• Tidak ada hasil yang ditemukan

ESTIMASI KEDALAMAN TERBENTUKNYA SCALE DI DALAM SUMUR PANAS BUMI DOMINASI AIR TUGAS AKHIR. Oleh: DIMAS TAHA MAULANA NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ESTIMASI KEDALAMAN TERBENTUKNYA SCALE DI DALAM SUMUR PANAS BUMI DOMINASI AIR TUGAS AKHIR. Oleh: DIMAS TAHA MAULANA NIM"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

ESTIMASI KEDALAMAN TERBENTUKNYA SCALE DI DALAM SUMUR

PANAS BUMI DOMINASI AIR

TUGAS AKHIR

Oleh:

DIMAS TAHA MAULANA

NIM 12205062

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar

SARJANA TEKNIK

pada Program Studi Teknik Perminyakan

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

(2)

ESTIMASI KEDALAMAN TERBENTUKNYA SCALE DI DALAM SUMUR

PANAS BUMI DOMINASI AIR

TUGAS AKHIR

Oleh:

DIMAS TAHA MAULANA

NIM 12205062

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar

SARJANA TEKNIK

pada Program Studi Teknik Perminyakan

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

(3)

ESTIMASI KEDALAMAN TERBENTUKNYA SCALE DI DALAM SUMUR

PANAS BUMI DOMINASI AIR

TUGAS AKHIR

Oleh:

DIMAS TAHA MAULANA

NIM 12205062

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar

SARJANA TEKNIK

pada Program Studi Teknik Perminyakan

Disetujui oleh:

Dosen Pembimbing Tugas Akhir,

Tanggal 5 Oktober 2010

_______________________

Ir. Nenny M. Saptadji, Ph.D

NIP. 19550801 198412 2 001

(4)

ESTIMASI KEDALAMAN TERBENTUKNYA SCALE DI DALAM SUMUR PANAS

BUMI DOMINASI AIR

Estimation of scale formed depth insite the water-dominated geothermal well

Oleh : Nenny Miryani Saptadji *, Dimas Taha Maulana ** Sari

Scaling, yaitu terbentuknya endapan padat, adalah masalah yang umum terjadi pada sumur panas bumi

khususnya sumur dominasi air sebagaimana terjadi pada beberapa sumur di awibengkok gunung salak yang dikaji dalam tugas akhir ini. Scale yang terbentuk pada instalasi produksi sumur panas bumi dapat menyebabkan penurunan produksi sumur, bahkan dapat menyebabkan berhentinya produksi. Oleh karena itu, pencegahan dan penanganan masalah scaling sangat penting untuk diperhatikan.

Endapan dapat terbentuk dikarenakan adanya reaksi kimia oleh percampuran satu fluida panas bumi dengan fluida panas bumi lain yang berbeda komposisinya, atau juga dapat disebabkan oleh perubahan sifat fisik fluida dikarenakan perubahan tekanan dan temperatur yang menyebabkan perubahan kejenuhan zat-zat penyusun fluida panas bumi. Titik kondisi tekanan dan temperatur tertentu dimana fluida panas bumi mulai terjadi penguapan, atau mulai terjadi perubahan fasa dari satu fasa menjadi dua fasa, biasa disebut sebagai Flash Point. Pada kondisi inilah zat-zat yang melebihi titik jenuhnya akan mengalami pengendapan. Dengan mengetahui letak kedalaman titik uap atau flash point fluida panas bumi maka dapat diestimasi dimana letak scaling pertama kali terjadi.

Letak kedalaman flash point dapat diketahui dengan melakukan penghitungan penurunan tekanan dari well head ke dasar sumur hingga diperoleh kondisi temperatur saturasi fluida, yaitu temperatur dimana mulai terjadi aliran dua fasa. Diantaranya adalah metoda Beggs & Brill, metoda Horrison-freeston, dan metoda Lockhart-Martinelli. Pada studi kali ini korelasi yang digunakan adalah korelasi Beggs & Brill yang pada studi-studi sebelumnya dianggap yang paling valid.

Kata kunci : scaling, penghitungan penurunan tekanan fluida dua fasa, metoda Beggs & Brill. Abstract

Scaling is a common problem that occurs in geothermal wells, particularly wells dominance of water as occurs in several wells in Mount salak awibengkok studied in this thesis. Scale formed on the installation of a geothermal well production can cause a decrease in production wells, it can even lead to cessation of production. Therefore, prevention and handling of scaling issues is very important to be attention.

Scale can be formed due to the chemical reaction by mixing a geothermal fluid with other geothermal fluid is

different compositions, or also can be caused by changes in fluid properties due to changes in pressure and temperature cause changes in saturation of the substances making up the geothermal fluid. Substances making up the geothermal fluid will experience a change in saturation due to reactions that occur in the process of evaporation. The point of particular pressure and temperature conditions where the geothermal fluid evaporation is taking place, or start a phase change from one phase into two phases, commonly referred to as Flash Point. In these conditions the substances in excess of its saturation point will have precipitation. By knowing the location of the depth of the steam point or flash point, the geothermal fluid can be estimated where the scaling is the first time this has happened.

The location of the depth of the flash point can be determined by calculating the pressure drop from the well head to the bottom of the well to achieve the conditions of fluid saturation temperature, that is the temperature where the flow is taking place in two phases. For example, there are Beggs & Brill method, Horrison-freeston method, and the Lockhart-Martinelli method. At this time studies used correlation is the correlation Beggs & Brill, which in previous studies considered the most valid.

Key words: scaling, flash point, two-phase fluids pressure drop calculation, Beggs & Brill method.

