• Tidak ada hasil yang ditemukan

KADAR HEMATOKRIT, GLUKOSA, UREA DARAH DAN KELUARAN KREATININ KERBAU AKIBAT FREKUENSI PEMBERIAN KONSENTRAT YANG BERBEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KADAR HEMATOKRIT, GLUKOSA, UREA DARAH DAN KELUARAN KREATININ KERBAU AKIBAT FREKUENSI PEMBERIAN KONSENTRAT YANG BERBEDA"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

KADAR HEMATOKRIT, GLUKOSA, UREA DARAH DAN

KELUARAN KREATININ KERBAU AKIBAT FREKUENSI

PEMBERIAN KONSENTRAT YANG BERBEDA

(Level of Hematocrit, Glucose, Blood Urea and Creatinine Excretion of

Buffalo Receiving Different Frequency of Concentrate Feeding)

IIS F.ZAMILLAH,R.YULIANTO,E.RIANTO,E.PURBOWATI danA.PURNOMOADI

Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro,Kampus Tembalang, Semarang

ABSTRACT

This study was aimed to examine the influence of 3 and 6 times frequency of concentrate feeding per day on hematocrit, blood glucose, blood urea and urinary creatinine excretion in buffaloes. The study was conducted using 8 male swamp buffaloes aged about 1 year old and body weight (BW) of 132.4 ± 13.7 kg (CV = 10.34%) fed rice straw at 0.7% BW and concentrate feeding at 2.8% BW. The experimental design applied was Completely Randomized Design (CRD) with 2 treatments and 4 replications. Treatments applied were concentrates feeding frequency 3 times per day (T1) and 6 times per day (T2). Results showed that all the measured parameters were not significantly different (P > 0.05). The hematocrit, blood glucose and blood urea levels for T1 and T2 were 29.50 and 30.79%; 45.02 and 56.50 mg/dl; and 31.56 and 30.51 mg/dl, respectively, while the creatinine excreted measured at 7-days total collection of urine were 3,892 and 2,484mg, respectively. It is concluded that quency of concentrate feeding at 3 and 6 times daily did not affect the level of hematocrit, blood glucose and blood urea and creatinine excretion in buffalo.

Key Words: Buffalo, Feeding Frequency, Hematocrit, Blood Glucose, Blood Urea, Creatinine ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh frekuensi pemberian pakan 3 dan 6 kali/hari terhadap profil darah yang dilihat dari kadar hematokrit, glukosa dan urea darah pada kerbau jantan muda yang diberi pakan jerami padi dan konsentrat. Materi yang digunakan adalah 8 ekor kerbau lumpur jantan dengan umur kurang lebih 1 tahun dan rata-rata bobot badan 132,4 ± 13,7 kg (CV = 10,34%) yang diberi pakan jerami padi 0,7% dari bobot badan dan konsentrat 2,8% dari bobot badan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan pakan yang diterapkan yaitu T1 dengan pemberian pakan konsentrat 3 kali/hari dan T2 dengan pemberian pakan konsentrat 6 kali/hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua parameter yang diamati tidak berbeda nyata (P > 0,05). Kadar hematokrit, glukosa darah dan urea darah pada T1 dan T2 masing-masing adalah 29,50 dan 30,79%; 45,02 dan 56,50 mg/dl serta 31,56 dan 30,51 mg/dl, sedangkan keluaran kreatinin yang diukur selama 7 hari total koleksi adalah 3892 dan 2484 mg. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa frekuensi pemberian pakan konsentrat 3 kali dan 6 kali/hari tidak berpengaruh terhadap kadar hematokrit, glukosa dan urea darah dan keluaran kreatinin pada kerbau jantan.

Kata Kunci: Kerbau, Frekuensi Pemberian Pakan, Hematokrit, Glukosa Darah, Urea Darah, Kreatinin

PENDAHULUAN

Produktivitas ternak kerbau pada saat ini masih kurang optimal dikarenakan pemeliharaan oleh peternak yang masih tradisional dengan pakan seadanya. Peningkatan produktivitas ternak dapat dilakukan dengan meningkatkan jumlah konsumsi pakan. Peningkatan konsumsi pakan

dalam sehari dapat dilakukan dengan cara pemberian pakan lebih dari satu kali pemberian. Frekuensi yang tinggi dalam pemberian pakan diharapkan dapat meningkatkan populasi mikroba dalam rumen. Pemberian pakan yang berulang akan mendorong bertambahnya kegiatan ruminasi yang memicu keluaran saliva yang lebih banyak, yang kemudian mendorong

