• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi kesesuaian pemilihan antibiotika pada pasien infeksi saluran kemih berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas dengan parameter angka leukosit urin di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi kesesuaian pemilihan antibiotika pada pasien infeksi saluran kemih berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas dengan parameter angka leukosit urin di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih - USD Repository"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KESESUAIAN PEMILIHAN ANTIBIOTIKA

PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH BERDASARKAN

HASIL KULTUR DAN TES SENSITIVITAS DENGAN

PARAMETER ANGKA LEUKOSIT URIN DI INSTALASI

RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH PERIODE

JANUARI - JUNI 2006

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

Program Studi Farmasi

Oleh : Vitus Pikam Yudasmoro

NIM : 008114149

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

EVALUASI KESESUAIAN PEMILIHAN ANTIBIOTIKA

PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH BERDASARKAN

HASIL KULTUR DAN TES SENSITIVITAS DENGAN

PARAMETER ANGKA LEUKOSIT URIN DI INSTALASI

RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH PERIODE

JANUARI - JUNI 2006

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

Program Studi Farmasi

Oleh : Vitus Pikam Yudasmoro

NIM : 008114149

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

(3)

Persetujuan Skripsi

EVALUASI KESESUAIAN PEMILIHAN ANTIBIOTIKA

PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH BERDASARKAN

HASIL KULTUR DAN TES SENSITIVITAS DENGAN

PARAMETER ANGKA LEUKOSIT URIN DI INSTALASI

RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH

PERIODE JANUARI - JUNI 2006

Oleh :

Vitus Pikam Yudasmoro NIM : 008114149

Telah disetujui oleh :

Pembimbing

Dra. A. M. Wara Kusharwanti , M.Si., Apt Tanggal : ……….

iii

(4)

Pengesahan Skripsi

EVALUASI KESESUAIAN PEMILIHAN ANTIBIOTIKA

PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH BERDASARKAN

HASIL KULTUR DAN TES SENSITIVITAS DENGAN

PARAMETER ANGKA LEUKOSIT URIN DI INSTALASI

RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH

PERIODE JANUARI - JUNI 2006

Oleh :

Vitus Pikam Yudasmoro NIM : 008114149

Dipertahankan di hadapan Pantia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Pada tanggal : 26 september 2008

Mengetahui Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Dekan

Rita Suhadi , M.Si., Apt

Pembimbing :

Dra. A. M. Wara Kusharwanti, M.Si., Apt ………

Panitia Penguji :

1. Dra. A. M. Wara Kusharwanti, M.Si., Apt …………..

2. dr. Fenty, M. Kes.,Sp. PK ……….. 3. Ipang Djunarko, S.Si., Apt …………..

(5)

Karya ini kupersembahkan untuk :

Almarhum Bapak dan ibuku tercinta

adik- adikku

(6)
(7)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah dan kemudahannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Evaluasi Kesesuaian Pemilihan Antibiotika Pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Berdasarkan Hasil Kultur Dan Tes Sensitivitas dengan Parameter Angka Leukosit Urin Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Periode Januari – Juni 2006 “. Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dukungan, dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :

1. Ibu. Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

2. Bpk. dr. St. Arif Haliman, MPH selaku direktur Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

3. Ibu. Dra. A.M. Wara Kusharwanti,M.Si.,Apt selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memberi masukan pengetahuan, kritik, dan saran yang luar biasa dan selalu sabar pada penulis

4. Bpk. Ipang Djunarko, S.Si.,Apt selaku dosen penguji yang banyak memberi pengetahuan dan saran yang berharga

5. Ibu. dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK selaku dosen penguji yang banyak memberi pengetahuan dan saran yang berharga

6. Semua dosen di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang memberikan banyak ilmunya

vi

(8)

kasih sayang, dan doa semoga Tuhan selalu memberkati

8. Frater Ferry Gamgenora yang selalu setia mendampingi penulis dalam suka maupun duka dan memberi motivasi dan doa.

9. Umat Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran yang ikut mendoakan ujub penulis khususnya dalam keberhasilan studi

10. Gereja Ganjuran dan Gereja Salib suci gunung sempu yang menjadi tempat berdoa selama ini.

Yogyakarta, Oktober 2008

Vitus Pikam Yudasmoro

(9)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesunguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Oktober 2008 Penulis,

Vitus Pikam Yudasmoro

viii

(10)

INTISARI

Infeksi saluran kemih merupakan masalah yang ditemukan pada semua umur, meskipun prevalensinya berbeda- beda. Antibiotika merupakan obat terapi utama pada pasien infeksi saluran kemih. Pemilihan antibiotika untuk terapi infeksi saluran kemih seharusnya berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas . Kultur dan tes sensitivitas menentukkan kesesuaian antibiotika yang digunakan pasien, dan kesesuaian antibiotika dengan hasil kultur dan tes sensitivitas menentukkan hasil terapi yang diharapkan. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian pemilihan antibiotika pada pasien infeksi saluran kemih berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas dengan mengunakan parameter angka leukosit urin. Pada penelitian ini juga menggunakan data status pulang pasien dan data angka leukosit urin sebagai pembanding.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional karena tidak memberikan perlakuan secara langsung pada subjek uji. Penelitian ini mengunakan metode penelitian deskriptif evaluatif.

Hasil penelitian menunjukkan dari 7 pasien ISK yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas, 4 pasien tidak dapat diketahui kesesuaian antibiotika karena antibiotika yang diberikan tidak tercantum dalam daftar cakram antibiotika, 2 pasien tidak dapat diketahui kesesuaian antibiotika karena pulang sebelum hasil kultur dan tes sensitivitas diketahui, dan 1 pasien tidak diketahui karena hasil kultur tidak tumbuh.

Kata kunci : Antibiotika, infeksi saluran kemih , kultur dan tes sensitivitas, angka leukosit urin

(11)

ABSTRACT

Urinary tract infection represent the problem of which is found at all of age, thoudh its his diferent each other. Antibiotic represent especial therapy drug at uirnary tract infection patient. Election of antibiotic for therapy of urinary tract infection ought to pursuant to result of and culture of sensitivity test. Culture and of sensitivity determine according to used by antibiotic is patient, and according to antibiotic with result of and culture of sensitivity test determine result of therapy expected. At this research aim to evaluste according to election of antibiotic at urinary tract infection patient pursuant to result of and culture of sensitivity test by using leucocyte number parameter of urine. At this research also use statue go home leucocyte number data and patient of urine as comparator.

This research represent research of observational because do not give treatment directly at test subject. This research use descriptive research method of evaluative.

Result of research show from 7 patient of UTI owning data result of and culture of sensitivity test, 4 ignorable patient according to antibiotic because given antibiotic do not be contained in disk list of antibiotic, 2 ignorable patient according to antibiotic because going home before result of and culture of sensitivity test known, and 1 unknown patient result of culture barren of.

Keyword: antibiotic, urinary tract infection, culture and sensitivity test ,leucocyte number of urine

(12)

HALAMAN JUDUL

…. ……….. ii

HALAMAN PERSETUJUAN…….

……….iii

HALAMAN PENGESAHAN

.………..………..iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

.………….………..………...v

PRAKATA

……….……….………vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

……….………..viii

INTISARI

..………..……….……….. ix

ABSTRACT

……...………x

DAFTAR ISI

..……….xii

DAFTAR TABEL

…..………. xvi

DAFTAR GAMBAR

………….………..xvii

DAFTAR LAMPIRAN………...……….xviii

BAB I. PENGANTAR……….…………..……….. 1

A.