*Dosen Teknik Perminyakan ITB **Mahasiswa Teknik Perminyakan ITB

(5)

I. PENDAHULUAN

Pada studi yang dilakukan oleh Hidayatus

Sufyan4) terhadap sumur TM 1-5 Awibengkok

Gunung Salak, menunjukkan bahwa produksi sumur mengalami penurunan yang cukup drastis, hanya dalam 6 bulan produksi sudah turun sebesar -197% (Gambar 1.1). Penurunan drastis ini mengindikasikan adanya scale di dalam lubang sumur. Untuk mengetahuinya maka dilakukan pengujian Logging pada lubang sumur dengan menggunakan sinker bar & scale catcher

tool, PTS survey, dan Downhole video. Dari hasil

pengujian tersebut ditemukan scale pada

kedalaman 3629 ft.

Dengan komposisi reservoir yang hampir sama, ada kemungkinan scaling juga bisa terjadi pada

sumur yang lain. Untuk mempermudah

mengetahui perkiraan letak terjadinya scaling maka perlu dikembangkan sebuah simulator. Atas alasan itulah studi ini dilakukan untuk membuat simulator yang dapat digunakan untuk menguji sumur tanpa harus menggunakan alat

logging.

Studi ini dilakukan untuk beberapa tujuan, antara lain:

1. Membuat simulator untuk menghitung penurunan tekanan pada sumur panas bumi untuk memprediksi titik mula terbentuknya

scaling.

2. Menguji sensitifitas simulator terhadap perubahan tekanan, laju alir massa, dan ukuran lubang sumur.

3. Memprediksi titik mula terjadinya scaling pada sumur panas bumi TM 7-1, TM 7-2, TM 7-3, TM 7-4, TM 7-5.

II. PEMBENTUKAN SCALE

Scale adalah padatan yang terbentuk dari

endapan kimia komponen penyusun fluida panas bumi. Beberapa komponen penyusun fluida panas bumi tersebut antara lain terdiri

dari7), Kation: Sodium (Na+), Potassium (K+),

Calcium (Ca2+), Magnesium (Mg2+), Barium (Ba2+), Stronsium (Sr2+), Besi (Fe2+ or Fe3+);

Anion: Chloride (Cl-), Carbonate (CO32-) dan

Bicarbonate (HCO32-), Sulfate (SO42-); Gas

terlarut: Oxygen (O2), Carbon Dioxide (CO2),

Hydrogen Sulfide (H2S); dan komponen netral:

silika, bakteri yang terkandung, butiran yang terlarut. Diantara komponen tersebut, yang paling banyak jumlahnya adalah: Bicarbonate,

Sodium, Chloride, silica, dan, carbon dioxide.

Umumnya scale yang terbentuk dalam sumur panas bumi adalah calcium cabonate, dengan komponen penyusun calcium dan carbonate;

Amorphous Silica, yang terbentuk dari silica,

dan endapan mineral lainnya.

2.1 Terjadinya Scaling pada Sumur Panas Bumi

Perubahan fasa fluida dari fasa cair karena perubahan tekanan dan temperatur memicu penurunan pH fluida. Reaksi yang terjadi pada fluida ketika perubahan fasa tersebut adalah sebagai berikut,

H2CO3  2H+ + CO3

2-H2S  2H + S

2-Ca2+ + CO32-  CaCO3↓

Me2+ + S2-  MeS↓

(Me = Fe, Zn, Cu, dll)

Pada saat mencapai kondisi flash point, Asam Karbonat akan terurai menjadi ion Hidrogen yang berikatan dengan Oksigen membentuk uap air, dan ion karbonat yang berikatan dengan ion kalsium membentuk kalsium karbonat yang kemudian mengendap dan tersementasi. Pada kondisi itu pula, Hidrogen sulfida akan terurai menjadi ion hirogen dan ion sulfida yang Ketika berikatan dengan ion logam membentuk endapan logam (Gambar 2.1). Endapan-endapan tersebut kemudian akan tersementasi dan membentuk kerak pada dinding sumur dan menyebabkan penyempitan atau penyumbatan pada sumur.

2.2 Jenis Scaling

Berdasarkan letak terbentuknya scaling

dibedakan menjadi 3 tipe: tipe pertama adalah

scaling yang terjadi pada lubang sumur, yang

menjadi bahasan dalam tugas akhir ini; tipe yang kedua adalah scaling yang terjadi pada

peralatan permukaan. Umumnya jenis

endapannya adalah endapan amorphous silica,

calcium carbonate dan silica. Endapan terjadi

pada peralatan-peralatan dengan kecepatan alir fluida yang rendah, misalnya pada separator dan tanki; tipe yang ketiga adalah scaling yang terjadi pada sumur injeksi, jenis endapan pada tipe ini adalah endapan amorphous silica.

(6)

2.3 Metoda Penanggulangan Scaling

Terdapat empat prinsip penting dalam

mengatasi masalah scaling:

1. Membatasi konentrasi mineral penyebab

scalling dengan mencegah masuknya

mineral tersebut dalam sistem panas bumi. 2. Mempertahankan keasaman untuk mencegah

terbentuknya scale khususnya calcite.

3. Membuat desain produksi yang

memungkinkan tidak terbentuknya scale. 4. Menggunakan zat kimia untuk mencegah

reaksi pengendapan scale.

a) Mechanical Method

Metode ini adalah metode yang paling efektif untuk membersihkan scale dan solid deposite. Metode mekanik yang paling umum digunakan adalah dengan menggunakan peralatan work

over drilling dengan menggunakan drillbit dan scraper (Gambar 2.2). Walaupun metode ini

paling efektif namun beresiko tinggi karena berpotensi merusak liner ketika pembersihan.

b) Chemical Scale Inhibitors

Adalah dengan menggunakan zat kimia yang diinjeksikan pada dalam sumur untuk mencegah terjadinya scalling (Gambar 2.3). Penggunakan

scale inhibitors dengan cara menginjeksikan ke

dalam sumur dengan tubing berukuran kecil yang diinjeksikan terus-menerus dengan dosis dan laju alir tertentu.

c) Acid Cleaning

Zat asam memiliki sifat korosif dan melarutkan.