(2)

peningkatan sintesa mikroba, daya cerna bahan kering, pertambahan bobot badan dan pada akhirnya efisiensi pakan lebih baik (ARORA, 1995). Penelitian terdahulu melaporkan bahwa terjadi peningkatan populasi mikroba dalam rumen pada pemberian pakan 6 kali dibandingkan dengan sekali pemberian yang kemudian meningkatkan pencernaan secara fermentasi pada rumen, sehingga konsentrasi amonia dan Volatile Fatty Acid (VFA) juga meningkat (DEHORITY dan TIRRABASSO, 2001). Menurut ROBLES et al. (2007), konsentrasi amonia lebih besar pada pemberian pakan 3 kali dalam sehari jika dibandingkan dengan pemberian pakan 1 atau 2 kali dalam sehari.

Pencernaan pakan dalam rumen tersebut di atas, yang berupa VFA dan ammonia berikutnya akan diolah menjadi glukosa dan urea yang dapat ditemui dalam darah, sedangkan secara keseluruhan akan berdampak pada nilai hematokrit darah. Nilai hematokrit atau packed cell volume adalah nilai persentase (berdasarkan volume) dari darah yang terdiri dari sel-sel darah merah dan padatan lainnya (FRANDSON, 1996). Glukosa darah merupakan

hasil akhir dari pencernaaan karbohidrat yang beredar dalam darah dan digunakan sebagai sumber energi (ANGGORODI, 1994). Kisaran normal kadar glukosa darah adalah sebesar 40 – 60 mg/dl (MURRAY et al., 1999 yang disitasi oleh ZAKARIA et al., 2003). Urea darah adalah hasil dari proses metabolisme nitrogen pada ruminansia oleh aktivitas mikroba rumen terhadap protein pakan maupun non protein nitrogen menjadi ammonia yang kemudian masuk dalam sirkulasi darah menuju hati untuk pembentukan urea (RANJHAN, 1981 yang

disitasi oleh PURBOWATI dan RIANTO, 2009). Kadar urea darah pada ruminansia berkisar antara 26,5 – 56,6 mg/dl (HUNGATE, 1966). Kadar glukosa darah yang memenuhi standar

diharapkan dapat mendorong produktivtas pada ternak. Akan tetapi, adanya proses glikolisis untuk tetap mengatur glukosa pada taraf yang dibutuhkan ternak, maka perlu diketahui kandungan kreatinin yang dikeluarkan dari ternak. Hal ini karena apabila nutrisi tidak tercukupi maka akan terjadi pembongkaran (katabolisme) yang akan meningkatkan keluaran kreatinin dalam urin (ANGGORODI, 1990). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi pemberian pakan 3 dan 6 kali/hari terhadap profil darah yang dilihat dari kadar hematokrit, glukosa dan urea darah dan keluaran kreatinin pada kerbau jantan muda.

MATERI DAN METODE Materi penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 8 ekor kerbau lumpur jantan dengan umur kurang lebih 1 tahun dan rata-rata bobot 132,4 ± 13,7 kg (CV = 10,34%). Pakan yang digunakan adalah jerami padi 0,7% dari bobot badan dan konsentrat 2,8% dari bobot badan yang terdiri dari bekatul sebanyak 37%, ampas teh 40% dan onggok 23% dari bobot badan. Komposisi dan kandungan nutrisi pakan penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diterapkan adalah pemberian konsentrat 3 kali/hari (T1) dan pemberian konsentrat 6 kali/hari (T2).

Tahap perlakuan (10 minggu) dilakukan setelah kerbau diadaptasikan kondisi penelitian (pakan, lingkungan) selama kurang lebih 13 minggu. Jerami padi diberikan secara ad libitum mulai 2 jam setelah pemberian konsentrat dimulai pada jam 9. Pemberian Tabel 1. Kandungan nutrisi bahan pakan (100% BK)

