• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL TANAMAN JAGUNG PADA BERBAGAI DOSIS DAN CARA PEMUPUKAN N PADA LAHAN DENGAN SISTEM OLAH TANAH MINIMUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL TANAMAN JAGUNG PADA BERBAGAI DOSIS DAN CARA PEMUPUKAN N PADA LAHAN DENGAN SISTEM OLAH TANAH MINIMUM"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL TANAMAN JAGUNG PADA BERBAGAI DOSIS DAN CARA

PEMUPUKAN N PADA LAHAN DENGAN SISTEM OLAH TANAH MINIMUM

[YIELD OF MAIZE AT VARIOUS RATES AND METHODS OF N

APPLICATION ON SOIL WITH MINIMUM TILLAGE SYSTEM]

Nyimas Myrna E. F.

1

Abstract

This investigation aimed at evaluating growth and yield of maize fertilized with various rates and application methods of N on soil cultivated with minimum tillage system. The trial was conducted at the Experimental Farm Agricultural Faculty, University of Jambi, from July through to October 2003. The treatments were arranged in a split plot pattern of randomised block design with three replications. The main plot was methods of application (on surface of the soil and left uncovered; on surface of the soil and covered; in punched holes then filled up with soil, and in rows covered with soil), and the subplot was the rates of N application (0, 75, 150, 225 kg ha-1 N). The results showed that weight of 100 grains and yield of maize were dependent on the method of application, while the number of rows and grains in ears were not. Yield increased in line with the increase in N fertilizer rates in each method of application, and the highest values was found at 225 kg ha-1 N placed in punched holes then filled up with soil. The optimum rates of N fertilizer for maximum yield was not reached yet up to 225 kg ha-1 N fertilization.

Key words: tillage system, fertilization, maize, Zea mays. Kata kunci: sistem olah tanah, pemupukan, jagung, Zea mays.

1 Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Jambi.

Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi 36361.

PENDAHULUAN

Jagung merupakan bahan pangan sumber kar-bohidrat ke-dua sesudah beras bagi penduduk Indonesia. Di samping itu, komoditas itu juga digunakan sebagai sebagai pakan ternak dan bahan baku industri makanan.

Dalam beberapa tahun terakhir peningkatan ke-butuhan jagung tidak sejalan dengan laju pening-katan produksi di dalam negeri sehingga diperlu-kan impor jagung yang makin besar (Bank Indo-nesia, 1999).

Usaha peningkatan produksi jagung dapat dila-kukan melalui program ekstensifikasi dan intensi-fikasi pertanian. Program ekstensiintensi-fikasi dihadap-kan pada beberapa hambatan karena sebagian be-sar tanah di Indonesia tergolong tanah Podsolik Merah Kuning (Ultisols) dengan tingkat kesuburan kimia dan fisika tanah yang rendah. Selain itu, langkanya tenaga kerja untuk mengolah tanah juga merupakan hambatan dalam program ini.

Sistem olah tanah yang biasa dilakukan petani dalam usaha tani jagung adalah sistem olah tanah konvensional, yaitu tanah dibajak/dicangkul dua kali dengan kedalaman 25 - 30 cm dan digaru satu

kali sambil diratakan sehingga diperoleh struktur tanah cukup halus. Menurut Lal (1979) sebagaima-na dikutip oleh Alibasyah (2000), pada tasebagaima-nah yang diolah secara konvensional, struktur tanah menjadi lebih halus sehingga lebih mudah terdispersi oleh butir-butir hujan yang mengakibatkan penyumbat-an pori tpenyumbat-anah sehingga infiltrasi berkurpenyumbat-ang, se-dangkan aliran permukaan dan erosi menjadi lebih besar. Selain itu, agregat tanah tidak stabil, porosi-tas dan kandungan air tanah rendah, bobot isi tanah menjadi lebih tinggi, dan tanah menjadi lebih pa-dat. Ditambahkan oleh Utomo (2002) bahwa olah tanah intensif akan memacu erosi, menurunkan kualitas tanah, menurunkan produktivitas lahan, dan memacu polusi lingkungan. Pada lahan kering seperti Ultisols dengan kepekaan erosi tinggi, pengolahan tanah intensif pada setiap musim tanam dapat ber-akibatk pada semakin berkurang-nya ketersediaan unsur-unsur hara yang penting bagi tanaman karena pengikisan dari lapisan per-mukaan tanah akibat erosi.

