• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan gejala klinis pasca infeksi virus H5N1 terlihat ayam lesu, pucat, oedema di kepala, leher memendek, dan bulu berdiri. Pada hari ke-3 sebagian ayam sudah ada yang mati, terjadi ptekhie, pial berwarna biru, bengkak. Secara umum hasil pengamatan histopatologi dengan pewarnaan hematoksilin dan eosin (HE) pada semua organ ayam yang diperiksa dari semua kelompok perlakuan menunjukkan adanya oedema, kongesti, deplesi limfoid folikel, infiltrasi sel radang berupa sel limfosit, dan nekrosis.

Berdasarkan pengamatan menggunakan teknik pewarnaan imunohistokimia (IHK) pada semua organ ayam yang diperiksa dalam penelitian ini yaitu trakhea, paru-paru, hati, pankreas, usus, limpa, dan bursa Fabricius pada semua kelompok perlakuan, baik kelompok kontrol positif maupun kelompok perlakuan I-1, I-2, I-3, II-1, II-2 dan II-3 ditemukan distribusi antigen virus H5N1 dengan derajat infeksi dari yang ringan (+), sedang (++) sampai yang tinggi (+++). Organ paru-paru, hati, dan limpa dari semua kelompok perlakuan ditemukan adanya antigen virus H5N1 dari derajat yang sedang (++) sampai tinggi (+++). Sedangkan pada organ trakhea, pankreas, usus, dan bursa

Fabricius pada semua kelompok ditemukan antigen virus dengan derajat yang

ringan (+).

Pemberian formula ekstrak tanaman obat pada kelompok perlakuan I-1, I-2 dan I-3 dengan senyawa aktif yang terdiri dari anetol (adas bintang), kurkumin (temu ireng), andrografolid (sambiloto) dan piperin (sirih merah), serta kelompok perlakuan II-1, II-2 dan II-3 dengan senyawa aktif yang terdiri dari anetol, andrografolid dan piperin. Semua kelompok perlakuan masing-masing menggunakan pelarut heksana, etil asetat dan etanol. Pada semua kelompok menunjukkan bahwa ekstrak tanaman obat senyawa aktif tersebut memiliki kemampuan dalam menghambat virus H5N1 dan diduga memiliki aktivitas sebagai antivirus. Berdasarkan pengamatan data kematian, gambaran histopatologi dan distribusi antigen virus H5N1 pada semua organ ayam yang diperiksa, maka formula ekstrak tanaman obat menggunakan senyawa anetol, andrografolid dan piperin dengan pelarut etanol pada kelompok perlakuan II-3 memiliki aktivitas antivirus yang lebih tinggi dibandingkan kelompok yang lain.

Sampel serum dari ayam DOC dilakukan uji serologis (uji HI). Uji HI bertujuan untuk mendeteksi adanya virus AI dengan mengetahui titer antibodi

(2)

pada serum yang diuji, dan selanjutnya dapat digunakan untuk mengetahui rataan titer antibodi terhadap virus AI pada satu kelompok. Berdasarkan hasil uji antibodi terhadap AI dari sampel serum menunjukkan semua ayam memiliki rataan titer antibodi terhadap virus AI sangat rendah seperti yang tersaji pada Tabel 3. Hal ini berarti bahwa ayam yang digunakan dalam penelitian ini belum terpapar oleh virus AI, sehingga tidak mempengaruhi perlakuan. Pada ke 7 kelompok perlakuan, titer antibodi terendah terlihat pada kelompok perlakuan I-3. Ayam dengan titer lebih rendah dari 10 maupun negatif tidak mampu melindungi ayam dari infeksi virus AI, sehingga kematian sangat tinggi bila ditantang dengan virus AI. Titer rendah antara 10-40 dapat melindungi ayam dari kematian tetapi tidak dapat mencegah infeksi dan shedding virus. Titer lebih dari 40 dapat mencegah kematian dan shedding virus (Kumar et al., 2007).

Tabel 3 Rataan titer HI ayam sebelum ditantang virus H5N1

No. Kelompok Perlakuan Rataan Titer HI (log2) Keterangan

1. I-1 1,1 Rendah 2. I-2 1,1 Rendah 3. I-3 0,3 Rendah 4. II-1 0,5 Rendah 5. II-2 0,6 Rendah 6. II-3 0,8 Rendah 7. Kontrol 0 Rendah

Tabel 4 Jumlah ayam yang mati setelah di tantang dengan virus AI strain H5N1/Legok/2003 di BSL3

Kelompok perlakuan

Jumlah ayam

Jumlah ayam mati hari ke

1 2 3 4 5 6 7 Kelompok I-1 15 0 1 6 5 3 - -Kelompok I-2 15 0 0 4 8 2 1 -Kelompok I-3 15 0 0 3 9 3 - -Kelompok II-1 15 0 0 7 3 4 - 1 Kelompok II-2 15 0 0 4 5 6 - -Kelompok II-3 15 0 0 4 4 7 - -Kontrol positif 15 0 0 7 4 1 3

(3)

-Data jumlah kematian ayam pada hari pertama sampai hari ke-tujuh setelah uji tantang virus H5N1 dapat dilihat pada Tabel 4. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok perlakuan II-3 dengan kombinasi senyawa tanaman obat anetol, andrografolid dan piperin dengan pelarut etanol memberikan hasil yang lebih baik terhadap infeksi virus AI dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang lain. Pada kelompok ini tampak ayam yang masih bertahan mencapai 7 ekor pada hari ke-5, sementara kelompok yang lain pada hari ke-5 ayam yang mampu bertahan lebih sedikit yaitu di bawah 7 ekor.