Bahan pakan Abu LK SK PK BETN

………(%)………

Jerami 24,4 2,02 36,37 10,02 27,18

Konsentrat 16,85 1,31 16,93 19,57 45,34

(3)

konsentrat perlakuan 3 kali/hari (T1) dilakukan pada pukul 08.00; 16.00; 00.00 WIB dan pemberian konsentrat pada perlakuan 6 kali/hari dilakukan pada pukul 08.00; 12.00; 16.00; 20.00; 00.00; 04.00 WIB. Air minum juga diberikan secara ad libitum. Pengambilan darah dilakukan sebanyak 3 kali untuk dianalisis kadar hematokritnya, yaitu di awal, tengah, dan akhir tahap perlakuan. Sampel darah diambil sebelum ternak diberi pakan sebanyak 10 ml pada vena jugularis, kemudian dibawa langsung ke laboratorium klinik untuk dianalisis kadar hematokritnya. Pengambilan sampel darah untuk analisis kadar glukosa dan urea darah dilakukan pada minggu ke-4 tahap perlakuan, yaitu 0, 3, 6 dan 9 jam setelah pemberian pakan. Setelah sampel darah diperoleh, kemudian darah dipisahkan antara plasma dengan padatan dengan menggunakan centrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 3.000 rpm. Plasma darah kemudian diambil dengan pipet mikromili. Setelah itu dianalisis dengan mengunakan glukosa dan urea kit, masing-masing reagen berfungsi untuk mengetahui kadar glukosa dan urea pada plasma darah kerbau yang dianalisis.

Pengambilan sampel urin untuk diteliti konsentrasi kreatininnya dilakukan pada pada minggu ke-2 selama satu minggu. Jumlah kreatinin yang keluar didapat dengan menampung urin menggunakan harness yang dihubungkan ke jerigen yang telah diisi H2SO4 20%. Total urin yang didapat kemudian ditimbang dan diambil sampel secukupnya, kemudian disimpan di dalam freezer untuk kemudian dianalisis di laboratorium dengan menggunakan metode Jaffe untuk mengetahui jumlah kreatininnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian, pengaruh perlakuan terhadap konsumsi bahan kering (BK) dan konsumsi protein dapat dilihat pada Tabel 2. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan frekuensi pemberian konsentrat tidak berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap konsumsi BK. Faktor yang mempengaruhi konsumsi bahan kering antara lain umur, pakan, dan bobot badan. Hal ini sesuai dengan pendapat PARAKKASI (1999)

bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi BK adalah bobot badan.

Tabel 2. Rata-rata bobot awal, konsumsi BK,

konsumsi protein, kecernaan BK dan pertambahan bobot badan harian pada kerbau percobaan

Parameter T1 T2

Bobot badan awal (kg) 137,30 145,80 Konsumsi BK (kg/hari) 4,89 4,71 Konsumsi protein (kg/hari) 0,85 0,73 Kecernaan BK (%) 39,93 42,16 Pertambahan bobot badan

harian (kg/hari) 0,09 0,12 Semua parameter secara statistik tidak berbeda nyata; P > 0,05

Perlakuan pemberian pakan yang berbeda hanya membagi jatah pakan yang diberikan dalam satu hari. Sehingga, tidak berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap konsumsi BK dan konsumsi protein karena jumlah konsentrat yang diberikan sama. Konsumsi BK yang tidak berpengaruh nyata dikarenakan rata-rata pemberian pakan yang sama yaitu 3,5% dari bobot badan hanya saja frekuensi pemberiannya yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat ROBLES et al. (2007) bahwa peningkatan frekuensi pemberian pakan 1, 2, 3 kali tidak mempengaruhi konsumsi BK pakan.

Peningkatan frekuensi pemberian pakan harapannya dapat menstabilkan mikroba rumen, sehingga kecernaan bahan kering meningkat dan pakan dapat diserap oleh tubuh ternak secara efisien. Data yang didapat bahwa kecernaan T1 dan T2 tidak berbeda nyata (P > 0,05). Hal ini tidak sesuai dengan pendapat ARORA (1989), bahwa semakin tinggi frekuensi pemberian pakan, maka daya cerna bahan kering meningkat, keseimbangan nitrogen (N) lebih besar, pertambahan bobot badan lebih tinggi dan efisiensi pakan lebih baik.

Metabolit darah dan kreatinin

Hasil penelitian mengenai kadar hematokrit, glukosa, urea darah dan kreatinin kerbau jantan dengan frekuensi pemberian pakan konsentrat yang berbeda ditunjukkan

(4)

Tabel 3. Kadar hematokrit, glukosa, urea darah dan kreatinin Perlakuan Parameter T1 (3×) T2 (6×) Rataan Keterangan Hematokrit (%) 29,50 30,79 30,15 ns Glukosa darah (mg/dl) 45,02 56,5 50,76 ns Urea darah (mg/dl) 31,56 30,52 31,30 ns Kreatinin (mg/hari) 3892,00 2484,00 3188,00 ns

ns: tidak berbeda nyata pada taraf 5% (P > 0,05)

statistika menunjukkan bahwa semua parameter yang diamati tidak berbeda nyata (P > 0,05).

