commit to user
7 BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Pustaka 1. Berpikir
Purwanto (2011: 43) menyatakan bahwa berpikir adalah satu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada satu tujuan. Gestlat (Purwanto, 2011: 46) berpendapat, “Berpikir merupakan keaktifan psikis yang abstrak, yang prosesnya tidak dapat diamati dengan alat indra kita”. Menurut Solso (Irham & Wiyani, 2013: 42), “Berpikir adalah sebuah proses dimana representasi mental baru dibentuk melalui transformasi informasi dengan interaksi yang kompleks atribut-atribut mental seperti penilaian, abstraksi, logika, imajinasi, dan pemecahan masalah".
Lim (In’am, 2014) menyatakan, “Thinking is an extraordinary
process employed to find understanding”, sedangkan menurut Irham &
Wiyani (2013: 43), “Berpikir merupakan proses mental yang bertujuan untuk memecahkan suatu permasalahan yang sedang dihadapi individu”.
Berdasarkan beberapa pendapat mengenai berpikir maka dapat disimpulkan bahwa berpikir adalah sebuah proses dimana representasi mental baru dibentuk melalui transformasi informasi dengan tujuan untuk memecahakan permasalahan yang sedang dihadapi individu yang prosesnya tidak dapat diamati dengan alat indra.
2. Proses Berpikir
Marpaung (Retna, 2013) menyatakan bahwa proses berpikir merupakan proses yang terdiri dari penerimaan informasi (dari luar atau dalam siswa), pengelolaan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali informasi itu dari ingatan siswa. Hudojo (Siswono , 2002) menyatakan bahwa dalam proses belajar matematika terjadi proses berpikir, sebab seorang dikatakan berpikir bila orang itu melakukan kegiatan mental dan orang yang belajar matematika pasti melakukan kegiatan mental. Dalam berpikir, orang
commit to user
akan menyusun hubungan antara bagian-bagian informasi yang direkam sebagai pengertian-pengertian. Dari pengertian-pengertian tersebut ditarik kesimpulan. Kemampuan berpikir seseorang dipengaruhi intelegensinya, sehingga ada kaitan antara intelegensi dengan proses belajar matematika.
Suryabrata (Siswono, 2002) berpendapat bahwa proses berpikir merupakan proses dinamis yang dapat digambarkan melalui proses atau jalannya. Proses berpikir itu, pada pokoknya terdapat 3 langkah yaitu pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, dan penarikan kesimpulan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa proses berpikir adalah aktivitas yang dimulai dengan menerima informasi, mengolah dan menyimpannya di dalam ingatan serta memanggil kembali dari ingatan pada saat dibutuhkan sehingga dapat disusun hubungan antara bagian-bagian informasi yang direkam sebagai pengertian-pengertian kemudian dapat ditarik kesimpulan.
Pada penelitian ini definisi proses berpikir yang digunakan oleh peneliti yaitu aktivitas siswa yang dimulai dari menerima informasi, mengolah, memanggil kembali dari ingatan kemudian menarik kesimpulan.
Tabel 2.1 Indikator Proses Berpikir
No Aktivitas Siswa Indikator Proses Berpikir
1 Menerima Informasi 1.1 Membaca informasi
2 Mengolah Informasi 2.1 Memproses informasi menjadi informasi baru
3 Memanggil Kembali dari Ingatan 3.1 Menggunakan pengetahuan tertentu/pendukung yang dipahami untuk pengolahan selanjutnya 4 Menarik Kesimpulan 4.1 Menentukan informasi baru yang
terbentuk
3. Masalah Matematika a. Matematika
Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa “Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara
commit to user
bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan” (2005: 723).
Soedjadi (2000: 11) mengemukakan bahwa ada beberapa definisi matematika, yaitu sebagai berikut:
1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik.
2) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan.
4) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.
5) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik.
6) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Matematika merupakan salah satu alat untuk mengembangkan cara berpikir seseorang yang jelas dan logis, sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, sarana untuk mengembangkan kreatifitas, dan sarana untuk perkembangan budaya (Herman, 2005: 35).