Dengan sifat tersebut diharapkan dapat

melarutkan scale pada sumur biasanya untuk calcium carbonate. Umumnya digunakan HCl dengan campuran corrosion inhibitors untuk

mencegah terkorosinya liner akibat

meningkatnya pH oleh HCl. Reaksi pelarutan

calcium carbonate oleh HCl adalah sebagai

berikut,

2HCl + CaCO3  CaCl2 + H2CO3

III. SIFAT-SIFAT FLUIDA PANAS BUMI Karakteristik aliran fluida di lubang sumur selain ditentukan oleh kondisi geometris sumur juga tergantung pula pada sifat fluidanya sendiri. Dengan demikian untuk studi tentang aliran fluida khususnya aliran fluida dalam sumur, maka pengetahuan tentang sifat-sifat fluida panas bumi sangat diperlukan.

Fluida utama panas bumi adalah air, oleh karena itu pengetahuan yang diperlukan adalah tentang sifat-sifat fluida air, terutama hubungannya dengan temperatur dan tekanan. Perhitungan

sifat-sifat fluida dapat didekati dengan

menggunakan korelasi. Sifat-sifat fluida yang diperlukan nilainya antara lain temperatur saturasi, viskositas, densitas, dan enthalpy yang didekati dengan korelasi persamaan polinomial

Tortike dan Farouq Ali6). 3.1 Temperature Saturasi

Tempertaur saturasi adalah temperatur pada suatu tekanan tertentu dimana fluida mulai berubah fasa. Pada tekanan 1 atmosfir air akan

mendidih pada temperatur 100oC, dengan

meningkatnya tekanan, maka titik didih akan semakin besar pula. Temperatur saturasi adalah fungsi dari tekanan, hubungan temperatur saturasi dengan tekanan dapat dilihat pada Gambar 3.1. Harga temperatur saturasi untuk suatu tekanan tertentu dapat dilihat pada steam table atau dapat didekati dengan persamaan polinomial. Persamaan polinomial tersebut hanya berlaku untuk range tekanan tertentu

yaitu, 0.611 kPa ≤ P ≤ 22.12 Mpa. Persamaan

tersebut adalah sebagai berikut:

Ts = 280.034 + 14.0856 ln P + 1.38075 ( ln P )2

– 0.101806 ( ln P )3

+ 0.019017 ( ln P )4 (3.1)

Dimana, Ts adalah temperatur saturasi, K (Kelvin); P adalah tekanan, kPa (kilo Pascal) 3.2 Densitas

Densitas atau rapat masa adalah masa persatuan volume. Densitas masing-masing fasa uap dan air berbeda-beda pada setiap tekanan dan temperatur (Gambar 3.2). Besarnya densitas fluida pada kondisi saturasi bisa diperoleh dengan pesamaan polinomial sebagai berikut:

ρl = 3786.31 – 37.2487 T + 0.196246 T2 – 5.04708 x 10-4 T3 + 6.29368 x 10-7 T4 – 3.0848 x 10-9 T5 (3.2) ρg = Exp [ -93.7072 + 0.833941 T – 0.00320809 T2 + 6.57652 x 10-6 T3 – 6.93747x10-9 T4 + 2.97203x10-12 T5 ] (3.3)

Dimana, ρl adalah densitas cairan, kg/m3; ρg

adalah densitas gas, kg/m3; T adalah temperatur,

K. Persamaan (3.2) berlaku untuk range

(7)

persamaan (3.3) untuk temperatur: 273.15 ≤ T ≤ 645 K.

3.3 Enthalpy

Enthalpy adalah hasil penjumlahan dari energi dalam dan energi yang dihasilkan oleh kerja tekanan. Energi dalam adalah jumlah panas persatuan massa yang terkandung di dalam suatu material. Enthalpy uap adalah jumlah enthalpy air pada kondisi saturasi ditambah dengan panas pendidihan atau panas latent. Hubungan enthalpy dengan tekanan dapat dilihat pada Gambar 3.3. sedangkan besarnya enthalpy dapat ditentukan dengan persamaan polinomial berikut, hf = 23665.2 - 366.232 T + 2.26952 T2 - 0.00730365 T3 + 1.30241x10-5T4 - 1.22103x10 -8 T5 + 4.70878x10-12 T6 (3.4) hg = -22026.9 + 365.317 T – 2.25837 T2 + 0.00737420 T3 – 1.33437x10-5 T4 + 1.26913x10 -8 T5 – 4.9688x10-12 T6 (3.5)

Dimana, hf adalah enthalpy cairan (kJ/kg); hg

adalah enthalpy uap (kJ/kg), T adalah

temperatur (oK). Persamaan (3.4) berlaku untuk

temperatur 273.15 ≤ T ≤ 645 K. sedangkan

persamaan (3.5) berlaku untuk temperatur

273.15 ≤ T ≤ 640 K.

3.4 Viskositas

viskositas adalah sifat fluida yang menunjukkan besaran keengganan fluida untuk mengalir. Viskositas ada dua jenis yaitu viskositas dinamik (μ) dan viskositas kinematik (v). Viskositas dinamik sangat dipengaruhi oleh temperatur tetapi sedikit sekali dipengaruhi oleh tekanan. Hubungan viskositas dinamik dengan temperatur dapat dilihat pada Gambar 3.4. besarnya viskositas dinamik fluida pada kondisi saturasi bisa ditentukan dengan persamaan polinomial sebagai berikut,

μl = -0.0123274 + 27.1038 T-1 - 23527.5 T-2 + 1.0425x107 T-3 - 2.17342x109 T-4 + 1.86935x 1011 T-5 (3.6) μg= -5.46807x10-4 + 6.8949x10-6 T - 3.39999 x10-8 T2 + 8.29842x10 -11 T3 - 9.9706x10-14 T4 + 4.71914x10-17T5 (3.7)

Dimana, μl adalah viskositas cairan (kg/m.s); μg

adalah viskositas uap (kg/m.s); T adalah

temperatur (oK).

Persamaan (3.6) berlaku untuk temperatur

273.15 ≤ T ≤ 640 K. Sedangkan persamaan (3.7)

berlaku untuk 273.15 ≤ T ≤ 645 K.

