit diberikan 2 kali seminggu untuk semua perlakuan dengan dosis 5-10 mg/L setelah ganti air mulai pada saat penebaran hingga panen. Padat penebaran tokolan yang dicobakan adalah 40.000 ekor/ha atau 4 ekor/m2 dengan pola tradisional plus. Tokolan yang digunakan terlebih dahulu direndam bakterin, kemudian setiap 2 minggu dirangsang kekebalannya melalui pemberian pakan dengan penambahan bakterin sebanyak 2,4 mL dalam 1 kg pakan, penambahan binder serta penambahan vitamin C komersial turunan polifosfat yang diberikan dengan dosis 0,05 mg/L atau sebanyak 0,5 mL untuk setiap 1 kg pakan.

- Binder A (BRPBAP) pengikatan bakterin dilakukan dengan menggunakan larutan saline solution sebanyak 250 mL/0,5 kg pakan = 1,2 mL bakterin dan 0,25 mL vitamin C.

- Binder B (putih telur), penambahan larutan saline solution tergantung dari volume putih telur yang digunakan dengan volume akhir sebanyak 250 mL/0,5 kg pakan + 1,2 mL bakterin dan 0,25 mL vitamin C.

- Binder C (progold), ditimbang sebanyak 5 g/kg pakan kemudian dilarutkan di dalam 250 mL saline solution, ditambah 1,2 mL bakterin dan 0,25 mL vitamin C.

Pencampuran bakterin, binder, dan vitamin c dilakukan pada pakan secara merata dengan penyemprotan dan kemudian dikeringanginkan selama 24 jam di dalam oven pada suhu 45°C. Pakan diberikan dalam jumlah 10% per bobot biomassa/hari dan menurun sesuai umur udang, dimulai saat penebaran hingga panen.

Pembuatan Bakterin

Bakterin yanng digunakan diperoleh dari bakteri Vibrio harveyi dengan kode 702 produksi BRPBAP Maros (2002), yang dibuat dengan cara menonaktifkan biakan murni tersebut dengan formalin 1% yang didiamkan selama 3 jam dalam tabung reaksi. Selanjutnya dicuci dengan saline solution 0,85% melalui sentrifuge dengan kecepatan > 5.000 rpm selama 20 menit. Supernatan dibuang dan endapan dicuci kembali sampai 3 kali.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan sehingga terdapat 12 satuan unit percobaan (Steel & Torie, 1989; Gaspersz, 1991); dengan perlakuan sebagai berikut: (A) bakterin + vitamin C sebagai kontrol; (B) putih telur + bakterin + vitamin C; dan (C) progold + bakterin + vitamin. Untuk sintasan dan produksi data yang diperoleh

(3)

sebelum dianalisis keragamannya dengan menggunakan analisis keragaman (ANOVA), terlebih dahulu ditransformasi ke arcus sinus (arcsin), untuk mendapatkan penyebaran data secara normal. Jika hasil yang diperoleh menunjukkan beda nyata akan dilanjutkan dengan uji lanjut.

Peubah Pengamatan

Pengamatan peubah biologis yang digunakan adalah sintasan (SR) dan tingkat sintasan relatif (RPS) yang digunakan untuk melihat efektivitas perlakuan. Pengukuran parameter kualitas air juga dilakukan sebagai data penunjang.

Pengukuran terhadap sintasan (SR) udang dilakukan dengan perbandingan antara jumlah udang pada awal penelitian dan jumlah udang pada akhir penelitian, yang dhitung berdasarkan petunjuk Effendie (1979) dengan rumus :

di mana :

SR : tingkat sintasan (%)

Nt : jumlah udang pada akhir penelitian (ekor) No : jumlah udang pada awal penelitian (ekor)

Untuk tingkat sintasan relatif (RPS) dihitung berdasarkan petunjuk Ellis (1988) dengan rumus:

100% X No Nt SR  100% X kontrol mortalitas % perlakuan mortalitas % - 1 RPS        (%) (Arcin) A1 75,1 60,07 A2 81,6 64,6 A3 70,3 56,98 A4 92 73,57 Rataan 79,7a 63,22 B1 76,95 61,31 B2 97,15 80,28 B3 65,4 53,97 B4 40 39,23 Rataan 69,8a 56,66 C1 93,25 74,94 C2 97,5 80,9 C3 83,65 66,15 C4 84,85 67,09 Rataan 89,8a 71,37