Salah satu upaya untuk mengurangi dampak negatif pengolahan tanah intensif, terutama di la-han kering Ultisols, adalah mengurangi pengolah-an tpengolah-anah atau sering disebut dengpengolah-an olah tpengolah-anah

(2)

mi-nimum dan tanpa olah tanah (olah tanah konserva-si). Aplikasi olah tanah konservasi akan lebih ber-hasil pada tanah ber tekstur ringan sampai sedang, tanah berdrainase baik, dan tanah bergelombang sampai berbukit. Teknik olah tanah konservasi se-suai diterapkan pada tanah Andisol, Mollisol, In-ceptisol, dan Ultisols, tetapi kurang sesuai jika di-terapkan pada tanah Vertisol yang memiliki kenda-la sifat fisika tanah yang tinggi (Arbiwati, 2002).

Syarat mutlak bagi tercapainya produksi ja-gung yang tinggi adalah ketersediaan unsur hara yang optimal. Salah satu hara tersebut adalah ni-trogen. Kesuburan Ultisols yang rendah merupa-kan pembatas bagi nitrogen di samping fosfor dan kalium yang merupakan tiga unsur hara utama yang sangat dibutuhkan oleh tanaman jagung.

Masalah penggunaan nitrogen, terutama di dae-rah tropis dengan suhu dan kelembaban tinggi ser-ta iklim basah seperti Indonesia, adalah efisiensi-nya yang rendah. Kehilangan nitrogen tanah dapat terjadi melalui pencucian, panen, kehilangan da-lam bentuk gas melalui denitrifikasi, reaksi-reaksi kimia, dan volatilisasi NH3 dari permukaan tanah.

Efisiensi penggunaan pupuk berkaitan erat de-ngan teknologi pemupukan yang meliputi cara, waktu, serta takaran yang tepat dan jenis pupuk yang digunakan (Sunarsedyono et al., 1988).

Masih banyak dijumpai penggunaan pupuk Urea pada pertanaman jagung dengan hanya mena-ruhnya di permukaan tanah (disebar) dekat tanam-an ytanam-ang kadtanam-ang-kadtanam-ang sampai beberapa hari tidak dibumbun atau tidak diairi, yang berakibat meng-uapnya pupuk dalam bentuk gas NH3 dan CO2,

se-hingga yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman ha-nya sebagian kecil saja. .

Hal yang serupa juga dilaporkan oleh Lehrsch

et al. (2000) bahwa cara pemupukan dan

penem-patannya berpengaruh terhadap peningkatan hasil biji jagung yang diberi pengairan secara irigasi. Pemberian pupuk dalam band pada saat tanam dan dalam larikan pada saat pemupukan susulan lebih baik daripada pemberian secara sebar pada saat tanam dan dalam larikan pada saat pemupukan susulan. Hasil biji pada cara pertama lebih tinggi daripada cara ke-dua, yaitu sebesar 7,0 ton ha-1.

Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa ter-jadi peningkatan efisiensi penggunaan nitrogen se-besar 20% dengan cara pemberian pupuk di dalam tanah (band placement) dibandingkan dengan cara disebar (broadcast). Berkurangnya kontak pupuk dengan residu tanaman pada permukaan tanah da-pat mengurangi imobilisasi N dan meningkatkan penyerapan N (Rao dan Dao, 1996).

Rekomendasi pemupukan pada tanaman jagung selama ini adalah pada kondisi lahan dengan olah

tanah sempurna. Melalui perubahan teknologi olah tanah diduga akan terjadi perbedaan penyerapan unsur hara .

Menurut Utomo (2002), pengelolaan hara pada budidaya olah tanah minimum sedikit berbeda di-bandingkan dengan pada budidaya olah tanah intensif. Perbedaan itu terjadi karena adanya mulsa residu tanaman dan sedikitnya manipulasi permukaan lahan olah tanah minimum. Residu tanaman sebagai mulsa akan mengurangi penguapan sehingga mampu meningkatkan kelembaban tanah dan mengendalikan fluktuasi suhu tanah. Membaiknya iklim mikro akan meningkatkan aktivitas biota tanah, yang pada akhirnya mempengaruhi proses imobilisasi mineralisasi hara, terutama N.

