• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: Maryono A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh: Maryono A"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI PROGRAM BENIH BERSERTIFIKAT: PENDEKATAN STOCHASTIC PRODUCTION FRONTIER (Studi Kasus di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang). Oleh: Maryono A14103090. PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008.

(2) Terkadang aku berfikir untuk bisa menjadi burung elang yang gagah yang mampu terbang tinggi dan membuat gentar setiap mata memandang.... Namun ada kalanya ketika aku lebih memilih untuk me njadi burung hud-hud meskipun terbang rendah namun bisa melintas dari negerinya Sulaiman hingga negerinya Balqis untuk menyampaikan risalah kebenaran.... tanpa patah sayap.... dan betapa aku merindukan bahwa suatu ketika nanti aku duduk bersama mereka, di pematang bercerita tentang kemajuan-kemajuan, bercerita tentang keuntungan panen yang berlimpah, dan bercerita tentang anak-anak mereka yang telah menjadi sarjana, kebahagiaan yang terpancar pada raut wajah yang tak lagi berlumpur memancarkan kepuasan atas keringat, kerja, dan doa-doa…. dan semua berawal dari sebuah harapan, kemudian menjadi kenyataan kemudian menjadi rangkaian cerita tentang kemajuan, kejayaan, dan peradaban pertanian, pertanian Indonesia!.

(3) RINGKASAN. MARYONO. Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Padi Program Benih Bersertifikat : Pendekatan Stochastic Production Frontier (Studi Kasus di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang). Di bawah Bimbingan DWI RACHMINA. Beras merupakan komoditas strategis di Indonesia karena selain sebagai komoditas ekonomi, beras juga berperan sebagai komoditas politik sekaligus menjadi cerminan stabilitas negara. Namun demikian, berdasarkan data produksi padi tahun 2001 hingga 2006 menunjukan bahwa laju pertumbuhan produksi padi masih berada di bawah laju pertumbuhan penduduk. Apabila kondisi ini dibiarkan, akan muncul kekhawatiran terjadinya kekurangan beras nasional (BPS 2006). Salah satu upaya untuk meningkatakan produksi dan produktifitas padi adalah melalui program benih bersertifikat. Dalam hal ini pemerintah memilih Kabupaten Karawang sebagai lokasi pilot project program tersebut. Program ini ditunjang oleh penerapan inovasi teknologi meliputi: penggunaan benih bersertifikat, penggunaan bibit muda, jarak tanam legowo, penggunaan bahan organik, serta efisiensi pemupukan. Kemudian timbul pertanyaan apakah petani akan menerapkan teknologi baru tersebut sementara petani di lokasi penelitian menerapkan pola usahatani yang sudah biasa mereka lakukan. Adanya inovasi teknologi tersebut juga akan mempengaruhi penggunaan faktor produksi usahatani. Pertanyaannya adalah apakah usahatani yang dilaksanakan petani belum efisien? Apakah program benih bersertifikat tersebut akan meningkatkan efisiensi teknis petani? Selajutnya, apakah program ini menyebabkan perubahan struktur biaya usahatani serta perubahan pendapatan usahatani? Tujuan penelitian ini adalah: 1) Mengevaluasi pelaksanaan teknologi baru dalam program benih bersertifikat, 2) Menganalisis efisiensi teknis petani sebelum dan setelah program, 3) Menganalisis struktur biaya dan pendapatan usahatani padi sebelum program dan setelah program. Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah analisis aplikasi teknologi, analisis pendapatan, analisis R/C rasio, serta analisis efisiensi teknis petani menggunakan fungsi produksi stochastic frontier. Berdasarkan hasil analisis pelaksanaan teknologi usahatani bahwa petani yang menggunakan pupuk organik dalam usahataninya hanya sebanyak 9,68 persen. Penggunaan bibit muda hanya dilakukan oleh 6,45 persen petani responden. Penggunaan jarak tanam legowo hanya dilaksanakan oleh 12,90 persen petani responden. Jumlah responden yang melaksanakan penggunaan pupuk sesuai anjuran adalah sebanyak 45,16 persen responden. Berdasarkan hasil perhitungan fungsi produksi stochastic frontier dengan metode MLE, pada masa tanam I diperoleh bahwa faktor-faktor produksi urea, dan tenaga kerja bernilai positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi. Sebaliknya, koefisien jumlah benih bernilai negatif serta memiliki pengaruh nyata terhadap produksi. Sedangkan pada masa tanam II diperoleh hasil bahwa urea,.

(4) obat-obatan dan tenaga kerja bernilai positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi. Sebaliknya, koefisien jumlah benih-TSP bernilai negatif serta berpengaruh nyata terhadap produksi. Pada masa tanam II terjadi penurunan tingkat efisiensi teknis petani responden. Hal ini ditunjukkan dengan angka rata-rata tingkat efisiensi teknis pada masa tanam I sebesar 0,966 dengan nilai terendah 0,805 dan nilai tertinggi adalah 0,994. Sedangkan pada masa tanam II nilai rata-rata efisiensi teknis 0,899 dengan nilai terndah 0,732 dan nilai tertinggi 0,990. Berdasarkan angka-angka tersebut dapat diketahui bahwa dengan adanya program benih bersertifikat ini justru menurunkan efisiensi teknis rata-rata sebesar 6,935 persen. Berdasarkan uji statistik berbeda nyata (signifikan) pada selang kepercayaan 99 persen atau α 1 persen. Hasil pendugaan efek inefisiensi teknis menunjukkan bahwa pada masa tanam I variabel yang berpengaruh nyata terhadap efisiensi teknis adalah dummy bahan organik dan dummy legowo. Sedangkan pada masa tanam II faktor-faktor yang nyata berpengaruh dalam menjelaskan inefisiensi teknis di dalam proses produksi petani responden adalah pengalaman, pendidikan dan rasio urea-TSP. Biaya total yang dikeluarkan oleh petani setelah program adalah lebih besar dibandingkan dengan biaya sebelum program, yaitu Rp 8.101.046,76 sebelum program dan Rp 8.488.607,75 setelah program. Sedangkan pengeluaran tunai setelah program lebih kecil daripada sebelum program, yaitu adalah sebesar Rp 2.271.919,71 setelah program dan adalah Rp 2.536.338,32 sebelum program. Namun, pengeluaran total riil masa tanam II juga mengalami penurunan dibandingkan dengan masa tanam I. Hal ini menginformasikan bahwa pada masa tanam II petani lebih hemat dalam penggunaan faktor-faktor produksi. Pendapatan nominal atas biaya tunai sebelum program sebesar Rp 10.840.285,08 sedangkan setelah program sebesar Rp 13.830.289,43. Pendapatan atas biaya total petani responden sebelum program sebesar Rp 5.275.576,64 sedangkan setelah program adalah sebesar Rp 7.653.601,38. Dengan demikian pendapatan atas biaya total setelah program lebih besar daripada sebelum program dengan selisih Rp 2.378.024,74. Namun, pendapatan riil atas biaya tunai masa tanam II lebih rendah dibandingkan masa tanam I yaitu Rp 10.334.768,46 pada masa tanam II dan Rp 10.840.285,08 pada masa tanam I. Pendapatan riil atas biaya total masa tanam II juga lebih kecil dibandingkan masa tanam I, yaitu Rp 4.800.566,74 dan Rp 5.275.576,64 pada masa tanam I. Kondisi ini menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan terjadi karena peningkatan harga, bukan karena peningkatan produktifitas. R/C rasio atas biaya tunai sebelum program sebesar 4,97 sedangkan setelah program nilai nominalnya sebesar 7,09 dan nilai riilnya sebesar 5,74. Sedangkan R/C rasio atas biaya total setelah program secara nominal menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan sebelum program, namun secara riil mengalami penurunan. R/C rasio atas biaya total sebelum program sebesar 1,64 sedangkan setelah program nilai nominalnya sebesar 1,91 dan nilai riilnya sebesar 1,62.. iii.

(5) ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI PROGRAM BENIH BERSERTIFIKAT: PENDEKATAN STOCHASTIC PRODUCTION FRONTIER (Studi Kasus di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang). Oleh: Maryono A14103090. SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008.

(6) Judul Skrips. Nama NRP. : Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Padi Program Benih Bersertifikat: Pendekatan Stochastic Production Frontier (Studi Kasus di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang) : Maryono : A14103090. Menyetujui, Dosen Pembimbing,. Ir. Dwirachmina, MS. NIP. 131 918 503. Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian. Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019. Tanggal Kelulusan :.

(7) PERNYATAAN. DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI PROGRAM BENIH BERSERTIFIKAT : PENDEKATAN STOCHASTIC PRODUCTION FRONTIER (STUDI KASUS DI DESA PASIRTALAGA, KECAMATAN TELAGASARI, KABUPATEN KARAWANG)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN, KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN DINYATAKAN DALAM NASKAH.. Bogor, Maret 2008. MARYONO A14103090.

(8) RIWAYAT HIDUP. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, putera pasangan Memed Wikarta dan Siti Fatimah. Penulis dilahirkan di Kota Tasikmalaya pada tanggal 17 Maret 1984. Pendidikan formal dimulai dari TK Artha Kenchana Purworejo. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri Kenteng Purworejo, SLTP Negeri 1 Purworejo dan SMU Negeri 1 Purworejo. Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Manajemen Agribisnis. Selama kuliah penulis aktif dalam berbagai kegiatan kampus yaitu di BEM TPB periode 2003-2004, BEM Fakultas Pertanian periode 2004-2006, Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia periode 2005-2006 sebagai koordinator wilayah 2 bidang penalaran, dan terakhir di BEM KM IPB 2006-2007 sebagai Menteri Pertanian. Penulis pernah meraih Juara Pertama Kompetisi Pemikiran Kritis Mahasiswa Nasional di Denpasar, Bali. Selain itu penulis juga aktif sebagai asisten praktikum Mata Kuliah Sosiologi Umum selama empat semester..

