EVALUASI KESESUAIAN PEMILIHAN ANTIMIKROBIAL PADA PASIEN
INFEKSI SALURAN KEMIH BERDASARKAN HASIL KULTUR, TES
SENSITIVITAS, DAN URINALISIS DI INSTALASI RAWAT INAP
RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN 2011
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Andri Ani Rahayu
NIM : 088114088
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
EVALUASI KESESUAIAN PEMILIHAN ANTIMIKROBIAL PADA
PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH BERDASARKAN HASIL KULTUR,
TES SENSITIVITAS, DAN URINALISIS DI INSTALASI RAWAT INAP
RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN 2011
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Andri Ani Rahayu
NIM : 088114088
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iii
iv
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
“All your dreams can come true if you have the courage to pursue them” —Walt
Disney
Karya ini kupersembahkan untuk :
Tuhan Yesus Kristus
Bapak-Ibu tercinta sebagai ungkapan rasa hormat dan
baktiku
Nenek, kakak, dan keponakan-keponakan ku tersayang
Honeybee ku tercinta
Sahabat, teman-teman KKN, teman-teman kost, penghibur
dan penyemangat ku
Sahabat-sahabatku serta almamaterku
Segenap dosen dan karyawan USD
Semua yang sedang membaca skripsi ini..
vi
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat dan kasih karunia yang telah diberikanNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
“
Evaluasi Kesesuaian Pemilihan
Antimikrobial Pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Berdasarkan Hasil
Kultur, Tes Sensitivitas, dan Urinalisis di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr.
Moewardi Tahun 2011
”dengan baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) pada Fakultas Farmasi, Sanata Dharma
Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan serta dukungan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung baik
berupa moral, materiil maupun spiritual. Oleh sebab itu, penulis menghaturkan banyak
terima kasih kepada :
1. Direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang telah memberikan ijin untuk
melakukan penelitian di RSUD Dr. Moewardi.
2. Seluruh petugas rekam medis dan praktisi laboratorium di RSUD Dr. Moewardi,
yang telah membantu selama proses pengambilan data.
3.
dr. Fenty, M. Kes., Sp. PK. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar
membimbing dan memberikan arahan, saran, kritikan serta dukungan kepada
penulis selama proses penelitian dan penulisan skripsi.
viii
5.
Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang
dengan sabar membimbing dan mengarahkan serta memberikan dukungan
kepada penulis selama proses perkuliahan di S1 Farmasi.
6. Bapak dan ibu tersayang atas kasih sayang, doa, dukungan semangat, pengertian
serta bantuan finansial hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
7. Nenek, kakak, dan keponakan-keponakanku yang telah memberikan doa,
semangat, dan dukungan hingga terselesaikannya skripsi.
8. Edison Telaumbanua yang selalu memberikan doa, dukungan semangat, kasih
sayang, kesabaran, serta banyak bantuan kepada peneliti dalam menyelesaikan
skripsi.
9. Teman skripsi dan sahabatku yaitu Rizma, Alfi, Sari, dan Novi yang telah saling
menguatkan, memberikan semangat dan bantuan kepada peneliti serta
bersama-sama menjalani suka dan duka selama menjalankan penelitian ini.
10. Teman-teman KKN ku yaitu Baskoro, Sepsi, Tito, Lana, Lusi, Nofa, Ari, dan
Widi yang telah memberikan dorongan semangat, persahabatan, dan sukacita
bersama saat KKN, dan banyak membantu sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
11. Teman-teman kost Green House yaitu mbak Cicil, Sinta, Riris, Heny, Nining,
Intan, Chika, Dita, dan Mita yang selalu memberikan dukungan semangat,
kebersamaan, dan kekeluargaan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
12. Teman-teman kelas FKK A 2008, terima kasih atas kebersamaannya dan
ix
dorongan semangat yang telah diberikan kepada peneliti selama penyusunan
skripsi ini.
13. Teman-teman dari angkatan 2006-2011 yang penulis kenal yang telah
memberikan perhatian dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan
naskah.
14. Dan seluruh pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu disini, baik
secara langsung maupun tidak langsung telah banyak membantu
terselesaikannya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna dalam kehidupan ini.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar skripsi ini
dapat menjadi lebih baik. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi yang membutuhkan.
xii
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA………...