Proses imobilisasi mempengaruhi ketersediaan N pada olah tanah konservasi. Oleh karena itu, pa-da sistem olah tanah konservasi, seringkali dibutuhkan N lebih besar. Untuk mendapatkan hasil jagung yang lebih tinggi dengan olah tanah konservasi, dibutuhkan pemupukan N sekitar 10 - 15% melebihi kebutuhan N pada olah tanah intensif (Stecker et al., 1993).

Berdasarkan hasil percobaan penggunaan pupuk Urea dan amonium nitrat pada tanaman gandum dengan metoda sebar dan dalam barisan pada saat tanam tanpa olah tanah, kehilangan akibat penguapan lebih dari 50% pada pemberian Urea dengan cara sebar dibandingkan dengan pemberian dalam barisan tanaman (Fowler dan Brydon, 1989).

Berdasarkan uraian di atas perlu diteliti bagai-mana pengaruh dosis dan cara pemberian pupuk nitrogen terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung pada sistem olah tanah minimum dalam upaya meningkatkan produksi dengan masukan yang optimal dan efisiensi pemupukan nitrogen pada sistem olah tanah minimum.

BAHAN DAN METODA

Percobaan dilaksanakan dari bulan Juli sampai Oktober 2003.di Kebun Percobaan Fakultas Perta-nian Universitas Jambi, Mendalo Darat, Jambi, de-ngan ketinggian tempat sekitar 25 m di atas permukaan laut. Tipe curah hujan A (Sumber: Stasiun Meteorologi Sultan Thaha Jambi). Ordo tanah di daerah lokasi percobaan adalah Ultisols.

Bahan yang digunakan dalam percobaan adalah benih jagung kultivar Arjuna, pupuk Urea (46% N), SP-36 (15,73% P), dan KCl (49,8% K), pestisida (Furadan 3G, Decis 2.5 EC, dan Ridomil 35 SD), herbisida Roundup 480 AS, dan kapur

(3)

pertanian (CaMg(CO3)2). Alat-alat yang digunakan

adalah cangkul, parang, tugal, meteran, dan sprayer. Di samping itu juga digunakan seperangkat alat laboratorium.

Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Petak Terbagi dengan rancangan dasar Rancangan Acak Kelompok dalam pola faktorial dua faktor, yaitu cara pemberian pupuk dan dosis pupuk nitrogen. Cara pemberian pupuk (C) ditem-patkan sebagai faktor petak utama, terdiri atas: di permukaan tanah, dibiarkan terbuka (C1), di per-mukaan tanah, ditimbun (C2), dalam lubang ditu-gal, ditutup (C3), dan dalam larikan, ditutup (C4). Sedangkan dosis pupuk nitrogen (N) ditempatkan sebagai faktor anak petak, terdiri atas: 0 kg ha-1 N

(N0), 75 kg ha-1 N (N1), 150 kg ha-1 N (N2), dan

225 kg. ha-1 N (N3).

Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Jarak tanam yang digunakan adalah 75 x 25 cm. Luas tiap petak percobaan adalah 4,50 x 2,25 m. Di dalam tiap petak percobaan terdapat subpetak satuan percobaan untuk hasil panen de-ngan luas 1,50 m x 1,25 m. Dalam satu petak, 12 tanaman didestruksi 6 kali dengan dua tanaman se-tiap kali destruksi dan 10 tanaman dalam petak pa-nen untuk penetapan hasil, dua tanaman di antara-nya untuk pengukuran komponen hasil.

Gulma berupa alang-alang dan rumput pada la-han yang akan ditanami disemprot dengan herbisida Roundup dengan dosis 4 L ha-1. Setelah

gulma mati, dilakukan pengolahan tanah. Tanah diolah secara terbatas sepanjang barisan yang akan ditanami (sesuai dengan jarak tanam), dicangkul satu kali sedalam 10 cm dan diratakan (pengolahan tanah minimum). Kemudian, untuk menaikkan pH, tanah diberi kapur pertanian (Ca Mg(CO3)2)

dengan dosis 2,5 ton ha-1 dengan cara ditaburkan

pada permukaan tanah yang baru diolah kemudian diaduk rata dengan tanah. Pupuk yang digunakan adalah Urea (dosis sesuai dengan perlakuan), SP-36 dengan dosis 80 kg ha-1, dan KCl dengan dosis