Pemeriksaan Histopatologi dan Imunohistokimia

Hasil pengamatan dengan pewarnaan HE pada organ trakhea, paru-paru, hati, pankreas, usus, limpa dan bursa Fabricius secara umum ditemukan adanya oedema, kongesti, deskuamasi sel epitel, deplesi folikel limfoid, infiltrasi sel limfosit, dan nekrosis. Gambaran umum perubahan organ ayam pada kelompok perlakuan disajikan dalam Tabel 5. Diduga perubahan yang terjadi pada organ seperti oedema timbul akibat peningkatan daya dorong cairan dari pembuluh menuju jaringan antar sel, kongesti terjadi bila aliran darah mengalami gangguan diduga sebagai akibat timbulnya daya kerja tubuh dalam upaya memobilisasi sel-sel darah dengan meningkatkan tekanan vascular. Deskuamasi sel-sel epitel akibat daya kerja virus yang patogen dalam merusak sel epitel sehingga virus dapat masuk ke jaringan dan menyebabkan infeksi sistemik. Deplesi folikel limfoid akibat berkurangnya jumlah sel-sel limfosit pada folikel limfoid. Nekrosis terjadi akibat antigen virus masuk ke sel sehingga menyebabkan depresi hebat aktifitas metabolism seluler akibat replikasi virus (Pringgoutomo 2002).

Hasil pengamatan dengan pewarnaan IHK menunjukkan bahwa antigen dapat terdeteksi pada semua organ ayam (trakhea, paru-paru, hati, pankreas, usus, limpa, dan bursa Fabricius) pada setiap kelompok perlakuan dan kelompok kontrol positif. Menurut Damayanti dkk (2004), antigen H5N1 pada jaringan organ ayam yang berasal dari daerah wabah flu burung ditemukan pada kulit jengger, pial dan telapak kaki, otak, trakhea, jantung, paru-paru, proventrikulus, hati, limpa, ginjal, dan ovarium dengan derajat yang bervariasi dari rendah sampai tinggi.

Antigen yang terdapat pada organ-organ tersebut di atas berada di lokasi dan distribusi yang spesifik, dimana ada sebagian antigen yang berkumpul dan sebagian lagi terpisah secara individual menyebar di jaringan. Antigen tersebut

(4)

dapat ditemukan pada intravaskuler, intrasitoplasmik dan juga di intranuklear pada hampir semua organ ayam yang diamati. Menurut Damayanti dkk (2005), antigen virus AI subtipe H5N1 juga dapat dideteksi pada daerah interstitial dan vascular pada unggas.

Antibodi khusus bereaksi dengan protein virus AI telah dikembangkan untuk imunohistokimia, termasuk antibodi monoklonal terhadap nukleoprotein (N) dan hemaglutinin (H) protein. Antigen virus AI dengan pewarnaan sel ditemukan dalam nukleus dan sering juga di sitoplasma bila menggunakan antibodi terhadap nukleoprotein, dan di sitoplasma dan membran sel bila menggunakan antibodi terhadap hemaglutinin (Patin-Jackwood, 2008). Distribusi antigen pada setiap organ ayam dengan menggunakan pewarnaan imunohistokimia dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5 Perubahan histopatologi organ ayam

No. Kelompok perlakuan

Gambaran histopatologi Oedema Kongesti Deskuamasi

epitel Deplesi folikel limfoid Infiltrasi sel limfosit Nekrosis 1. I-1 √√√ √√√ √√ √√ √√ √ 2. I-2 √√√ √√√ √√√ √√ √ √ 3. I-3 √√√ √√√ √√ √ √ √ 4. II-1 √√√ √√√ √√ √√ √ √ 5. II-2 √√√ √√√ √√√ √√ √√ √ 6. II-3 √√√ √√√ √√ √ √ √ 7. Kontrol positif √√√ √√√ √√√ √√ √√ √

Ket: hasil pengamatan dikelompokkan dalam 4 kategori : – tidak ditemukan, √ ringan, √√sedang, √√√ tinggi.

Pada kelompok kontrol positif yaitu ayam yang tidak diberi ekstrak tanaman obat tapi dilakukan uji tantang terhadap virus H5N1 menunjukan bahwa semua organ ditemukan distribusi antigen dalam jumlah yang tinggi (+++) dan ringan (+). Antigen dalam jumlah yang besar pada organ menandakan tingkat infeksi yang berat oleh virus H5N1.

Hasil pengamatan terhadap kelompok perlakuan I-1 yaitu ayam yang diberi ekstrak tanaman obat formula I dengan pelarut heksana, pemeriksaan

(5)

dengan metode IHK menunjukan keberadaan virus H5N1 pada organ paru-paru, hati, dan limpa dengan tingkat yang tinggi (+++), sedangkan organ trakhea, pankreas, usus dan bursa Fabricius dalam tingkat yang ringan (+). Pemeriksaan pada kelompok I-2 yaitu ayam yang diberi formula II dengan pelarut etil asetat, terlihat distribusi antigen dalam tingkat yang tinggi (+++) pada organ paru-paru, dan limpa, sedangkan tingkat yang sedang (++) hanya ditemukan pada organ hati dan organ yang lain ditemukan dengan tingkat yang rendah (+). Hasil pemeriksaan pada kelompok I-3 yaitu ayam yang diberi formula III dengan pelarut etanol terlihat bahwa distribusi antigen dalam tingkat yang sedang (++) terdapat pada tiga organ yaitu paru-paru, hati dan limpa. Organ trakhea, pankreas, usus, dan bursa Fabricius terlihat distribusi antigen dengan tingkat yang rendah (+).