Berdasarkan beberapa pendapat tentang matematika tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak tentang bilangan dan kalkulasi, penalaran logik, fakta-fakta kuantitatif, masalah ruang dan bentuk, struktur-struktur logik, dan aturan-aturan yang ketat dan mengembangkan cara untuk berpikir dalam aktivitas pemecahan masalah serta prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan yang disusun menurut urutan logis.
b. Masalah Matematika
Sebagian besar ahli Pendidikan Matematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan atau soal yang harus dijawab atau direspon. Namun mereka menyatakan juga bahwa tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah
commit to user
hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin ( routin
procedure) yang sudah diketahui si pelaku (Shadiq, 2014: 104).
Krulik and Rudnick (Carson, 2007) menyatakan, “A problem is a
situasion, quantitative or otherwise, that confronts an individual or group of individuals, that requires resolutions, and for which the individual sees no apparent or obvisious means or path to obtaining a solutions”.
Russefendi (Mahardikawati, 2014) mengemukakan bahwa suatu persoalan itu merupakan masalah bagi seseorang jika: (1) Persoalan itu tidak dikenalnya; (2) Siswa harus mampu menyelesaikannya baik kesiapan mentalnya maupun pengetahuan siapnya, terlepas dari apakah akhirnya ia sampai atau tidak kepada jawabannya; (3) Sesuatu itu merupakan pemecahan masalah baginya, bila ia ada niat untuk menyelesaikannya. Dan Hudojo (2003) mengungkapkan, bahwa suatu pertanyaan disebut masalah bagi siswa jika: (1) Pertanyaan yang dihadapkan harus dapat dimengerti oleh siswa, namun pertanyaan itu harus merupakan tantangan baginya untuk menjawabnya dan (2) Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui siswa.
Masalah matematika menurut Polya (Dewiyani, 2008: 88) diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu:
1) Masalah mencari (problem to find), yaitu mencari, menentukan, atau mendapatkan nilai atau objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan memenuhi kondisi atau syarat yang terdapat pada soal. Objek yang dinyatakan atau dicari (unknown), syarat-syarat yang memenuhi soal (conditions), dan data atau informasi yang diberikan merupakan bagian penting atau pokok dari sebuah soal mencari dan harus dipahami serta dikenali dengan baik pada saat awal pemecahan masalah.
2) Masalah membuktikan (problem to prove), yaitu prosedur untuk menentukan apakah suatu pernyataan benar atau salah. Soal membuktikan ini terdiri atas bagian hipotesis dan kesimpulan. Pembuktian dilakukan dengan membuat atau memproses pernyataan yang logis dari hipotesis menuju kesimpulan, sedangkan untuk membuktikan bahwa suatu
commit to user
pernyataan tidak benar, cukup diberikan contoh penyangkal sehingga pernyataan tersebut tidak benar.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa masalah matematika adalah pertanyaan yang berkaitan bilangan dan kalkulasi, penalaran logik, fakta-fakta kuantitatif, masalah ruang dan bentuk, struktur-struktur logik, dan aturan-aturan yang ketat dimana pertanyaan tersebut tidak dikenal siswa tetapi dapat dapat dimengerti oleh siswa dan merupakan tantangan bagi siswa untuk mampu menyelesaikannya serta pertanyaan tersebut tidak dapat diselesaikan dengan prosedur rutin yang telah diketahui siswa.
4. Masalah Matematika pada Materi Pecahan
Definisi pecahan yang digunakan pada penelitian ini menurut Nurhaini (2008: 40), “Pecahan adalah bilangan yang dapat dinyatakan sebagai 𝑝
𝑞, dengan 𝑝, 𝑞 bilangan bulat dan 𝑞 ≠ 0”. Bilangan p disebut pembilang dan q disebut penyebut.