50 kg ha-1. SP-36 dan KCl seluruh dosis diberikan

saat tanam sebagai pupuk dasar. Pupuk Urea diberikan dengan cara sesuai dengan perlakuan, yaitu dengan cara ditaburkan pada permukaan tanah secara melingkar di sekeliling tanaman dan dibiarkan terbuka (C1), ditaburkan pada permukaan tanah secara melingkar di sekeliling tanaman dan langsung ditimbun tanah (C2), dalam lubang ditugal di samping tanaman dan ditutup kembali dengan tanah (C3), dalam larikan di samping tanaman dan ditutup kembali dengan tanah (C4). Pemberian pupuk Urea dilakukan dua kali, yaitu 1/3 dosis 7 hari setelah tanam dan 2/3 dosis diberikan pada saat tanaman berumur 1

bulan. Pupuk SP-36 dan KCl diberikan dalam lubang yang ditugal di samping tanaman.

Variabel respon yang ditetapkan adalah bobot kering 100 biji per tanaman (kadar air 14%), jumlah biji per tongkol, jumlah baris per tongkol, dan hasil per hektar.

Data respons dianalisis dengan analisis ragam, dilanjutkan dengan uji BNJ pada taraf α = 0,05 (Steel dan Torrie, 1980). Untuk mengetahui dosis optimum pupuk nitrogen yang memberikan hasil jagung maksimum pada setiap cara pemberian, digunakan analisis kurva respons (Myers, 1971). Kurva yang diperoleh diperbandingkan dengan uji kesejajaran dan keberimpitan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa efek perlakuan pemupukan dan cara pemberian pupuk berbeda nyata terhadap jumlah biji per tongkol dan jumlah baris per tongkol, sedangkan efek interaksi-nya tidak berbeda interaksi-nyata walaupun terdapat kera-gaman jumlah biji maupun jumlah baris akibat ber-bagai dosis dan cara pemberian pupuk itu. Dari Ta-bel 1 dapat disimpulkan bahwa dengan pemberian pupuk N semua dosis, baik di permukaan tanah, dibiarkan terbuka maupun dengan ditugal ataupun dalam larikan, jumlah biji per tongkol lebih tinggi daripada tanpa pemberian pupuk dan lebih tinggi-nya itu proporsional. Jumlah biji per tongkol ter-tinggi tercapai pada pemupukan nitrogen dengan dosis 225 kg ha-1 dengan cara pemberian pupuk dalam lubang ditugal dan ditutup.

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa perbedaan dalam jumlah baris per tongkol baru tampak dengan cara pemberian pupuk di permukaan tanah dibiarkan terbuka dan di permukaan tanah ditimbun, dibandingkan dengan pemberian pupuk nitrogen dengan cara pemberian dalam lubang ditugal ditutup dan dalam larikan ditutup dengan dosis 150 kg ha-1 dan 225 kg ha-1. Jumlah baris per

tongkol paling tinggi tampak pada dosis pupuk nitrogen 150 kg ha-1 dan 225 kg ha-1 dengan cara

pemberian pupuk dalam lubang ditugal ditutup. Bobot 100 butir biji dipengaruhi secara interak-tif oleh cara pemberian pupuk dan dosis pemupuk-an nitrogen. Dari Tabel 3 terlihat bahwa bobot 100 butir biji terendah tampak pada perlakuan tanpa pemupukan. Pada cara pemberian pupuk di permukaan tanah dibiarkan terbuka dan di permukaan tanah ditimbun, pemberian pupuk nitrogen semua dosis belum memberikan perbedaan dalam bobot 100 butir biji dibandingkan dengan kedua cara pemberian pupuk yang lain.

(4)

Pada cara pemberian pupuk dalam lubang ditugal ditutup serta dalam larikan ditutup, bobot 100 butir biji akibat pemberian pupuk nitrogen semua dosis lebih tinggi dibandingkan dengan pada cara pemberian pupuk di permukaan tanah dibiarkan terbuka dan pemberian pupuk di permukaan tanah ditimbun. Bobot 100 butir biji tertinggi tampak pada pemupukan nitrogen dosis 150 kg ha-1 dan 225 kg ha-1 dengan cara pemberian pupuk dalam

lubang ditugal ditutup. Ketiga variabel komponen hasil menunjukkan pola respons yang sama, yaitu nilainya lebih tinggi dengan lebih tingginya taraf dosis pemberian pupuk nitrogen pada setiap cara pemberian pupuk. Dengan bobot 100 biji jagung yang lebih besar dan jumlah biji per tongkol yang lebih banyak, hasil biji jagung menjadi lebih tinggi (Priyadi, 1996).