Kadar hematokrit kerbau jantan dengan frekuensi pemberian pakan konsentrat yang berbeda menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pakan konsentrat 3 dan 6 kali/hari tidak berpengaruh terhadap kadar hematokrit darah pada kerbau jantan. Kadar hematokrit pada kedua perlakuan (3 dan 6 kali/hari) masih dalam keadaan normal yaitu sebesar 30,15%. Menurut EL-MASRY dan MARAI (1991) yang disitasi oleh MURTI (2002), bahwa nilai hematokrit kerbau sebesar 28,12 – 32,7%. Nilai hematokrit ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai hematokrit dalam penelitian SAKSONO (2006) yang menggunakan perlakuan jerami padi amoniasi mempunyai nilai hematokrit sebesar 28,22%  30,42%. Nilai hematokrit tidak berbeda nyata dikarenakan konsumsi total bahan kering dan protein kasar perhari tidak ada perbedaan antara kedua perlakuan. Protein merupakan substansi penting pembentuk eritrosit, dimana eritrosit berfungsi sebagai penyalur nutrisi dan oksigen ke seluruh tubuh (SOEHARSONO dan HERNAWAN, 2010), dengan konsumsi protein yang tidak berbeda nyata menyebabkan pertambahan bobot badan antara kedua perlakuan tidak berbeda nyata, sehingga penyebaran nutrisi dan hasil metabolisme yang beredar di dalam tubuh antara kedua perlakuan relatif sama.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kadar glukosa darah kerbau jantan dengan frekuensi pemberian pakan konsentrat yang berbeda menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pakan konsentrat 3 dan 6 kali/hari tidak berpengaruh terhadap kadar glukosa

darah. Rata-rata kadar glukosa darah kerbau jantan pada kedua perlakuan yaitu 50,76 mg/dl. Kadar ini masih dalam keadaan normal, sesuai dengan pendapat ZAKARIA et al. (2003) sebesar 40 – 60 mg/dl. Peningkatan mikroba dalam rumen akan meningkatkan pencernaan secara fermentasi pada rumen, sehingga konsentrasi amonia dan Volatile Fatty Acid (VFA) akan meningkat (ANGGORODI, 1994). Kadar glukosa tidak berbeda nyata disebabkan karena konsumsi serat kasar dan BETN tidak berbeda nyata. Serat kasar dan BETN merupakan golongan dari karbohidrat (TILLMAN et al., 1991). Fermentasi karbohidrat di dalam rumen menghasilkan amonia dan VFA dalam bentuk asetat, butirat, dan propionat. Propionat kemudian diabsorbsi masuk dalam darah, menuju ke hati dan diubah menjadi glukosa darah. Glukosa darah merupakan sumber energi untuk ruminansia, dengan nilai glukosa darah kerbau yang tidak berbeda nyata ini menghasilkan energi untuk tubuh yang tidak berbeda nyata antara kedua perlakuan.

Kadar urea darah kerbau jantan dengan frekuensi pemberian pakan konsentrat yang berbeda menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pakan konsentrat 3 kali dan 6 kali/hari tidak berpengaruh terhadap kadar urea darah. Rata-rata kadar urea darah kerbau jantan pada kedua perlakuan yaitu sebesar 31,3 mg/dl, nilai ini masih berada dalam kisaran normal. Menurut HUNGATE (1966) kadar urea darah pada ruminansia berkisar antara 26,5 – 56,6 mg/dl. Kandungan urea dalam darah mencerminkan penggunaan protein dalam pakan. Protein dalam pakan akan mengalami degradasi menjadi ammonia dan selanjutnya dimanfaatkan untuk sintesis mikroba rumen atau diserap melalui dinding rumen, kemudian

(5)

dibawa ke hati melalui pembuluh darah dan diubah menjadi urea darah (PURBOWATI dan

RIANTO, 2009; ARORA, 1995).

Kadar urea darah ini lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai urea darah dalam penelitian SAKSONO (2006) yang menggunakan

perlakuan jerami padi amoniasi mempunyai kadar urea darah sebesar 48,89 – 55,32 mg/dl. Hal ini dikarenakan protein pakan pada penelitian SAKSONO (2006) tinggi sehingga menyebabkan ammonia yang dihasilkan bertambah, jika ammonia yang dimanfaatkan mikroba rendah, maka ammonia yang di absorbsi ke hati banyak sehingga urea darah yang dihasilkan menjadi tinggi.