(9) KATA PENGANTAR. Segala puji bagi Allah Rabb semesta pengatur jalan kehidupan manusia. Ar Rahman, yang telah memberikan rahmat dan karuni-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Padi Program Benih Bersertifikat : Pendekatan Stochastic Production Frontier (Studi Kasus di Desa. Pasirtalaga,. Kecamatan. Telagasari,. Kabupaten. Karawang)”. dapat. diselesaikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi salah satu kebijakan pemerintah dalam mengembangkan pertanian Indonesia melalui program benih bersertifikat. Evaluasi melalui analisis aplikasi teknologi, efisiensi teknis, serta analisis pendapatan petani program. Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi bagi civitas akademika, petani, dan para pemegang kebijakan sehingga dapat memberikan masukan yang bermanfaat. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini belum sempurna. Namun demikian, penulis berharap bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan pertanian Indonesia.. Bogor, Maret 2008. Maryono.

(10) UCAPAN TERIMAKASIH. Pada kesempatan ini penulis ingin berterimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, masukan, dan semangat. Terimakasih penulis ucapkan kepada: 1. Kedua orang tua tercinta, Abi Memed Wikarta dan Umi Siti Fatimah atas kasih sayangnya. 2. Ir. Dwi Rachmina, MS. Sebagai dosen pembimbing skripsi, atas bimbingan dan kesabarannya selama ini. 3. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS. Sebagai dosen penguji utama dalam ujian sidang. Serta atas sentuhannya sehingga penulis berkomitmen untuk memilih Usahatani sebagai topik skripsi. 4. Arief Karyadi, SP. MS. Sebagai dosen penguji wakil Departemen dalam ujian sidang. Dosen muda yang berwibawa. 5. Amzul Rifin, SP. MA, atas bimbingannya sehingga penulis mampu menorehkan sebuah prestasi, Juara Pertama diajang Pemikiran Kritis Mahasiswa Nasional. 6. Yeka Hendra Fatika, SP atas pelajaran hidup dan arti sebuah kepercayaan yang tidak akan pernah penulis lupakan. 7. Kakak tercinta, Yadin Adhiputra, dan Adeku sayang, Tita Nursiyah, atas motivasi hidup yang senantiasa mengalir. 8. Sony Trison, SP. MSi, atas penjabaran peta hidup manusia sehingga bisa memilih arah tujuan. 9. Yusuf Kurniawan, SP. MS, atas bantuannya dalam memahami Frontier. 10. Budi Sulistyo, SP. MS, pemberi pencerahan sisi lain kehidupan dan solusi-solusi alternatif. 11. Erick Wahyudyono, beserta jajaran Kabinet BEM KM IPB Bersatu. “Kawan, perjuangan masih panjang dan tidak akan pernah berakhir sampai kita dipanggil oleh-Nya.” 12. Glen Glenardi, MM, Dirut Bank Bukopin, atas motivasi pengugah kesadaran cinta pertanian, kemerdekaan ekonomi, dan pembebasan kemiskinan..

(11) 13. Prof. Dr. Djoko Said Damardjati, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Deptan, atas nasehat dan motivasi kebangkitan pertanian. 14. Dr. Ato Suprapto, Dirjen SDM Deptan, atas pesan dan harapan pengentasan kemiskinan kultural dan struktural pertanian. 15. De Castile Al-Fath’ers, keluarga kedua, yang mengukuhkan idealisme. 16. Praktikan kelas A25, B25, A12, dan B12 yang telah memompa semangat pembelajar. “Belajar itu ibadah, berprestasi itu indah”, kata seorang diantaranya.. x.

(12) DAFTAR ISI. Halaman RINGKASAN................................................................................................ ii. PENGESAHAN.............................................................................................. v. PERNYATAAN............................................................................................. vi. RIWAYAT HIDUP...................................................................................... .. vii. KATA PENGANTAR.................................................................................. .. viii. DAFTAR ISI.................................................................................................. xi. DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv. DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xvii. DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xviii I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1. 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1. 1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 4. 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 6. 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 6. II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 7. 2.1 Karakteristik Padi ................................................................................ 7. 2.2 Program Benih Bersertifikasi .............................................................. 7. 2.3 Benih Bersertifikat .............................................................................. 8. 2.4 Perbaikan Sistem Usahatani Padi ........................................................ 10. 2.5 Studi Terdahulu ................................................................................... 15. III KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................................... 20. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................ 20.

(13) Halaman 3.1.1 Usahatani ................................................................................. 20. 3.1.2 Konsep Analisis Efisiensi Teknis............................................ 21. 3.1.3 Fungsi Produksi Frontier ......................................................... 24. 3.1.4 Faktor-Faktor Penentu Efisiensi .............................................. 28. 3.1.5 Ukuran Pendapatan Usahatani ................................................. 29. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ...................................................... 31. IV METODE PENELITIAN .......................................................................... 33. 4.1 Lokasi Penelitian ............................................................................... 33. 4.2 Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 33. 4.3 Metode Pengambilan Contoh ............................................................ 33. 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data.............................................. 34. 4.4.1 Analisis Efisiensi Menggunakan Fungsi Produksi Stochastic Frontier ................................................................. 34. 4.4.2 Analisis Pendapatan Usahatani................................................ 38. V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ........................................ 40. 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Daerah Penelitian .............................. 40. 5.1.1 Letak Geografis ......................................................................... 40. 5.1.2 Keadaan Sosial Ekonomi........................................................... 41. 5.2 Karakteristik Responden ...................................................................... 43. 5.2.1 Usia Petani .................................................................................. 43. 5.2.2 Tingkat Pendidikan..................................................................... 43. 5.2.3 Pengalaman Berusaha Tani ........................................................ 44. 5.2.4 Luas Lahan dan Status Kepemilikan .......................................... 45. 5.2.5 Jumlah Anak dan Jumlah Tanggungan Keluarga ....................... 46. xii.

(14) Halaman 5.2.6 Kondisi Rumah Tempat Tinggal ................................................ 47. VI EVALUASI PROGRAM .......................................................................... 49. 6.1 Pengolahan Lahan ............................................................................. 49. 6.2 Penggunaan Benih ............................................................................. 51. 6.3 Penanaman ........................................................................................ 51. 6.4 Pemupukan ........................................................................................ 53. 6.5 Pengendalian Gulma dan Hama Penyakit ......................................... 54. VII ANALISIS EFISIENSI ............................................................................ 56. 7.1 Pendugaan Fungsi Produksi Stochastic Frontier ............................... 57. 7.2 Sebaran Efisiensi Teknis ................................................................... 62. 7.3 Sumber-sumber Inefisiensi Teknis .................................................... 63. VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI .......................................... 67. 8.1 Analisis Penggunaan Sarana Produksi .............................................. 67. 8.1.1 Benih ......................................................................................... 67. 8.1.2 Pupuk ......................................................................................... 69. 8.1.3 Obat-obatan ............................................................................... 70. 8.1.4 Tenaga Kerja ............................................................................. 71. 8.2 Analisis Pendapatan Usahatani Masa Tanam I dan Masa Tanam II ......................................................................... 72. 8.2.1 Penerimaan Usahatani ............................................................... 72. 8.2.2 Struktur Biaya ............................................................................ 75. 8.2.3 Pendapatan Usahatani ................................................................ 79. IX KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 83. 9.1 Kesimpulan........................................................................................ 83. xiii.

(15) Halaman 9.2 Saran .................................................................................................. 83. DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 85. LAMPIRAN ................................................................................................... 87. xiv.

(16) DAFTAR TABEL. Nomor. Halaman. 1. Peranan Beras dalam Inflasi di Indonesia, Tahun 2006 ................................. 1. 2. Produksi Luas Panen dan Produktivitas Lahan Padi di Indonesia Tahun 2001-2006............................................................................................ 2. 3. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia, Tahun 2000-2005 ....... 3. 4. Perkembangan Impor Beras Indonesia, Tahun 2004-2006 ............................ 3. 5. Produksi, Luas Panen, Produktivitas Padi Kabupaten Karawang Tahun 2004 – 2005 ......................................................................................... 4. 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur di Desa Pasirtalaga Tahun 2007 .................................................................................................... 41 7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Pasirtalaga Tahun 2007 ................................................................................................... 41 8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok di Desa Pasirtalaga Tahun 2007 .................................................................... 42 9. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kepemilikan Lahan Pertanian di Desa Pasirtalaga Tahun 2007 ................................................................................. 42 10. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Usia Tahun 2007 ........................... 43 11. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pendidikan Tahun 2007 ................ 44 12. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani Tahun 2007 ................................................................................... 45 13. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Usahatani Tahun 2007 .................................................................................................... 45 14. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Usahatani Tahun 2007 ................................................................................... 46 15. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Anak, Tahun 2006 ............ 47 16. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga Tahun 2006 .................................................................................... 47 17. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Kondisi Atap Rumah Tahun 2006 .................................................................................................... 48 18. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Kondisi Dinding Rumah Tahun 2006 .................................................................................................... 48 19. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Kondisi Lantai Rumah Tahun 2006 .................................................................................................... 48.