Operasi hitung pecahan adalah operasi yang melibatkan pecahan. Fokus operasi hitung pecahan pada materi ini adalah menjumlahkan, mengurangkan, mengalikan dan membagikan pada pecahan. Dalam menentukan hasil penjumlahan atau pengurangan pecahan dengan bilangan bulat, bilangan bulat diubah ke dalam bentuk pecahan dengan penyebut yang sama dengan penyebut pecahan itu. Kemudian menjumlahkan atau mengurangi pembilang sebagaimana pada bilangan bulat. Jika pecahan tersebut berbentuk pecahan campuran, bilangan bulat dijumlahkan atau dikurangkan dengan bilangan bulat pada pecahan campuran. Sedangkan menentukan hasil penjumlahan atau pengurangan dua pecahan, samakan penyebut kedua pecahan tersebut, yaitu dengan cara mencari KPK dari penyebut-penyebutnya. Kemudian menjumlahkan atau mengurangkan pembilangnya. Untuk mengalikan dua pecahan 𝑝
𝑞 dan 𝑟
𝑠 dilakukan dengan mengalikan pembilang dan pembilang serta penyebut dengan penyebut atau dapat ditulis 𝑝
𝑞×
𝑟
𝑠 =
𝑝×𝑟
𝑞×𝑠 dengan 𝑞, 𝑠 ≠ 0. Untuk sebarang pecahan 𝑝 𝑞 dan
𝑟 𝑠
commit to user dengan 𝑞, 𝑟, 𝑠 ≠ 0 berlaku 𝑝 𝑞 ∶ 𝑟 𝑠 = 𝑝 𝑞× 𝑠 𝑟 dimana 𝑠 𝑟 merupakan kebalikan (invers) dari 𝑟 𝑠.
Masalah matematika pada materi pecahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu masalah berbentuk pertanyaan/ soal cerita yang berkaitan dengan operasi hitung pada pecahan dimana pertanyaan tersebut merupakan tantangan bagi siswa untuk menyelesaikannya serta pertanyaan tersebut tidak dapat diselesaikan dengan prosedur rutin yang telah diketahui siswa.
5. Pemecahan Masalah
Menurut Siswono (2008: 35), “Pemecahan masalah adalah suatu proses atau upaya untuk merespon, mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas”. Pendapat Rahman yang dikutip oleh In’am (2014), “Problem solving is a characteristic of
mathematics and medium for the development of mathematic knowledge”.
Suhendra (2005) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu aktivitas intelektual untuk mencari penyelesaian masalah yang dihadapi dengan menggunakan bekal pengetahuan yang sudah dimiliki. Solso (1995) menyatakan bahwa proses pemecahan masalah, selain harus melibatkan proses berbikir dan dilakukan penuh usaha, tapi juga harus dapat memilih diantara banyak kemungkinan yang ada (Dewiyani, 2008). Polya (Hujodo, 2003) mendefiniskan pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari kesulitan untuk mencapai suatu tujuan yang tidak dapat dicapai dengan segera.
Polya yang dikutip Mahardikawati (2014) menjelaskan terdapat empat langkah dalam menyelesaikan masalah, yaitu:
1) Memahami masalah
Dalam tahap ini, masalah harus dibaca dengan sebaik mungkin sehingga bisa dipahami dengan benar dan dapat ditanyakan sendiri beberapa hal, seperti apa yang ditanyakan, apa yang diketahui, apa yang tidak diketahui, bagaimana hubungan antara yang diketahui dengan apa yang tidak diketahui. Selanjutnya siswa yang memahami soal mampu menyatakannya dengan bahasa sendiri. Siswa menentukan apa saja yang diketahui dan
commit to user
apa yang ditanyakan dalam bentuk rumus, simbol atau kata-kata sederhana.
2) Membuat rencana pemecahan masalah
Setelah memahami masalah, siswa menemukan hubungan dari informasi yang diketahui dan ditanyakan. Siswa memikirkan langkah-langkah apa saja yang penting dan mendukung untuk memecahkan masalah. Siswa diminta menentukan metode, prosedur, atau strategi apa yang akan digunakan dalam menyelesaikan soal.