A. Infeksi Saluran Kemih………...
1. Definisi………
2. Epidemiologi………...
3. Etiologi………
4. Patogenesis………..
5. Klasifikasi………...
6. Gambaran klinis dan diagnosis umum………
7. Faktor risiko………
BAB III METODE PENELITIAN...
A. Jenis dan Rancangan Penelitian...
B. Variabel dan Definisi Operasional...
xiii
1. Variabel………...
2. Definisi Operasional………...
C. Bahan Penelitian...
D. Lokasi Penelitian………...
E. Tata Cara Penelitian...
1. Tahap perencanaan...
2. Tahap pengumpulan bahan penelitian...
3. Tahap pengumpulan data...
4. Tahap pengolahan data………..
F. Analisis Hasil...
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...
A. Profil pasien ISK berdasarkan data pemeriksaan kultur, tes
sensitivitas, dan urinalisis di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr.
Moewardi tahun 2011………...
1. Profil karakteristik pasien ISK berdasarkan jenis kelamin
dan umur………
2. Profil hasil kultur pasien ISK………...
3. Profil angka kuman pasien ISK………
4. Profil hasil laboratorium urinalisis pasien ISK…………...
5. Profil pengobatan antimikrobial pasien ISK……….
xiv
2) Sefalosporin ………...
3) Beta laktam lainnya………
4) Kuinolon……….
5) Aminoglikosida………...
6) Sulfonamida………...
7) Antimikotika………...
8) Antimikrobial lainnya……….
B. Kesesuaian pemilihan antimikrobial pada pasien ISK di
Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi tahun 2011…………
1. Hasil kesesuaian pemilihan antimikrobial pada pasien ISK yang
memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas………...
2. Hasil kesesuaian pemilihan antimikrobial empirik pada pasien
ISK yang memiliki data kuman tidak tumbuh………..
3. Efektivitas terapi pasien ISK……….
a. Kesesuaian antimikrobial pada pasien dengan status pulang
sembuh………...
b. Kesesuaian antimikrobial pada pasien dengan status pulang
membaik………...
c. Kesesuaian antimikrobial pada pasien dengan status pulang
mulai sembuh………..
d. Kesesuaian antimikrobial pada pasien dengan status pulang
meninggal………
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...
xv
A. Kesimpulan...
B. Saran...
DAFTAR PUSTAKA...
LAMPIRAN...
BIOGRAFI PENULIS...
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel I. Kriteria diagnostik bakteriuria.………
Tabel II. Profil karakteristik pasien ISK berdasarkan jenis kelamin di
Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi tahun
2011………..
Tabel III. Profil karakteristik pasien ISK berdasarkan umur di
Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi tahun
2011………..
Tabel IV. Tabel hasil pemeriksaan kultur urine di Instalasi Rawat
Inap
RSUD
Dr.
Moewardi
tahun
2011………..
Tabel V. Profil angka kuman pasien ISK di Instalasi Rawat Inap
RSUD Dr. Moewardi tahun 2011 ……...………..
Tabel VI. Jenis dan jumlah antimikrobial golongan penicillin yang
digunakan untuk pasien ISK di Instalasi Rawat Inap RSUD
Dr. Moewardi tahun 2011………...
Tabel VII. Jenis dan jumlah antimikrobial golongan sefalosporin
yang digunakan untuk pasien ISK di Instalasi Rawat Inap
RSUD Dr. Moewardi tahun 2011………..
Tabel VIII. Jenis dan jumlah antimikrobial golongan beta laktam
lainnya yang digunakan untuk pasien ISK di Instalasi
Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi tahun 2011………...
13
30
31
34
35
42
44
xvii
Tabel IX. Jenis dan jumlah antimikrobial golongan kuinolon yang
digunakan untuk pasien ISK di Instalasi Rawat Inap RSUD
Dr. Moewardi tahun 2011………..
Tabel X. Jenis dan jumlah antimikrobial golongan aminoglikosida
yang digunakan untuk pasien ISK di Instalasi Rawat Inap
RSUD Dr. Moewardi tahun 2011………..
Tabel XI. Jenis dan jumlah antimikrobial golongan sulfonamida yang
digunakan untuk pasien ISK di Instalasi Rawat Inap RSUD
Dr. Moewardi tahun 2011………..
Tabel XII. Jenis dan jumlah antimikrobial golongan antimikotika
yang digunakan untuk pasien ISK di Instalasi Rawat Inap
RSUD Dr. Moewardi tahun 2011………..