(17) Nomor. Halaman. 20. Jumlah Petani Responden Yang Menggunakan Traktor untuk Mengolah Lahan, di Desa Pasirtalaga, Tahun 2007. ..................................... 49 21. Jumlah Petani Responden yang Menggunakan Pupuk Organik, di Desa Pasirtalaga, Tahun 2007. ............................................................................... 50 22. Jumlah Petani Responden yang Menggunakan Bibit Muda di Desa Pasirtalaga, Tahun 2007 ................................................................................ 52 23. Jumlah Petani Responden yang Menggunakan Jarak Tanam Legowo di Desa Pasirtalaga, Tahun 2007 ................................................................... 53 24. Jumlah Petani Responden yang Menggunakan Pupuk Sesuai Anjuran di Desa Pasirtalaga, Tahun 2007 ..................................................... 54 25. Perbandingan Parameter Fungsi Produksi Stochastic Frontier pada Masa Tanam I dan Masa Tanam II dengan Metode OLS dan MLE ..................... 57 26. Perbandingan Parameter Fungsi Produksi Stochastic Frontier Linier berganda pada Masa Tanam I dan Masa Tanam II dengan MetodeOLSdanMLE…………………………………………………........ 58 27. Perbandingan Elastisitas Fungsi Produksi Stochastic Frontier Linier berganda pada Masa Tanam I dan Masa Tanam II dengan Metode MLE.............................................................................................................. 59 28. Sebaran Efisiensi Teknis Petani Responden Pada Masa Tanam I dan Masa Tanam II........................................................................................ 63 29. Parameter Dugaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inefisiensi Teknis Usahatani Padi ............................................................................................... 64 30. Perbandingan Penggunaan Benih Masa Tanam I dan Masa Tanam II.......... 68 31. Perbandingan Dosis Penggunaan Pupuk pada Masa Tanam I dan Masa Tanam II ........................................................................................ 70 32. Perbandingan Penggunaan Obat Cair dan Padat ........................................... 71 33. Perbandingan Curahan Tenaga Kerja Pada Masa Tanam I dengan Masa Tanam II............................................................................................... 72 34. Penerimaan Nominal Usahatani pada Masa Tanam I dan Masa Tanam II ... 74 35. Perbandingan Penerimaan Riil Usahatani pada Masa Tanam I dan Masa Tanam II ........................................................................................................ 75 36. Perbandingan Biaya Nominal pada Masa Tanam I dan Masa Tanam II ....... 76 37. Perbandingan Biaya Riil pada Masa Tanam I dan Masa Tanam II ............... 79 38. Perbandingan Pendapatan Nominal pada Masa Tanam I dan Masa Tanam II ........................................................................................ 80 39. Perbandingan Pendapatan Riil pada Masa Tanam I dan Masa Tanam II ...... 81. xvi.

(18) DAFTAR GAMBAR. Nomor. Halaman. 1. Konsep efisiensi teknis, alokatif dan ekonomis…………………………… 23 2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier............................……………………. 27 3. Alur Kerangka Pemikiran Operasional…………………………………...... 32.

(19) DAFTAR LAMPIRAN. Nomor. Halaman. 1. Output Pengolahan Stochastic Frontier Cobb-Douglas Masa Tanam I…… 88 2. Output Pengolahan Stochastic Frontier Cobb-Douglas Masa Tanam II.…. 89 3. Output Pengolahan Stochastic Frontier Linier Berganda Masa Tanam I...... 90 4. Output Pengolahan Stochastic Frontier Linier Berganda Masa Tanam II.... 91.

(20) I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Beras merupakan komoditas strategis di Indonesia mengingat 90%1 masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Besarnya kebutuhan beras dapat ditunjukkan dalam angka kebutuhan beras nasional hasil rapat koordinasi nasional Menko Perekonomian tahun 2005 yaitu sebesar 30.502.376 ton. Angka kebutuhan beras juga berkorelasi positif dengan jumlah penduduk. Dengan demikian, kebutuhan beras akan meningkat seiring dengan pertambahan penduduk selama upaya untuk diversifikasi pangan belum berjalan secara optimal. Tabel 1 Peranan Beras dalam Inflasi di Indonesia, Tahun 2006 Bulan Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember. Inflasi Nasional (%) 1,36 0,58 0,03 0,05 0,37 0,45 0,45 0,33 0,38 0,86 0,34 1,21. Andil Beras (%). Peranan Beras Dalam inflasi Nasional (%). 0,6 0,39 -0,13 -0,13 0,06 0,07 0,05 0,12 -0,04 -0,03 0,07 0,5. 44,12 67,24 16,22 15,56 11,11 36,36 -10,53 -3,49 20,59 41,32. Sumber: BPS, 2006. Selain sebagai komoditas ekonomi yaitu sebagai barang konsumsi, beras juga berperan sebagai komoditas politik sekaligus menjadi cerminan stabilitas. 1. Hanny. Beras Makanan Pokok Sumber Protein. www.gizi.net. 6 Februari 2007..

(21) 2. negara. Ketersediaan beras nasional dapat mempengaruhi harga secara umum. Hal ini. dapat. ditunjukkan. dalam. peranannya. dalam. mempengaruhi. inflasi. sebagaimana terlihat pada Tabel 1. Kebutuhan beras nasional selama ini sebagian besar dipenuhi dari produksi nasional. Produksi beras nasional dan perkembangannya dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan tabel tersebut, produksi padi tahun 2001 hingga 2006 menunjukkan bahwa terjadi laju pertumbuhan produksi padi per tahun sebesar 1,11 persen. Namun berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa angka laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,34 persen pada tahun 2000-2005, hal ini menunjukan bahwa laju pertumbuhan produksi padi masih berada dibawah laju pertumbuhan penduduk.. Apabila kondisi ini dibiarkan, akan muncul. kekhawatiran terjadinya kekurangan beras di dalam negeri. Tabel 2 Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Lahan Padi di Indonesia, Tahun 2001-2006 Tahun. Produksi (000 ton) Luas Panen (000 ha) Produktivitas (ton/ha) Keterangan Sumber. 2006*. Laju Pertum buhan (%/thn). 54,15. 54,75. 1,10. 11,92. 11,83. 11,86. 0,23. 4,536. 4,574. 4,614. 0,87. 2001. 2002. 2003. 2004. 2005. 50,46. 51,49. 52,13. 54,08. 11,50. 11,52. 11,48. 4,388. 4,469. 4,538. : * Angka Sementara : BPS dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan, 2006 (diolah). Untuk memenuhi kekurangan beras tersebut dalam jangka pendek bisa dilakukan melalui impor beras sebagaimana disajikan pada Tabel 4, namun demikian impor beras bukanlah solusi yang tepat karena memicu distabilitas negara yang ditandai dengan pro-kontra diberbagai kalangan karena impor beras.

(22) 3. tidak terlepas dari politisasi dan kepentingan golongan tertentu. Selain itu akan menimbulkan ketergantungan pangan terhadap negara lain.. Padahal prestasi. swasembada beras pernah dicapai Indonesaia pada kurun waktu 1984. Tabel 3 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia, Tahun 2000-2005 Laju pertumbuhan penduduk per tahun (%). Penduduk (ribu) 2000 205132. 2004 216382. 2005 219205. 1990-2000 1,45. 2000-2004 1,34. 2000-2005 1,34. Sumber: BPS, 2006. Upaya-upaya untuk meningkatkan produksi padi senantiasa dilakukan oleh pemerintah agar kebutuhan beras nasional dapat tercukupi dalam jangka panjang. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi ditempuh melalui upaya intensifikasi lahan, dengan kata lain meningkatkan produktifitas lahan. Karena selama ini. produktifitas lahan. menunjukan. stagnansi.. Berbagai. kajian. menunjukkan bahwa penggunaan sarana produksi, khususnya pupuk dan obatobatan kimia, tidak lagi memberikan peningkatan produksi secara linear (Apriyantono, 2007). Tabel 4 Perkembangan Impor Beras Indonesia, Tahun 2004-2006 Uraian Beras berkulit (padi/gabah) Beras digiling Beras setengah Giling atau giling seluruhnya Beras pecah Jumlah Sumber: BPS, 2006. 2006 (Jan-Nop). 2004. 2005. 6.258,80 24.037,54. 1.918,30 1,7. 119,84 0. 163.419,19 43.151,17 236.866,70. 122.637,28 65.059,33 189.616,61. 184.475,47 94.229,63 278.824,94.

(23) 4. Dalam rangka merealisasikan tujuan tersebut maka pemerintah mencanangkan program benih bersertifikat guna meningkatkan produksi dan produktifitas padi.. Kabupaten Karawang dipilih sebagai lokasi pilot project. program benih bersertifikat. Hal ini dilatarbelakangi bahwa Kabupaten Karawang sebagai sentra produksi padi terbesar di Jawa Barat. Selain itu produksi padi Kabupaten Karawang dari tahun 2004 hingga tahun 2005 juga mengalami peningkatan dengan angka pertumbuhan 2,749 persen sebagaimana terlihat pada Tabel 5. Program ini dilaksanakan pada tahun 2006 masa tanam padi bulan September-Februari. Harapannya adalah pada masa tanam ini ketersediaan air mencukupi yang pada akhirnya program dapat berjalan dengan baik sehingga bisa menjadi percontohan kesuksesan program dan bisa diikuti oleh daerah-daerah lainnya diseluruh Indonesia. Tabel 5 Produksi, Luas Panen, Produktivitas Padi Kabupaten Karawang, Tahun 2004 – 2005. Produksi (ton) Luas panen (ha) Produktivitas (ton/ha). Tahun 2004 1.149.702 186.205 6,174. 2005 1.181.315 178.241 6,627. Pertumbuhan (%) 2,749 -4,277 7,337. Sumber: BPS Kab. Karawang, 2006. 1.2 Perumusan Masalah Program benih bersertifikat adalah salah satu manivestasi dari program pemerintah untuk meningkatkan produksi padi dalam rangka program ketahanan pangan melalui pendekatan intensifikasi pertanian. Sebagai program intensifikasi pertanian tentu saja membawa teknologi baru dalam pelaksanaannya. Teknologi yang diterapkan diharapkan dapat meningkatkan produksi, produktifitas dan tentu.