3) Melaksanakan rencana pemecahan masalah
Pada tahapan ini siswa mengimplementasikan rencana pemecahan yang sudah dibuat. Siswa sudah siap untuk melakukan perhitungan sesuai dengan rencana yang disusunnya. Bisa dikatakan tahapan ini merupakan gabungan dari tahap pertama dan tahap kedua. Data yang diperoleh pada tahap pertama diolah sesuai rencana yang disusun pada tahap kedua. 4) Memeriksa kembali jawaban
Pada tahap ini siswa mengecek ulang dan menelaah kembali dengan teliti setiap langkah pemecahan masalah yang dilakukan. Siswa juga bisa menentukan alternative cara dan jawaban yang lain yang lebih efektif, menentukan apakah prosedur yang dibuat dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah sejenis atau apakah prosedur dapat dibuat generalisasinya.
Jadi pemecahan masalah adalah suatu aktivitas yang melibatkan proses berpikir dan usaha dalam mencari jalan keluar dari kesulitan untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki. Tahapan proses pemecahan masalah dalam peneletian ini yaitu ketika siswa memahami masalah, membuat recana pemecahan masalah, melaksanakan rencana pemecahan masalah dan memeriksa kembali jawaban.
commit to user
Tabel 2.2 Indikator Pemecahan Masalah Langkah Pemecahan Masalah
Menurut Polya Indikator Pemecahan Masalah Memahami Masalah Siswa dapat menentukan hal yang
diketahui
Siswa dapat menyebutkan hal yang ditanyakan
Siswa dapat menentukan hubungan antara hal yang diketahui dengan yang tidak diketahui
Siswa dapat mengungkapkan kembali masalah dengan bahasanya sendiri yang lebih sederhana atau dengan membuat model matematika
Membuat Rencana Pemecahan Masalah
Siswa dapat menentukan keterkaitan antara hal yang diketahui dan hal yang ditanyakan
Siswa dapat menggunakan semua hal yang diketahui dari masalah yang diberikan
Siswa dapat menentukan metode/prosedur/strategi apa yang akan digunakan dalam menyelesaikan soal Siswa dapat membuat langkah-langkah pemecahan masalah
Melaksanakan Rencana Pemecahan Masalah
Siswa dapat menjalankan langkah-langkah pemecahan masalah secara benar
Siswa terampil dalam algoritma dan ketepatan menjawab soal
Memeriksa Kembali Jawaban Siswa dapat meyakini kebenaran jawaban
Siswa dapat mengecek ulang hasil perhitungan dan langkah-langkah pemecahan masalah dari awal
Siswa dapat menentukan solusi alternatif untuk memecahkan masalah
6. Proses Berpikir dalam Memecahkan Masalah Matematika
Dalam belajar matematika dan memecahkan masalah matematika terjadi proses berpikir. Proses berpikir terjadi pada otak manusia. Pada saat siswa dihadapkan pada suatu masalah, dalam benak siswa terjadi proses berpikir sehingga siswa dapat sampai pada jawaban atau tidak. Proses
commit to user
berpikir siswa menunjukkan keseriusan dalam belajar, namun proses berpikir siswa berbeda-beda dalam memecahkan masalah. Proses berpikir ini merupakan suatu kegiatan mental yang terjadi di dalam pikiran siswa pada saat siswa dihadapkan pada suatu pengetahuan baru atau permasalahan yang sedang terjadi dan mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut. Kegiatan yang dilakukan individu dalam memecahkan masalah matematika pada dasarnya mencakup dua hal yaitu perilaku mental dan perilaku fisik. Namun yang terpenting adalah kegiatan mental dalam pemecahan masalah matematika. Karena proses berpikir merupakan kegiatan mental maka proses berpikir sulit diamati namun proses berpikir siswa dapat diamati melalui langkah-langkah atau perilaku siswa dalam memecahkan masalah yang menunjukkan proses berpikir.
Pada penelitian ini, untuk mengetahui atau menentukan proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah matematika, peneliti mengembangkan beberapa indikator proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah matematika yang disajikan dalam Tabel 2.3. Indikator yang diperoleh berasal dari langkah-langkah Polya yang dianalisis dan dihubungkan dengan definisi proses berpikir yang digunakan dalam penelitian ini.