Pemeriksaan IHK untuk kelompok II-1 yaitu ayam yang diberi ekstrak tanaman obat formula IV dengan pelarut heksana. Virus H5N1 ditemukan dalam tingkat yang tinggi (+++) organ limpa. Sedangkan tingkat distribusi antigen yang sedang (++) terlihat pada organ paru-paru dan hati, serta yang ringan (+) ditemui pada organ trakhea, pankreas, usus, dan bursa Fabricius. Pada kelompok II-2 yaitu ayam yang diberi formula V dengan pelarut etil asetat, terdeteksi antigen pada organ ayam dalam tingkat yang tinggi (+++) hanya pada organ paru-paru, sedangkan organ hati dan limpa dalam tingkat yang sedang (++) dan organ trakhea, pankreas, usus dan bursa Fabricius dalam tingkat yang rendah (+). Hasil pemeriksaan pada kelompok II-3 yaitu ayam yang diberi formula VI dengan pelarut etanol terlihat antigen sama dengan kelompok II-2.

Tabel 6 Distribusi antigen virus H5N1 dengan pewarnaan imunohistokimia

No. Kelompok perlakuan

Antigen virus H5N1 pada organ ayam Trakhea Paru –

paru Hati Pankreas Usus Limpa

Bursa Fabricius 1. Kelompok I-1 + +++ +++ + + +++ + 2. Kelompok I-2 + +++ ++ + + +++ + 3. Kelompok I-3 + ++ ++ + + ++ + 4. Kelompok II-1 + ++ ++ + + +++ + 5. Kelompok II-2 + +++ ++ + + ++ + 6. Kelompok II-3 + +++ ++ + + ++ + 7. Kontrol positif + +++ +++ + + +++ +

Ket: hasil pengamatan dikelompokkan dalam 4 katagori yaitu – tidak ditemukan, + ringan ++ sedang, +++ tinggi.

(6)

Antigen virus H5N1 pada penelitian ini dapat ditemukan pada semua organ ayam dalam semua kelompok perlakuan. Organ paru-paru, hati dan limpa tampak sebaran antigennya lebih banyak seperti terlihat pada Gambar 6. Hampir semua kelompok perlakuan termasuk kontrol positif, organ paru-paru ditemukan lebih banyak antigen. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini virus H5N1 diinfeksikan pada ayam secara intranasal sehingga organ respirasi (paru-paru) lebih cepat dan lebih banyak terpapar oleh virus H5N1 karena paru-paru merupakan sasaran utama virus AI dimana sel-sel epitel saluran pernafasan rentan terhadap infeksi virus. organ ini merupakan tempat replikasi virus AI, selanjutnya virus menyebar ke organ lain melalui pembuluh darah sehingga terjadi penyebaran secara sistemik.

Gambar 6 Sebaran antigen virus H5N1 pada ayam

Setyawati (2010) menyebutkan bahwa banyaknya antigen yang terdeteksi pada organ paru-paru dan trakhea karena virus AI memiliki kecenderungan berkembangbiak pada sel epitel bersilia di saluran pernapasan. Sedangkan Damayanti (2005) melakukan pemeriksaan pada organ ayam secara imunohistokimia menunjukan bahwa antigen yang terdapat pada paru-paru ditemukan pada epitel alveoli dan juga bergerombol menutup lapisan endotel

0 20 40 60 80 100 120 140 N ila i sk or in g I-1 I-2 I-3 II-1 II-2 II-3 K+ Organ ayam

Trakhea Paru Hati Limpa Bursa Pankreas s

(7)

pembuluh darah. Pada pewarnaan HE pada semua kelompok perlakuan, organ trakhea ditemukan adanya kongesti, hemoragi dan deskuamasi sel epitel trakhea. Organ paru-paru pada kelompok I-3 dan II-1 ditemukan kongesti dan pneumoni pada submukosa, sedangkan pada kelompok yang lain hanya terlihat adanya kongesti dan oedema. Gambaran perubahan organ ayam pada penelitian ini disajikan dalam Tabel 5.

Antigen yang ditemukan di organ hati terdistribusi dalam jumlah yang tinggi (+++) pada kontrol dan kelompok perlakuan I-1. Antigen yang ditemukan pada hati terdapat pada pembuluh darah (vaskular), sinusoid hati dan pada sel-sel hati. Distribusi antigen pada organ hati dapat dilhat pada Gambar 9. Menurut Nakatani (2005), antigen pada organ hati didistribusikan ke dalam endotel sinusoid dan arteri serta pusat nekrosis. Pada pewarnaan HE organ hati pada kelompok I-3 dan II-1 terlihat adanya kongesti, infiltrasi sel limfosit dan nekrosis, sedangkan pada kelompok yang lain tampak adanya kongesti dan dilatasi sinusoid.

Perdarahan pada hati merupakan kerusakan dari buluh darah, hal ini dapat menyebabkan gangguan fungsi hati yang dapat berdampak pada gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak (Darmawan 1994). Damayanti (2004) menyebutkan bahwa ayam yang terinfeksi virus flu burung sangat patogenik (HPAI) terlihat pendarahan dan nekrosis pada hati.

Antigen yang terdeteksi pada organ pankreas ditemui pada semua kelompok perlakuan dengan tingkat distribusinya dari ringan (+). Nakatani et al. (2005) menyebutkan antigen yang ditemui pada organ pankreas terdapat di dalam endotel kapiler dan sel asinar. Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2009) menyebutkan bahwa antigen virus H5N1 pada organ pankreas dalam derajat ringan pada itik yang dinfeksi virus H5N1 secara inhalasi. Sedangkan menurut Patichimasiri (2007) menyebutkan ayam yang terinfeksi secara alami oleh virus H5N1 tidak ditemui distribusi antigen pada organ pankreas dan tingkat keparahan lesi yang negatif. Secara pewarnaan HE pada penelitian ini organ pankreas pada kelompok perlakuan I-2 ditemukan adanya kongesti, oedema dan infiltrasi sel limfosit, sedangkan untuk kelompok yang lain terlihat kongesti dan oedema.