(24) 5. saja pendapatan petani. Jika produksi padi meningkat namun tidak diikuti dengan peningkatan pendapatan petani maka akan merugikan petani. Keberhasilan program ini bukan sekedar meningkatnya produksi yang tentu saja berkaitan erat dengan pendapatan dan kesejahteraan. Namun juga pada tatanan bagaimana petani dapat menerapkan inovasi-inovasi baru yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya. Tantangan yang harus dihadapi adalah adanya kebiasaan petani yang sulit menerima perubahan dalam melaksanakan usahataninya. Hal ini dilandasi kekhawatiran petani bahwa teknologi baru tersebut tidak akan memberikan pengaruh bagi produksi padi mereka. Oleh karena itu, seringkali program yang telah dicanangkan pemerintah kurang berhasil karena petani sasaran tidak bersedia menerapkan inovasi teknologi tersebut. Kondisi di atas bisa saja terjadi dalam pelaksanaan program benih bersertifikat karena program ini tidak hanya sebatas menggunakan benih bersertifikat tanpa ada penerapan teknologi yang lain. Namun, program ini ditunjang pula oleh penerapan inovasi teknologi meliputi : penggunaan benih bersertifikat, penggunaan bibit muda, jarak tanam legowo, penggunaan bahan organik, serta efisiensi pemupukan. Kemudian timbul pertanyaan apakah petani akan menerapkan teknologi baru tersebut sementara petani di lokasi penelitian menerapkan pola usahatani yang sudah biasa mereka lakukan. Keberadaan inovasi teknologi tersebut tentu saja akan mempengaruhi penggunaan faktor produksi usahatani. Pertanyaannya adalah apakah usahatani yang dilaksanakan petani selama ini belum efisien? Kemudian apakah program benih bersertifikat ini akan meningkatkan efisiensi teknis petani? Selain itu,.

(25) 6. adanya perubahan penggunaan faktor produksi tentunya juga akan mempengaruhi struktur biaya usahatani. Pertanyaannya adalah apakah pada program ini terjadi perubahan struktur biaya usahatani? Selanjutnya, penggunaan faktor produksi juga akan mempengaruhi biaya produksi sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan usahatani. Pertanyaan adalah apakah terjadi perubahan pendapatan usahatani? Apakah meningkatkan pendapatan petani atau justru sebaliknya? 1.3 Tujuan Penelitian Sejalan dengan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengevaluasi aplikasi teknologi dalam program benih bersertifikat. 2. Menganalisis efisiensi teknis petani sebelum dan setelah program. 3. Menganalisis struktur biaya dan pendapatan usahatani padi sebelum program dan setelah program. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai sarana pengembangan pengetahuan bagi penulis terhadap kondisi pertanian, serta penerapan kebijakan pertanian. 2. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam evalusi program serta rencana pelaksanaan kebijakan pertanian selanjutnya. 3. Menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi petani padi di Kabupaten Karawang dalam melakukan usahatani padi..

(26) II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Karakteristik Padi Menurut karakteristik agronomis, varietas padi digolongkan dalam varietas indica dan japonica. Kedua varietas tersebut memiliki ciri yang sangat berbeda dalam bentuk beras maupun mutu fisikokimia serta teknik budidayanya. Varietas-varietas moderen seperti Ciherang tergolong dalam jenis indica yang kebanyakan merupakan keturunan dari varietas padi Degeo Wogen yang memiliki tinggi tanaman pendek, anakan banyak serta bentuk beras yang langsing (slender). Sebaliknya varietas japonica umumnya memiliki tinggi tanaman yang tinggi, anakan sedikit, bentuk beras yang bulat dan sifat nasi yang lebih pulen serta kadang-kadang aromatik. Varietas padi Ciherang mewakili varietas modern jenis indica. yang. dilepas. berdasarkan. SK. Menteri. Pertanian. No.. 836/kpts/TP.240/11/1996. 2.2 Program Benih Bersertifikat Program Benih Bersertifikat adalah bagian dari Program Pengembangan Model Sistem Agroindustri dan Pemasaran Beras Berlabel. Program ini dibawah naungan Departemen Pertanian Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Program ini dimulai pada bulan Juli 2006 hingga Februari 2007. Program ini melibatkan serangkaian sistem agribisnis meliputi on-farm dan off-farm. Untuk memproduksi beras berlabel di dalam negeri diperlukan suatu model pengembangan yang terpadu secara sinergis antara produsen benih, petani padi,.

(27) 8. penggilingan padi, lumbung desa, lembaga keuangan dan pemerintah sebagai fasilitator dan regulator. Para pelaku agribisnis perberasan perlu dipersiapkan / dibina guna memahami teknis produksi beras berlabel mulai dari panen, pasca panen hingga pengolahan berasnya (benih berlabel, penerapan SNI gabah/beras) sampai kepada manajemen pemasarannya. Dalam pengembangan sistem agroindustri dan pemasaran beras berlabel yang perlu mendapatkan perhatian adalah sistem yang dikembangkan mampu meningkatkan pendapatan produsen beras (petani dan unit penggilingan), sehingga dapat meningkatkan taraf hidup mereka dan menjamin keberlanjutan program beras berlabel ini. 2.3 Benih Bersertifikat Benih tanaman, sebagai sarana produksi utama dalam budidaya tanaman perlu dijaga mutunya, sehingga mampu menghasilkan produksi dan mutu hasil sebagaimana yang diharapkan. Suatu varietas yang telah dilepas, benihnya dinyatakan sebagai benih bina, dalam pengertian produksi dan peredarannya perlu diatur dan diawasi. Mekanisme pengawasan dan pembinaan yang efektif untuk dapat menjamin benih bermutu, adalah melalui sertifikasi benih. Sertifikasi benih ini dapat dilakukan oleh pemerintah maupun swasta. Benih yang lulus sertifikasi merupakan benih yang telah dijamin mutunya baik mutu genetis, fisiologis, maupun fisik dan dapat diedarkan. Untuk menjamin bahwa benih yang diedarkan benar-benar bermutu dan dalam rangka mempermudah pengawasan mutu benih, maka benih yang lulus sertifikasi apabila akan diedarkan wajib diberi label. Hasil pemuliaan sebelum dilepas oleh pemerintah dilarang untuk dikembangkan dan/atau diedarkan..

(28) 9. Benih bermutu mempunyai pengertian bahwa benih tersebut varietasnya benar dan murni, mempunyai mutu genetis, mutu fisiologis, dan mutu fisik yang tinggi sesuai dengan standar mutu pada kelasnya. Varietas unggul adalah varietas yang memiliki keunggulan produksi dan mutu hasil, tanggap terhadap pemupukan, toleran terhadap hama penyakit utama, umur genjah, tahan terhadap kerebahan, dan tahan terhadap pengaruh buruk (cekaman) lingkungan. Benih bina adalah benih dari varietas unggul yang telah dilepas, yang produksi dan peredarannya diawasi. Sertifikasi merupakan kegiatan untuk mempertahankan mutu benih dan kemurnian varietas, yang dilaksanakan dengan : a. Pemeriksaan terhadap : 1. Kebenaran benih sumber atau pohon induk; 2. Petanaman dan pertanaman; 3. Isolasi tanaman agar tidak terjadi persilangan liar; 4. Alat panen dan pengolahan benih; 5. Tercampurnya benih; b. Pengujian laboratorium untuk menguji mutu benih yang meliputi mutu genetis, fisiologis, dan fisik; c. Pengawasan pemasangan label. Menurut UU No 12 tahun 1992, yang dimaksud dengan label adalah keterangan tertulis yang diberikan pada benih atau benih yang sudah dikemas yang akan diedarkan dan memuat antara lain tempat asal benih, jenis dan varietas tanaman, kelas benih, data hasil uji laboratorium, serta akhir masa edar benih..

(29) 10. 2.4 Perbaikan Sistem Usahatani Padi Beras dapat disertifikasi apabila memenuhi berbagai persyaratan diantaranya adalah penerapan teknik budidaya yang baik (good agricultural practices) yang sering disingkat GAP ataupun teknik penanganan pasca panen yang baik (good handling practices) yang sering disingkat GHP. Perkembangan teknologi produksi padi berkembang sejak Bimas hingga sistem rice intensification yang dikenal dengan SRI. Beberapa faktor pengendali hasil padi telah diketahui seperti genetik, manajemen hara, air, ruang tumbuh, organisme pengganggu tanaman (OPT), serta penanganan pasca panen yang benar.. Berdasarkan faktor pengendali produksi tersebut telah diidentifikasi. beberapa teknologi yang siap diterapkan oleh petani program seperti : 1. Penggunaan varietas unggul dan benih yang bersertifikat.. Dalam standar. teknologi yang disarankan untuk diterapkan petani adalah menggunakan varietas Ciherang dengan benih berlabel biru. Benih sertifikat dimaksudkan untuk menjamin kejelasan varietas yang digunakan serta jaminan mutu seperti yang tertuang dalam sertifikat benih tersebut. Benih bersertifikat label biru merupakan benih sebar yang seharusnya digunakan petani, walaupun beberapa petani enggan menggunakan benih kelas ini. Benih unggul baru seperti Ciherang dapat diperoleh di Perum Sanghyang Seri. Dalam standar produksi beras berlabel disyaratkan petani untuk menyimpan sertifikat benih yang digunakan sebagai salah satu dokumen untuk pemeriksaan GAP. Dengan digunakannya varietas unggul bersertifikat merupakan langkah pertama perbaikan sistem produksi beras dalam proses produksi beras berlabel..