3.5 Tegangan Permukaan

Tegangan permukaan adalah energi persatuan luas yang dibutuhkan untuk tiap pertambahan luas permukaan fluida (biasanya dinyatakan dalam gaya persatuan panjang). Tegangan permukaan tergantung pada unsur-unsur yang terlarut pada air dan temperatur fluida, sedangkan pengaruh dari tekanan terlalu kecil. Harga tegangan permukaan untuk air pada suhu tertentu dapat diperoleh dari tabel sifat-sifat fisik fluida atau dengan persamaan:

σL = 0.2358 x 1.256

(3.8)

Dimana, σL adalah tegangan permukaan (N/m);

T temperatur (oC). Persamaan (3.8) berlaku

untuk temperatur 273.16 ≤ T ≤ 647.15 K.

3.6 Kualitas Uap

Kualitas uap atau dryness (x) didefinisikan sebagai perbandingan antara laju masa fasa uap dengan laju masa total. Kualitas uap suatu campuran uap-air pada tekanan dan temperatur saturasi bisa ditentukan apabila harga enthalpy dari campuran tersebut dapat diketahui. Kualitas uap atau dryness dapat dihitung dengan menggunakan persamaan,

x = (3.9)

Dimana, h adalah enthalpy fluida (campuran uap-air) dalam kJ/kg.

IV. ALIRAN FLUIDA DUA FASA

Fluida yang terproduksi dari sumur panas bumi dapat berupa air seluruhnya, campuran dengan sebagian besar air (water dominated), campuran dengan sebagian besar uap (vapour/steam

dominated), atau uap seluruhnya tergantung dari

kondisi terperatur, tekanan, dan enthalphynya. Pada temperatur tertentu, fluida bisa dalam bentuk uap atau air seluruhnya, tergantung dari besarnya tekanan, jika tekanan melebihi tekanan

(8)

saturasi, maka fluida dalam bentuk air.

Sedangkan dalam kondisi saturasi,

perbandingan jumlah air dan uap tergantung dari entalphy-nya, jika entelphy mendekati entalphy air, maka jumlah kandungan air semakin besar. Jika fluida dalam bentuk air atau uap saja, maka aliran fluida disebut aliran satu fasa. Jika fluida dalam bentuk campuran antara air dan uap, disebut aliran dua fasa.

Pengetahuan tentang jenis aliran dan

perbandingan jumlah uap-air sangat penting dalam mempelajari kelakuan aliran fluida dalam pipa, terutama untuk mempelajari penurunan tekanan dalam pipa.

4.1 Pola Aliran

Pola aliran dua fasa uap dan air merupakan penggambaran distribusi relatif antara uap dan air yang bergerak secara serentak. Dari beberapa pengamatan dan penelitian, secara garis besar pola aliran campuran uap dan air dapat terjadi dalam sistim aliran vertikal adalah bubble, slug,

transisi (churn), dan mist (Gambar 4.1).

Ada beberapa faktor yang menentukan kondisi aliran fluida yang terjadi pada sistim panas bumi diantaranya adalah rasio (perbandingan) antara uap air dan air, serta diameter pipa yang digunakan. Uap dan air mempunyai kecepatan alir yang berbeda, sehingga terdapat slip antara fluida dua fasa tersebut. Saat fluida mengalir ke atas terjadi penurunan tekanan yang besarnya ditentukan oleh friksi pada dinding pipa, akselerasi, dan gaya gravitasi. Dengan semakin

turunnya tekanan, mulailah terbentuk

gelembung-gelembung dan terbentuklah pola aliran dua fasa.

4.2 Korelasi Beggs & Brill3)

Perhitungan tekanan pada pipa vertikal dapat didekati dengan berbagai persamaan korelasi yang ada, diantaranya korelasi Beggs & Brill, korelasi Horrison-freeston, Duns & Ros,

Hagedorn & Brown, dan korelasi

Lockhart-Martinelli1). Diantara korelasi tersebut

berdasarkan pengujian yang ada yang telah dilakukan, korelasi Beggs & Brill dianggap yang paling akurat. Oleh karena itu, dalam studi kali ini, digunakan korelasi Beggs & Brill.

Beggs & Brill menggunakan besaran tak

berdimensi berikut ini sebagai parameter korelasinya:

Liquid velocity number

lv = Vsl (4.1)

Froude Number

N fr = (4.2)

Homogeneous Liquid Holdup

(4.3)

Dimana,

Vsl = (4.4)

Vsg = (4.5)

Vm = Vsl + Vsg (4.6)

Vsl adalah kecepatan superficial air (m/s); Vsg adalah kecepatan superficial uap air (m/s); Vm adalah kecepatan fluida dua fasa (m/s); W adalah laju alir masa fluida air dan uap (kg/s).

Beggs & Brill membagi pola aliran fluida atas

tiga pola aliran berikut, 1. Pola aliran Segregated, bila:

Nfr < L1

2. Pola aliran Distributed, bila:

Nfr > L1 dan Nfr > L2

3. Pola aliran Intermittent, bila:

L1 < Nfr < L2 Dimana, L1 = Exp ( -4.62 – 3.757 K – 0.481 K2 – 0.207 K3 ) (4.7) L2 = Exp ( 1.061 – 4.602 K – 1.609 K2 – 0.179 K3 + 0.635x10-3 K5 ) (4.8) K = Ln ( λ ) (4.9)

(9)

Setelah itu dapat dihitung liquid holdup (Hl) dari

horizontal liquid holdup Hl(0) dan faktor

inklinasi, C.