Antigen virus H5N1 yang terdeteksi di usus pada penelitian ini terdistribusi dengan tingkat yang rendah (+). Antigen yang terdeteksi pada usus terletak pada vili dan lapisan mukosa. Menurut Nakatani (2005), antigen virus

(8)

juga ditemui pada lapisan otot sekum, dimana pusat nekrosis terdapat pada lamina propria dan sel epitel usus. Menurut Patichimasiri (2007), distribusi antigen yang terdapat pada usus ayam yang terinfeksi virus H5N1 secara alami memiliki derajat rendah (A+). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2009), dimana usus itik yang diinfeksi dengan virus H5N1 secara intranasal dan tidak divaksin AI memiliki distribusi antigen yang sangat banyak. Hasil pewarnaan HE menunjukan organ usus pada kelompok ayam I-3, II-1, II-2, dan II-3 terlihat adanya kongesti

Limpa merupakan organ limfoid yang berfungsi untuk merespon terhadap antigen yang masuk dalam aliran darah. Limpa melakukan dua fungsi utama, yaitu menghasilkan antibodi humoral terhadap antigen yang dibawa oleh darah dan mengeluarkan sel darah yang telah rusak. Limpa terdiri dari dua bagian pulpa putih dan pulpa merah (Cormack 1992). Antigen yang diberikan secara intravena akan dijerat paling tidak sebagian, di dalam limpa yang diambil oleh makrofag baik yang terdapat di zona pembatas maupun yang membatasi sinusoid pulpa merah. Antigen yang diberikan secara inhalasi merangsang produksi antibodi lokal dalam jaringan limfoid saluran respirasi dan bila antigen terserap ke dalam aliran darah akan menyebabkan timbulnya tanggap kebal sistemik (Tizard 1987).

Semua kelompok perlakuan menunjukan antigen virus pada limpa terdistribusi dalam jumlah yang sedang (++) sampai tinggi (+++). Antigen yang terlacak pada limpa terdapat pada pulpa merah dan pulpa putih. Pemeriksaan IHK pada organ limpa ayam yang terinfeksi virus H5N1 oleh Patichimasiri et al. (2007) menunjukan distribusi antigen dalam derajat sedang (++). Sedangkan Damayanti dkk (2004) menyebutkan antigen yang ditemukan pada organ limpa dalam jumlah besar (+++) yang tersebar di dalam sel-sel yang terdapat di sekitar pulpa merah yang mengalami nekrosis, dalam sebaran antigen yang soliter maupun kelompok. Nakatani (2005) menyatakan bahwa antigen virus yang tersebar di limpa terdapat pada endothelium dan pusat nekrotis. Pemerikasaan secara HE menunjukan organ limpa pada semua kelompok perlakuan tampak adanya kongesti dan deplesi limfoid folikel. Rusaknya organ limpa oleh virus AI dapat mengakibatkan fungsi organ tersebut berkurang dalam melawan infeksi sehingga berisiko terhadap serangan infeksi, bahkan dapat menyebabkan kematian.

(9)

Bursa Fabricius adalah organ limfoepitelial yang terdapat pada unggas, fungsinya sebagai tempat pendewasaan dan diferensiasi bagi sel dari sistem pembentuk antibodi. Bursa juga dapat menangkap antigen dan membentuk antibodi (Tizard 1987). Pemeriksaan IHK pada organ bursa menunjukkan distribusi antigen dengan tingkat ringan (+). Antigen yang tersebar di bursa terdapat pada muskulus dan folikel limfoid. Pada pemeriksaan secara HE ditemukan adanya kongesti dan deplesi limfoid folikel. Deplesi pada bursa

Fabricius sebagai akibat dari berkurangnya jumlah sel limfosit pada folikel limfoid.

Perubahan histologi organ trakhea, paru-paru, hati, pankreas, usus, limpa dan bursa Fabricius dapat dilihat pada Gambar 7 dan antigen yang terdeteksi pada organ tersebut dapat dilihat pada Gambar 8. Antigen virus H5N1 terdeteksi pada pembuluh darah dihampir semua organ. Gambar 9 menunjukkan pembuluh darah pada organ hati dan pankreas, contohnya yang terlihat jelas pada hati dan pankreas. Virus AI H5N1 dapat dengan cepat tersebar keseluruh organ karena masa inkubasinya berkisar beberapa jam dimana virus ini masuk ke dalam aliran darah yang kemudian melalui pembuluh darah didistribusikan ke semua organ.

Virus AI H5N1 diduga kuat bereplikasi pada epitel saluran pernapasan, hal ini dikarenakan infeksi virus H5N1 yang diinfeksikan pada ayam secara intranasal. Pada semua kelompok perlakuan, infeksi virus H5N1 menyebar secara sistemik dimana setelah pasca infeksi virus H5N1, antigen terdeteksi pada semua organ ayam yaitu trakea, paru-paru, hati, pankreas, usus, limpa, dan bursa Fabricus. Pantin-Jackwood (2008) menyatakan bahwa metode IHK biasa digunakan untuk mempelajari patogenesis dari virus AI dengan mengidentifikasi lokasi replikasi virus dalam menginfeksi jaringan dan dihubungkan dengan perubahan histopatologi yang diamati. Distribusi dan tingkat keparahan lesi disebabkan oleh virus AI dari perbedaan antara strain virus AI dan spesies hospes sangat bervariasi. Pada unggas, virus LPAI dapat menyebabkan pneumonia dan pankreatitis, serta antigen virus dapat ditemukan pada epitelium respirasi dan epithelium asinar pankreas. Lesi histologi yang disebabkan oleh virus HPAI sangat parah yang dapat menyebabkan nekrosis dan pendarahan pada semua organ khususnya hati, paru-paru, otak, ginjal, pankreas, dan organ limpoid. Antigen virus biasanya ditemukan pada epithelium respirasi, tubulus ginjal, sel endotel vascular, dan sel asinar pankreas.