(30) 11. 2. Standar teknologi produksi berikutnya yang berhubungan dengan pengelolaan ruang tumbuh adalah jarak dan sistem pertanaman. Penggunaan jarak tanam dan sistem pertanaman yang tepat dapat menekan persaingan antar tanaman. Salah satu prosedur GAP yang disarankan adalah tanam dengan jarak tanam legowo dan menggunakan bibit muda. 3. Pengelolaan hara. Untuk mencapai produksi yang diharapkan perlu dilakukan pengelolaan yaitu dengan melakukan pemupukan berimbang, dosis spesifik lokal serta aplikasi bahan organik. Masing-masing lahan memiliki kesuburan fisik dan kimia yang berbeda sehingga diperlukan dosis pupuk yang berbeda. Disamping itu untuk efisiensi pemupukan digunakan pengukuran diagram warna daun sebagai indikator dosis pupuk N yang diperlukan sesuai dengan kondisi tanaman. 4. Tataguna air tingkat usahatani perlu diperbaharui dengan menekankan konsep hemat air dan memberikan pengairan pada lahan sawah secara berselang. Kondisi oksidasi-reduksi pada tingkat tertentu diperlukan tanaman padi sawah dalam proses perkembangannya. Penekanan anakan non produktif, efisiensi pupuk, dan keserempakan pematangan gabah sangat tergantung pada sistem pengairan. 5. Manajemen organisme pengganggu. Berbagai hama dan penyakit tanaman padi perlu ditanggulangi. Salah satu wilayah pilot project di Kabupaten Karawang merupakan wilayah endemik hama penggerek batang. Dalam prosedur GAP disarankan petani untuk melakukan pengendalian hama dan penyakit dengan sistem PHT (pengendalian hama dan penyakit terpadu) dengan memperhatikan beberapa prinsip : pengendalian didasarkan pada ambang ekonomi populasi.

(31) 12. hama/serangan. penyakit,. memadukan. berbagai. cara. pengendalian,. menggunakan pestisida sebagai langkah terakhir dan aplikasinya secara bijaksana. 6. Teknologi pra panen untuk GAP diakhiri dengan penentuan saat panen dan pemanenan yang benar. 7. Dengan standar-standar teknologi yang ditetapkan berdasarkan faktor penentu produktivitas padi sawah diharapkan dapat meningkatkan hasil padi sawah baik kuantitatif maupun kualitatif dalam rangka proses produksi beras berlabel. Adapun secara teknis, dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Penggunaan Benih Bersertifikat • Membeli benih varietas Ciherang berlabel biru dari penangkar atau kios terdekat. • Menggunakan benih sebanyak 25 kg/ha dengan luas pesemaian 300 m2 • Melakukan sortasi benih dengan air garam konsentrasi 4 persen. • Menanam hanya benih yang tenggelam pada larutan garam 4 persen. 2. Pengolahan Tanah • Pengolahan tanah dilakukan tiga kali yaitu bajak, glebeg dan garu atau sekurang-kurangnya 2 kali sehingga tanah melumpur sempurna. • Jerami dibenamkan saat membajak dengan cara jerami dipotong 3 atau 4 dan dibenamkan saat pembalikan tanah pada pembajakan • Jarak waktu antara membajak dengan menggaru adalah 15 hari (2 minggu) 3. Penanaman • Menanam bibit umur maksimal 17 hari.

(32) 13. • Jarak tanam legowo 2:1 dengan jarak tanam 20x15x40 sehingga diperoleh populasi sekitar 200.000 rumpun/ha. • Menanam 2-3 bibit/lubang tanam • Menanam dangkal (1-2 cm) 4.. Pemupukan • Dosis pupuk ditentukan berdasar petak omisi dan diagram warna daun. Sebagai patokan perhitungan awal digunakan : 200 -250 kg urea/ha, 100-150 kg/ha dan 50-75 kg KCl. Pupuk P dan K seluruhnya diaplikasikan saat tanam. • Pemupukan dasar atau pemupukan N pertama dengan takaran 50-75 kg/ha dilakukan sebelum tanaman berumur 10 hari setelah tanam. Pada pemupukan pertama ini Bagan Warna Daun (BWD) tidak perlu digunakan. Pengukuran dengan BWD diawali pada 25-28 HST, dilanjutkan setiap 7-10 hari sekali sampai fase primordia bunga.. 5. Pengairan • Pada saat menanam bibit, air sawah dalam kondisi macak-macak. • Secara berangsur-angsur tanah digenangi setinggi 2,5 cm sampai tanaman berumur 10 hari. • Selanjutnya dibiarkan sehingga air sawah kering sendiri (biasanya dalam waktu 5-6 hari). • Setelah permukaan tanah retak satu hari, sawah kembali diairi dengan tinggi genangan 5 cm..

(33) 14. • Selanjutnya biarkan sawah mengering sendiri (5-6 hari), kembali retak satu hari dan digenangi lagi setinggi 5 cm terus diulangi hingga tanaman masuk ke period pembungaan. • Sejak tanaman berbunga hingga 10 hari sebelum panen, lahan terus diairi setinggi 5 cm, kemudian lahan dikeringkan hingga panen. 6. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) • Pengendalian hama keong emas dengan mengeringkan lahan dan air hanya di kemalir atau menjebak telor keong pada ajir bambu dan mematikannya serta secara manual mematikan keongnya. • Pengendalian hama penggerek batang dengan tanam serempak, pengamatan telor dan kupu, dan aplikasi insektisida sistemik pada 3 dan 6 MST. • Pengendalian hama tikus secara fisik atau mekanis dengan penghalau, bubu (jebakan), pagar plastik atau “gropyokan” • Pengendalian hama dan penyakit lainnya dengan musuh alami, pestisida hayati atau pestisida sintetik secara terbatas • Pengendalian gulma diusahakan dilakukan secara manual dengan landak untuk memutus perakaran padi. 7. Panen dan Pasca Panen • Panen dilakukan pada saat masak fisiologis (1/3 ujung masak mati atau mudah rontok) atau apabila diremas >30 persen telah rontok atau kadar air sekitar 25 persen. Biasanya sekitar 32 hari setelah malai muncul. • Panen dilakukan secara potong bawah..

(34) 15. 2.6 Studi Terdahulu Irawati (2006) melakukan penelitian. studi perbandingan pendapatan. usahatani dan efisiensi faktor-faktor produksi padi untuk petani program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu PTT dan nonprogram PTT di Kabupaten Karawang. Program ini memiliki kemiripan tujuan dengan Program Benih Bersertifikat yaitu untuk meningkatkan pendapatan petani melalui penerapan teknologi yang spesifik lokasi yang dapat meningkatkan hasil gabah dan mutu beras serta menjaga keserasian lingkungan. Kesamaan lain adalah komponen teknologi yang diterapkan, yaitu: 1) penggunaan Benih Bermutu, 2) pengaturan Jarak Tanam Jajar Legowo, 3) penanaman bibit muda, 4) pemupukan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penerimaan total petani nonprogram. lebih. besar. dibandingkan. dengan. petani. program,. yaitu Rp 11.571.298,84 untuk petani nonprogram dan Rp 10.952.522,52 untuk petani program. Begitu juga dengan pendapatan tunai ataupun pendapatan total. Pendapatan tunai dan pendapatan total petani nonprogram lebih besar dibandingkan dengan petani program. Pendapatan atas biaya tunai untuk petani non program adalah Rp 7.683.263,14 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 4.743.219,76. Sedangkan pendapatan tunai petani program sebesar Rp 6.849.493,58 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 4.606.644,07. Ada hal yang menarik pada hasil penelitian ini, yaitu pendapatan petani program justru lebih kecil daripada petani nonprogram. Padahal harga gabah yang diterima petani program lebih besar dibandingkan dengan petani non program, yaitu Rp 1.979,73 untuk petani program dan Rp 1.874,32 untuk petani non.

(35) 16. program. Ternyata, hal ini terjadi karena total biaya yang harus dikeluarkan petani program lebih besar dibandingkan dengan petani non program. Efisiensi produksi petani program juga belum tercapai. Dengan demikian tujuan untuk peningkatan pendapatan usahatani tidak tercapai bahkan tingkat pendapatan petani program lebih rendah daripada petani nonprogram. Hal ini bisa saja terjadi karena petani program belum menerapkan teknologi yang seharusnya diterapkan karena petani sudah memiliki kebudayaan tersendiri dan juga telah memiliki kelembagaan yang kuat sehingga menjadi kendala dalam penerapan teknologi baru. Namun penelitian ini belum mengungkap ada atau tidaknya pengaruh kelembagaan lokal kususnya kelembagaan hubungan kerja antara petani pemilik dengan buruh tani dalam usahatani padi tersebut. Menurut hasil penelitian Disti (2006) tentang pendapatan dan efisiensi usahatani padi program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) di Desa Mulyasari, Kabupaten Subang. Menganalisis Faktor produksi usahatani padi dengan menggunakan alat analisis untuk menduga fungsi produksi dengan menggunakan fungsi produksi regresi berganda, model fungsi produksi Cobb Douglas, dan fungsi produksi transsendental. Faktor produksi yang mempengaruhi fungsi produksi adalah benih, urea, SP36, phonska, pupuk cair, organik padat, obat padat, obat cair, dan tenaga kerja. Hasil komputasi dari ketiga model tersebut dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS), maka model terbaik yang menggambarkan pengaruh faktor produksi adalah model Cobb Douglas. Mengenai elasitisitas produksi, elastisitas positif ditunjukkan oleh benih, urea, pupuk cair, organik.