Tabel XIII. Jenis dan jumlah antimikrobial golongan antimikrobial
lainnya yang digunakan untuk pasien ISK di Instalasi
Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi tahun 2011………...
Tabel XIV. Kesesuaian pemilihan antimikrobial dengan hasil kultur
dan tes sensitivitas pada pasien ISK di Instalasi Rawat Inap
RSUD Dr. Moewardi tahun 2011………..
Tabel XV. Kesesuaian pemilihan antimikrobial empirik yang
digunakan pasien ISK yang memiliki data kuman tidak
tumbuh di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi tahun
2011………...
45
47
47
48
49
51
xviii
Tabel XVI. Efektivitas terapi antimikrobial dengan melihat status
pulang pasien ISK di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr.
Moewardi tahun 2011………...
Tabel XVII. Kesesuaian penggunaan antimikrobial empirik pada
pasien ISK dengan status pulang sembuh di Instalasi Rawat
Inap RSUD Dr. Moewardi tahun 2011...
Tabel XVIII. Kesesuaian penggunaan antimikrobial absolut pada
pasien ISK dengan status pulang sembuh di Instalasi Rawat
Inap RSUD Dr. Moewardi tahun 2011...
Tabel XIX. Kesesuaian penggunaan antimikrobial empirik pada
pasien ISK dengan status pulang membaik di Instalasi
Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi tahun 2011...
Tabel XX. Kesesuaian penggunaan antimikrobial absolut pada pasien
ISK dengan status pulang membaik di Instalasi Rawat Inap
RSUD Dr. Moewardi tahun 2011...
Tabel XXI. Kesesuaian penggunaan antimikrobial empirik pada
pasien ISK dengan status pulang mulai sembuh di Instalasi
Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi tahun 2011...
Tabel XXII. Kesesuaian penggunaan antimikrobial absolut pada
pasien ISK dengan status pulang mulai sembuh di Instalasi
Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi tahun 2011...
54
55
56
56
57
58
xix
Tabel XXIII. Kesesuaian penggunaan antimikrobial empirik pada
pasien ISK dengan status pulang meninggal di Instalasi
Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi tahun 2011...
Tabel XXIV. Kesesuaian penggunaan antimikrobial absolut pada
pasien ISK dengan status pulang meninggal di Instalasi
Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi tahun 2011...
60
xx
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Masuknya kuman secara
ascending
ke dalam saluran
kemih...
Gambar 2. Distribusi pasien ISK berdasarkan jenis kelamin...
Gambar 3. Diagram golongan bakteri hasil kultur urine pada pasien
ISK di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi tahun
2011………..
Gambar 4. Hasil laboratorium makroskopis urinalisis pasien ISK di
Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi tahun
2011...
Gambar 5. Hasil laboratorium kimia urinalisis pasien ISK di Instalasi
Rawat
Inap
RSUD
Dr.
Moewardi
tahun
2011...
Gambar 6. Hasil laboratorium mikroskopis urinalisis pasien ISK di
Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi tahun
2011...
Gambar 7. Golongan antimikrobial yang digunakan pada pasien ISK
di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi tahun
2011………..
10
30
33
37
38
39
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian……….. 68
Lampiran 2. Antimikrobial yang digunakan pada pasien ISK di
Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi tahun
2011...
Lampiran 3. Pembahasan kasus……….
xxii
INTISARI
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah masalah kesehatan serius yang ditemukan
pada semua umur dengan prevalensi yang berbeda-beda. Prevalensi di Indonesia
masih cukup tinggi dengan angka mortalitas 25-60%. Antimikrobial merupakan
terapi utama pasien ISK. Pemilihan antimikrobial seharusnya berdasarkan hasil kultur
dan tes sensitivitas sehingga dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian
penggunaan antimikrobial yang akan menentukan hasil terapi yang diharapkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian pemilihan antimikrobial pada
pasien ISK berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas.
Penelitian observasional ini menggunakan rancangan deskriptif evaluatif
bersifat retrospektif. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien ISK rawat inap
yang memiliki data pemeriksaan kultur, tes sensitivitas serta hasil uji urinalisis dan
kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah pasien ISK yang tidak memiliki data
pemeriksaan kultur, tes sensitivitas serta hasil uji urinalisis. Jumlah pasien yang
diteliti sebanyak 59 pasien.