(10)

Gambar 7 Oedema dan kongesti pada organ-organ ayam setelah di tantang virus H5N1 (tanda panah). A. Organ trakhea; B. Organ paru-paru; C. Organ hati; D. Organ pankreas; E. Organ usus; F. Organ limpa dan G. Organ bursa Fabricius. Pewarnaan Haematoxylin dan Eosin (H&E).

A

G

F

E

D

C

B

(11)

Gambar 8 Distribusi antigen virus H5N1 pada organ ayam (tanda panah) dengan metode imunohistokimia terlihat berwarna bintik-bintik kecoklatan. A.organ trakhea; B. organ paru-paru; C. organ hati; D. organ pankreas; E. organ limpa; F. organ usus dan G. organ

bursa Fabricius. Pewarnaan imunohistokimia (IHK).

A

G

F

E

D

C

B

(12)

Gambar 9 Antigen AI dalam pembuluh darah (tanda panah) pada organ hati (A) dan pankreas (B).

Sistem kardiovaskular sangat penting dalam perjalanan virus AI di seluruh organ ayam. Secara histopatologi, pada penelitian ini semua organ ayam mengalami kongesti (peningkatan aliran darah dalam pembuluh darah). Suarez

et al. (1998) menyatakan bahwa lesi yang ditimbulkan oleh HPAI mengakibatkan

kapiler pembuluh darah mengalami pembengkakan dan terkoyak serta berisi masa protein dan sel-sel radang, yang kemungkinan dapat mengakibatkan suplai oksigen ke jaringan jadi terganggu dan terhambat sehingga sel dapat mengalami hipoksia hingga menyebabkan nekrosis. Semua gangguan sirkulasi berupa pendarahan dan cyanosis pada HPAI (Highly Pathogenic Avian Influenza) disebabkan oleh iskemia yang berlanjut pada infark vaskuler (Swayne dan Suarez 2000).

Selain pada pembuluh darah, virus AI dapat ditemukan pada semua organ ayam yang diamati, hal ini terlihat pada banyaknya antigen yang ditemukan pada organ-organ tersebut serta menyebabkan kerusakan. Menurut Pringgoutomo (2002), infeksi virus menimbulkan kerusakan seluler terhadap sel target. Dampak replikasi secara cepat partikel virus intrasel dapat mengganggu metabolisme sel secara langsung, dampak tidak langsung dapat terjadi melalui induksi respon imunologik terhadap virus dan kerusakan sel dapat disebabkan reaksi antigen-antibodi atau melalui mediator. Lisis sel terjadi akibat depresi hebat aktifitas metabolisme seluler sebagai akibat replikasi yang eksplosif yang menyita seluruh aktifitas biomolekuler sel dimana virus berhasil memasukinya untuk berkembang biak.

Infeksi virus AI dapat menyebabkan penyakit yang ringan sampai penyakit yang menyebabkan morbiditas atau mortalitas sebesar 100%. Masa inkubasi virus ini berkisar antara beberapa jam sampai 3 hari, masa inkubasi

(13)

tersebut tergantung pada dosis virus, rute kontak dan spesies unggas yang terserang (Tabbu 2000). Tingkat kerusakan pada organ akibat infeksi virus AI dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya virulensi dari virus, tingkat kekebalan, kondisi adanya infeksi bakteri dan stres dari hospes (Easterday et al. 1991).

Berdasarkan hasil pengamatan data jumlah kematian, pewarnaan HE dan IHK terlihat bahwa kelompok perlakuan II-3 (andrografolid, anetol, dan piperin dengan pelarut etanol). Jumlah ayam yang mampu bertahan pada pada kelompok I3 hari ke-5 mencapai 7 ekor. Sementara pada kelompok perlakuan I-1, I-2, I-3, II-1 dan II-2 pada hari ke-5 ayam yang mampu bertahan hidup dibawah 7 ekor. Hasil histopatologi menunjukkan bahwa kelompok perlakuan II-3 pada semua organ mengalami kongesti, infiltrasi sel limfosit dan tidak mengalami kerusakan yang parah.

.

Potensi Ekstrak Tanaman Obat

Berbagai zat aktif yang merupakan komposisi senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman obat perlu dilakukan penelitian dan dibudidayakan dalam penggunaannya sebagai obat alternatif untuk penyembuhan penyakit. Obat-obat asal tanaman yang menarik untuk dikembangkan sekarang ini adalah yang dapat berperan sebagai antiviral. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis fitokimia tanaman obat, ada beberapa senyawa kimia yang mampu berperan sebagai antiviral, diantaranya flavonoid, polifenol, kurkumin, terpenoid, saponin, alkaloid, dan beberapa bahan minyak atsiri. Peran senyawa kimia tanaman obat dalam mengobati penyakit saling melengkapi satu sama lain dan biasanya bekerja dalam jangka waktu yang panjang dengan pemberian secara terus-menerus. Ekstrak tanaman obat yang diberikan pada penelitian ini berpengaruh dalam memberi efek sebagai imunomodulator pada semua kelompok perlakuan

Senyawa kimia merupakan salah satu bahan dasar dalam pembuatan obat. Berbagai hasil kajian menunjukkan bahwa tanaman daerah tropis mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai obat (Sukara 2000). Zat aktif yang dikandung oleh ekstrak tanaman obat memiliki kemampuan untuk menghambat infeksi virus, dimana zat aktif ini diambil dari ekstraknya dengan menggunakan berbagai pelarut. Penelitian ekstrak tanaman obat untuk menghambat infeksi virus H5N1 telah dilakukan oleh Setiyono, dkk (2007) dimana Sambiloto (Andrographis paniculata) dan Temu Ireng (Curcuma

(14)

menunjukkan potensi yang baik secara in vitro dalam menghambat infeksi virus AI H5N1 ke sel Vero sampai dengan hari ke-3 setelah diinfeksi. sedangkan ekstrak Sirih Merah masih dapat melindungi sel Vero terhadap infeksi virus AI hingga hari ke2.