Latar Belakang……….. 1

1. Rumusan masalah……….. 3

2. Keaslian penelitian………. 4

3. Manfaat penelitian………. 5

B. Tujuan Penelitian ………. 5

(13)

1. Tujuan umum………... 5

2. Tujuan khusus……….. 5

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

……….…..………

7

A. Antibiotika……… 7

1. Definisi………. 7

2. Mekanisme kerja ……… 7

3. Pengolongan antibiotika………... 8

4. Resistensi……….. 8

B. Infeksi Saluran Kemih……….... 9

1. Definisi ……… 9

2. Etiologi……….. 10

3. Patogenesis……… 11

4. Gambaran klinis dan diagnosa umum………12

5. Faktor risiko………. 14

6. Tindakan pencegahan………... 15

C. Kultur Kuman……….. 16

D. Tes Sensitivitas……… 19

1. Cara cakram……… .20

2. Uji konsentrasi penghambatan minimum………. 20

E. Leukosit Urin………. 20

F. Keterangan Empiris……… 22

BAB III. METODE PENELITIAN………..……….. 23

A. Jenis dan Rancangan Penelitian………. 23

(14)

C. Bahan Penelitian……… . 24

D. Lokasi Penelitian……… 24

E. Jalannya Penelitian……… 25

1. Tahap perencanaan……… 25

2. Tahap pengumpulan bahan……….. .25

3. Tahap pengumpulan data………. 25

4. Tahap pengolahan data………. 25

5. Tahap analisis data………... 26

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………... 27

A. Karakteristik Pasien………. 27

B. Gambaran Kultur dan Tes Sensitivitas………. 29

1. Lama pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas……….. 29

2. Gambaran hasil kultur………. 30

3. Gambaran tes sensitivitas……… 32

C. Profil Antibiotika yang Digunakan……… 33

D. Evaluasi Kesesuaian Pemilihan Antibiotika Berdasarkan Hasil Kultur dan Tes Sensitivitas……… 35

1. Kasus 1………... 35

2. Kasus 2……….. 37

3. Kasus 3……….. 39

4. Kasus 4……… 40

5. Kasus 5………. 41

6. Kasus 6………. 42

(15)

7. Kasus 7……… 43

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

………..….………..

44

A. Kesimpulan ……….………. 44

B. Saran……….…...45

DAFTAR PUSTAKA……….………46

LAMPIRAN……… 48

BIOGRAFI PENULIS………..…… 49

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kriteria bakteriuria………. 13

Tabel 2. Pengolongan pasien ISK berdasarkan umur……… 29

Tabel 3. Lama pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas……… 30

Tabel 4. Hasil pemeriksaan kultur………31

Tabel 5. Hasil tes sensitivitas……….. 32

Tabel 6. Kesesuaian antibiotika yang digunakan dengan cakram antibiotika di laboratorium………..32

Tabel 7. Kesesuaian pemilihan antibiotika dengan hasil kultur dan tes sensitivitas ………. . 33

Tabel 8. Golongan dan jenis antibiotika………. 34

Tabel 9. Kasus 1………..……….. 36

Tabel 10. Kasus 2……….………. 38

Tabel 11. Kasus 3……… 39

Tabel 12. Kasus 4………. 40

Tabel 13. Kasus 5………. 41

Tabel 14. Kasus 6………. 42

Tabel 15. Kasus 7………. 43

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi saluran kemih……… 10 Gambar 2. Alogaritma diagnosis ISK……… 14 Gambar 3. Distribusi pasien ISK berdasarkan jenis kelamin…………. . 28

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1. Ijin penelitian………48

(19)

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan masalah yang ditemukan pada semua umur, meskipun prevalensinya berbeda – beda. Pada bayi berumur sampai enam bulan prevalensi ISK adalah dua kasus tiap seribu. Dan biasannya lebih umum menyerang bayi laki- laki dibanding dengan bayi perempuan. Pada anak- anak pra sekolah, ISK menjadi lebih umum terjadi akan tetapi prevalensi bakteriuria pada anak perempuan lebih besar dibandingkan dengan anak laki- laki yaitu 4,5 % pada anak perempuan dan 0,5 % pada anak laki- laki. Pada anak- anak yang usiannya lebih tua, prevalensi bakteriuria adalah 1, 2 % pada anak perempuan dan 0,03 % pada anak laki- laki . Sedikitnya 8 % anak perempuan dan 2 % anak laki- laki akan mengalami ISK selama masa kanak- kanak. Pada anak perempuan, sekitar dua pertiga dari kasus ISK adalah asimtomatik. Kejadian selama masa kanak- kanak tampaknya akan mendorong terjadinnya insidensi bakteriuria yang lebih tinggi pada masa dewasa (Bint and Berrington, 2003).

Tiap tahun, di United States terdapat lebih dari 7 juta pasien rawat jalan dan 1 juta pasien rawat inap karena infeksi saluran kemih. Infeksi saluran kemih sangat berpengaruh pada kesehatan sosial (Herfindal and Gourley, 2000). Infeksi saluran kemih masih merupakan problem di negara

(20)

Indonesia , meskipun belakangan ini penyakit - penyakit degenerasi dan keganasan mulai meningkat, tetapi infeksi saluran kemih masih tetap banyak (Achmad,2004).

Antibiotika merupakan obat terapi utama pada pasien infeksi saluran kemih (ISK). Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi yang dapat menghambat atau membasmi mikroorganisme jenis lain. Banyak antibiotika dewasa ini dibuat secara sintetik atau semisintetik. Antibiotika diartikan sebagai obat yang digunakan membasmi mikroba penyebab infeksi pada manusia, dan ditentukan haruslah bersifat sangat toksik bagi mikroba dan relatif tidak toksik bagi manusia (Setiabudi, 2007).

Pemilihan antibiotika untuk penatalaksanaan penyakit infeksi termasuk infeksi saluran kemih seharusnya berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas kuman terhadap antibiotika. Setelah hasil kultur dan tes sensitivitas diketahui maka dilakukan evaluasi terhadap antibiotika empirik yang diberikan apakah sudah sesuai atau belum sesuai. Pengantian antibiotika dapat dilakukan apabila antibiotika yang digunakan tidak sesuai (Anonim,2003).

Evaluasi kesesuaian pemilihan antibotika pada pasien ISK berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Janauri - Juni 2006 ini dilakukan karena pada penelitian Wirawan (2004) disimpulkan bahwa sebagian besar pasien mendapatkan antibiotika yang tidak sesuai dengan hasil kultur dan tes

(21)

3 sensitivitas namun kondisi pasien setelah terapi sembuh.

ISK periode Januari – Juni 2006 menempati peringkat ke-13 dalam kasus penyakit terbanyak di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wirawan (2004), infeksi saluran kemih di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih pada tahun 2004 masuk dalam sepuluh besar kasus penyakit terbanyak dan sepanjang tahun 2006 infeksi saluran kemih menempati peringkat kesebelas.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian pemilihan antibiotika berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas pada pasien infeksi saluran kemih periode Januari- Juni 2006 di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih. Kultur dan tes sensitivitas adalah metode untuk menentukan jenis kuman dan kepekaanya terhadap antibiotika. Hasil dari kultur dan tes sensitivitas untuk menentukan pemilihan antibiotika yang sesuai. Kesesuaian pemilihan antibiotika sangat menentukan hasil terapi yang diharapkan (Wirawan,2004).

1. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan yang ada pada kesesuaian pemilihan antibiotika pasien ISK di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006.

a. Seperti apakah karakteristik pasien ISK yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas antibiotika di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari- Juni 2006 ?

(22)

b. Seperti apakah gambaran hasil kultur dan tes sensitivitas yang dilakukan pada pasien ISK di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih ?

c. Seperti apakah gambaran pemilihan antibiotika pada pasien ISK yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas meliputi golongan dan jenis antibiotika ?

d. Bagaimana evaluasi kesesuaian pemilihan antibiotika pada pasien ISK yamg memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas ?

2. Keaslian penelitian

(23)

5

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi evaluasi kesesuaian pemilihan antibiotika berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas pada pasien ISK berdasarkan parameter angka leukosit urin di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih.

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjaga atau meningkatkan kerasionalan terapi kasus infeksi saluran kemih di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih untuk tahun selanjutnya.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian pemilihan antibiotika berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas dengan parameter angka leukosit urin pada pasien ISK di unit Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari- Juni 2006.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a. Mengetahui karakteristik pasien ISK yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari –Juni 2006;

(24)

pasien ISK;

c. Mengetahui gambaran pemilihan antibiotika untuk pasien ISK yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas meliputi golongan dan jenis antibiotika;

(25)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Antibiotika

1. Definisi

Antibiotika berasal dari kata anti yang artinya lawan dan bios yang artinya hidup. Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh ragi dari bakteri yang memiliki khasiat mematikan dan menghambat mikroorganisme, dengan toksisitas relatif kecil bagi manusia (Tjay dan Rahardja,2002).