(36) 17. padat, obat opadat, obat cair, dan tenaga kerja. Sedangkan yang memiliki elastisitas negatif adalah SP36 dan phonska. Namun demikian, penggunaan faktor produksi pada program tersebut belum efisien secara ekonomis. Kesimpulan ini bisa diambil karena rasio Nilai produk marjinal (NPM) dan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) tidak sama dengan satu. Rasio antara NPM dan BKM untuk faktor produksi SP36, phonska bernilai negatif. Koefisien yang bernilai menunjukkan perlunya mengurangi penggunaan SP36 dan phonska agar efisiensi tercapai. Sedangkan untuk benih, urea, pupuk cair, organik padat dan tenaga kerja memiliki nilai rasio NPM-BKM lebih dari satu. Hal ini menunjukkan perlunya penambahan dalam penggunaan pupuk cair, organik padat, dan tenaga kerja agar efisiensi tercapai. Struktur biaya terbesar untuk sarana produksi berturut-turut adalah obat cair, phonska, dan SP36. Dengan demikian jelas terlihat bahwa petani program terlalu berlebihan dalam menggunakan pupuk phonska dan SP36 sehingga menjadikan biaya produksi meningkat. Utama (2002) melakukan penelitian mengenai efisiensi teknis usahatani padi sawah pada peserta Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) di Sumatera. Pengukuran efisiensi teknis serta faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis menggunakan MLE terhadap Cobbdouglas production frontier. Penelitian ini juga membandingkan efisiensi teknis petani anggota SLPHT tahun 1995, petani SLPHT tahun 1999, dan petani non-SLPHT. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh bahwa faktor-faktor produksi nitrogen, tenaga kerja, insektisida, irigasi, dan SLPHT berhubungan positif terhadap produksi dan.

(37) 18. berpengaruh nyata. Sebaliknya rodentisida berhubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap produksi. Rata-rata efisiensi teknis untuk kelompok petani SLPHT 1995, SLPHT 1999, dan NonSLPHT adalah 64 persen, 67 persen, dan 66 persen. Berdasarkan indeikator ini terdapat peningkatan efisiensi teknis rata-rata dari kelompok petani SLPHT 1999 dibandingkan dengan kelomopok petani SLPHT 1995. Namun demikian distrubusi frekuensi efisiensi teknis ini tidak berbeda nyata secara statistik. Untuk menentukan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efisiensi teknis pada usahatani padi, maka; tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, tipe irigasi, luas lahan, pendapatan, SLPHT, PHT, dan penyuluhan ditentukan sebagai faktor-faktor yang akan mempengaruhi produksi dalam penelitian ini. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa luas lahan dan pendapatan berpengaruh nyata secara statistik terhadap efisiensi teknis dan bertanda positif. Sedangkan faktor tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, tipe irigasi, SLPHT, PHT, dan penyuluhan tidak berpengaruh nyata terhadap efisiensi. Menarik untuk disimak hasil analisa regresi dari beberapa variabel memiliki efek negatif terhadap efisiensi teknis seperti SLPHT, PHT, dan irigasi. Ini dapat menunjukkan beberapa kendala dalam penerapan PHT dilapangan, seperti: pertama, petani tidak cukup punya waktu dan masih sulit mengatur antara usahatani yang biasa dilakukan mereka dengan penerapan teknologi PHT. Kedua, untuk memonitor aktivitas ini dibutuhkan waktu yang khusus dalam praktiknya. Adhiana (2005) melakukan penelitian mengenai efisiensi ekonomi lidah buaya di Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan fungsi.

(38) 19. produksi. stochastic. frontier. diperoleh. hasil. bahwa. faktor-faktor. yang. mempengaruhi efisiensi teknis petani lidah buaya adalah umur petani, pendidikan, dan pengalaman. Sedangkan variabel manajemen dan pendapatan luar usahatani ditemukan tidak berpengaruh nyata terhadap efisiensi teknis. Nilai efisiensi teknis rata-rata petani responden bernilai 0,813. Artinya dalam jangka pendek produksi lidah buaya didaerah penelitian memiliki peluang untuk ditingkatkan sebesar 18,7 persen dengan menerapkan keterampilan, pengalaman, dan teknik budidaya oleh petani-petani yang paling efisien..

(39) III KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Bagian ini berisi mengenai konsep usahatani, konsep analisis efisiensi teknis, fungsi produksi frontier, faktor-faktor penentu efisiensi teknis, dan ukuran pendapatan usahatani. 3.1.1 Usahatani Menurut Soeharjo dan Patong (1973) dalam Irawati (2006), usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan oleh perorangan ataupun sekumpulan orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping motif mencari keuntungan. Menurut Soekartawi (1986), usahatani adalah organisasi yang pelaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial baik yang terikat geneologis, politis, maupun teritorial sebagai pengelolanya. Menurut Hernanto (1991), ada empat unsur pokok yang harus ada dalam usahatani, yaitu: 1. Lahan Lahan usahatani dapat berupa sawah, lahan pekarangan. Lahan bisa diperoleh dengan cara membuka lahan sendiri, membeli, menyewa, menyakap, hibah, dan wakaf. Menurut Hernanto, lahan mewakili unsur alam dan merupakan modal yang sangat penting. 2. Tenaga Kerja.

(40) 21. Ada tiga jenis tenaga kerja yang dikenal dalam usahatani yaitu, manusia, ternak, dan mesin. Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani harus diukur efisiensinya. Tenaga kerja dapat diperoleh dari dalam rumah tangga petani sendiri ataupun dari luar rumah tangga petani. Mempekerjakan tenaga kerja luar harus memberikan imbalan jasa berupa upah. Sedangkan upah bisa berupa uang tunai atau bawon. 3. Modal Modal adalah barang atau uang yang digunakan bersama faktor produksi yang lainnya untuk menghasilkan barang - barang baru yaitu produk pertanian. 4. Pengelolaan Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani menentukan mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor produksi sebaik mungkin sesuai dengan apa yang diharapkan. Ukuran keberhasilan pengelolaan adalah peningkatan produktifitas setiap faktor maupun produktifitas dari usahanya. 3.1.2. Konsep Analisis Efisiensi Teknis Tujuan petani untuk mengelola usahataninya adalah untuk meningkatkan. produksi dan keuntungan. Asumsi dasar dari efisiensi adalah untuk mencapai keutungan maksimum dengan biaya minimum. Kedua tujuan tersebut merupakan faktor penentu bagi produsen dalam pengambilan keputusan untuk usahataninya. Dalam pengambilan keputusan usahatani, seorang petani yang rasional akan bersedia menggunakan input selama nilai tambah yang dihasilkan oleh tambahan input tersebut sama atau lebih besar dengan tambahan biaya yang diakibatkan oleh tambahan input itu. Efisiensi merupakan perbandingan output dengan input yang digunakan dalam suatu proses produksi..

(41) 22. Coelli, at.all. (1998), menyatakan bahwa konsep efisiensi dibedakan menjadi tiga, yaitu ; 1) efisiensi teknis (technical efficiency), 2) efisiensi harga (price efficiency), 3) efisiensi ekonomis (economic efficiency). Konsep efisiensi disajikan pada Gb 1. Efisiensi teknis mengukur tingkat produksi yang dicapai pada tingkat penggunaan input tertentu. Seorang petani secara teknis dikatakan lebih efisien dibandingkan petani lain, apabila dengan penggunaan jenis dan jumlah input yang sama, memperoleh output secara fisik yang lebih tinggi, titik A, namun tidak melibatkan faktor harga. Efisiensi harga atau alokatif mengukur tingkat keberhasilan petani dalam usahanya untuk mencapai keuntungan maksimum yang dicapai pada saat nilai produk marjinal setiap faktor produksi yang diberikan sama dengan biaya marjinalnya, titik B. Efisiensi ekonomis adalah kombinasi antara efisiensi teknis dan efisiensi harga yang ditunjukkan oleh titik C. Efisiensi teknis menurut Kumbhakar dan Lovell (2000) dalam Adhiana (2005) adalah “Produsen dikatakan efisien secara teknis jika dan hanya jika tidak mungkin lagi memproduksi lebih banyak output dari yang telah ada tanpa mengurangi sejumlah output lainnya atau dengan menambah sejumlah input tertentu”. Menurut Bakhsoodeh dan Thomson (2001) dalam Adhiana (2005), petani yang efisien secara teknis adalah petani yang menggunakan lebih sedikit input untuk memproduksi sejumlah output pada tingkat tertentu atau petani yang dapat menghasilkan output yang lebih besar dari petani lainnya dengan menggunakan sejumlah input tertentu..

(42) 23. A X. y C X. B X. Fungsi produksi frontier, yi = f(Xi; β)exp (Vi - Ui) Py Px Fungsi produksi rata-rata, yi =f(Xi;β). A=Efisien secara teknis B=Efisien secara alokatif C=Efisien secara ekonomis. x. Gambar 1. Konsep Efisiensi Teknis, Alokatif, dan Ekonomis. Berdasarkan definisi diatas, efisiensi teknis dapat diukur dengan pendekatan dari sisi output dan sisi input. Pengukuran efisiensi teknis dari sisi output merupakan rasio dari output observasi terhadap output batas. Indek efisiensi ini digunakan sebagai pendekatan untuk mengukur efisiensi teknis di dalam stochastic frontier. Pengukuran efisiensi teknis dari sisi input merupakan rasio dari input atau biaya batas (frontier) terhadap input atau biaya observasi. Bentuk umum dari ukuran efisiensi teknis yang dicapai oleh observasi ke-i pada waktu ke-t didefinisikan sebagai berikut (Coelli,et.all. 1998) :.