Hasil penelitian menujukkan perbandingan pasien ISK perempuan dan
laki-laki 36:23 dan golongan umur terbanyak 25-65 tahun. Kuman penyebab ISK
terbanyak adalah
Escherichia coli
(47,2%) dan
Enterobacter cloacae
(11,1%).
Pemeriksaan urinalisis menunjukkan adanya infeksi. Antimikrobial terbanyak adalah
golongan sefalosporin (49%) dan golongan antibiotika lainnya (14%). Kesesuaian
antimikrobial dengan hasil kultur dan tes sensitivitas (50%), ketidaksesuaian
(41,67%), dan (8,33%) tidak diketahui karena tidak tercantum dalam cakram. Status
pulang pasien terbanyak dalam kondisi mulai sembuh (67,80%).
xxiii
ABSTRACT
Urinary Tract Infection (UTI) is a serious health problem found in all ages
with different prevalence. Prevalence in Indonesia remains high with mortality rate
25-60%. Antimicrobial is main therapy for UTI patients. The selection of
antimicrobial should be based on culture and sensitivity tests so it can be used to
determine the appropriateness of antimicrobial usage that will determine expected
therapy result. This research aimed at evaluating the appropriateness of antimicrobial
selection on UTI patients based on culture and sensitivity tests result.
This observational research used descriptive, evaluative design, and has
retrospective in nature. Inclusion criteria are UTI inpatients who have culture
examination data, sensitivity test and urinalysis test result and exclusion criteria are
UTI patients who have no culture examination data, sensitivity test and urinalysis test
result. This research took 59 patients as the participants.
As results, it has been shown that the comparison between female and male
UTI patients are 36:23, and largest age group is 25-65 years. Microbe causing UTI
are
Escherichia coli
(47,2%) and
Enterobacter cloacae
(11,1%). Urinalysis
examination showed infection. Largest antimicrobials are cephalosporin group (49%)
and other antibiotics group (14%). The appropriateness of antimicrobial with culture
and sensitivity tests are (50%), inappropriateness is (41,67%), and (8,33%) remaining
is unknown due to it is not included in disk. Largest outpatient status in cured
condition is (67,80%).
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Infeksi saluran kemih ( ISK ) adalah keadaan klinik yang ditandai oleh
berkembang biaknya mikroorganisme di dalam saluran kemih ( Tessy, Ardaya,
dan Suwanto, 2001). Mikroorganisme yang paling banyak menyebabkan Infeksi
Saluran Kemih adalah bakteri. Penyebab lain meskipun jarang ditemukan adalah
jamur, virus, klamidia, parasit, mikobakterium (Samirah, Darwati, Windarwati,
dan Hardjoeno, 2006). Kejadian ISK tidak dapat diabaikan begitu saja karena
insidensinya masih cukup tinggi yaitu sekitar 5,2% lebih banyak daripada
laki-laki maupun anak-anak. Komplikasi ISK yang paling berat adalah urosepsis
dengan angka kematian yang masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 25-60%
(Boekitwetan, 2000).
Infeksi Saluran Kemih (ISK) dapat mengenai laki-laki atau perempuan.
Pada bayi, laki-laki lebih sering terjadi dibanding perempuan. Pada anak dan
remaja, perempuan lebih sering terjadi dibanding laki-laki. Pada dewasa,
perempuan lebih sering terjadi dibanding laki-laki. Perempuan lebih rentan
menderita ISK dibandingkan dengan laki-laki mungkin dikarenakan saluran
urethra yang lebih pendek dan ujung anus yang letaknya dekat dengan ujung
urethra. Howes (2005) memperkirakan sekitar 20% wanita mengalami masalah
saluran kemih selama hidupnya (Betz, 2009).
sangat berpengaruh pada kesehatan sosial (Herfindal dan Gourley, 2000). Di
Indonesia, RSCM pernah melaporkan kejadian ISK pada 104 penderita yang
berhasil dikumpulkan selama periode enam bulan adalah 35,6% (Soejono, 2005).
Pada penelitian Wirawan (2005), jumlah pasien ISK di unit rawat inap RS Panti
Rapih Yogyakarta pada periode bulan Juli-Desember 2004 sebanyak 120 pasien.
Epidemiologi ISK terbagi dalam kelompok nosokomial dan kelompok
masyarakat dimana gejalanya dapat berupa asimptomatik maupun simptomatik.