Perlakuan Total produksi

Sintasan

73,1a 49,4a 70,4a

Tabel 1. Sintasan (%) dan produksi (kg) udang windu pada akhir penelitian dengan menggunakan binder yang berbeda

(4)

HASIL DAN BAHASAN Sintasan dan Produksi

Efektivitas penggunaan binder bakterin yang berbeda terhadap sintasan dan produksi udang budidaya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 memperlihatkan bahwa pemberian binder progold (perlakuan C) memberikan respons yang lebih baik dibandingkan binder putih telur (perlakuan B) dan kontrol (perlakuan A). Hal ini memberikan indikasi bahwa penambahan binder progold sebagai perekat memberikan perlekatan yang lebih baik terhadap bakterin dan vitamin C yang dicampur pada pakan sehingga bakterin yang digunakan dapat termanfaatkan dengan lebih optimal dan memberikan respons yang positif terhadap sintasan (89,8%) dan produksi (73,1 kg) atau 365,5 kg/ha.

Pemberian binder dalam hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya rekat yang lebih baik terhadap bakterin dan pakan. Penggunaan binder progold dapat memberikan hasil yang positif kemungkinan disebabkan karena binder progold ini mempunyai bau yang khas yang dapat bersifat sbagai aktraktan sehingga dapat lebih meningkatkan nafsu makan udang yang dengan sendirinya dapat memanfaatkan bakterin dengan lebih optimal. Selain itu, keunggulan lain dari binder ini adalah jika disimpan pada suhu ruang (25°C-45°C) lebih tahan terhadap pertumbuhan jamur jika dibandingkan dengan binder putih telur sehingga lebih aman jika direkatkan pada pakan.

Mekanisme bagaimana bakterin ini mampu mengaktifkan sistem imun pada udang belum diketahui secara pasti, tetapi Vadstein (1997) melaporkan bahwa pada stadia larva, ikan maupun krustase, sistem kekebalan yang bisa dirangsang adalah kekebalan non spesifik, yang dapat diaktifkan dengan melakukan vaksinasi. Vaksinasi sendiri merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pertahanan humoral (terbentuknya Ab protektif) melalui anti-bakterial protein seperti LPS dan â-glukan. Rukyani et al. (1995) menyatakan bahwa vaksinasi pada ikan akan terlihat optimal setelah 10 hari dan akan mengalami penurunan setelah 25-30 hari. Oleh karena itu, vaksinasi lebih baik dilakukan secara periodik. Hal ini sesuai dengan penelitian Tompo et al. (2007), bahwa vaksinasi dengan frekuensi 2 kali sebulan memberikan sintasan yang tertinggi yaitu 91,5% dengan produksi tertinggi yaitu 84,0 kg (560 kg/ha), dibandingkan vaksinasi dengan frekuensi 1 dan 4 kali sebulan. Pengaktifan pertahanan seluler pada udang adalah dengan meningkatkan sifat fagositosis, melanisasi, enkapsulasi, dan koagulasi (Vargas-Albores et al., 1998). Hal ini juga sesuai dengan pendapat Afrianto et al. (1993) yang menyatakan bahwa pencegahan terhadap serangan penyakit di antaranya adalah melalui makanan, di mana pakan sengaja dicampur dengan obat untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap organisme.

Persentase Relatif Sintasan (RPS)

Berdasarkan nilai persentase relatif sintasan (RPS) pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.

Nilai persentase sintasan (RPS) merupakan suatu nilai yang menunjukkan efektivitas suatu perlakuan terhadap uji yang dicobakan, di mana jika nilai RPS yang diperoleh lebih dari 50% mengindikasikan bahwa perlakuan yang dicobakan cukup efektif sedangkan jika nilai yang diperoleh di bawah 50% menandakan bahwa perlakuan yang dicobakan belum cukup efektif untuk memberikan respons yang positif.