Pada cara pemberian pupuk di permukaan tanah dibiarkan terbuka dan pada cara pemberian pupuk di permukaan tanah ditimbun pada setiap dosis pupuk yang diberikan, nilai variabel komponen hasil lebih rendah dibandingkan dengan kedua cara pemberian pupuk yang lain pada setiap taraf dosis pupuk nitrogen yang diberikan. Kurang efisiennya cara pemberian pupuk yang diterapkan mengakibatkan besarnya kehilangan nitrogen yang diberikan melalui pupuk sehingga dosis pupuk yang tinggi (225 kg ha-1) juga belum mampu

memberikan hasil jumlah biji per tongkol, jumlah baris per tongkol, dan bobot 100 butir biji yang jauh lebih tinggi karena jumlah nitrogen yang dapat dimanfaatkan tanaman hanya sebagian kecil saja. Tersedianya N pada awal pertumbuhan akan mempengaruhi luas daun yang terbentuk yang pada fase berikutnya akan mempengaruhi penyerbukan dan pengisian biji.

Efek interaksi antara dosis pemberian pupuk nitrogen dan cara pemberian pupuk berbeda nyata

terhadap hasil tanaman jagung. Pada setiap cara pemberian pupuk dengan peningkatan dosis pupuk nitrogen meningkatkan pula hasil biji pipilan kering (Tabel 4). Peningkatan hasil biji pipilan kering paling rendah tampak pada cara pemberian pupuk di permukaan tanah dibiarkan terbuka pada setiap taraf dosis pupuk nitrogen dibandingkan dengan ketiga cara pemberian pupuk yang lain pada setiap taraf dosis pupuk nitrogen yang diberikan. Menurut Rozas et al. (1999), pemupukan Urea secara sebar pada permukaan tanah pertanaman jagung pada sistem olah tanah konservasi, efisiensinya rendah karena kehilangan N dalam bentuk gas NH3 dalam proses volatilisasi

selama berlangsungnya proses hidrolisis Urea. Dikemukakan juga oleh Hakim et al. (1986), bahwa kehilangan nitrogen dalam bentuk gas NH3

lebih besar daripada kehilangan yang disebabkan oleh pencucian dan kehilangan itu akan lebih besar lagi jika jumlah pupuk N yang ditambahkan ke dalam tanah cukup besar pula. Dari hasil percobaan lapangan terjadi kehilangan sebesar 4% jika pupuk Urea diberikan di permukaan tanah pada dosis pupuk N sebesar 28 kg ha-1. Jika dosis

dinaikkan menjadi 277 kg N ha-1, kehilangan

meningkat menjadi 44% (Sanchez, 1976). Donahue et al. (1983) menyatakan bahwa hilangnya Urea dalam bentuk gas relatif besar jika disebarkan di permukaan tanah dan dibiarkan terbuka, sehingga hanya sebagian kecil saja yang dapat dimanfaatkan tanaman. Dari hasil pengamatan untuk mencapai hasil jagung 2,5 ton ha-1, harus menggunakan pupuk Urea 700 kg ha-1

pada cara pemberian di permukaan tanah di-biarkan terbuka (Ispandi dan Prayitno, 1989). Hasil biji pipilan kering tertinggi tercapai pada cara pemberian pupuk dalam lubang ditugal, ditutup dengan dosis pupuk N 225 kg ha-1.

Tabel 1. Jumlah biji per tongkol (butir) dengan pemupukan N bervariasi dosis dan cara pemberian pada lahan dengan sistem olah tanah minimum.