(43) 24. Dimana TE adalah efisiensi teknis petani ke-i, exp (-ui) adalah nilai harapan (mean) dari ui, jadi 0 ≤ TEi ≤ 1. Nilai efisiensi teknis tersebut berhubungan terbalik dengan nilai efek inefisiensi teknis dan hanya digunakan untuk fungsi yang memiliki jumlah output dan input tertentu (cross section data). Pada saat produsen telah menggunakan sumber daya pada tingkat produksi yang masih mungkin ditingkatkan, berarti efisiensi teknis tidak tercapai karena adanya faktor-faktor penghambat. Terdapat banyak faktor penghambat efisiensi teknis di dalam proses produksi. Coelli, et al. (1998), membuat model efek inefisiensi teknis diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan variabel acak yang tidak negatif. Untuk usahatani ke-i pada tahun ke-t, efek iniefisiensi teknis µi diperoleh dengan pemotongan terhadap distribusi N(µit,σ|), dengan rumus : µit = δ0 + zit δ +wit dimana zit adalah variabel penjelas, δ adalah parameter skalar, wit adalah variabel acak. 3.1.3. Fungsi Produksi Frontier Tujuan dari proses produksi yaitu mentransformasikan input menjadi. output secara efisien. Untuk mengukur efisiensi, ada dua konsep fungsi produksi yang perlu diperhatikan perbedaannya, yaitu fungsi produksi batas (frontier production function) dan fungsi produksi rata-rata (average production function). Sedangkan fungsi produksi adalah menggambarkan hubungan antara input dan output yang menunjukkan suatu sumberdaya (input) dapat dirubah sehingga menghasilkan produk tertentu (Doll dan Orazem, 1984). Ada beberapa fungsi.

(44) 25. produksi yang sering digunakan dalam penelitian diantaranya fungsi produksi Cobb-Douglas, fungsi produksi linier berganda, fungsi produksi transendental. Fungsi produksi yang menggambarkan output maksimum yang dapat dihasilkan dalam suatu proses produksi disebut sebagai fungsi produksi frontier. Fungsi produksi frontier merupakan fungsi produksi yang paling praktis atau menggambarkan produksi maksimum yang dapat diperoleh dari variasi kombinasi faktor produksi pada tingkat pengetahuan dan teknologi tertentu (Doll dan Orazem, 1984). Fungsi produksi frontier diturunkan dengan menghubungkan titik-titik output maksimum untuk setiap tingkat penggunaan input. Jadi fungsi tersebut mewakili kombinasi input-output secara teknis paling efisien. Konsep frontier dan ukuran efisiensi dalam teori produksi diprakarsai oleh Farrel untuk mengukur inefisiensi teknis dan alokatif dalam kerangka deterministik parametrik. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa output dibatasi oleh fungsi produksi deterministik dengan asumsi constan return to scale. Model fungsi produksi stochastic frontier (stichastic production frontier) diperkenalkan Aigner, et. all. (1977). Model stochastic frontier merupakan perluasan dari model asli deterministik untuk mengukur efek-efek yang tak terduga (stochastic effect) di dalam batas produksi. Model fungsi produksi stochastic frontier, secara umum adalah sebagai berikut (Aigner, et. all. (1977) dalam Coelli (1996)) :.

(45) 26. Yi = xiβ + (Vi - Ui). i=1,2,3...,n,. Dimana : Yit = produksi yang dihasilkan petani-i pada waktu-t Xit = vektor masukan yang digunakan petani-i pada waktu-t βit = vektor parameter yang akan diestimasi Vit = variabel acak yang berkaitan dengan faktor-faktor eksternal (iklim, hama) sebarannya simetris dan menyebar normal (vit ~ N(o,σv2)) Uit = variabel acak non negatif, dan diasumsikan mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis dan berkaitan dengan faktor-faktor internal dan sebaran uit bersifat setengah normal ( uit ~ | N(o,σv2 | ). Stochastc frontier disebut juga “composes error model” karena error term terdiri dari dua unsur, dimana: εi = vi – ui. Variebel εi adalah spesifik error term dari observasi ke-i. Variabel acak vi berguna untuk menghitung ukuran kesalahan dan faktor-faktor diluar kontrol petani (eksternal) seperti iklim, hama dan penyakit yang disebut sebagai gangguan statistik (statistical noise). Sedangkan variabel ui disebut one-side disturbance yang berfungsi untuk menangkap efek inefisiensi. Komponen error yang bersifat internal (dapat dikendalikan petani) dan lazimnya berkaitan dengan kapabilitas manajerial petani dalam mengelola usahataninya direflksikan oleh ui. Komponen ini sebarannya asimetris (one sided) yakni ui ≥ 0. Jika proses produksi berlangsung efisien (sempurna) maka keluaran yang dihasilkan berimpit dengan potensi maksimumnya berarti ui = 0. Sebaliknya jika ui > 0 berarti berada dibawah potensi maksimumnya. Distribusi menyebar setengah normal (ui ~ | N(o,σ2u | ) dan menggunakan metode pendugaan maximum.

(46) 27. Likelihood (Greene, 1982 dalam Adhiana, 2005). Struktur dasar dari model stochastic production frontier dijabarkan pada Gambar 2. Komponen dari model frontier yaitu f(x β ) yang digambarkan dengan mengaplikasikan asumsi deminising return to scale. Pada gambar 1. dapat dijelaskan bahwa aktivitas produksi dari dua petani diwakili oleh simbol i dan j. Petani i menggunakan input sebesar xi dan memperoleh output sebesar yi. Akan tetapi output batas (frontier) dari petani i adalah yi*, melampaui nilai pada fungsi produksi f(x β). Hal ini terjadi karena aktivitas produksinya dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan, dimana variabel vi bernilai positif (Coelli, et.all.1998).. Frontier output (yi*), exp(xiβ +vi), if vi>0 y. Production function, y=exp f(xβ) Frontier output (yj*), exp(xjβ +vj), if vj<0. yj yi. ......................................... X .... .................. X ... xi. xj. x. Gambar 2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier Sumber: (Coelli, et. all. 1998).

(47) 28. Sementara itu, petani j menggunakan input sebesar xj dan memperoleh hasil aktual sebesar yj. Akan tetapi hasil batas (frontier) j adalah yj* yang berada dibawah bagian fungsi produksi. Kondisi ini terjadi karena aktivitas produksinya dipengaruhi oleh kondisi yang tidak menguntungkan, dimana vi bernilai negatif. Output frontier i dan j tidak dapat diamati atau diukur karena random error dari keduanya tidak teramati. Kondisi ini menggambarkan bagian deterministik pada fungsi stokastik frontier berada diantara output frontier (Coelli, et.all.1998). 3.1.4. Faktor-faktor Penentu Efisiensi Dalam kontek ekonomi produksi, efisiensi suatu usahatani bersumber. dari efisiensi teknis, efisiensi harga (alokatif), dan efisiensi ekonomi. Namun dalam penelitian ini hanya akan menganalisis efisiensi teknis. Efisiensi teknis bersumber dari faktor internal (faktor yang dapat dikendalikan oleh petani) dan eksternal (tidak dapat dikendalikan), yaitu perubahan teknologi secara netral yang tidak merubah proporsi faktor produksi dan tidak merubah daya subtitusi teknis antar input. Oleh karena faktor eksternal berada diluar kendali petani maka dianggap “given”, contoh: iklim, hama, harga, infrastruktur (Farel, 1957 dalam Coelli, et.all. 1998). Faktor internal berkaitan erat dengan kapabilitas manajerial dalam usahatani. Termasuk dalam hal ini adalah tingkat penguasaan teknologi budidaya serta kemampuan mengolah informasi yang relevan dengan usahataninya sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara tepat (Adhiana, 2005). Faktor-faktor seperti pengalaman, dan pendidikan merupakan indikator penting terkait. dengan. kemampuan. manajerial. petani. termasuk. juga. dalam. kemampuannya mengadopsi teknologi dan mengelola usahataninya sehingga.

(48) 29. dapat meningkatkan efisiensi. Selain itu faktor-faktor teknologi yang diterapkan petani seperti rasio pupuk urea-tsp, penggunaan bibit muda, penggunaan bahan organik, dan jarak tanam legowo juga merupakan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi efisiensi teknis. 3.1.5. Ukuran Pendapatan Usahatani Menurut Hernanto (1991), penerimaan usahatani yaitu penerimaan dari. semua sumber usahatani meliputi: jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil, dan nilai penggunaan rumah serta barang yang dikonsumsi. Pengeluaran usahatani adalah semua biaya operasi tanpa memperhitungkan bunga dari modal usahatani dan nilai kerja pengelolaan usahatani. Pengeluaran ini meliputi pengeluaran tunai, penyusutan benda fisik, pengurangan nilai inventaris, dan nilai tenaga kerja yang tidak dibayar. Soekartawi (1986), menjelaskan istilah-istilah yang biasanya digunakan dalam usahatani, diantaranya: 1. Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumber daya yang digunakan dalam usahatani. Istilah lain untuk pendapatan kotor adalah nilai produksi atau penerimaan kotor usahatani. 2. Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pendapatan kotor tunai usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang dikonsumsi. 3. Pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi, digunakan untuk bibit atau pakan ternak,.