Hasil pengujian secara in vitro harus dilakukan pengujian lanjutan terhadap hewan (in vivo) karena hasil kedua pengujian tidak selalu sama, hal ini dikarenakan kompleksnya reaksi yang terjadi di dalam tubuh hewan seperti reaksi enzimatis, kimiawi, dan sebagainya. Pengujian secara in vivo dengan menginfeksi virus AI H5N1 ke sel target pada ayam yang telah diberi ekstrak tanaman obat dilakukan oleh Setiyono, dkk (2008). Ekstrak tanaman obat yang digunakan adalah sambiloto (Andrographis paniculata), temu ireng (Curcuma

aeruginosa Roxb.), sirih merah (Piper crocatum) dan adas bintang (Illicium verum) baik komposisi tunggal maupun kombinasi keempat ekstrak. Komposisi

kombinasi menunjukkan potensi yang baik secara in vivo dalam menghambat infeksi virus AI H5N1 ke sel target sampai dengan hari ke-7 setelah infeksi.

Berdasarkan hasil analisis statistik, pengaruh pemberian ekstrak tanaman obat terhadap distribusi antigen dari setiap organ ayam pada penelitian ini berpengaruh nyata terhadap semua formula obat (P<0.05), yang berarti pemberian ekstrak tanaman obat berpengaruh terhadap distribusi antigen pada organ trakhea, paru-paru, hati, pankreas, usus, limpa dan bursa Fabricius

Organ trakhea, hati, limpa, bursa, pankreas, dan usus mewakili sistem pernapasan, sistem imun, sistem endokrin, dan sistem pencernaan pada ayam. Tanaman obat untuk tubuh dapat bermacam-macam mekanisme kerjanya dan khasiatnya, dimana tanaman obat dapat bekerja pada sistem endokrin, sistem kardiovaskular, sistem imunitas, serta dapat juga berperan langsung pada agen penyebab penyakit. Beberapa hasil laporan penelitian menyatakan tanaman obat dapat menghambat proses replikasi virus di dalam sel hospes. Tanaman obat yang bekerja pada sistem imunitas bukanlah bekerja sebagai efektor yang langsung menghadapi penyebab penyakitnya seperti antibiotika, melainkan bekerja melalui pengaturan sistem imunitas. Bahan-bahan yang bekerja demikian digolongkan sebagai imunomodulator (Subowo 1996).

(15)

Tabel 7 Jumlah antigen virus H5N1 pada kelompok perlakuan

Organ

PERLAKUAN Total

I-1 I-2 I-3 II-1 II-2 II-3 Kontrol positif Trakhea 9±1 11±6,1 12±2,0 6,7±1,2 11,3±1,5 7,7±0,6 8±3,0 66±1,9c Paru 119±16,8 98±30,0 64,3±45,4 70,7±19,1 104,7±45,7 84,7±15,0 95,3±4,9 637±19,2a Hati 105±48 67,7±26,1 42,3±17,2 70,3±28,4 54,7±19,3 54,7±13,6 96,3±15,0 491±22,9b Limpa 90±26,9 97,3±16,3 53,3±42,2 87,3±60,9 60,7±16,5 76±4,6 85,7±7,0 550±16,2b Bursa 18,3±13,7 10±6,1 6±3,6 18±5,0 21,3±9,6 14,3±3,5 12,7±4,0 100±5,2c Pankreas 9,7±4,0 6,3±2,5 3,6±0,6 4,7±2,5 18,7±12,7 16,3±8,3 4,3±2,5 64±6,1c Usus 9,0±2,0 7±4,0 7,3±4,7 2,7±0,6 26±28,2 9,3±6,8 10,7±4,0 72±7,3c Total 360±50,6a 297±43,5ab 188±25,4c 261±36,9bc 298±33,4ab 263±33,5bc 313±44,7ab

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pemberian ekstrak tanaman obat berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap jumlah antigen virus H5N1 pada ayam yang mana perlakuan I-3, II-1 dan II-3 mampu menghambat antigen virus H5N1 lebih baik dibandingkan kontrol positif dan perlakuan lain. Berdasarkan Tabel 7, potensi penghambatan terhadap jumlah antigen virus H5N1 pada perlakuan I-3, II-1 dan II-3 secara statistik tidak berbeda nyata. Namun, perlakuan I-3 mampu menghambat jumlah antigen virus H5N1 lebih baik dibandingkan dengan II-1 dan II-3. Jumlah antigen virus H5N1 pada kelompok perlakuan tidak menunjukkan hubungan dengan banyaknya jumlah kematian ayam pasca infeksi viru. Hal ini terlihat pada kelompok I-3 yang jumlah antigennya sedikit tetapi jumlah kematiannya lebih banyak dibandingkan dengan kelompok II-3. Hal ini karena pengambilan sampel organ ayam pada setiap perlakuan tidak dalam waktu yang sama serta tingkat respon ketahanan tubuh ayam setiap perlakuan juga tidak sama.

Jumlah antigen virus H5N1 pada tiap organ yang diamati juga menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak tanaman obat berpengaruh terhadap distribusi antigen pada tiap organ yang mana jumlah antigen virus H5N1 pada trakea, bursa, pankreas dan usus lebih rendah dibandingkan pada paru-paru, hati, limpa. Jumlah antigen virus H5N1 pada paru-paru lebih tinggi dibandingkan dengan hati, limpa. trakea,bursa,pankreas dan usus. Hal ini karena paru-paru diduga sebagai tempat perbanyakan virus H5N1.