Cara pemupukan Dosis pupuk (kg ha-1)

0 75 150 225

Di permukaan tanah, dibiarkan

terbuka 334,33 A (a) 369,67 A (ab) 372,17 A (ab) 396,67 A (b)

Di permukaan tanah, ditimbun 329,50 A (a) 380,67 AB (b) 418,83 B (c) 426,83 AB (c) Dalam lubang ditugal, ditutup 352,83 A (a) 420,17 B (b) 447,33 B (bc) 463,17 B (c) Dalam larikan, ditutup 332,33 A (a) 375,50 A (b) 417,00 B (c) 432,00 A (c)

Berdasarkan sidik ragam, hanya C dan N yang berbeda nyata. Angka-angka sebaris yang ditandai dengan huruf kecil dan angka-angka sekolom yang ditandai dengan huruf besar yang sama tidak berbeda menurut Uji Beda Nyata Jujur pada taraf α = 0,05.

(5)

Tabel 2. Jumlah baris per tongkol dengan pemupukan N bervariasi dosis dan cara pemberian pada lahan dengan sistem olah tanah minimum.

Cara pemupukan Dosis pupuk (kg ha-1)

0 75 150 225

Di permukaan tanah, dibiarkan

terbuka 10,33 A (a) 10,33 A (a) 11,0 A (a) 10,67 A (a)

Di permukaan tanah, ditimbun 10,0 A (a) 10,67 A (a) 11,0 A (a) 12,0 AB (a) Dalam lubang ditugal, ditutup 10,33 A (a) 12,33 A (ab) 13,67 B (b) 13,67 B (b) Dalam larikan, ditutup 10,67 A (a) 11,67 A (a) 12,0 AB (ab) 13,0 B (b)

Berdasarkan sidik ragam, hanya C dan N yang berbeda nyata. Angka-angka sebaris yang ditandai dengan huruf kecil dan angka-angka sekolom yang ditandai dengan huruf besar yang sama tidak berbeda menurut Uji Beda Nyata Jujur pada taraf α = 0,05.

Tabel 3. Bobot kering 100 butir biji (g) per tanaman dengan pemupukan N bervariasi dosis dan cara pemberian pada lahan dengan sistem olah tanah minimum.

Cara pemupukan Dosis pupuk (kg ha-1)

0 75 150 225

Di permukaan tanah, dibiarkan

terbuka 17,16 A (a) 17,42 A (a) 18,19 A (ab) 19,06 A (b)

Di permukaan tanah, ditimbun 17,07 A (a) 18,22 A (a) 19,64 A (b) 20,30 A (b) Dalam lubang ditugal, ditutup 17,20 A (a) 19,66 B (b) 22,79 C (c) 24,46 C (d) Dalam larikan, ditutup 17,06 A (a) 18,62 AB (b) 20,27 B (c) 22,38 B (d)

Berdasarkan sidik ragam, hanya C dan N yang berbeda nyata. Angka-angka sebaris yang ditandai dengan huruf kecil dan angka-angka sekolom yang ditandai dengan huruf besar yang sama tidak berbeda menurut Uji Beda Nyata Jujur pada taraf α = 0,05.

Pola respons hasil biji pipilan kering dengan pemupukan N bervariasi dosis pada setiap cara pemberian pupuk (Gambar 1) menunjukkan bahwa peningkatan dosis pupuk nitrogen diikuti pula dengan peningkatan hasil biji pipilan kering dengan pola peningkatan yang berbeda pada setiap cara pemberian pupuk dengan angka yang bervariasi (kurva tidak sejajar). Pada cara pemberian pupuk di permukaan tanah dibiarkan terbuka dan di permukaan tanah ditimbun, pola respons hasil biji pipilan kering terhadap peningkatan dosis pupuk N tampak masih linier. Dengan kedua cara pemberian pupuk itu masih dibutuhkan N dalam jumlah besar untuk mem-peroleh hasil biji pipilan kering maksimum. Kan-dungan N tanah tempat percobaan dilakukan tergo-long rendah sehingga dibutuhkan suplai pupuk ni-trogen yang lebih besar lagi untuk menunjang ter-capainya hasil yang tinggi.

Menurut Edmeandes et al. (1979) sebagaimana dikutip oleh Hamim (1987), daun tongkol paling

banyak menyediakan asimilat untuk pertumbuhan tongkol jagung, sehingga pada percobaan ini sema-kin tinggi kadar N daun tongkol semasema-kin tinggi pula hasil biji pipilan kering tanaman jagung. Hal itu menunjukkan bahwa kadar N daun tongkol dapat dijadikan penduga produksi.