Pengertian lain diberikan oleh Widjajanti (2001), yaitu antibiotika adalah suatu bahan kimia yang dikeluarkan oleh jasad renik hasil sintetik atau semisintetik yang mempunyai struktur sama dan zat ini memusnahkan jasad renik lainnya.

2. Mekanisme kerja antibiotika

Cara kerja terpenting adalah perintangan sintesa protein, sehingga kuman musnah atau tidak berkembang lagi, misalnya kloramfenikol, tetrasiklin bekerja terhadap dinding sel seperti penisilin dan sefalosporin atau membran sel (polimiksin, zat- zat polyen, dan imidazol) (Tjay dan Rahardja,2002).

Antibiotika tidak aktif terhadap kebanyakan virus kecil, mungkin karena virus tidak memiliki proses metabolisme sesunguhnya melainkan tergantung seluruhnya dari proses tuan rumah (Tjay dan Rahardja,2002).

(26)

2. Pengolongan antibiotika

Berdasarkan aktivitasnya antibiotika dibagi dalam dua kelompok besar yaitu :

a. Antibiotika berspekturm luas (Broad Spectrum) yaitu antibiotika yang dapat mematikan bakteri gram positif maupun gram negatif. Antibiotika golongan ini diharapkan dapat mematikan sebagian besar bakteri, termasuk virus tertentu dan protozoa. Antibiotika Broad Spectrum misalnya penisilin dan derivatnya, kloramfenikol dan derivatnya.

b. Antibiotika yang berspektrum sempit (Narrow Spectrum) yaitu antibiotika yang hanya aktif pada beberapa jenis bakteri. Termasuk golongan ini adalah streptomisin dan neomisin (Widjajanti,2001).

4. Resistensi

(27)

9

Menurut Warsa (2004) kejadian mikroba resisten terhadap khemoterapi telah terjadi pada bakteri, jamur, virus, maupun parasit. Menurutnya, hasil penelitian para ahli penyakit infeksi menyebutkan ada penderita penyakit infeksi disebabkan oleh bakteri resisten terhadap antibiotika. Akibatnya penyakit makin berat, makin lama di rumah sakit dan biaya makin mahal.

B. Infeksi Saluran Kemih

1. Definisi

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang banyak dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki- laki maupun perempuan dari semua umur baik pada anak, remaja, maupun lanjut usia. Akan tetapi perempuan lebih sering terinfeksi daripada laki-laki. Untuk menyatakan adanya ISK harus ditemukan bakteri dalam urin. Mikroorganisme yang paling sering menyebabkan infeksi saluran kemih adalah bakteri aerob (Tessy,Ardaya,Suwanto,2001).

Infeksi saluran kemih dapat didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme pada saluran kemih yang tidak disebabkan oleh kontaminasi dan hal tersebut kadang-kadang terjadi pada pasien yang memiliki tanda dan gejala khusus (Foster and Marshall,2004).

Infeksi saluran kemih adalah terdapatnya mikroorganisme dalam urin yang tidak dapat dihitung dari kontaminasi dan potensial untuk invasi ke

(28)

jaringan saluran kemih dan struktur lain yang berdekatan (Dipiro et al.,2005).

Gambar 1. anatomi sistem saluran kemih ( Anonim, 2003 )

2. Etiologi

Bakteri yang menyebabkan infeksi saluran kemih (ISK) biasannya berasal dari flora tinja usus bawah. Penyebab utama infeksi saluran kemih (ISK) tanpa komplikasi adalah Escherichia coli yang bertanggungjawab terhadap 85 % pasien yang menderita infeksi saluran kemih. Organisme lain penyebab infeksi saluran kemih tanpa komplikasi adalah Staphylococcus saprophyticus (5%-10%), Klebsiella sp, Proteus sp, Pseudomonas aeuroginosa, Enterococcus (5%-10%) (Coyle dan Prince,2002).

Organisme yang diisolasi dari pasien penderita infeksi saluran kemih dengan komplikasi ternyata lebih bervariasi dan lebih resisten dibandingkan dengan organisme yang ditemukan pada infeksi saluran kemih tanpa

komplikasi. Escherichia coli bertangungjawab terhadap 50 % infeksi saluran kemih dengan kompilkasi. Organisme lain yang juga sering

dijumpai adalah Proteus sp, Klebsiella sp, Enterobacter sp, Pseudomonas ureter

kidney

(29)

11 aeruginosa, Streptococcus, dan Enterococcus (Coyle dan Prince,2002).

3. Patogenesis

Pada sebagian besar kasus ISK bakteri dapat mencapai kandung kemih melalui uretra kemudian diikuti naiknya bakteri dari kandung kemih yang merupakan jalur umum kebanyakan infeksi parenkim renal. Pada keadaan normal, bakteri yang ada dalam kandung kemih dapat segera hilang karena efek pengenceran dan pembilasan selama buang air kecil tapi juga akibat daya antibakteri urin dalam kandung kemih. Kebanyakan pada orang normal, urin dalam kandung kemih dapat menghambat atau membunuh bakteri terutama karena konsentrasi urea dan osmolaritas yang tinggi. Patogenesis ISK dapat dipengaruhi oleh berbagai macam keadaan yaitu jenis kelamin, aktivitas seksual, sumbatan, disfungsi neurogenik kandung kemih, dan refluks vesio uretral. Infeksi saluran kemih (ISK) lebih mudah terjadi pada perempuan, karena letak uretra di atas anus dan jaraknya dekat yaitu kira- kira 4 cm serta berakhir di bawah labia. Laki-laki yang tidak disirkumsisi lebih berisiko terkena ISK baik pada neonatus maupun pada laki-laki muda. Sedangkan kecenderungan ISK bagian atas selama kehamilan disebabkan oleh penurunan kekuatan ureter, penurunan peristaltik ureter, dan inkompensasi sementara katup vesiko uretral yang terjadi selama kehamilan, Imunosupresi, diabetes, obstruksi saluran kemih, dan penyakit granulamatosa kronis adalah faktor lain yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Bila infeksi dapat menggambarkan virulensi

(30)

bakteri dan faktor antomik seperti refluks vesiko uretral, obstruksi, stasis urin, dan kalkali. Infeksi saluran kemih pada umumnya disebabkan oleh bakteri yang berasal dari daerah kemaluan wanita, hal ini dapat terjadi karena terbilasnya mulut uretra oleh air kencing di samping itu trauma, instrumentasi, dan tekanan dapat pula menjadi penyebab masuknya bakteri ke kandung kencing (Anonim,2001).

4. Gambaran klinis dan diagnosa umum

Gejala umum infeksi saluran kemih bagian bawah meliputi : disuria (nyeri dan sukar buang air kemih), frekuen (sering kemih tanpa peningkatan volume cairan), urgensi (selalu ingin buang air kecil) , nyeri pada daerah suprapubik, dan nokturia. Gejala infeksi saluran kemih bagian atas, meliputi : nyeri panggul, demam, mual, muntah, dan rasa tidak enak pada badan. Pemeriksaan fisik pada ISK bagian atas adalah Costovetebral tenderness. Hasil pemriksaan laboratorium meliputi : piuria (lekosit> 10/mm3), proteinuria positif, lekosit esterase urin positif, dan antibody-coated bacteria (ISK bagian atas) (Dipiro et al.,2005).

Kunci diagnosa infeksi saluran kemih adalah kemampuan untuk menunjukkan jumlah bakteri yang signifikan pada spesimen urin dengan tepat yang dapat dilihat dalam tabel 1. Pasien dengan infeksi biasannya mempunyai > 105 bakteria / ml urin, walaupun 1-3 pasien perempuan dengan infeksi simptomatik mempunyai < 105 bakteria/ml (Wells et al.,2000).