Hl = Hl(0) Ψ (4.10)

Ψ = 1 + C ( sin(1.8 θ ) – 0.333 sin ( 1.8 θ )

(4.11)

Untuk aliran vertikal, θ = 90o

, persamaan (4.11) menjadi : Ψ =1 + 0.3 C (4.12) Dimana, Hl(0) = (4.13) C = ( 1-λL ) ln( α λLe Nlvf Nfrg ) (4.14)

Untuk pola aliran Segregated, A= 0.98; B= 0.4846; D= 0.0868

α= 0.011; e= -3.768; f= 3.539; g= -1.614 Untuk aliran Intermittent,

A= 0.845; B= 0.5351; D= 0.0173 α= 2.96; e= 0.305; f= -0.4473; g= 0.0978 Untuk aliran Distributed,

A= 1.065; B= 0.5824; D= 0.0609 (C= 0)

4.3 Gradien Tekanan karena Friksi

Gradien tekanan yang disebabkan adanya friksi didefinisikan oleh Beggs & Brill sebagai berikut,

(4.15)

Dimana ftp adalah faktor friksi untuk aliran dua

fasa, yang tidak tergantung pada sudut inklinasinya, tetapi tergantung pada in-situ (atau

actual) dan liquid holdup-nya sebagai berikut,

(4.16)

Dimana,

(4.17)

Dan,

(4.18) Untuk 1 < y < 1.2 persamaan (4.17) menjadi tak hingga, maka S didefinisikan lagi sebagai:

S = ln(2.2y – 1.2 ) (4.19)

Sedangkan faktor friksi (fn) dievaluasi sebagai

friksi pada fasa tunggal menggunakan

persamaan Colebrook, dengan bilangan

Reynold-nya didefinisikan sebagai berikut:

(4.20) Persamaan untuk menghitung faktor friksi homogen ( Colebrook & White, 1939 ):

(4.21)

ε adalah kekasaran absolut pipa, bila tidak tersedia data dapat diasumsikan harganya sebesar 0.0006 ft atau 0.00018288 m. d adalah diameter dalam pipa, ft atau meter.

Persamaan di atas adalah persamaan implisit,

sehingga untuk mencari harga fn harus dilakukan

dengan cara coba-coba (trial and error). Untuk

iterasi pertama harga faktor friksi anggapan (fa)

dihitung menggunakan persamaann Nikuradse

(1933 ) sebagai berikut,

(4.22)

Dari harga fa tersebut digunakan untuk

menentukan harga fn pada persamaan (4.21),

sampai diperoleh ketelitian sekitar :

(4.23)

4.4 Gradien Tekanan karena Percepatan Gradien tekanan karena percepatan pada kondisi aliran didekati dengan persamaan sebagai berikut:

(10)

(4.24) 4.5 Gradien Tekanan karena Energi

Potensial

Gradien tekanan karena perubahan ketinggian menjadi :

(4.25)

4.6 Gradien Tekanan Total

Gradien tekanan total merupakan gabungan gradien tekanan sebagai pengaruh friksi, elevasi

(ketinggian), dan akselerasi (percepatan).

Bentuk persamaannya adalah sebagai berikut,

(4. 26)

P adalah tekanan dalam ( Pa )

4.7 Penghitungan Kehilangan Tekanan Berikut ini adalah prosedur yang dilakukan pada metode Beggs & Brill dalam penentuan kehilangan tekanan. Diagram alirnya dapat dilihat pada Gambar 4.2.

1. Memasukkan data kondisi awal (tekanan kepala sumur, laju alir massa, enthalpy dan geometri sumur)

2. Berdasarkan tekanan awal P1, perkirakan

harga ΔP.

3. Hitung tekanan rata-rata dengan persamaan (4.27)

(4.27)

4. Hitung Ts dengan persamaan (3.1)

5. Menghitung enthalpy air (hl) dan enthalpy

uap (hg) dengan persamaan (3.4) dan (3.5).

6. Menentukan kadar uap atau dryness (X) dengan menggunakan persamaan (3.9) 7. menghitung laju alir air (Wp) dan uap air

(Sp) pada kondisi tekanan rata-rata dari data

dryness menggunakan persamaan (4.28) dan

(4.29).

(4.28)

(4.29)

8. Menghitung kecepatan superficial air (Vsl) dan uap air (Vsg), dan campuran (Vm) dengan menggunakan persamaan (4.4), (4.5) dan (4.6).

9. Menghitung densitas air dan uap air dengan persamaan (3.2) dan (3.3).

10. Menghitung laju alir massa air (Gl), uap air

(Gs), dan campuran air-uap dengan

menggunakan persamaan (4.30), (4.31), dan (4.32)

Gl = ρl Vsl (4.30)

Gs = ρs Vsg (4.31)

Gm = Gl + Gs (4.32)

11. Menghitung no-slip holdup (λ)

menggunakan persamaan (4.3).

12. Menghitung Nfr, Viskositas (μm), dan

tegangan permukaan (σ) dengan

menggunakan persamaan (4.33), (4.2), (3.6), (3.7), dan (3.8).

μm = μl λ + μg (1-λ) (4.33)

13. Hitung Nre, dan Nlv dengan menggunakan persamaan (4.20) dan (4.1).

14. Hitung L1 dan L2 dengan menggunakan

persamaan (4.7), dan (4.8)

15. Tentukan pola aliran berdasarkan nilai L1, L2

dan Nfr.

16. Hitung vertical liquid holdup (Hl)

menggunakan persamaan (4.10).

17. Hitung densitas dua fasa (ρtp) menggunakan

persamaan (4.34).

ρtp = ρl Hl + ρg ( 1-Hl ) (4.34)

18. Hitung faktor gesekan dua fasa ( ftp ) dengan

menggunakan persaman (4.16).

19. Hitung dengan menggunakan persamaan

(4.25).

20. Bila ΔP yang diperolah pada langkah 19

tidak sama dengan nilai perkiraan di langkah

2, maka gunakan ΔP yang diperoleh pada

langkah 19 sebagai anggapan baru pada langkah 2, ulangi perhitungan hingga

diperoleh ΔP yang sama atau hampir sama.