Cara pemberian pupuk dalam lubang ditugal ditutup dan dalam larikan ditutup, menunjukkan pola respons hasil biji pipilan kering yang kuadratik terhadap peningkatan dosis pupuk N (Gambar 1). Kenaikan hasil biji pipilan kering tampak semakin menurun. Menurut Marschner (1986), kenaikan hasil yang semakin menurun terjadi karena adanya faktor pembatas, yaitu faktor genetik atau kekurangan unsur hara lain. Dilihat dari hasil analisis tanah awal tempat percobaan kandungan unsur hara esensial yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan dan hasil tanaman jagung ada pada kategori rendah - sangat rendah. Keadaan itu menjadi faktor pembatas untuk mencapai hasil maksimum.

(6)

Tabel 4. Hasil tanaman jagung (ton ha-1)dengan pemupukan N bervariasi dosis dan cara pemberian pada lahan dengan sistem olah tanah minimum.

Cara pemupukan Dosis pupuk (kg ha-1)

0 75 150 225

Di permukaan tanah, dibiarkan

terbuka 1,61 A (a) 1,97 A (b) 2,22 A (c) 2,33 A (c)

Di permukaan tanah, ditimbun 1,57 A (a) 2,23 B (b) 2,44 A (c) 2,86 B (d) Dalam lubang ditugal, ditutup 1,61 A (a) 2,57 C (b) 3,58 C (c) 3,97 D (d) Dalam larikan, ditutup 1,54 A (a) 2,34 BC (b) 2,81 B (c) 3,20 C (d)

Berdasarkan sidik ragam, hanya C dan N yang berbeda nyata. Angka-angka sebaris yang ditandai dengan huruf kecil dan angka-angka sekolom yang ditandai dengan huruf besar yang sama tidak berbeda menurut Uji Beda Nyata Jujur pada taraf α = 0,05.

Gambar 1. Hasil tanaman jagung dengan pemupukan N bervariasi dosis pada setiap cara pemberian pupuk. (Setiap pasangan kurva tidak sejajar (x) menurut uji kesejajaran dan keberimpitan kurva pada taraf nyata α = 0,05 sebagaimana ditunjukkan pada matriks perbandingan).

(7)

KESIMPULAN

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa budidaya tanaman jagung pada lahan dengan sistem olah tanah minimum, hasil terbaik tanaman akibat pemupukan N diperoleh dengan cara memberikan pupuk dalam lubang ditugal ditutup, walaupun dosis optimum dan hasil maksimum belum tercapai.

Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan dengan dosis pupuk N lebih tinggi untuk menentukan dosis N optimum yang memberikan hasil maksimum dengan cara pemberian pupuk dalam lubang ditugal ditutup pada lahan dengan sistem olah tanah minimum.

DAFTAR PUSTAKA

Alibasyah, M. R. 2000. Perubahan Beberapa Sifat Fisik Tanah, Tingkat Erosi, dan Hasil Jagung dengan Tiga Sistem Olah Tanah dan Mulsa Jagung serta Efek Re-sidunya. Disertasi Doktor, Universitas Padjadjaran, Bandung.

Arbiwati, D. 2002. Sistem Produksi Pertanian dengan Teknik Olah Tanah Konservasi terhadap Perubahan Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah. Prosiding Se-minar Nasional Budidaya Olah Tanah Konservasi di Yogyakarta.

Bank Indonesia. 1999. Aspek Pemasaran Jagung. www.bi.go.id/sipuk/lm/ind/jagung/aspek_pemasaran .htm. Diakses tanggal 11 Nopember 2002.

Donahue, R. L., R. W. Miller dan J. C. Shickluna. 1983. Soil: An introduction to Soil and Plant Growth. Prentice-Hall, Inc, Englewood Cliffs, NJ.

Fowler, D. B. dan J. Brydon. 1989. No-till winter wheat production on the Canadian prairies: placement of urea and ammonium nitrate fertilizers. Agronomy

Journal 81: 518-524.

Hakim, N., Y. M. Nyakpa, S. G. Nugroho, M. R. Saul, M. A. Diha, G. B. Hong dan H. H. Bailey. 1986. Da-sar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Hamim, H. 1987. Pengaruh Pengolahan Tanah dan Pu-puk N terhadap Kandungan Hara, Pertumbuhan dan

Hasil Tanaman Jagung Hibrida C1 (Zea mays L.).