Tabel 2.3 Indikator Proses Berpikir Berdasarkan Langkah-Langkah Polya Langkah Pemecahan Menurut Polya Proses Berpikir
Indikator Proses Berpikir Berdasarkan Langkah-Langkah Polya
Memahami Masalah
Menerima Informasi
Siswa membaca masalah secara keseluruhan
Mengolah Informasi
Siswa memilah informasi menjadi informasi yang penting dan informasi tidak penting (siswa mengeliminasi informasi yang tidak diperlukan dalam menyelesaikan masalah)
Siswa mengaitkan hubungan antara hal yang diketahui dengan hal yang tidak diketahui
commit to user Menarik
Kesimpulan
Siswa menjelaskan informasi penting ( hal yang diketahui) dan yang ingin didapatkan (hal yang ditanyakan) dengan bahasa sendiri atau mengubah dalam bentuk matematika
Merencanakan Pemecahan Masalah
Mengolah Informasi
Siswa menggunakan semua yang diketahui untuk menyelesaikan permasalahan
Siswa menentukan keterkaitan antara hal yang diketahui dengan hal yang ditanyakan
Siswa menentukan strategi yang digunakan dalam memecahkan masalah Memanggil
Kembali dari Ingatan
Siswa menentukan pengetahuan/konsep yang sudah dipelajari yang akan digunakan dalam menyelesaikan masalah
Menarik Kesimpulan
Siswa menentukan dan menjelaskan langkah-langkah pemecahan masalah (rencana pemecahan masalah) untuk menyelesaikan masalah Melaksanakan Rencana Pemecahan Masalah Mengolah Informasi
Siswa menjalankan langkah-langkah pemecahan masalah sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya
Siswa menentukan hasil yang sesuai dengan permasalahan
Memanggil Kembali Ingatan
Siswa menggunakan pengetahuan tertentu dalam melakukan perhitungan Menarik
Kesimpulan
Siswa menjelaskan pelaksanaan langkah-langkah pemecahan masalah dan perhitungan yang telah dilakukan Memeriksa
Kembali Jawaban
Mengolah Informasi
Siswa melakukan perhitungan berkaitan dengan permasalahan tambahan yang diberikan
Menarik Kesimpulan
Siswa meyakini kebenaran dari hasil pekerjaan yang telah dilaksanakan Siswa melakukan pemeriksaan terhadap hasil pekerjaan yang telah dilakukan dengan menghitung ulang atau mengecek kembali semua langkah penyelesaian yang dilakukan dengan teliti
Siswa menggunakan cara lain untuk mencari penyelesaian kemudian
commit to user
membandingkan dengan hasil pekerjaan yang diperoleh dari cara pertama
Siswa menjelaskan proses pemeriksaan terhadap hasil pekerjaanya dengan yakin
7. Kecerdasan Logis-Matematis a. Kecerdasan
Menurut Bainbridge (Yaumi, 2012: 9) menyatakan kecerdasan sering didefiniskan sebagai kemampuan mental umum untuk belajar dan menerapkan pengetahuan dalam memanipulasi lingkungan, serta kemampuan berpikir abstrak. Chaplin (Iskandar, 2012: 50) menyatakan bahwa kecerdasan sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara tepat dan efektif.
Sedangkan Gardner (Suyadi, 2010: 143) menyatakan bahwa konsep kecerdasan sebagai berikut: (1) Kemampuan untuk memecahkan masalah (2) Kemampuan untuk menciptakan suatu masalah baru untuk dipecahkan (3) Kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau menawarkan suatu pelayanan yang berharga dalam suatu kebudayaan masyarakat.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan mental untuk belajar dan menggunakan pengetahuan untuk menghadapi dan menyesuaikan diri dalam memecahkan masalah atau menciptakan suatu masalah baru untuk dipecahkan.
Gardner melakukan penelitian dan menemukan tujuh aspek kecerdasan yang kemudian ditambah dua aspek kecerdasan lagi. Gardner menyebut konsep kecerdasan dengan istilah multiple intelligence. Gardner menyatakan setiap orang memiliki banyak kecerdasan.