V. SIMULATOR KEHILANGAN

TEKANAN

Simulator yang digunakan untuk menentukan kehilangan tekanan di lubang sumur pada studi ini adalah berupa simulator analitis, yaitu dengan menggunakan persamaan matematis berupa korelasi. Dalam simulator ini digunakan korelasi Beggs & Brill untuk mendapatkan suatu harga tekanan, temperatur, frkasi uap, dan

(11)

enthalpy penguapan terhadap selang kedalaman tertentu. Korelasi ini dapat digunakan untuk menjelaskan kehilangan tekanan dari dasar sumur ke kepala sumur. Fluida yang digunakan dalam korelasi ini dianggap sebagai air murni atau uap air murni tanpa padatan atau larutan garam serta gas yang tidak dapat terkondensasi. Sedangkan sifat-sifat fluida seperti densitas, viskositas, tempertaur, enthalpy, dan tegangan permukaan air dan uap air didekati dengan

korelasi Tortike & Farouq Ali6) (1989).

Beberapa asumsi lain yang digunakan dalam simulator ini antara lain:

1. Inflow hanya terjadi di dasar sumur saja, tidak ada fluida yang masuk dari dinding sumur.

2. Tidak ada perpindahan dan kehilangan panas selama fluida mengalir di dalam sumur.

3. Aliran mengikuti rumus Darcy, dan

distribusi karakter reservoir (permeabilitas, ketebalan, porositas) seragam.

5.1 Masukan dan Keluaran

Simulator yang dibuat dalam studi ini

dimaksudkan untuk mempermudah

penghitungan kehilangan tekanan pada sumur vertikal yang panjang dan memerlukan iterasi

berulang-ulang. Simulator dibuat dalam

program Macroexcel dengan bahasa visual

basic.

Data yang diperlukan untuk menjalankan simulator adalah (Gambar 5.1):

1. Geometri sumur: kedalaman dan ukuran casing dan liner dalam meter ; dan kekasaran dinding (rougness).

2. Tekanan kepala sumur (bara). 3. Laju alir Massa (kg/s). 4. Enthalpy produksi (kJ/kg) 5. Selang kedalaman (ft)

Data keluaran dari simulator berupa data hasil penghitungan tekanan. Data keluarannya berupa data perkedalaman yaitu data (Gambar 5.2): 1. Tekanan (bara)

2. Dryness (X) 3. Enthalpy (kJ/kg) 4. Pola aliran

Dengan diperolehnya data keluaran dryness (X) perkedalaman, maka dapat diketahui pada kedalaman berapa perubahan fasa fluida mulai terjadi. Selanjutnya dapat diperkirakan pada kedalaman berapa scale mulai terbentuk.

5.2 Penyelarasan Simulator

Simulator yang telah dibuat harus divalidasi dengan data lapangan dengan tujuan untuk

mendapatkan keakuratan simulator. Data

lapangan yang digunakan adalah data sumur panas bumi TM 1-5, awibengkok gunung salak yang sebelumnya telah dianalisa keberadaan

scaling oleh Hidayatus Sufyan (2009). Untuk

memperoleh keselarasan dengan dengan data lapangan, parameter simulator yang diubah adalah faktor friksi laminer (ε).

5.3 Pengujian sensitifitas Simulator

Setelah simulator dianggap cukup valid untuk diaplikasikan di lapangan, selanjutnya simulator

digunakan untuk mempelajari perubahan

perilaku sumur untuk berbagai kondisi atau uji sensitivitas.

Beberapa parameter yang diubah adalah: tekanan kepala sumur, ukuran casing, dan laju alir massa, yang akan dipelajari pengaruhnya terhadap perubahan kedalaman Flash Point. Tekanan kepala sumur yang diuji perbedaan pengaruhnya adalah 9 bara, 8 bara, 7 bara, dan 6 bara; untuk ukuran casing digunakan jenis sumur standart dan bighole; sedangkan untuk laju alir masa digunakan 40 kg/s, 50 kg/s, 60 kg/s,70 kg/s, 80 kg/s,dan 100 kg/s.

5.4 Studi Kasus Sumur

Tujuan pembuatan simulator ini adalah untuk

mengetahui tekanan, temperatur, dryness

perkedalaman tanpa harus melakukan pengujian sumur secara langsung. Setelah dianggap cukup valid, simulator ini akan digunakan untuk mengetahui informasi-informasi sumur seperti yang telah disebutkan diatas. Data yang diperoleh tersebut kemudian akan digunakan untuk menentukan rekomendasi optimasi dan penanganan masalah sumur.

Sumur yang diuji dalam studi ini adalah sumur TM 1, TM 2, TM, 3, TM 4, dan TM 7-5.

VI. PEMBAHASAN

Untuk menyempurnakan simulator yang telah dibuat, perlu dilakukan penyelarasan. Parameter

yang diubah-ubah untuk mendapatkan

keselarasan dengan data lapangan adalah parameter rougness (ε) atau kekasaran pipa.

(12)

menghasilkan keluaran program yang paling mendekati dengan kondisi lapangan adalah yang bernilai 0,00003 m, dimana besarnya kedalaman Flash point keluaran pogram adalah 3625,3 m sedangkan data lapangan sebesar 3629 m. Nilai ε ini masih dibawah nilai ε asumsi untuk pipa standar yaitu yang sebesar 0,00018288 m, hal ini dikarenakan pada saat dilakukan pengujian kondisi pipa sudah tidak seperti kondisi awal pipa.

Untuk mendapatkan pengetahuan tentang

hubungan antar parameter sumur, dilakukan

pengujian sensitifitas terhadap simulator.

Sensifitas yang diuji adalah pengaruh perubahan tekanan sumur terhadap kedalaman flash point, pengaruh jenis kombinasi ukuran diameter sumur terhadap kedalaman flash point, dan pengaruh perubahan besarnya laju massa alir terhadap kedalaman flash point.

Dari hasil pengujian parameter tekanan kepala sumur (Gambar 6.1) menunjukkan bahwa semakin besar tekanan kepala sumur akan semakin dalam letak flash point. Hal ini dikarenakan semakin besar tekanan maka akan semakin panjang penurunan tekanan hingga sampai pada tekanan saturasinya.