Nilai RPS (%)

B (putih telur + bakterin + vitamin C + pakan) 48

C (progold + bakterin + vitamin C + pakan) 50

Perlakuan

Tabel 2. Nilai RPS (Relative Percentage Survival) untuk tiap perlakuan selama penelitian

(5)

Tabel 2 memperlihatkan nilai persentase sintasan (RPS) tertinggi juga diperoleh pada perlakuan C. Ini menunjukkan bahwa perlakuan yang dicobakan cukup efektif digunakan untuk pencegahan penyakit dalam upaya peningkatan sintasan dan produksi udang budidaya. Hal ini seperti yang dikemukakan Ellis (1988) yang menyatakan bahwa apabila nilai RPS dari suatu perlakuan lebih dari 50% maka perlakuan yang dicobakan tersebut telah cukup efektif.

Kode Salinitas (mg/L) pH Suhu (°C) N02 (mg/L) NH4 (mg/L) P04 (mg/L) N03 (mg/L) BOT (mg/L) Fe (mg/L) A 26-35 7,2-8 29-39 0,0218-0,1104 0,2373-0,4668 0,0042-0,4944 0,0178-0,4668 10,7533-25,6233 0,0963-0,4247 B 23-40 7,5-8 29,5-39 0,0061-0,0739 0,1744-0,4629 0,036-0,3287 0,0447-0,0797 10,7500-22,9200 0,0503-0,3181 C 19-37 7,5-8 29-39 0,007-0,0772 0,1624-0,6214 0,0365-0,3373 0,0288-0,1708 14,1867-21,4867 0,0395-0,3396 Tandon 25-35 7,0-7,5 29-30 0,0119-0,1425 0,7968-4,2078 0,0029-0,0921 0,1085-0,2502 16,0400-40,8300 0,0028-0,578 Inlet 25-35 7,0-7,5 29-30 0,0269-0,1425 0,2693-3,3626 0,0025-0,2771 0,029-0,3223 15,0400-21,6200 0,0369-0,4356 Outlet 35 7,0-8,0 29-30 0,0236-0,1646 0,2507-2,4291 0,0247-0,2837 0,0513-0,2222 17,1600-40,8300 0,0519-0,3756

Tabel 3. Kisaran kualitas air tambak selama penelitian

KUALITAS AIR

Pengukuran kualitas air juga dilakukan sebagai salah satu faktor yang mendukung usaha budidaya yang dilakukan karena pada dasarnya kondisi lingkungan (perairan) akan sangat berperan. Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian disajikan pada Tabel 3.

Kualitas air tambak selama penelitian untuk beberapa parameter pengamatan masih berada pada kisaran yang layak untuk budidaya udang. Salinitas air tambak berada pada kisaran 19-40 ppt, di mana udang windu merupakan organisme yang bersifat euryhaline yang dapat hidup dan menyesuaikan diri pada salinitas tersebut meskipun kisaran salinitas yang baik untuk kehidupan udang adalah 27-32 ppt (Wardoyo, 1985). Tingginya kisaran salinitas yang diperoleh dikarenakan penelitian dilakukan pada musim kemarau. Untuk kadar pH air tambak berada pada kisaran 7,0-8,5. Kondisi ini masih layak dan sesuai untuk kehidupan udang karena menurut Wickins (1979), udang akan mengalami mortalitas yang tinggi jika pH air berada di bawah 5,0. Suhu air tambak berada pada kisaran 29°C-39°C. Suhu air turut mempengaruhi respons kekebalan tubuh udang, di mana proses pembentukan antibodi sekitar 28°C-32°C. Untuk kadar nitrit, nitrat, fosfat, dan besi masih berada pada kisaran yang layak. Kandungan bahan organik total (BOT) selama penelitian cukup tinggi yaitu 10,75-40,83 mg/L. Kondisi BOT yang demikian dapat meningkatkan populasi dari mikroorganisme patogen, udang akan mengalami stres, nafsu makan berkurang yang kesemuanya akan menyebabkan udang mudah terserang penyakit, utamanya penyakit parasiter. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan aerasi dan melakukan pergantian air, sedangkan pada tahap pengolahan tambak pengerukan dan pengeringan dasar tambak secara sempurna akan menghilangkan BOT yang cukup tinggi.

KESIMPULAN

- Pemberian binder progold memberikan tingkat sintasan dan produksi yang lebih baik dibandingkan putih telur dan kontrol.

- Persentase relatif sintasan (RPS) progold sebagai perlakuan memberikan respons yang cukup efektif terhadap sintasan dan produksi udang budidaya.