(31)

>- 102 CFU coliforms /ml atau > bukan coliforms/ ml pada perempuan dengan simptomatik

>- 103 CFU bakteria/ml pada laki-laki dengan simptomatik

>- 105 CFU bakteria/ml pada individu dengan asimptomatis dalam 2 spesimen berurutan

Banyak pertumbuhan bakteria pada kateterisasi suprapubik pada pasien Dengan simptomatik

>- 103 CFU bakteria/ml pada pasien katerisasi

13

Tabel 1. Kriteria bakteriuria secara signifikan (Wells et al.,2000)

(32)

Pasien dengan gejala infeksi saluran kemih ?

Gambar 2. alogaritma diagnosa infeksi saluran kemih

5. Faktor risiko

Ada beberapa faktor penting yang mempermudah timbulnya infeksi yaitu :

a. Jarang berkemih

Pengeluaran urin (mictio) merupakan mekanisme ketahanan penting dari kandung kemih. Bila mictio normal terhambat karena misalnya obstruksi saluran kemih, ISK dapat lebih mudah terjadi.

b. Ganguan pengosongan kandung kemih

Akibat obstruksi (batu ginjal), disfungsi atau hipertrofi prostat bisa

Ya Tidak

Faktor komplikasi ? Asimptomatik bakteriuria

Ya Tidak

Complicated UTI’s Episode kambuhan

Ya Tidak

Recurent UTI’s Gejala infeksi bagian atas

Ya Tidak

(33)

15 mengakibatkan tertinggalnya residu, sehingga kuman-kuman lebih mudah berpoliferasi.

c. Higenitas pribadi kurang baik

Hal ini bisa menyebabkan kolonisasi kuman-kuman uropatogen di sekitar ujung uretra, misalnya pengunaan pembalut wanita. Kuman-kuman lalu menjalar ke atas menuju uretra, kemudian masuk ke kandung kemih dan menyebar melalui ureter ke ginjal (ISK bagian atas).

d. Adanya penyakit diabetes

Penyakit diabetes lebih peka untuk infeksi saluran kemih karena meningkatnya daya melekat bakteri pada epitel saluran kemih akibat beberapa sebab tertentu (Tjay dan Rahardja,2002).

6. Tindakan pencegahan

Tindakan pertama adalah menjauhi terjadinya infeksi berulang dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut di atas. Sebagai tindakan pencegahan-pencegahan penting adalah minum air lebih banyak dan berkemih lebih sering, terutama pada pasien diabetes dan orang-orang lanjut usia (Tjay dan Rahardja,2002).

Menurut Tessy, dkk(2001), tindakan pencegahan terjadinya infeksi saluran kemih dan agar tidak terulang kembali dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Mengosongkan kandung kemih dengan buang air kemih setiap 3 jam sekali

b. Selalu menjaga kebersihan pakaian dalam setiap hari

(34)

c. Jangan menunda buang air seni karena merupakan penyebab terbesar terjadinya ISK

d. Mempraktekkan kebersihan secara baik, setiap kali buang air seni membersihkan dari depan ke belakang. Tindakan ini akan mengurangi kemungkinan bakteri masuk dari rektum ke saluran kemih.

C. Kultur Kuman

Kultur kuman adalah metode yang digunakan untuk menentukan jenis kuman penyebab infeksi saluran kemih. Kultur kuman dilakukan dengan mengunakan bahan pemeriksaan berupa urin. Bahan untuk pemeriksaan sampel urin dapat diambil dari :

a. Urin porsi tengah, sebelumnya genitalia eksterna dicuci dahulu dengan air sabun dan NaCl 0,9 %

b. Urin yang diambil dengan katerisasi satu kali c. Urin hasil aspirasi suprapubik

Bahan yang dianjurkan adalah urin porsi tengah dan urin aspirasi suprapubik karena katerisasi dapat menimbulkan risiko masuknya mikroorganisme ke kandung kemih (Suwitra,2004).

(35)

17

dan rapid methods. Pada penanaman bahan pemeriksaan (urin) pada lempeng agar, harus diperhatikan bahwa permukaan perbenihan sudah mengeras dan kering serta tidak tercemar kuman-kuman. Selama pemanasan mengunakan jarum sengkelit, permukaan lempeng agar tidak boleh rusak. Setelah kuman-kuan tumbuh dipilih satu koloni terpisah untuk mendapatkan suatu biakan murni. Pengambilan koloni kuman biasannya mengunakan jarum sengkelit (Bonang,1982).

Setelah mendapatkan biakan murni dapat diselidiki sifat-sifat kuman tersebut. Sifat- sifat kuman yang digunakan untuk identifikasi antara lain : a. Sifat-sifat morfologik dan hasil pewarnaan

Pemeriksaan ini dapat menentukan bentuk sel kuman (Kokus,basil, spiral), susunan khas sel- sel kuman, ukurannya, ada tidaknya spora, simpai, bulu, cambuk, granula, dan sebagainya. Juga dapat ditentukan kuman tersebut bergerak atau tidak bergerak. Pewarnaan gram dan pewarnaan tahan asam juga dapat membantu dalam mengidentifikasi kuman. Sifat morfologi dan hasil pewarnaan saja tidak cukup untuk menentukan dengan pasti identitas kuman

b. Sifat-sifat biakan

Dari pertumbuhan kuman pada pembenihan cair maupun padat diperoleh keterangan tambahan untuk mengidentifikasi kuman. Pada pembenihan cair dapat dilihat :

(36)

2. Kekeruhan dari pembenihan 3. Bau

4. Endapan

Pada pembenihan agar miring dapat dilihat berbagai macam pertumbuhan kuman. Ada yang hanya tumbuh pada tempat penanaman dan ada yang tumbuh menyebar dan sebagainya. Pada pembenihan lempeng agar dapat dilihat berbagai bentuk koloni kuman. Koloni ini dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan sifat-sifat permukaanya, warnanya, pinggirnya, dan perubahan-perubahan yang ditimbulkan pada pembenihan. Pada pembenihan tabung agar tegak dapat dilihat sifat- sifat pertumbuhan terbaik di permukaan tabung agar tegak di permukaan pembenihan atau jauh di pembenihan cara pertumbuhan di sekitar tempat tusukan sengkelit; ada tidaknya pencairan pembenihan, misalnya pembenihan gelatin; ada tidaknya gerak; misalnya pembenihan semisolid.

c. Sifat-sifat fisiologik dan biokimia

Pada penentuan sifat-sifat ini dilakukan pemeriksaan terhadap :

1. Kebutuhan makanan kuman : kuman membutuhkan makanan sederhana atau memerlukan zat-zat tambahan seperti darah dan sebagainya

2. Suhu yang terbaik untuk pertumbuhan kuman tersebut

3. Hubungan kuman dengan oksigen dan karbondioksida, pemeriksaan sifat aerob dan anaerob serta tekanan karbondioksida

(37)

19

5. Pemeriksaan pembentukan pigmen

6. Pemeriksaan dan proteolitik : kuman tersebut mencairkan gelatin, mencernakan daging, serum, dan sebagainya

7. Pemeriksaan pembentukan indol 8. Pemeriksaan pembentukan H2S

9. Pemeriksaan reduksi nitrat : kuman tersebut mengubah nitrat menjadi nitrit

10. Pemeriksaan derajat keasaman akhir dalam kaldu glukosa, ditentukan Dengan tes merah metil

11. Pemeriksaan hidrolisa tepung kanji

Dengan mengumpulkan sifat-sifat morfologik, hasil pewarnaan,sifat-sifat biakan serta sifat-sifat fisiologik dan biokimia kadang-kadang sudah dapat ditentukan spesies kuman penyebab infeksi tersebut (Bonang,1982).

D. Tes Sensitivitas

(38)

1. Cara cakram

Cara ini adalah cara yang paling banyak dipakai untuk menentukan kepekaan kuman terhadap berbagai macam obat-obatan. Cara cakram ini mempergunakan cakram kertas saring atau tablet yang mengandung suatu obat dengan kekuatan tertentu yang diletakan pada lempeng agar yang telah ditanami kuman yang akan diperiksa. Hambatan akan terlihat sebagai islat di laboratorium, jenis infeksi, analisis kesembuhan, dan biaya bagi populasi pasien (Jawetz,1987).