Dari hasil pengujian untuk jenis kombinasi ukuran lubang sumur (Gambar 6.2) diperoleh

pengetahuan bahwa sumur bighole

menghasilkan kedalaman flash point yang lebih dalam dari pada sumur standart, hal ini dikarenakan semakin besar ukuran lubang sumur maka akan semakin kecil kehilangan tekanan akibat friksi. Kombinasi sumur standar adalah 13 3/8’, 9 5/8’, dan 7’, sedangkan untuk bighole adalah 20’, 13 3/8’, dan 9’.

Dari hasil pengujian terhadap perubahan laju alir massa, ditemukan bahwa pada sumur akan optimal (kedalaman flash point paling besar) pada laju alir massa tertentu. Dalam kasus ini (Gambar 6.3) besarnya laju alir massa optimum adalah diperkirakan sebesar 60 kg/s.

Dari hasil pengujian lapangan diperoleh informasi bahwa untuk sumur TM 7-1 tidak terjadi flashing di dalam lubang sumur (Gambar 6.4), artinya aliran dua fasa sudah terjadi sejak di reservoir, hal ini memberikan kemungkinan terjadinya scaling di dalam lubang sumur semakin kecil. Pada sumur TM 7-2 terjadi

flashing pada kedalaman 600 meter (Gambar

6.5), sehingga dimungkinkan terjadi scaling diatas kedalaman tersebut. Pada sumur TM 7-3 terjadi flashing pada kedalaman 550 meter

(Gambar 6.6), sehingga dimungkinkan

terjadinya scaling diatas kedalaman tersebut. Pada sumur TM 7-4 terjadi flashing pada kedalaman 850 meter (Gambar 6.7), sehingga dimungkinkan terjadi scaling diatas kedalaman tersebut. Pada sumur TM 7-5 terjadi flashing pada kedalaman 850 meter (Gambar 6.8) sehingga dimungkinkan terjadi scaling diatas kedalaman tersebut.

VII. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

1. Simulator dibuat dengan menggunakan program Macroexcel dengan bahasa visual

basic, dengan menggunakan korelasi Beggs & Brill.

2. Simulator yang dibuat dalam studi cukup valid untuk digunakan untuk pengujian lapangan.

3. Setelah dilakukan pengujian sensitifitas, diperoleh kesimpulan sebagai berikut; a. Semakin besar tekanan kepala sumur,

maka semakin dalam kedalaman

terjadinya flashing.

b. Semakin besar ukuran lubang sumur, semakin dalam letak kedalaman flash

point.

c. Pada setiap sumur terdapat nilai laju alir massa optimum untuk letak flash

point yang terdalam.

4. Nilai kekasaran lubang sumur tidak bisa dipastikan dalam studi ini karena kondisi sumur yang sudah berbeda dengan kondisi awal.

5. Pada sumur TM 7-1 tidak terjadi flashing di dalam lubang sumur, sehingga kecil kemungkinan terjadi scaling pada lubang sumur. Sedangkan pada sumur TM 7-2, TM 7-3, TM 7-4, TM 7-5 terjadi flashing di

dalam sumur yang memungkinkan

terjadinya scaling di dalam sumur. 6.2 Saran

1. Menyempurnakan simulator dengan

melakukan penyelarasan dengan

menggunakan hasil simulator lain yang ada yang telah digunakan di lapangan.

2. Penyempurnaan simulator dengan

memperhitungkan aliran satu fasa.

3. Melakukan pengujian sumur dengan

tekanan kepala sumur yang berbeda, untuk

mendapatkan perubahan kedalaman

terbentuknya scale terhadap perubahan tekanan kepala sumur.

(13)

VIII. DAFTAR NOTASI

Ts = Tekanan Saturasi, Kelvin

P = Tekanan, kPa ρl = densitas cairan, kg/m3 ρg = densitas gas, kg/m3 hf = enthalpy cairan, kJ/kg hg = enthalpy uap, kJ/kg h = enthalphy fluida, kJ/kg μl = viskositas cairan, kg/m.s. μg = viskositas uap, kg/m.s. σL = tegangan permukaan, N/m X = Dryness, fraksi

lv = liquid velocity number N fr = Froude Number

= homogeneous Liquid Holdup Vsl = kecepatan superficial air, m/s Vsg = kecepatan superficial uap air, m/s Vm = kecepatan fluida dua fasa,

W = laju alir masa fluida air dan uap, kg/s

Hl = liquid holdup

Hl(0) = horizontal liquid holdup

C = faktor inklinasi

ftp = faktor friksi untuk aliran dua fasa

Nre = bilangan Reynould.

IX. REFERENSI

1. Miryani, N. 2008. “ Diktat Kuliah Teknik

Panas Bumi”. Bandung : Jurusan Teknik

Perminyakan ITB.

2. Ashat, A.M. 1997. “ Pembuatan simulator

untuk Perhitungan Kehilangan Tekanan pada Pipa Alir Dua Fasa Panas Bumi.”

Tugas Akhir Sarjana. Bandung : Jurusan Teknik Perminyakan ITB.

3. Soendaroe, Achmad. 1997. “ Peramalan

Kinerja Sumur Panas Bumi Berdiameter Besar”. Tugas Akhir Sarjana. Bandung :

Jurusan Teknik Perminyakan ITB.

4. Syufyan, Hidayatus. 2009. “ scaling

problem in AWI 1-5 geothermal well “.

Laporan Kerja Praktek. Bandung : Jurusan Teknik Perminyakan ITB.

5. Ejiogu, G.C and M. Fiori. 1987. “

High-Pressure Saturated-Steam Correlations “.

SPE Annual Technical Conference. New Orleans.

6. Tortike, W.S. and Farouq Ali S.M. 1989. “

Saturated-Steam-Property Functional

Correlations for Fully Implicit Thermal Reservoir Simulation.” SPE Publication.

University Of Alberta.

7. Siega, Farrel.L, Edwin B. Herras and Balbino C. Buning. 2005. “ Calcite Scale

Inhibition : The Case of Mahanagdong Wells in Leyte geothermal Production Field, Philippines.” World Geothermal Congress.