Penggunaan kateter adalah penyebab terbanyak ISK nosokomial. Pada penderita
diatas 60 tahun dijumpai lebih banyak laki-laki dibanding perempuan
kemungkinannya pada laki-laki usia tua akibat penggunaan instrument seperti
uretral chateter
, terutama jika disertai kelainan struktur maupun fungsi (Dewi
cit
.,
Anonim, 2009).
menimbulkan masalah pada gambaran klinis, diagnosis, dan penatalaksanaannya
(Ariwijaya dan Suwitra, 2007).
Berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotik digunakan
secara tidak tepat antara lain untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya tidak
memerlukan antibiotik. Pada penelitian kualitas penggunaan antibiotik di berbagai
bagian rumah sakit ditemukan 30% sampai dengan 80% tidak didasarkan pada
indikasi (Menteri Kesehatan RI, 2011).
Berdasarkan penelitian Agustina (2008) menyatakan bahwa efektivitas
penggunaan antibiotika pada pasien wanita dengan ISK tanpa komplikasi di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten selama tahun
2006-2008 sebesar 77,36%, begitu juga dengan penelitian Maritha (2006-2008) yang
menyatakan bahwa efektivitas penggunaan antibiotika pada pasien infeksi saluran
kemih yang menjalani rawat inap di RSUP dr. Soedono Madiun tahun 2006-2007
sebesar 73,88%.
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
a.
Seperti apa profil pasien ISK yang memiliki data pemeriksaan kultur, tes
sensitivitas, dan urinalisis di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi
tahun 2011?
b.
Apakah ada kesesuaian pemilihan antimikrobial pada pasien ISK dengan
data hasil kultur dan tes sensitivitas?
2. Keaslian penelitian
dalam hal tujuan dan lokasi penelitian. Hasil penelitian Faatimah (2008)
menunjukkan antibiotika yang paling banyak digunakan pada awal terapi selama
tahun 2004-2006 adalah ceftriaxone (43,2%) dan ciprofloxacin (25%), tingkat
kesesuaian terapi antibiotika dengan standar pelayanan medis RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta atau guideline IDSA sangat rendah, dan 39,81%
pasien yang terapi antibiotikanya efektif.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan meningkatkan peran aktif bagi tenaga
kesehatan agar dapat bersama-sama melakukan pelayanan kesehatan sehingga
dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, selain itu dapat digunakan
sebagai dasar evaluasi farmasis di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi
dalam memberikan pertimbangan kepada dokter dalam hal pemberian terapi
antimikrobial kepada pasien infeksi saluran kemih sehingga penggunaan
antimikrobial lebih efektif dan efisien.
b. Manfaat teoritis
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian pemilihan
antimikrobial berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas dengan urinalisis pada
pasien ISK di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi tahun 2011.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui profil pasien ISK yang memiliki data pemeriksaan kultur, tes
sensitivitas, dan urinalisis di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi
tahun 2011
8
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Infeksi Saluran Kemih
1. Definisi
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi akibat berkembang biaknya
mikroorganisme di dalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal air kemih
tidak mengandung bakteri, virus, atau mikroorganisme lain. Infeksi Saluran
Kemih dapat terjadi baik di pria maupun wanita dari semua umur, dan dari kedua
jenis kelamin ternyata wanita lebih sering menderita infeksi daripada pria.
Berdasarkan hasil pemeriksaan biakan air kemih kebanyakan ISK disebabkan oleh
bakteri negatif Gram aerob yang biasa ditemukan di saluran pencernaan
(
Enterobacteriaceae)
dan jarang disebabkan oleh bakteri anaerob (Samirah
et al
.,
2006).
Infeksi Saluran Kemih adalah terdapatnya mikroorganisme dalam urine
yang tidak dapat dihitung dari kontaminasi dan potensial untuk invasi ke jaringan
saluran kemih dan struktur lain yang berdekatan (Dipiro
et al
.,2005). Infeksi
Saluran Kemih dapat didefinisikan sebagai keadaan berkembangbiaknya
mikroorganisme patogen di dalam saluran kemih yang menyebabkan inflamasi
2. Epidemiologi
Infeksi saluran kemih kebanyakan didapatkan pada wanita, yaitu dengan
rasio sebesar 8:1 antara wanita dan laki – laki. Masyarakat umumnya, 2% pasien
yang dirawat di Rumah Sakit didapatkan menderita infeksi saluran kemih,
terhitung lebih dari 500.000 infeksi nosokomial per tahunnya (Rahn, 2008).