DAFTAR ACUAN

Afrianto, E. & Liviawaty, E. 1993. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius. yogyakarta. Devaraja, T.N., Otta., S.K., Subha., G., Karunasagar, I., & Taura, P. 1988. Immunostimulation of shrimp

through oral administration of Vibrio Bacteria and Yeast Glucan. In Flegel, T.W. (Ed.). Advances in shrimp biotechnology. BIOTEC. The national centre for genetic engineering and biotechnology. Thailand. p. 167-170.

(6)

Ellis, A.E. 1988. Fish Vaccination. Academic Press. San Diego, 247 pp.

Gasperz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Penerbit Armico. Bandung.

Itami, T. & Takahashi, Y. 1991. Survival of larval giant tiger prawn Penaeus monodon after addition of killed Vibrio cell to a microencapsulated diet. J. Aqua Animal Health, 3: 151-152.

Muliani, Suwanto, A., & Hala, Y. 2003. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asal Laut Sulawesi Untuk Biokontrol Penyakit Vibriosis Pada Larva udang Windu (Penaeus monodon Fabr). J. Hayati, 10: 8-11.

Pasaribu, F. 1993. Pellet bervaksin terhadap Aeromonas hidrophyla. Fakultas Kedokteran Hewan. IPB. Bogor.

Raa, J., Roersted., G., Engstad & R., Roberrtsen, B. 1992. The use of immunostimulantt of Increase resistance of aquatic organism to microbial infections. Diseases in asian aquaculture I. Fish Health Section. Asian Society. Manila Philippines. p. 39-50.

Sukadi, M.F. 2004. Kebijakan pengendalian hama dan penyakit ikan dalam mendukung akselerasi pengembangan perikanan budidaya. Dirjen Perikanan Budidaya. Disampaikan pada Seminar Nasional Penyakit Ikan dan Udang IV Tanggal, 9 Mei 2004, 9 hlm.

Sung, H.H., Kou, G.H., & Song, Y.L. 1994. Vibriosis resistance induced by glucan treatment in tiger shrimp (Penaeus monodon Fab). Fish Pathology, 1: 11-17

Tompo, A., Susianingsih, E., & Madeali, M.I. 2007. Frekuensi vaksinasi untuk pencegahan penyakit pada budidaya udang windu (Penaeus monodon Fabr) di Tambak. J. Ris. Akuakultur, 2(1): 93 -01. Vargas-Albores, F., Hernandes-Lopez., J., Gollas-Galvan., T., Montano-Perez., K., Jimenes-Vega, F., &

Yepiz-Plascencia, G. 1998. Activation of shrimp celluler defence function by microbial product. In flegel TW (Ed) Advances.

Wardoyo, S.T.H. 1985. Kriteria kualitas air untuk keperluan pertanian dan perikanan. Hasil kerja sama PPLH-UNDP-PSL, IPB. Training analisa dampak lingkungan. Bogor, 41 hlm.

Wickins, J.F. 1979. The effect of reduce pH on carapace calcium, strontium and magnesium levels in rapidly growing prawn. Penaeus monodon. Aquaculture, 41: 49-60.

Referensi

Dokumen terkait

Konsep merupakan cara pandang yang menjadi dasar landasan pemikiran. Konsep kepemimpinan adalah konsep yang dimiliki oleh ajaran Islam dalam memandang kepemimpinan,

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan program yang telah dilaksanakan Pemerintah Kota Pekanbaru melalui Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru untuk

Data spasial oseanografi khususnya data suhu, salinitas, oksigen terlarut, derajat keasaman, turbiditas, dan kecerahan diperoleh dari pengukuran di beberapa titik observasi

Usaha tersebut diantaranya dengan melakukan branding dan pemasaran offline dan online guna meningkatkan produktivitas pada industri kecil dan menengah ini agar

informasi publik ini dibatasi dengan hak individual dan privacy seseorang terkait dengan data kesehatan yang bersifat rahasia (rahasia medis). Jadi dalam hal ini dapat dianalisis

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk pendidikan yang mengarahkan pada tumbuh kembang anak. Pada anak usia dini, anak memiliki rasa ingin tahu yang sangat

Akibatnya akan terjadi peningkatan biaya yang dicadangkan lebih besar dibandingkan dengan peningkatan pendapatan yang diperoleh dari bank, sehingga laba bank

(Study Deskriptif Motif Pelajar Sma Sekolah Islam Di Gresik Dalam Menonton Tayangan Progam Acara “Islam KTP” Di