Makati City : PNOC-Energy development Corporation.

8. BJ/Leonard, R., 2007. “ Solubility Test of

Scale Sample From TM 1-5 Well.” BJ

Laboratory Report S-028-04-07-Chevron-TM 1-5-Sol dated April 17, 2007.

9. BJ/Royce, T., 2007. “ Solubility Test of

Scale Sample From TM 1-5 Well.” BJ

Laboratory Report S-020-03-07-Chevron-TM 1-5-Sol dated March 28, 2007

10. Proceedings World Geothermal Congress 2005 Antalya, Turkey, 24-29 April 2005. “

Review of Corrosion and Scaling Problems in Cerro Prieto Geothermal Field over 31 Years of Commercial Operations”

11. Tassew, Merga. 2001. “ Effect of Solid

Deposition on Geothermal Utilization and Methods of Control ”. Geothermal Training

Programme. Ethiopia : Ethiopian Elektric Power Corporation.

(14)

Tabel 6.1 Rougnees Penyelarasan.

Gambar 1.1 Sejarah Produksi Sumur TM 1-54)

Gambar 2.1. Terjadinya scaling pada sumur panas

bumi4)

Gambar 2.2. Peralatan Drillbit dan Scraper11)

Gambar 2.3. Chemical Scale Inhibitors11)

Gambar 3.1 Termperatur Saturasi sebagai Fungsi

Tekanan2) ε h ( ft ) 0,00003 3625,3 0,00005 3608,9 0,0001 3559,7 0,00018288 3510,5 0,0002 3510,5 0,0004 3428,5 0,0006 3379,3 0,0008 3330,1

(15)

Gambar 3.2 Densitas Uap dan Air sebagai fungsi

tekanan2)

Gambar 3.3 Enthalpy Air dan Uap sebagai Fungsi

Tekanan2)

Gambar 3.4 Viskositas Dinamik sebagai Fungsi

Temperatur2)

Gambar 4.1 Empat pola aliran pada aliran dua fasa

(16)
(17)

Gambar 5.1 Data Masukan Simulator

Gambar 5.2 Contoh Data Keluaran Simulator

Gambar 6.1 Pengaruh Tekanan Kepala Sumur terhadap Kedalaman Flash Point.

Gambar 6.2 Pengaruh Jenis Kombinasi Ukuran Sumur terhadap Kedalaman Flash Point.

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 -0.1 0 0.1 0.2 0.3 kedala man ( m ) dryness WHP 9 bara WHP 8 bara WHP 7 Bara 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 -0.1 0 0.1 0.2 0.3 kedala man ( m ) dryness sumur standar sumur bighole

(18)

Gambar 6.3 Pengaruh Besarnya Laju Alir terhadap Kedalaman Flash Point.

Gambar 6.4 hasil Uji Sumur TM 7-1.

Gambar 6.5 Hasil Uji Sumur TM 7-2.

Gambar 6.6 Hasil Uji Sumur TM 7-3. 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 0 100 200 kedala man ( m ) Laju Alir (kg/s) laju alir massa vs kedalaman flash point Poly. (laju alir massa vs kedalaman flash point) 0 200 400 600 800 1000 1200 0 0.2 0.4 kedala man ( m ) dryness

TM 7-1

WHP 17 bara WHP 11 bara 0 200 400 600 800 1000 1200 -0.1 0 0.1 0.2 kedala man ( m ) dryness

TM 7-2

WHP 16 bara WHP 10 bara 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 -0.1 0 0.1 0.2 kedala man ( m ) dryness

TM 7-3

WHP 16 bara whp 10 bara

(19)

Gambar 6.7 Hasil Uji Sumur TM 7-4

Gambar 6.8 Hasil Uji Sumur TM 7-5. 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 -0.1 0 0.1 0.2 kedala man ( m ) dryness

TM 7-4

WHP 14 bara WHP 8 bara 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 -0.1 0 0.1 0.2 kedala man ( m ) dryness

TM 7-5

WHP 17 bara WHP 11 bara

Gambar

Tabel 6.1 Rougnees Penyelarasan.
Gambar 3.2 Densitas Uap dan Air sebagai fungsi  tekanan 2)
Gambar 4.2 Diagram Alir Perhitungan Kehilangan Tekanan 3)
Gambar 5.1 Data Masukan Simulator
+3

Referensi

Dokumen terkait

data tersebut dapat dikelompokkan penderita Dari hasil wawancara terhadap enam orang dengan BTA 1+ sebanyak 23 orang (52,3%) terdiri penderita yang pada pemeriksaan

berikut “ Implementasi Penilaian Prestasi Kerja Berbasis Sasaran Kerja Pegawai (SKP) dan Disiplin Kerja bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kantor Wilayah Kementerian Agama

Kajian ini bertujuan untuk mengenal pasti faktor yang mendorong pelajar melibatkan diri dalam kelab/persatuan dan hubungan komitmen pelajar terhadap kelab dengan pencapaian

Yen dolanan ulartangga ditrepake ing pasinaon basa jawa mligine ngenani materi Aksara Jawa nduweni kauntungan kaya ing ngisor iki: (1) sakabehe siswa bisa urun

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental menggunakan biji mangga sebagai bahan baku pembuatan tepung.. Penelitian ini kemudian diuji melalui

Kriteria penilaian sungai diperoleh dengan 3 kategori berdasarkan penilaian fungsi rata-rata aspek yaitu BAIK dengan rata-rata fungsi 80% - 100%, CUKUP dengan

Perencanaan SDM (Human Resource Planning) sebagai: proses di mana manajemen menetapkan bagaimana organisasi seharusnya bergerak dari keadaan SDM sekarang ini menuju

Nilai capaian indikator persentase dosen yang berkegiatan tridarma di kampus lain, QS100 berdasarkan bidang ilmu (QS100 by subject), bekerja sebagai praktisi di dunia