Peran tanaman obat dalam penyembuhan penyakit

Penelitian mengenai tanaman obat yang memiliki efek antivirus masih sangat terbatas. Secara empiris banyak disebutkan dapat mencegah dan mengobati berbagai macam penyakit tetapi secara ilmiah masih belum dapat

(16)

dibuktikan. Pada penelitian ini dilakukan pencampuran beberapa tanaman obat yang diharapkan mampu memiliki efek kerja sebagai obat antivirus yang sekarang ini sangat dibutuhkan.

Menurut Kitazato et al. (2007), berdasarkan uji spesifik sejumlah senyawa antivirus dari tanaman obat telah diidentifikasi. Kelebihan senyawa alam adalah efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan obat-obatan sintetis. Tetapi efek potensial dari tanaman obat perlu dikonfirmasi dengan melakukan penelitian. Penemuan terus dan pengembangan formulasi baru obat herbal yang mengandung kombinasi dari beberapa bahan yang sinergis yang memiliki potensi dan selektif dalam menghambat replikasi virus pada tahapan yang berbeda dan memperkuat gangguan sistem kekebalan tubuh harus menjadi pilihan terapi yang potensial.

Kandungan senyawa kimia dalam tanaman obat dihasilkan melalui ekstraksi. Produksi ekstraksi dapat bervariasi dimana kualitas dan kuantitas kandungan zat aktif dari tanaman dipengaruhi oleh kondisi tanah dan iklim tempat penanaman, umur dan cara pemanenan, pemrosesan dan penyimpanan. Berdasarkan analisis fitokimia, kandungan zat aktif tanaman obat yang digunakan pada penelitian ini adalah andrografolid (sambiloto), kurkumin (temu ireng), piperin (sirih merah) dan anetol (adas bintang). Andrografolid merupakan komponen utama dalam daun sambiloto yang kadarnya sebesar 2,5-4,8% dari berat kering. Zat ini mampu menghambat pertumbuhan sel kanker dan meningkatkan produksi antibodi (Prapanza dan Marianto 2003). Beberapa penelitian tentang virus menyebutkan bahwa andrografolid mampu menghambat replikasi dan penyebaran virus seperti dikatakan Cheung et al. (2005) bahwa penyebaran virus leukemia dapat dihambat dan Carlo et al. (2000) menyatakan zat aktif ini mampu menghambat replikasi virus HIV. Andrografolid memiliki rasa yang pahit, sebagai anti-inflamasi dan meningkatkan produksi antibodi sehingga mampu merangsang daya tahan seluler yang bekerja sebagai fagositosis dalam melawan serangan dari infeksi virus dan bakteri sehingga zat ini mampu meningkatkan ketahanan sel terhadap infeksi virus flu burung sebagai antivirus.

Kurkumin merupakan komponen dari kurkuminoid yang terdapat dari tanaman temu-temuan seperti temu ireng dan memiliki efek farmakologi sebagai anti-tumor, anti-inflamasi, dan anti-infeksi. Berdasarkan penelitian secara in vitro ekstrak etanol temu ireng menunjukkan adanya penghambatan infeksi virus ke sel (Nurbara 2009). Pada uji klinis untuk pasien AIDS efek kurkumin mampu

(17)

meghambat proses transkripsi human immunodeficiency virus type-1 (HIV-1)

(Mazumder et al. 1995). Menurut Prusty dan Bhudev (2005) zat aktif ini mampu menghambat transkripsi human papiloma virus (HPV) yang dapat menyebabkan kanker uterus, serta dapat menekan pengaturan proliferasi sel, invasi dan metastasis pada sel tumor (Aggarwal et al. 1995). Kurkumin merupakan senyawa polifenol. Berdasarkan hasil penelitian Jassim dan Naji (2003), mekanisme kerja polifenol sebagai antiviral terbagi tiga yaitu pertama polifenol mampu mengikat selubung protein virus, kedua mampu menahan absorbsi virus ke dalam sel, ketiga, menginaktifkan virus secara langsung. Aznam (2010) menyatakan uji aktivitas ekstrak temu ireng terhadap virus AI H5N1 mempunyai aktivitas yang tinggi sebagai antivirus.

Anetol merupakan senyawa aktif dari minyak atsiri yang berasal dari adas bintang. Penelitian yang pernah dilaporkan bahwa trans-anetol dari minyak adas bintang menunjukkan adanya tingkat aktivitas antivirus paling tinggi terhadap

herpes simplex virus type-1 (HSV-1) secara in vitro. Terlihat bahwa secara

langsung zat ini mampu menginaktifkan virus herpes dan diduga mampu mengganggu struktur virus yang diperlukan untuk adsorbsi ke dalam sel hospes (Astani et al. 2009). Aplikasi tanaman obat ini dalam penelitian masih relatif baru dan minimnya informasi mengenai peran adas bintang sebagai antiviral. Dalam beberapa laporan mengatakan bahwa asam shikimic yang berasal dari adas bintang digunakan untuk sintesis obat flu burung yang selama ini beredar yaitu Tamiflu. Dalam penelitian Chouksey (2010) melaporkan bahwa ekstrak etanol adas bintang dapat menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap S. aureus, E. coli,

P. aeruginosa, dan C. albican. Dalam buah kering adas bintang berisi 5-8%

minyak atsiri, yang didominasi oleh anetol (85-90%). Minyak atsiri pada beberapa tanaman di laboratorium telah menunjukkan sifat antivirus. Cara kerja minyak atsiri sebagai antivirus sampai saat ini belum begitu jelas. Minyak atsiri merupakan senyawa komplek dengan bau yang khas yang dikenal dapat bersifat antibakteri, antiviral dan obat anastesi lokal (Bakkali 2008).