Adapun kecerdasan-kecerdasan tersebut adalah: 1) Kecerdasan linguistik
2) Kecerdasan matematis – logis 3) Kecerdasan ruang – spasial
commit to user 4) Kecerdasan musikal
5) Kecerdasan kinestetik – badani 6) Kecerdasan interpersonal 7) Kecerdasan intrapersonal 8) Kecerdasan naturalis 9) Kecerdasan eksisensial. b. Kecerdasan Logis-Matematis
Penjelasan Gardner (Jamaris, 2013: 101) mengenai kecerdasan logis matematis yaitu kemampuan untuk mempelajari sesuatu yang membutuhkan daya abstraksi yang tinggi dan kemampuan dalam memecahkan masalah yang rumit disertai dengan argument yang logis. Menurut Kezar (Yaumi, 2012: 15). Kecerdasan matematik adalah kemampuan yang berkenaan dengan rangkaian alasan, mengenal pola-pola dan aturan. Kecerdasan ini merujuk pada kemampuan untuk mengeksplorasi pola-pola, kategori-kategori dan hubungan dengan memanipulasi objek atau symbol untuk melakukan percobaan dengan cara yang terkontrol dan teratur. Kecerdasan matematika disebut juga kecerdasan logis dan penalaran, karena merupakan dasar dalam pemecahan masalah dengan memahami prinsip-prinsip yang mendasari system kasual atau dapat memanipulasi bilangan, kuantitas dan operasi.
Sedangkan Iskandar (2012: 54) menyatakan bahwa kecerdasan logis-matematis memuat kemampuan seeorang dalam berpikir secara induktif dan deduktif, kemampuan berpikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisa pola angka-angka serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir. Suyadi (2010: 154) berpendapat, “ Kecerdasan logis-matematis adalah kemampuan untuk menangani bilangan dan perhitungan, pola berpikir logis dan ilmiah”.
Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa kecerdasan logis-matematis merupakan kemampuan berpikir dalam menangani bilangan dan perhitungan menurut aturan logika, pola-pola,
commit to user
kategori-kategori dan hubungan dengan memanipulasi objek atau symbol serta memecahkan masalah secara logis dan ilmiah.
Kemampuan dalam kecerdasan logis-matematis meliputi: 1) Kemampuan numerik
Kemampuan numerik adalah kemampuan yang berhubungan dengan angka, dan kemampuan untuk berhitung serta melakukan operasi matematika. Siswa semacam ini cenderung menyukai aktivitas berhitung dan memiliki kecepatan tinggi mengerjakan perhitungan matematika secara tepat.
2) Kemampuan konsep aljabar
Kemampuan konsep aljabar adalah kemampuan bekerja dalam konsep aljabar untuk menyelesaikan persoalan matematika.
3) Kemampuan pola bilangan
Kemampuan pola bilangan adalah kemampuan mengurutkan, mendeteksi serta menganalisis pola angka-angka tertentu. Kemampuan pola bilangan yang dimaksud tidak sebatas mengenali suatu pola dalam deret namun juga untuk memahami suatu pola atau hubungan antar hal dalam suatu permasalahan.
4) Kemampuan logika (penalaran)
Kemampuan logika (penalaran) adalah kemapuan seseorang dalam berpikir secara induktif dan deduktif, berpikir menurut auran logika, memahami dan serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir. Kemampuan ini meliputi kemampuan menganalisis dan mempelajari sebab akibat terjadinya sesuatu serta menganalisa berbagai permasalahan matematika secara logis.
B. Kerangka Berpikir
Mata pelajaran matematika dipelajari mulai dari tingkat sekolah dasar, sekolah menengah hingga perguruan tinggi. Namun kebanyakan siswa menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang sulit dan rumit, siswa sering menunjukkan rasa kurang tertarik dan merasa bosan ketika belajar matematika
commit to user
sehingga dapat berpengaruh pada rendahnya kemampuan matematika dalam memecahkan masalah matematika. Pembelajaran matematika mengenai pecahan di sekolah menengah bukanlah yang pertama kali bagi siswa. Materi ini pernah diterima siswa pada saat berada di sekolah dasar. Sehingga siswa tentu sudah tidak asing dengan materi ini, dalam struktur kognitif siswa sudah terbentuk pengertian pecahan. Namun menurut beberapa survei masalah pecahan masih menjadi materi yang sulit bagi siswa. Beberapa penelitian juga menunjukkan terdapat miskonsepsi, kesulitan, kesalahan dalam mempelajari pecahan.