2. Uji konsentrasi penghambatan minimum

Uji ini dengan tepat mengukur konsentrasi antibiotika yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan suatu inokulum terstandarisasi di bawah kondisi yang ditentukan. Digunakan metode mikrotiter semiotomatis dimana obat-obatan tertentu dilarutkan dalam suatu volume kaldu kecil dan diinokulasi ke dalam mikroorganisme terstandarisasi. Sasaran terakhir atau konsentrasi penghambatan minimum dianggap sebagai cangkir kaldu terakhir yang tetap jernih yaitu bebas dari pertumbuhan mikroorganisme. Konsentrasi penghambatan minimum memberikan perkiraan yang lebih baik mengenai kemungkinan jumlah obat yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan in vivo dan dengan membantu mengukur besarnya dosis yang diperkirakan bagi pasien (Jawetz,1987).

E.Leukosit Urin

Infeksi saluran kemih merupakan penyakit yang disebabkan oleh masuknnya kuman atau mikroorganisme ke dalam saluran kemih. Bila

(39)

21 terjadi infeksi saluran kemih maka sel darah putih akan meningkat, begitu pula sel darah putih atau leukosit di dalam urin (Anonim,2004). Standar angka leukosit urin pada Rumah Sakit Panti Rapih adalah 0-6/LPB. Di atas angka 0-6 /LPB menunjukan kepada hal yang tidak normal (Anonim,2006).

Pemeriksaan urin rutin dalam penanganan infeksi saluran kemih diantaranya adalah pemeriksaan leukosit urin. Cara pemeriksaan ini dilakukan dengan metode mikroskopis. Bahan yang paling penting untuk pemeriksaan leukosit urin adalah biakan urin. Biakan urin yang paling baik diambil dari urin porsi tengah dan dengan cara aspirasi suprapubik, sedangkan pengunaan kateter seringkali menimbulkan risiko masuknya mikroorganisme ke kandung kemih. Setelah bahan untuk biakan urin didapatkan maka bahan tersebut harus dikirim secepatnya ke laboratorium. Hal ini dikarenakan mikroorganisme membelah diri dengan cepat pada suhu kamar atau suhu tubuh. Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan secara mikroskopis. Bahan urin yang ada diperiksa di bawah mikroskop tujuannya antara lain untuk melihat jumlah leukosit urin. Jumlah leukosit urin yang terlihat dibandingkan dengan standar jumlah leukosit urin di instansi laboratorium. Bila ditemukan jumlah leukosit urin melebihi standar angka leukosit normal, maka ada indikasi pasien tersebut menderita infeksi saluran kemih. Urin yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah urin segar yang tidak disentrifugasi ditempatkan pada suatu gelas objek ditutupi dengan kaca penutup dan diperiksa dengan intensitas cahaya dari

(40)

suatu mikroskop(Jawetz,1987).

Pemeriksaan angka leukosit urin memiliki dua tujuan penting yaitu sebagai diagnosa penyakit dan efektivitas terapi selama pengobatan berlangsung. Efektivitas terapi infeksi saluran kemih dapat dilihat dengan menurunnya angka leukosit urin karena sistem pertahanan tubuh yang mendekati normal, akan tetapi keberhasilan terapi tidak hanya dilakukan dengan menghitung angka leukosit urin saja melainkan perlu didukung data-data lain seperti pemeriksaan klinis pasien dan pemeriksaan laboratorium lain (Juwono dan Prayitno,2003).

F. Keterangan Empiris

Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tentang evaluasi kesesuaian pemilihan antibiotika berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas dan dapat memberikan masukan dalam meningkatkan kerasionalan terapi pada kasus infeksi saluran kemih di Rumah Sakit Panti Rapih.

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang evaluasi kesesuaian pemilihan antibiotika pada pasien infeksi saluran kemih berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006 merupakan penelitian observasional karena tidak memberikan perlakuan secara langsung pada subyek uji dan tidak dilakukan intervensi dan manipulasi data. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan terhadap catatan medis yaitu pasien infeksi saluran kemih di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data retrospektif dengan melakukan penelusuran dokumen terdahulu yaitu lembar catatan medis pasien ISK di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih perode Januari-Juni 2006.

B. Definisi Operasional Penelitian

1. Pasien infeksi saluran kemih adalah pasien di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih dengan diagnosis keluar ISK dan memiliki data kultur dan tes sensitivitas

2. Data catatan medis adalah data-data yang diperoleh dari bagian catatan medis RSPR Yogyakarta yang berkaitan dengan data pasien infeksi saluran kemih

3. Evaluasi adalah analisa dan menyimpulkan kesesuaian pemilihan antibiotika berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas dengan melihat

(42)

keberhasilan terapi dan pemeriksaan angka leukosit urin

4. Kultur kuman adalah metode penentuan kuman penyebab infeksi saluran kemih

5. Tes sensitivitas adalah tes kepekaan kuman terhadap antibiotika yang digunakan pasien infeksi saluran kemih

6. Kesesuaian adalah kesesuaian pemilihan antibiotika berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas

7. Efektivitas terapi antibiotika adalah pernyataan tertulis oleh dokter dalam lembar pasien pulang, berisi keterangan apakah pasien pulang dengan sembuh,membaik, atau belum sembuh dan pemeriksaan laboratorium berupa angka leukosit urin

8. Leukosit urin adalah angka leukosit urin dalam setiap pemeriksaan urin rutin.

C. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah catatan medis pasien infeksi saluran kemih yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006.

D. Lokasi Penelitian

(43)

25

E. Jalannya Penelitian

1. Tahap perencanaan

Tahap ini dimulai dengan membuat surat izin penelitian dan mencari informasi pada bagian catatan medis mengenai pasien infeksi saluran kemih, khususnya di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006.

2. Tahap pengumpulan bahan penelitian

Tahap ini dilakukan dengan mengumpulkan bahan penelitian berupa catatan medis pasien infeksi saluran kemih di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006. Pasien infeksi saluran kemih di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari- Juni 2006 berjumlah 150 pasien, sedangkan pasien infeksi saluran kemih yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas hanya berjumlah 7 pasien.

3. Tahap pengumpulan data

Tahap ini dilakukan dengan mengumpulkan data pasien infeksi saluran kemih yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas. Data yang dikumpulkan meliputi : nama pasien, tanggal masuk, tanggal keluar, nomer rekam medis, diagnosa masuk/ keluar, keluhan, riwayat, data laboratorium, data non laboratorium, antibiotika yang diberikan serta hasil kultur dan tes sensitivitas.

4. Tahap pengolahan data

(44)

kualitatif dengan mengunakan uraian-uraian seperlunya.

Data untuk evaluasi kesesuaian pemilihan antibiotika berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas pasien ISK meliputi nama pasien, antibiotika yang digunakan pasien, kesesuaian dengan hasil kultur dan tes sensitivitas, data laboratorium berupa angka leukosit urin, dan status pulang pasien.

5. Tahap analisis data

Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh, data-data tersebut dianalisis secara deskriptif berdasarkan :

a. Umur pasien dibagi dalam 8 kelompok umur pasien yaitu kelompok umur 1- 10 tahun, 11- 20 tahun, 21- 30 tahun, 31- 40 tahun, 41- 50 tahun, 51- 60 tahun, dan > 70 tahun ;

b. Jenis kelamin;

c. Hasil kultur dan tes sensitivitas;

d. Golongan dan jenis antibiotika dihitung berdasarkan kasus pengunaan antibiotika tersebut dan dihitung persentasenya.

Proses evaluasi dilakukan dengan melihat data pasien dengan menitikberatkan pada masalah kesesuaian pemilihan antibiotika berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas. Kesesuaian pemilihan antibiotika kemudian dibandingkan dengan melihat data laboratorium berupa angka leukosit urin. Proses evaluasi dalam penelitian ini dilakukan secara kasus per kasus yang timbul dalam kesesuaian pemilihan antibiotika berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas pada pasien infeksi saluran kemih.