Tabel 3 juga menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh perlakuan frekuensi pemberian pakan terhadap keluaran kreatinin, yang salah satunya dikarenakan konsumsi BK dan konsumsi protein tidak berbeda nyata (P > 0,05). Hal tersebut selaras dengan pertambahan bobot badan harian yang tidak berbeda nyata (P > 0,05) antara T1 dan T2.

KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa frekuensi pemberian pakan konsentrat 3 kali dan 6 kali/hari tidak berpengaruh terhadap kadar hematokrit, glukosa, urea darah dan keluaran kreatinin kerbau jantan. Frekuensi pemberian pakan 3 kali/hari sudah cukup memberikan hasil produksi terhadap ternak, karena hasil parameter darah yang didapatkan dari pemberian 6 kali/hari hampir sama dengan pemberian 3 kali/hari sehingga berakibat juga pada pertambahan bobot badan yang sama antara kedua perlakuan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

ANGGORODI, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.

ARORA, S.P. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh R. Marwani).

DEHORITY, B.A. and P.A.TIRABASSO. 2001. Effect of feeding frequency on bacterial and fungal concentrations, ph, and other parameters in the rumen. J. Anim. Sci. 79: 2908 – 2912. FRANDSON, R.D. 1996. Anatomi dan Fisiologi

Ternak. Edisi keempat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Diterjemahkan oleh B.SRIGANDONO danK.PRASENO. HUNGATE,R.E. 1966. The Rumen and Its Microbes.

Academic Press, New York.

MURTI, T.W. 2002. Ilmu Ternak Kerbau. Cetakan Pertama. Kanisius, Yogyakarta.

PARAKKASI, A. 1999. Ilmu Nutirisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

PURBOWATI, E., dan E. RIANTO. 2009. Produksi Ternak Potong dan Kerja: Respon Ternak Potong Terhadap Pakan. Cetakan Pertama. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

ROBLES, V., L.A. GONZÁLEZ, A. FERRET, X. MENTECA and S.CALSAMIGLIA. 2007. Effects of feeding frequency on intake, ruminal fermentation, and feeding behavior in heifers fed high-concentrate diets. J. Anim. Sci. 85: 2538 – 2547.

SOEHARSONO dan E. HERMAWAN. 2010. Fisiologi Ternak: Fenomena dan Nomena Dasar, Fungsi, dan Interaksi Organ pada Hewan. Widya Padjajaran, Bandung.

SAKSONO, R. 2006. Nilai Hematokrit, Kadar Glukosa dan Urea Darah Kerbau Lumpur Jantan Muda yang Diberi Pakan Jerami Padi Kering Amoniasi Menggunakan Urin PFH. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.

TILLMAN,A.D.,H.HARTADI,S.REKSOHADIPROJO,S. PRAWIROKUSUMO, dan S. LEBDOSOEKOJO. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-4, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

ZAKARIA, K., M. ARIFIN, dan S. MAWATI. 2003. Parameter Darah Kerbau yang Mendapat Pakan Basal Jerami Padi dan Tambahan Urea-Molases. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 29 – 30 September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 120 – 122.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu: 1) Faktor predisposisi ( predisposing factors ),

Situasi ini disebabkan oleh pelbagai faktor iaitu (1) terdapat pelbagai sumber pembiayaan pendidikan di setiap peringkat terutamanya peringkat nasional, daerah

Sebagai tokoh terkemuka dalam kemerdekaan gerakan kemerdekaan India, Nehru terpilih oleh Partai Kongres untuk memangku jabatan Perdana Menteri independen India yang pertama,

Pegadaian (Persero) cabang Gorontalo Utara telah melaksanakan pengelolaan terhadap para karyawannya dengan baik, dimana manajemen perusahaan mampu untuk melakukan pembinaan dalam

Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Mengelola Potensi Ekonomi 2018 , Seminar KEIN, 17 Januari

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan jumlah minimal Tenaga Kesehatan dan tenaga non kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran

Dalam hal pengembangan MSMEs khususnya berupa Industri Kecil dan Menengah (IKM), Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri),

U proračunu će se radi sigurnosti uzeti u obzir masa cjelokupnog sklopa ručice R, planetarnih zupčanika i njima pripadajućih osovina, iako vratilo B podnosi samo polovicu