Dalam belajar matematika dan memecahkan masalah matematika terjadi proses berpikir. Proses berpikir terjadi pada otak manusia. Proses berpikir siswa menunjukkan keseriusan dalam belajar, namun proses berpikir siswa berbeda-beda dalam memecahkan masalah. Dalam benak siswa terjadi proses berpikir sehingga siswa dapat sampai pada jawaban. Dalam pembelajaran matematika proses berpikir ini kurang mendapat perhatian guru, terkadang guru hanya memperhatikan hasil akhir penyelesaian sisa tanpa memperhatikan bagaimana sebenarnya siswa tersebut dapat sampai pada jawabannya.
Oerman Hamalik (2003: 181-186) menyebutkan terdapat bentuk-bentuk perbedaan individu yang sering dikaji sehingga perlu diperhatikan dalam pembelajaran, yaitu kecerdasan, bakat, keadaan jasmaniah, penyesuaian sosial dan emosional, latar belakang keluarga, hasil belajar, siswa yang cepat dan lambat dalam belajar, dan siswa yang megalami kesulitan-kesulitan jasmani, berbicara dan menyesuaikan diri secara sosial (Irham & Wiyani, A., 2013:77). Hasil penelitian yang dikutip oleh Sri Rumini, dkk (2006:61), tentang kecerdasan menjelaskan bahwa diperkirakan 25% hasil belajar individu dipengaruhi oleh kecerdasan (Irham & Wiyani,A., 2013: 55-56).
Untuk memecahkan masalah matematika dibutuhkan pemikiran logis, hal ini berhubungan dengan kecerdasan logis-matematis. Kecerdasan logis-matematis merupakan kemampuan berpikir dalam menangani bilangan dan perhitungan menurut aturan logika, pola-pola, kategori-kategori dan hubungan dengan memanipulasi objek atau symbol serta memecahkan masalah secara logis dan ilmiah. Kecerdasan logis-matematis siswa meliputi kemampuan numerik,
commit to user
kemampuan konsep aljabar, kemampuan deret bilangan, dan kemampuan logika (penalaran). Gardner mengungkapkan bahwa siswa dengan kecerdasan logis-matematis tinggi menyukai aktivitas berhitung, memiliki kecepatan tinggi mengerjakan perhitungan matematika secara tepat, mampu bekerja dalam konsep aljabar untuk menyelesaikan persoalan matematika, mampu mengurutkan, mendeteksi serta menganalisis pola angka-angka tertentu dan juga memahami suatu pola atau hubungan antar hal dalam suatu permasalahan, siswa dengan kecerdasan logis-matematis tinggi juga mampu menganalisis dan mempelajari sebab akibat terjadinya sesuatu serta menganalisa berbagai pemecahan matematika secara logis. Siswa semacam ini cenderung menyukai aktivitas berhitung dan memiliki kecepatan tinggi dalam menyelesaikan masalah matematika. Akibatnya siswa dengan kecerdasan logis-matematis tinggi mampu memecahkan masalah matematika dengan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki kecerdasan logis-matematis sedang. Begitu pula siswa dengan kecerdasan logis-matematis sedang mampu memecahkan masalah matematika lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki kecerdasan logis-matematis rendah.
Dalam penenelitian ini, peneliti akan menganalisis proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah matematika pada materi pecahan berdasarkan langkah-langkah Polya ditinjau dari kecerdasan logis-matematis. Analisis proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah matematika materi pecahan ditinjau dari tingkatan kecerdasan logis-matematis, yaitu kecerdasan logis-matematis tinggi, kecerdasan logis-matematis sedang dan kecerdasan logis-matematis rendah.