(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik pasien infeksi saluran kemih yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006

Jumlah pasien yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas hanya 7 dari 150 pasien dengan diagnosa infeksi saluran kemih di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006 hal ini kemungkinan besar disebabkan karena kultur dan tes sensitivitas membutuhkan waktu lama, biaya mahal, serta kemungkinan infeksi berat yang diderita pasien. Dari hasil penelitian yang dilakukan Purnamasari (2005) mengenai pola pengunaan antibiotika pada penyakit ISK pasien Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman tahun 2002 sampai tahun 2004. Dari 66 pasien yang diteliti tidak ditemukan data hasil kultur dan tes sensitivitas pada catatan medis. Menurut Christensen (2000), kultur tidak dilakukan pada kasus ISK bagian bawah karena biasannya agen penyebab ialah Enterobacter coli dan kadang-kadang Staphylococcus saprophyticus. Penemuan gejala klinik yang khas pada pasien piuria maupun hematuria telah cukup membuat diagnosa serta memulai pengobatan empirik. Mungkin karena alasan tersebut pasien tidak dilakukan pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas.

(46)

Berdasarkan jenis kelaminnya pasien infeksi saluran kemih yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas lebih banyak pada pasien perempuan dibandingkan pasien laki-laki. Hal ini kemungkinan disebabkan karena ISK pada perempuan lebih sulit diobati. Pasien perempuan lebih sering terjadi ISK berulang dan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu : kelompok kurang dari 3 episode dalam setahun dan kelompok lebih dari 3 episode dalam setahun (Dipiro et al., 2005). Sehingga diperlukan pemeriksaan laboratorium kultur dan tes sensitivitas. Gambar distribusi jenis kelamin pasien ISK yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas dapat dilihat pada Gambar 3. di bawah ini.

3

4

Perempuan Laki- laki

Gambar 3. Distribusi pasien ISK berdasarkan jenis kelamin

Pengolongan berdasarkan umur pasien infeksi saluran kemih yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas disajikan dalam tabel II di bawah ini.

(47)

29

Tabel II. Pengolongan pasien ISK yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas berdasarkan umur di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Periode Januari-Juni 2006

Pengolongan umur Jumlah kasus Persentase (%)

Umur 1 - 10 tahun 2 pasien 28,57

Umur 11 – 20 tahun 1 pasien 14,28

Umur 21 – 30 tahun 0 pasien 0

Umur 31- 40 tahun 0 pasien 0

Umur 41- 50 tahun 1 pasien 14,28

Umur 51- 60 tahun 2 pasien 28,57

Umur 61- 70 tahun 0 pasien 0

Umur > 71 tahun 1 pasien 14,28

Total 7 pasien 100

Berdasarkan data di atas, maka dapat disimpulkan pasien dengan kelompok umur 1- 10 tahun dan 51- 60 tahun memiliki jumlah pasien ISK yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas paling banyak yaitu 2 pasien.

B. Gambaran kultur dan tes sensitivitas pada pasien infeksi saluran kemih di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari- Juni 2006

Biakan urin merupakan bahan pemeriksaan yang penting dalam penanganan infeksi saluran kemih. Yang dinilai dalam biakan urin ialah kuantitas koloni, jenis kuman, dan tes sensitivitas antibiotika. Tetapi pada penelitian ini hanya meliputi jenis kuman dan tes sensitivitas antibiotika.

1. Lama pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas pada pasien infeksi saluran kemih di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006

Berdasarkan data catatan medis di Rumah Sakit Panti Rapih gambaran mengenai kultur dan tes sensitivitas disajikan dalam data berupa tanggal ambil spesimen urin, tanggal hasil pemeriksaan, hasil kultur,

(48)

jenis kuman, bahan pemeriksaan, dan tes sensitivitas antibiotika. Dari 7 pasien yang tercantum data hasil kultur dan tes sensitivitas, 1 pasien diketahui hasil kultur yang dilakukan tidak tumbuh sehingga tes sensitivitas tidak dapat dilakukan.

Kultur dan tes sensitivitas di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih mengambil urin sebagai bahan pemeriksaan. Pengambilan spesimen urin dilakukan setelah dokter memutuskan untuk dilakukannya kultur dan tes sensitivitas. Lama pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas disajikan dalam tabel III.

Tabel III. Lama pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006

Nomer kasus Lama pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas

Kasus 1 4 hari Kasus 2 4 hari Kasus 3 3 hari Kasus 4 2 hari Kasus 5 3 hari Kasus 6 3 hari Kasus 7 3 hari

Berdasarkan data di atas, pemeriksaan bahan urin untuk dilakukan kultur dan tes sensitivitas membutuhkan waktu antara 2-4 hari. Lamanya pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas seringkali menjadi pertimbangan

untuk tidak dilakukannya kultur dan tes sensitivitas pada pasien ISK.

2. Gambaran hasil kultur pada pasien infeksi saluran kemih di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006

Pemilihan antibiotika untuk suatu infeksi dipengaruhi oleh jenis kuman. Biasannya dua hari pertama dirawat di rumah sakit, dokter belum bisa

(49)

31 menentukan jenis kumannya karena masih perlu menunggu hasil laboratorium. Dari hasil pemeriksaan kultur yang dilakukan di laboratorium Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006 disajikan dalam tabel IV di bawah ini.

Tabel IV. Hasil pemeriksaan kultur di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006

Nomer kasus Jenis kuman Golongan kuman

Kasus 1 Saprophyticus aureus Gram positif coccus Kasus 2 Enterobacter sp Gram negatif batang Kasus 3 Proteus morgagni Gram negatif batang Kasus 4 Enterobacter sp Gram negatif batang Kasus 5 Enterobacter sp Gram negatif batang Kasus 6 Pseudomonas aeruginosa Gram negatif batang Kasus 7 Tidak tumbuh Tidak tumbuh

(50)

3. Gambaran tes sensitivitas yang dilakukan pada pasien infeksi saluran kemih periode Januari-Juni 2006

Gambaran mengenai tes sensitivitas meliputi data pada saat mengambil sampel, tanggal hasil tes sensitivitas, daftar cakram antibiotika yang disediakan laboratorium, dan hasil tes sensitivitas. Hasil tes sensitivitas meliputi resisten, intermediate, dan sensitif. Hasil tes sensitivitas pasien infeksi saluran kemih disajikan dalam Tabel V di bawah ini.

No Kasus Antibiotika empirik Aturan pakai, Cara pakai Pengantian antibiotika

Hasil tes Sensitivitas

Kasus 1 Eritromisin Asam pipemidat Sefiksim

3x 500 mg,oral 2x 250 mg,oral

2x 75 mg,oral

- - - Resisten - - Kasus 2 Siprofloksasin 2 x 500 mg,oral - Resisten

Kasus 3 Seftriakson levofloksasin

1x 1 gr, injeksi 1x 500gr, oral

- Resisten

-

Kasus 4 Pefloksasin 1x400mg, oral - -

Kasus 5 Levofloksasin 1x 500 gr - -

Kasus 6 Sefiksim 2x 50 mg,oral - -

Kasus 7 Seftriakson 2x 1 gr, injeksi - -

Data menunjukkan bahwa sebagian besar pasien infeksi saluran kemih yang mengunakan antibiotika dan dilakukan tes sensitivitas, antibiotika yang digunakan oleh pasien tidak tercantum dalam daftar cakram antibiotika di laboratorium RSPR.

Tabel VI. Kesesuaian antibiotika yang digunakan pasien ISK dengan cakram antibiotika di laboratorium RSPR periode Januari-Juni 2006

Kesesuaian antibiotika Yang digunakan pasien ISK dengan cakram antibiotika

Jumlah antibiotika

Persentase ( % )

Tidak sesuai 7 70

(51)

33 Kesesuaian pemilihan antibiotika berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas sebagian besar tidak dapat ditentukan sesuai atau tidak sesuai. Hal ini disebabkan antibiotika yang digunakan pasien sebagian besar tidak tercantum dalam daftar cakram antibiotika di laboratorium RSPR.