Infeksi saluran kemih juga merupakan salah satu penyakit akut terbesar
dari anak-anak dan kira-kira berpengaruh pada 6,5% perempuan dan 3,3%
laki-laki pada satu tahun pertama kehidupannya, serta biasanya terjadi refluks vesika
urinari yang mana memperlihatkan 30% sampai 40% dari anak - anak dengan
infeksi saluran kemih yang dapat menjelaskan resiko untuk infeksi berulang dan
pembentukan jaringan parut pada ginjal (Cohen, Rivara, dan Davis, 2005).
3. Etiologi
Mikroorganisme seperti Chlamydia dan Mycoplasma dapat menyerang
pria dan wanita. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri tersebut hanya berada di
dalam uretra dan sistem reproduksi. Chlamydia dan Mycoplasma ditularkan
secara hubungan seksual. Sepuluh sampai 20% dari ISK akut disebabkan oleh
Staphylococcus saprophyticus
koagulase-negatif dan 5% atau kurang disebabkan
oleh
Enterobacteriaceae
lain atau
Enterococci
. Faktor lain yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya ISK antara lain kehamilan, menopause, batu
ginjal, memiliki banyak pasangan dalam aktivitas seksual, penggunaan diafragma
uretra, immobilitas, kurang masukan cairan, dan kateterisasi urine (Chamberlain,
2010).
4. Patogenesis
Secara umum mikroorganisme dapat masuk ke dalam saluran kemih
dengan tiga cara yaitu :
1)
Ascending
yaitu jika masuknya mikroorganisme adalah melalui uretra dan
cara inilah yang paling sering terjadi.
2)
Descending
(hematogen) disebut demikian bila sebelumnya terjadi infeksi
pada ginjal yang akhirnya menyebar sampai ke dalam saluran kemih melalui
peredaran darah.
3)
Jalur limfatik jika masuknya mikroorganisme melalui sistem limfatik yang
menghubungkan kandung kemih dengan ginjal namun yang terakhir ini jarang
terjadi (Coyle dan Prince, 2008).
Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui uretra – prostate – vas
deferens – testis (pada pria) buli-buli – ureter, dan sampai ke ginjal.
5. Klasifikasi infeksi saluran kemih
Berdasarkan gejala infeksi saluran kemih dibagi menjadi dua yaitu infeksi
saluran kemih simptomatik dan infeksi saluran kemih asimptomatik. Disebut
simtomatik bila dijumpai bakteriuria bermakna disertai gejala klinis seperti sakit
pada saat buang air kecil, sering buang air kecil dan rasa ingin miksi (kencing)
terus menerus dengan atau tanpa demam dan nyeri pinggang. Disebut infeksi
saluran kemih asimtomatik adalah apabila dijumpai bakteriuria bermakna pada
anak maupun dewasa yang kelihatannya sehat tanpa gejala yang mengarah ke
infeksi saluran kemih (Lumbanbatu, 2003).
Berdasarkan lokasinya infeksi saluran kemih terbagi dua yaitu infeksi
saluran kemih bawah dan infeksi saluran kemih atas. Infeksi saluran kemih bawah
biasanya presentasi kliniknya tergantung dari gender yaitu :
1. Perempuan berupa :
a. Sistitis, yaitu presentasi klinis infeksi kandung kemih disertai bakteriuria
bermakna.
b. Sindrom Uretra Akut (SUA), yaitu presentasi klinis sistitis tanpa
ditemukan mikroorganisme (steril).
2. Presentasi klinis infeksi saluran kemih bawah pada laki – laki berupa sistitis,
Infeksi saluran kemih atas presentasi kliniknya bisa berupa :
a. Pielonefritis Akut (PNA), yaitu proses inflamasi parenkim ginjal yang
disebabkan infeksi bakteri.
b. Pielonefritis Kronik (PNK), yaitu akibat lanjut dari infeksi bakteri
berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih dan
refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria sering diikuti dengan
pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai piolonefritis kronik
yang spesifik (Sudoyo, Setiyohadi, dan Alwi, 2007).
6. Gambaran klinis dan diagnosis umum
Gejala infeksi saluran kemih bagian bawah adalah disuria (nyeri dan sulit
buang air kemih), urgensi (selalu ingin buang air kecil), frekuensi (sering
berkemih tanpa peningkatan volume cairan), hematuria (darah pada urine), nyeri
punggung, nyeri pada daerah suprapubik dan noktiuria (berkemih pada malam
hari) (Fish, 2009).