Tesis Magister Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

Ispandi, A. dan S. Prayitno. 1989. Pengaruh Cara Pem-berian Pupuk Urea dan Dosis N terhadap Hasil Ja-gung, pp. 108-113. Risalah Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan.

Lehrsch, G. A., R. E. Sojka dan D. T. Westermann. 2000. Nitrogen placement, row spacing, and furrow irrigation water positioning effects on corn yield.

Agronomy Journal 92: 1266-1275.

Marschner, H. 1986. Mineral Nutrition of Higher Plants. Harcourt-Jovanovich Publishing Co. Ltd, London. Myers, R. H. 1971. Response Surface Methodology.

Ally and Bacon, Inc, Boston, MA.

Priyadi, R. 1996. Respons Tanaman Jagung (Zea mays L.) Kultivar Arjuna terhadap Pemberian Pupuk Azo-la, N-Urea, Kapur, dan Fospat pada Ultisol

Kentrong. Disertasi Doktor, Universitas

Padjadjaran, Bandung.

Rao, S. C. dan T. H. Dao. 1996. Nitrogen Placement and tillage effects on dry matter and nitrogen accumula-tion and redistribuaccumula-tion in winter wheat. Agronomy

Journal 88.

Rozas, H. S., H. E. Echeverria, G. A. Studdert dan F. H. Andrade. 1999. No-till maize nitrogen uptake and yield: effect of urease inhibitor and application time.

Agronomy Journal 91: 950-955.

Sanchez, P. A. 1976. Properties and Management of Soil in The Tropics. John Wiley and Sons, New York. Stecker, J. A., D. D. Buchholz, R. G. Hanson, N. C.

Wollenhaupt dan K. A. McVay. 1993. Broadcast nitrogen sources for no-till continuous corn and corn following soybean. Agronomy Journal 85: 893-897. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1980. Prinsip dan Prose-dur Statistika (diterjemahkan oleh Bambang Suman-tri). P.T. Gramedia, Jakarta.

Sunarsedyono, A. Ispandi dan A. G. Manshuri. 1988. Hasil-hasil Penelitian Tanaman Jagung Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Prosiding Lokakarya Efisiensi Penggunaan Pupuk, Puslitanak Balitbangtan Deptan di Bogor, pp. 369-379.

Utomo, M. 2002. Olah Tanah Konservasi untuk Pengelolaan Lahan Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional Budidaya Olah Tanah Konservasi,Yogyakarta, 30 Juli 2002, pp. 1-35.

(8)

Gambar

Tabel 1. Jumlah biji per tongkol (butir) dengan pemupukan N bervariasi dosis dan cara pemberian pada  lahan dengan sistem olah tanah minimum
Tabel 2. Jumlah baris per tongkol dengan pemupukan N bervariasi dosis dan cara pemberian pada lahan  dengan sistem olah tanah minimum
Gambar 1.  Hasil  tanaman  jagung  dengan  pemupukan  N  bervariasi dosis  pada setiap  cara  pemberian  pupuk

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini berbeda dengan pengetahuan tentang nilai dan sikap yang dilakukan dalam proses pembelajaran langsung oleh mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti

1) Harus tersedia dan selalu terpelihara serta dalam keadaan bersih. 2) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, berwarna terang, dan

Suatu faktor penting pada catu tegangan ( voltage supply ) adalah besarnya perubahan pada tegangan dc keluaran diatas jangkauan (range) operasi rangkaian, Tegangan keluaran

(1) Kepala Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah mempunyai tugas melaksanakan urusan desentralisasi, dekonsentrasi, tugas pembantuan, melaksanakan perencanaan,

rasa manis, membantu pektin untuk membentuk gel yang mengental dan dapat pula sebagai pengawet, yaitu dalam konsentrasi tinggi menghambat pertumbuhan mikroorganisme

Sebagai bangunan publik dan multi massa, Apartemen Gateway harus memenuhi banyak standar, dan salah satu diantaranya adalah kenyamanan visual, yang dapat dikaji dari faktor

Agar topologi star ini dapat berfungsi dengan baik untuk mengirimkan data hasil monitoring, maka data yang akan dikirimkan oleh node End-Device disimulasikan dengan data

Sikap hamba yang ketiga tersebut menunjukkan bahwa ia malas, ia tidak mampu dipercaya dalam perkara yang kecil (ay. Secara keseluruhan, perikop ini menceritakan