Tabel VII. Kesesuaian pemilihan antibiotika dengan hasil kultur dan tes sensitivitas pada pasien ISK di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006

No Kesesuaian Jumlah Persentase (%)

1. Sesuai dengan hasil kultur dan tes sensitivitas

- 0

2. Tidak sesuai dengan hasil kultur dan tes sensitivitas

3 30

Jumlah 3 30

C. Profil antibiotika yang digunakan pada pasien infeksi saluran kemih yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006

(52)

antibiotika yang dipilih berdasarkan pola kuman penginfeksi, pola resistensi kuman, dan tingkat keparahan penyakit (Anonim,2003). Antibiotika empirik ini diberikan sebelum diketahui hasil kultur dan tes sensitivitas, setelah hasil kultur dan tes sensitivitas diketahui maka perlu dilakukan penggantian antibiotika yang sesuai dengan hasil kultur dan tes sensitivitas. Untuk lebih mengetahui penggunaan antibiotika pada pasien infeksi saluran kemih yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas disajikan dalam tabel VIII.

Tabel VIII. Golongan dan jenis antibiotika yang digunakan pada pasien infeksi saluran kemih yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas

Golongan antibiotika Jenis antibiotika Jumlah antibiotika

Makrolida Eritromisin 1 antibiotika

Kuinolon Siprofloksasin 1 antibiotika

Sefalosporin Sefiksim 2 antibiotika

Kuinolon Asam pipemidat 1 antibiotika

Sefalosporin Seftriakson 2 antibiotika

Kuinolon Levoflosasin 2 antibiotika

Kuinolon Pefloksasin 1 antibiotika

Jumlah 10 antibiotika dari 7 pasien

Dari data yang diperoleh, golongan antibiotika yang paling banyak digunakan adalah antibiotika kuinolon diikuti sefalosporin, dan makrolida. Golongan kuinolon dalam penelitian ini terdapat 5 kasus pengunaan antibiotika, golongan sefalosporin terdapat 4 kasus, dan golongan makrolida 1 kasus.

Golongan kuinolon yang paling banyak digunakan adalah jenis levofloksain yaitu sebanyak 2 kasus. Levofloksasin adalah isomer levo dengan sifat

(53)

35 gram positif lebih luas sedikit, waktu paruhnya 6-8 jam. Efek sampingnya lebih ringan (Tjay dan Rahardja,2002). Mungkin karena efek samping levofloksasin lebih ringan dan spektrum kerjannya lebih luas terhadap kuman gram positif maka levofloksasin digunakan sebagai anibiotika empirik sebelum diketahui hasil kultur dan tes sensitivitas.

Golongan sefalosporin yang paling banyak digunakan adalah sefksim dan seftriakson masing-masing 1 kasus pengunaan antibiotika. Sefiksim dan seftriakson adalah antibiotika yang memiliki aktivitas terhadap kuman

gram negatif lebih kuat dan lebih luas lagi bila dibandingkan dengan sefalosporin generasi ke-2 dan generasi ke-3 (Tjay dan Rahardja,2002). Oleh sebab itu sefalosporin dan seftriakson digunakan sebagai terapi empirik sebelum diketahui hasil kultur dan tes sensitivitas.

Golongan makrolida yang digunakan adalah eritromisin. Eritromisin bekerja bakteriostatik terutama terhadap kuman gram positif (Tjay dan Rahardja,2002).

D. Evaluasi kesesuaian pemilihan antibiotika pada pasien infeksi saluran kemih berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006

Kasus 1

- Pasien menerima antibiotika eritromisin, asam pipemidat, sefiksim. Hasil tes sensitivitas ketiganya berturut- turut adalah resisten dan 2 antibiotika tidak tercantum. Status pulang pasien sembuh dan hasil pemeriksaan angka leukosit urin (22/05/06) : 20- 25 ( normal : 0- 6 ).

(54)

Tabel IX. Hasil kultur dan tes sensitivitas

Assesment

- Dari ketiga antibiotika yang diberikan antibiotika eritromisin tidak sesuai dengan hasil tes sensitivitas.

- Pemeriksaan angka leukosit urin menunjukkan angka leukosit urin masih di atas normal, sehingga kemungkinan terjadi infeksi tetapi kondisi pasien semakin membaik.

Rekomendasi

- Sebaiknya perlu dilakukan pemantauan perkembangan penyakit pasien karena data laboratorium angka leukosit urin masih di atas normal.

- Perlu dilengkapi cakram antibiotika agar hasil tes sensitivitasnya diketahui.

Jenis kuman Antibiotika

Saprophyticus aureus resisten sensitif intermediate

1. amoksisilin 2. ampisislin 3. ceftazidime 4. eritromisin 5. gentamisin 6. kanamisin 7. lintomisin 8. nalidiksin 9. netilmicin 10. gatiflokxacin 11. streptomisin 12. cotrimoxazole 13.clindamisin 14. cefuroxime 15. cefepime 16. cefotaxime 17. ceftriaxon 18. cefpirome 19. cefopirazone

1. amikasin 2. netilmicin 3. imipenem

(55)

37

Sefiksim digunakan untuk infeksi bakteri gram positif maupun gram negatif . Efek samping yang ditimbulkannya diantaranya diare dan kolistis yang disebabkan oleh antibiotika, mual dan muntah, rasa tidak enak pada saluran cerna, sakit kepala, reaksi alergi berupa ruam, demam (Anonim,2000). Asam pipemidat merupakan derivat piperizanil dari nalidiksinat ini memiliki spektrum daya kerja lebih lebar, yang juga meliputi Pseudomonas, efek bakterisidnya terhadap kuman yang sedang membelah adalah dua kali lebih kuat. Tidak tersediannya cakram antibiotika pada antibiotika sefiksim dan

asam pipemidat merupakan kelemahan dari Instalasi laboratorium laboratorium Rumah Sakit Panti Rapih khususnya dalam penanganan kultur

dan tes sensitivitas. Setelah pemberian antibiotika tersebut kondisi pasien semakin membaik akan tetapi angka leukosit urin masih di atas normal. Meningkatnya angka leukosit urin mengindikasikan kemungkinan adanya infeksi. Oleh karena itu perlu adanya pemantauan perkembangan penyakit pasien meliputi data non laboratorium dan data laboratorium termasuk

pemeriksaan angka leukosit urin.

Kasus 2

- Pasien menerima antibiotika siprofloksasin, hasil tes sensitivitas siprofloksasin adalah resisten. Hasil pemeriksaan angka leukosit urin (19/01/06) : penuh (normal : 0 –6 ) dan status pulang pasien belum sembuh. Pasien pulang 2 hari sebelum hasil tes senisitivitas diketahui, antibiotika yang diberikan pada saat pasien pulang : tidak tercatat.

(56)

Tabel X. Hasil kultur dan tes sensitivitas

Jenis kuman Antibiotika

Enterobacter sp resisten sensitif intermediate

1. amoksisilin

2. ampisilin 3. ceftazidime 4. eritromisin 5. gentamisin 6. kanamisin 7. lintomisin 8. nalidiksin 9. netilmicin 10.gatiflokxacin 11. streptomisin 12. cotrimoxazole 13. clindamisin 14. cefuroxime 15. cefepime 16. cefotaxime 17. ceftriaxon 18. cefpirome 19. cefopirazone 20. lincomycin 21.ciprofloxacin 1. amikasin 2. imipenem - Assesment

- Antibiotika siprofloksasin tidak sesuai dengan hasil kultur dan tes sensitivitas, karena kuman resisten terhadap siprofloksasin.

- Pemeriksaan angka leukosit urin masih di atas normal dan status pulang pasien belum sembuh, antibiotika yang diberikan pada saat pasien pulang tidak tercatat sehingga tidak dapat dikaji.

Rekomendasi

- Perlu dilakukan pemantauan perkembangan penyakit karena angka leukosit urin masih di atas normal.

- Antibiotika yang tidak sesuai perlu diganti dengan antibiotika yang sesuai dengan hasil tes sensitivitas.

(57)

39

Kasus 3

- Pasien menerima antibiotika ceftriakson dan levofloksasin hasil tes sensitivitas berturut- turut adalah resisten dan tidak tercantum. Status pulang pasien belum sembuh, hasil pemeriksaan angka leukosit urin (10/02/06) : 20- 30 (normal ). Pasien pulang 1 hari sebelum hasil tes sensitivitas diketahui, antibiotika yang diberikan pada saat pulang : tidak tercatat.

Tabel XI. Hasil kultur dan tes sensitivitas

Assesment

- Dari dua antibiotika yang digunakan antibiotika ceftriakson tidak sesuai dengan hasil tes sensitivitas dan antibiotika levofloksasin tidak tercantum.