Dalam daun sirih merah terkandung senyawa fitokimia yaitu alkaloid, saponin, tannin dan flavonoid. Komponen zat aktif lain dari sirih merah adalah piperin. Piperin adalah alkaloid yang ditemukan pada tanaman famili Piperaceae, rasanya pedas. Piperin diduga dapat berpengaruh terhadap infeksi virus. Zat ini juga diduga memiliki aktivitas anti-inflamasi, antikonvulsan, dan

(18)

antikarsinogenik (Sudjarwo 2005). Ekstrak etanol sirih merah mempunyai efek antibakteri terhadap bakteri gram positif dan gram negatif.

Laporan resistensi virus terhadap antivirus yang berkembang selama ini meningkatkan kebutuhan senyawa/obat baru yang lebih efektif terhadap infeksi virus. Tanaman obat yang dapat menghasilkan berbagai senyawa kimia yang memiliki potensi dalam menghambat replikasi virus merupakan sumber alami yang menarik untuk dijadikan pengendalian infeksi virus. Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi peningkatan minat dalam penggunaan bahan-bahan alam dalam mengobati penyakit.

Berdasarkan hasil penelitian ditinjau dari data jumlah kematian, gambaran histopatologi dan distribusi antigen virus H5N1, dapat disimpulkan bahwa secara

in vivo kombinasi sambiloto (andrografolid), adas bintang (anetol) dan sirih merah

(piperin) dengan pelarut etanol (formula II-3) berpotensi untuk menjadi bahan sediaan alternatif pencegahan flu burung dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang lain. Hal ini disebabkan karena pemberian formula II-3 mempunyai pengaruh hambatan infeksi virus terhadap kerusakan organ sehingga kemampuan hidup dari ayam dapat diperpanjang.

Hasil penelitian ini menduga bermacam zat aktif dari beberapa tanaman yang digunakan memiliki peranan masing-masing dan saling mendukung dalam melawan infeksi virus. Dengan hasil penelitian ini terbukti bahwa ramuan tanaman obat yang sering dikenal dengan jamu pada masyarakat dapat digunakan untuk kesehatan ternak. Tetapi dalam penggunaan obat alternatif ada banyak faktor yang akan berperan dalam tubuh seperti reaksi kimiawi, enzim, sistem kekebalan, standar dan dosis zat aktif dari tanaman dan lain sebagainya. Pemberian obat alternatif sangat bermanfaat dalam mencegah terjadinya flu burung karena mampu menurunkan jumlah angka penderita atau tertularnya flu burung. Obat alternatif yang berasal dari tanaman yang ada di alam dan mudah didapat mampu memberikan nilai positif terhadap dampak ekonomi masyarakat karena biaya yang murah dan mudah ditemukan.

Ekstrak etanol senyawa aktif tanaman obat sambiloto (andrografolid), adas bintang (anetol) dan sirih merah (piperin) diduga memiliki aktivitas yang tinggi sebagai antivirus, karena mampu mempertahankan hidup sebagian ayam dalam beberapa hari pada penelitian ini. Gambaran IHK pada berbagai organ yang diperiksa yaitu trakhea, paru-paru, hati, pankreas, usus, limpa dan bursa

(19)

yang ringan sampai tingkat yang tinggi pada semua organ. Hal ini dapat memberikan informasi bahwa virus yang diinfeksikan secara intranasal dan dengan virulensi yang tinggi dapat dengan cepat tersebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah dan sistem limpatik. Virus AI dapat menginfeksi manusia bila berkontak langsung dengan produk asal unggas baik daging maupun telur yang telah terinfeksi atau terkontaminasi. Dari proses penyembelihan sampai persiapan untuk dimasak merupakan resiko yang tinggi terhadap infeksi virus. Untuk menghindari resiko dalam mengkonsumsi produk asal unggas, maka peralatan dan tempat yang digunakan harus dibersihkan dengan baik dan benar serta daging maupun telur harus dimasak dengan baik dan benar terlebih dahulu sebelum dikonsumsi.

Gambar

Tabel 5 Perubahan histopatologi organ ayam
Gambar 7 Oedema dan kongesti pada organ-organ ayam setelah di tantang virus H5N1 (tanda panah)
Gambar 8 Distribusi antigen virus H5N1 pada organ ayam (tanda panah) dengan metode imunohistokimia    terlihat  berwarna  bintik-bintik  kecoklatan
Gambar 9 Antigen AI  dalam pembuluh darah (tanda panah) pada organ hati (A) dan pankreas (B).
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah terdapat: (1) pengaruh pendekatan PMRI terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik; (2) pengaruh antara

Pegawai Negeri Sipil, pensiun Janda/Duda dari Pegawai Negeri Sipil yang tewas, dan pensiun yang diberikan kepada orang tua dari Pegawai Negeri Sipil yang tewas

Judul : Mengembangkan Kemampuan Generik Mahasiswa pada Perkuliahan Gelombang melalui Pendekatan Tugas Terstruktur Berbasis Spreadsheet

Tingkatan stress yang sesuai untuk hipnoterapi ini adalah pada tingkat sedang karena pada stress tingkat ini klien bisa bekerjasama dan keluhan yang dirasakan tidak

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan kegiatan intrakulikuler yang diikuti oleh mahasiswa program kependidikan Universitas Negeri Semarang (UNNES) sebagai pelatihan

The Effects of Protein Energy Malnutrition (PEM) on Sperm euality and Spermatogenesis of Male Rats Injected by Testosterone Enanthaie+).. Eliza*,

1. Sesuai dengan data yang diperoleh peneliti menunjukan bahwa ciri khas peternakan sapi di desa Kambatatana merupakan, a) usaha keluarga; usaha ini dijalankan

Pada hari ini Jumat tanggal Empat Bulan Nopember Tahun Dua Ribu Enam Belas, dimulai pada Pukul 09.00 Wib sd 11.00 Wib, Kami yang bertandatangan dibawah ini Kelompok Kerja