(49) 30. digunakan untuk pembayaran, disimpan digudang, dan menerima pembayaran dalam bentuk benda. 4. Pengeluaran total usaha tani didefinisikan sebagai nilai semua input yang habis terpakai atau dikeluarkan didalam produksi, tetapi bukan tenaga kerja keluarga, petani. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. 5. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang. Jadi segala pengeluaran untuk keperluan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak termasuk pengeluaran tunai. 6. Pengeluaran tidak tunai adalah semua input yang digunakan namun tidak dalam bentuk uang. Contoh, nilai barang yang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit. 7. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan total pengeluaran usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi. 8. Bagian untuk mengukur atau menilai penampilan usahatani kecil adalah penghasilan bersih usahatani. Ukuran ini diperoleh dari pengurangan antara pendapatan bersih dengan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman, biaya diperhitungkan dari penyusutan. Berdasarkan pengertian yang telah disebutkan, maka diharapkan dapat dikembangkan analisis terhadap pendapatan usahatani. Analisis tersebut adalah analisis pendapatan dan anailis R/C rasio. Adapun tujuan dari kegiatan usahatani ini adalah untuk mencapai produksi dibidang pertanian yang pada akhirnya akan dinilai dengan uang. Nilai tersebut diperoleh setelah mengurangkan atau.

(50) 31. memperhitungkan biaya yang telah dikeluarkan. Berdasarkan nilai tersebut diharapkan akan mendorong pertani untuk mengalokasikan nilai. yang. diperolehnya dalam berbagai kegunaan yaitu untuk biaya produksi selanjutnya, tabungan dan pengeluaran lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Implementasinya program beras bersertifikat menerapkan kaidah-kaidah good agricultural practised sehingga petani program diharuskan melaksanakan standar produksi padi yang telah ditetapkan dalam bentuk standard operating prosedure (SOP). SOP ini tidak lain adalah bentuk inovasi teknologi usahatani padi yang telah dirumuskan oleh pemerintah. Adanya inovasi teknologi ini akan menimbulkan perubahan penggunaan input produksi. Oleh karena itu penelitian ini menganalisis perubahan input produksi yang terjadi serta faktor-faktor produksi apa saja yang berpengaruh terhadap produksi padi. Selain itu penelitian ini menganalisis bagaimana struktur biaya yang terbentuk serta pendapatan usahatani padi setelah program berlangsung dan dibandingkan dengan pendapatan sebelum program. Analisis pendapatan dalam penelitian ini meliputi pengukuran tingkat pendapatan dan analisis R/C rasio. Program beras bersertifikat juga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dalam penggunaan input sehingga penelitian ini juga menganalisis bagaimana tingkat efisiensi penggunaan input dalam program benih bersertifikat. Hal ini terkait dengan apakah inovasi teknologi dalam program ini diaplikasikan oleh petani responden ataukah tidak. Karena hal ini akan berdampak pada keberhasilan program tersebut. Adapun bagan kerangka pemikiran operasional disajikan pada Gb 3..

(51) 32. Program Benih Bersertifikat. T e k n o l o g i. Harga Input Biaya Produksi Jumlah Input - Pendapatan Usahatani - R/C Output Penerimaan Harga Output. Fungsi Produksi Stochastic Frontier. Peningkatan Pendapatan Usahatani. Efisiensi Teknis Usahatani. Sumber-sumber Inefisiensi. Gambar 3. Alur Kerangka Pemikiran Operasional.

(52) IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposif). Alasan pemilihan Desa Pasirtalaga karena desa tersebut merupakan lokasi Program Benih Bersertifikat. 4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian terdiri atas data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan responden menggunakan panduan kuisioner yang telah disiapkan sebelumnya. Pengumpulan data dilakukan pada bulan September 2006 - Februari 2007. data yang diambil adalah dua data hasil penanaman musim gadu, yaitu penanaman bulan September 2005 - Februari 2006 dan penanaman bulan September 2006 - Februari 2007. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber buku, internet, instansi pemerintah terkait seperti BPS, dan Dinas Pertanian Kabupaten Karawang. 4.3 Metode Pengambilan Contoh Pemilihan responden dilakukan secara purposif karena responden merupakan populasi petani pelaksana Program Benih Bersertifikat yang aktif dalam mengikuti bimbingan. Jumlah responden seluruhnya adalah 31 petani yang.

(53) 34. tergabung dalam gabungan kelompok tani dengan kepemilikan lahan dalam satu hamparan. 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data dilakukan secara deskriptif baik kualitatif maupun kuantitatif. Analisa data secara deskriptif menyangkut analisis evaluasi aplikasi teknologi Good Agricultural Practised (GAP). Untuk evaluasi aplikasi teknologi GAP adalah dengan membandingkan SOP program benih bersertifikat dengan kenyataan yang dilakukan petani. Pengolahan data secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan alat bantu kalkulator dan komputer (software Microsoft Excel, Minitab 14, dan FRONTIER 4.1). Analisis yang akan dilakukan merupakan perbandingan antara kegiatan usahatani sebelum program (selanjutnya disebut Masa Tanam I) dan setelah program (selanjutnya disebut Masa Tanam II). Sebelum dilakukan pengolahan data, terlebih dahulu dilakukan proses editing. Editing merupakan kegiatan untuk memperbaiki kualitas data mentah yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden. 4.4.1 Analisis Efisiensi Menggunakan Fungsi Produksi Stochastic Frontier Analisis data menggunakan alat analisis fungsi produksi stochastic frontier yang digunakan untuk menganalisis efisiensi teknis usahatani dari sisi input dan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis. Dalam penelitian ini fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi stochastic frontier Cobb douglas dan Linier Berganda. Pilihan terhadap bentuk fungsi produksi ini diambil karena lebih sederhana dan jarang menimbulkan multikolinier..

(54) 35. Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam analisis ini adalah; luas lahan, jumlah benih, urea, TSP, obat hama penyakit, dan tenaga kerja. Dengan memasukkan sebanyak enam peubah bebas kedalam persamaan, maka model persamaan penduga fungsi produksi frontier Cobb-douglas dari usahatani dapat ditulis sebagai berikut: Ln Y = βo + β1LnX1+ β2LnX2 + β3LnX3 + β4LnX4 + β5LnX5+β6LnX6+ vi-ui Sedangkan model persamaan penduga fungsi produksi frontier Linier berganda adalah sebagai berikut: Y = βo + β1X1+ β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5+β6X6+ vi-ui Dimana: Y = Output (padi) dalam satuan ton X1 = Luas lahan dalam satuan Ha X2 = Jumlah benih dalam satuan Kg X3 = Jumlah pupuk urea dalam satuan Kg X4 = Jumlah pupuk Tsp dalam satuan Kg X5 = Jumlah obat dalam satuan L X6 = Jumlah tenaga kerja dalam satuan hok Vi-ui = error term (ui = efek inefisiensi teknis dalam model) Nilai koefisien yang diharapkan : β1, β2, β3, β4, β5, β6 >0. Nilai koefisien positif berarti dengan meningkatnya masukan (input) diharapkan akan meningkatkan produksi padi. Salah satu keuntungan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas adalah jumlah elastisitas dari masing-masing faktor produksi yang diduga merupakan pendugaan skala usaha (return to scale). Bila ∑βj < 1, berarti proses.

(55) 36. produksi berada pada skala usaha yang menurun (decreasing return to scale). Bila ∑βj =1, berarti proses produksi berada pada skala usaha yang tetap (constan return to scale). Bila Bila ∑βj >1, berarti proses produksi berada pada skala usaha yang meningkat (increasing return to scale). Beattie dan Taylor (1985) menyatakan bahwa fungsi produksi Cobb-Douglas hanya beroperasi pada daerah I (increasing return to scale) dan II (decreasing return to scale). Pada fungsi produksi linier berganda, nilai koefisien dari variabel bukan menunjukkan elastisitas variabel tersebut. Perhitungan koefisien dari setiap variabel ke-i adalah sebagai berikut (Doll dan Orazem, 1984) : Ei = MPPxi APPxi Ei = ∂y . xi ∂xi y Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut (Coelli, et al. 1998) :.  .   

(56)        

(57)  

Referensi

Dokumen terkait

Penerimaan Mahasiswa Baru Pembinaan dan Pelaporan Pelaksanaan Kuliah Perdana Pelaporan dan Evaluasi PMB Pelaksanaan P2SPT Pelaksanaan PMB Promosi PMB Pengelolaan KTM Pendaftaran

Dalam penyampaian informasi tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan membangun suatu website, Website yang berjudul Potensi Dan Peluang Investasi Di

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan, ekonomi pengetahuan, sikap, perilaku, penyediaan sarana air bersih, higiene perorangan, kesehatan lingkllngan,

dengan judul “ Analisis Manajemen Interferensi Jaringan Uplink 4G-LTE di PT Telekomunikasi Indonesia ” adalah benar hasil karya saya sendiri dan bukan merupakan duplikasi, serta

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah dan kemudahannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Evaluasi Kesesuaian

Dari cont oh di at as, diperoleh bahw a Nilai Akhir Akredit asi sam a dengan 84 ( Tabel 4, kolom 6, baris t erakhir) dan seluruh Nilai Kom ponen Akredit asi Skala Rat usan pada

[r]

Tabel 4.26 Selisih Harga Jual Berdasarkan Harga Pokok Produk Pendekatan Full Costing oleh Perusahaan dan yang Telah Diperbaiki Penulis. Untuk Jurusan