Jenis kuman Antibiotika

Proteus morgagni resisten sensitif intermediate

1. amikasin

(58)

- Angka leukosit urin masih di atas normal sehingga kemungkinan terjadi infeksi dan kondisi pasien belum sembuh .

Rekomendasi

- Perlu dilengkapi cakram antibiotika agar hasil tes sensitivitasnya diketahui.

- Sebaiknya perlu dilakukan pemantauan perkembangan penyakit, karena angka leukosit urin masih di atas normal.

Kasus 4

- Pasien menerima antibiotika pefloxacin hasil tes sensitivitas tidak tercantum dalam daftar cakram antibiotika. Hasil pemeriksaan angka leukosit urin (19/02/06) : 3- 5 dan (22/02/06) : 70 – 85 (normal : 0- 6), status pulang pasien sembuh.

Tabel XII. Hasil kultur dan tes sensitivitas

Jenis kuman Antibiotika

Enterobacter sp resisten sensitif intermediate

1. amikasin

2. amoksisilin 3. ampicilin 4.cefepizome 5. cefotiam 6. cefepime 7.ceftriaxone 8.ceftazidime 9.cefuroxime 10.ciprofloxacin 11.clindamicin 12.eritromisin 13.gatifloxacin 14. gentamicin 15.kanamicin 16.lincomicin 17. nalidixic acid 18.teicoplanin

1. cotrimoxazole 2. meropenem

(59)

41 Assesment

- Antibiotika pefloxacin tidak tercantum dalam daftar cakram antibiotika sehingga hasil tes sensitivitas tidak diketahui.

- Angka leukosit urin pada pemeriksaan pertama normal, tetapi pada pemeriksaan kedua di atas normal dan status pulang pasien sembuh.

Rekomendasi

- Perlu dilengkapi cakram antibiotika agar hasil tes sensitivitasnya diketahui

- Sebaiknya perlu dilakukan pemantauan perkembangan penyakit, karena angka leukosit urin masih di atas normal.

Kasus 5

- Pasien menerima antibiotika levofloksasin hasil tes sensitivitas tidak tercantum. Status pulang pasien sembuh, dan hasil pemeriksaan angka leukosit urin : 4- 5 (normal : 0- 6).

Tabel XIII. Hasil kultur dan tes sensitivitas

Jenis kuman Antibiotika

Enterobactersp resisten sensitif intermediate

1. amoxicilin

(60)

Assesment

- Antibiotika levofloksasin tidak tercantum dalam daftar cakram antibiotika sehingga hasil tes sensitivitas tidak diketahui.

- Angka leukosit urin normal dan status pulang pasien sembuh.

Rekomendasi

- Perlu dilengkapi cakram antibiotika agar hasil tes sensitivitasnya diketahui

Kasus 6

- Pasien menerima antibiotika sefiksim dan hasil tes sensitivitas tidak tercantum. Pemeriksaan angka leukosit urin : 1 –2 (normal : 0- 6 ), status pulang pasien sembuh.

Tabel XIV. Hasil kultur dan tes sensitivitas

Jenis kuman Antibiotika

Pseudomonas aeruginosa resisten sensitif intermediate

1. amikasin

(61)

43 Assesment

- Sefiksim tidak tercantum dalam daftar cakram antibiotika sehingga hasil tes sensitivitas tidak diketahui.

- Angka leukosit urin normal, status pulang pasien sembuh.

Rekomendasi

- Sebaiknya perlu dilengkapi cakram antibiotika agar hasil tes sensitivitasnya diketahui.

Kasus 7

- Pasien menerima antibiotika ceftriakson hasil kultur tidak tumbuh, hasil pemeriksaan angka leukosit urin : 2- 4 (normal : 0- 6 ) dan status pulang sembuh.

Tabel XV. Hasil kultur dan tes sensitivitas

Jenis kuman Antibiotika

Tidak tumbuh resisten sensitif intermediate - - -

Assesment

- Antibiotika tidak dapat diketahui hasil tes sensitivitasnya karena hasil kultur tidak tumbuh, dan tes sensitivitas tidak dapat dilakukan.

- Pemeriksaan angka leukosit urin normal dan status pulang pasien sembuh.

Rekomendasi

- Perlu dilakukan evaluasi dalam penanganan kultur dan tes sensitivitas.

(62)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. a. Pasien infeksi saluran kemih yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas berjumlah 7 pasien.

b. Jumlah pasien infeksi saluran kemih berjenis kelamin perempuan 4 pasien dan laki-laki 3 pasien.

2. a. Waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas 2- 4 hari.

b. Jenis kuman yang paling banyak menyebabkan ISK dalam penelitian ini adalah Enterobacter sp.

c. Dari 10 antibiotika yang diberikan pada pasien ISK hanya terdapat 3 antibiotika dalam daftar cakram antibiotika.

3. Golongan antibiotika yang paling banyak digunakan adalah golongan kuinolon (50%) diikuti sefalosporin (40%) dan golongan makrolida ( 10 %). 4. Dari 7 pasien yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas, 4 pasien tidak dapat ditentukan sesuai atau tidak sesuai karena antibiotika tidak tercantum dalam daftar cakram, 2 pasien pulang sebelum diketahui hasil tes sensitivitasnya dan antiibotika yang dibawa pulang tidak tercatat sehingga tidak dapat dikaji, dan 1 pasien tidak dapat ditentukan sesuai atau tidak sesuai karena kultur tidak tumbuh.

(63)

45

B. Saran

1. Jumlah cakram antibiotika yang ada perlu dilengkapi agar hasil sensitivitasnya diketahui.

2. Sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan parameter angka leukosit urin dengan data hasil kultur dan tes sensitivitas yang lebih lengkap.

(64)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2001, Urinary Tract Infection : Year 2001 Update- selection 3, Antibiotic Treatment Guidelines : A Disease and Syndrome Spesific Startification Model for Antimicrobial Therapy, in http : // www.antibiotic-consult-pda.com/ articles / uti3.htm. Anonim, 2003, Kenali Gejala Infeksi Saluran Kemih, http:/www.suara- karya-online.com, Rabu 17 april 2007.

Anonim,2006, Data rekam medis Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti

Gambar

Gambar  2.  Alogaritma  diagnosis  ISK……………………………………  14
Gambar  1. anatomi sistem saluran kemih ( Anonim, 2003 )
Tabel  1.  Kriteria  bakteriuria  secara  signifikan (Wells et al.,2000)
Gambar  2. alogaritma diagnosa infeksi saluran kemih
+7

Referensi

Dokumen terkait

7 yang menjadi akhir dari Otorita Batam sebagai salah satu pelaksana pembangunan Kota Batam berdasarkan pasal 3 PP No 46 Tahun 2007 yang berbunyi : Pasal 3 ayat (1) :

Menurut Boardman (Daryanto, 2005: 170) supervisi adalah suatu usaha menstimulir, mengkoordinir, dan membimbing secara kontinu pertumbuhan guru-guru sekolah, baik

Teknik pengumpulan data dalam pendekatan kualitatif diantaranya adalah dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, hubungan peneliti

Terdapat lima kelompok pengeluaran memberikan andil/sumbangan inflasi Kota Tembilahan pada Juni 2016 yaitu kelompok bahan makanan dengan andil sebesar 0,49 persen,

Budgetary Slack Dengan Penekanan Anggaran, Asimetri Informasi, dan Struktur Organisasi Sebagai Variabel Moderasi pada Organisasi Sektor Publik (Studi Empiris

Hasil akhir dari penelitian ini untuk mengetahui manakah yang memiliki waktu pengerjaan yang lebih cepat dan nilai biaya yang ekonomis antara plafon gypsum dengan plafon

Untuk aplikasi Backhaul maka WiMAX dapat dimanfaatkan untuk Backhaul WiMAX itu sendiri, Backhaul Hotspot dan Backhaul teknologi lain.. Ÿ

a) Kajian ini dilakukan secara amnya ialah untuk mengenal pasti sumber-sumber sejarah yang sahih. Ini akan dapat membantu saya membuat satu kajian ilmiah dengan tatacara yang