Bila mengenai saluran kemih atas, mungkin terdapat gejala-gejala
pielonefritis akut seperti demam, mual dan nyeri pada ginjal, namun pasien
dengan infeksi ginjal mungkin hanya menunjukkan gejala saluran kemih bawah
Tabel I. Kriteria diagnostik bakteriuria signifikan (Coyle and Prince,
2008)
≥ 10
2CFU coliforms/ml atau
≥ 10
5CFU noncoliforms/ml pada wanita dengan
simptomatik
≥ 10
3CFU bakteria/ml pada laki-laki dengan simptomatik
≥ 10
5CFU bakteria/ml pada individu dengan asimptomatik dalam 2 spesimen
berurutan
Setiap pertumbuhan bakteria pada kateterisasi suprapubik pada pasien
simptomatik
≥ 10
2CFU bakteria/ml pada pasien kateterisasi
7. Faktor risiko
Terdapat beberapa faktor penting yang mempermudah timbulnya infeksi
yakni :
a. Jarang berkemih. Pengeluaran urine
(mictio)
merupakan mekanisme
ketahanan penting dari kandung kemih, bila
mictio
normal terhambat karena
misalnya obstruksi, ISK dapat lebih mudah terjadi.
b. Gangguan pengosongan kandung kemih akibat obstruksi (batu ginjal),
disfungsi atau hipertrofi prostat bisa mengakibatkan tertinggalnya residu
dimana kuman mudah berproliferasi.
c. Hygiene pribadi kurang baik bisa menyebabkan kolonisasi kuman uropatogen
di sekitar (ujung) uretra, misalnya gangguan pembalut wanita. Kuman lalu
menjalar ke atas menuju uretra, lalu ke kandung kemih dan kemudian
menyebar melalui ureter ke ginjal (ISK bagian atas).
d. Penggunaan kateter, melalui senggama dan karena adanya infeksi lokal
e. Penderita diabetes lebih peka untuk ISK karena meningkatnya daya melekat
bakteri pada epitel saluran kemih akibat beberapa sebab tertentu (Tjay dan
Rahardja, 2007).
8. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada ISK antara lain bakteremia dan syok septik,
abses ginjal, perinefrik, metastasis, kerusakan ginjal dan gagal ginjal akut/kronis,
pielonefritis kronis dan xantogranulomatosa (Grace dan Borley, 2006).
Komplikasi ISK yang berupa gagal ginjal dan sepsis biasanya hanya
mempengaruhi orang dengan masalah kesehatan yang sudah ada sebelumnya,
seperti diabetes atau sistem kekebalan tubuh yang lemah (pertahanan alami tubuh
terhadap infeksi) (Anonim, 2010).
9. Tindakan pencegahan
Tindakan pencegahan terjadinya infeksi saluran kemih dan agar tidak
terulang kembali dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Mengosongkan kandung kemih dengan buang air kemih tiap 3 jam sekali
b. Selalu menjaga kebersihan pakaian setiap hari
c. Jangan menunda buang air seni karena merupakan penyebab terbesar
terjadinya ISK
d. Mempraktekkan kebersihan secara baik, setiap kali buang air seni
membersihkannya dari depan ke belakang. Tindakan ini akan mengurangi
Menurut Tjay dan Rahardja (2007), tindakan pertama adalah menjauhi
re-infeksi dengan memperhatikan faktor-faktor diatas. Sebagai tindakan pencegahan
penting adalah minum air lebih banyak dan berkemih lebih sering terutama bagi
pasien diabetes dan manula.
B. Antimikrobial
1. Definisi
Antimikroba (AM) ialah obat-obat yang digunakan untuk memberantas
infeksi mikroba pada manusia. Selain antimikroba, terdapat juga beberapa istilah
yang digunakan dalam memberantas infeksi, diantaranya ialah antiseptik,
desinfektan, sanitizer, sterilisasi, germisid, kemoterapeutika, dan antibiotika
(Nattadiputra, 2004).
Antibiotik mewakili kelompok terbesar dari zat antimikroba. Antibiotik
adalah zat biokimia yang diproduksi oleh mikroorganisme, yang dalam jumlah
kecil dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lain
(Harmita dan Radji, 2006).
Pengertian antibiotik yang diberikan oleh Sumardjo (2006), yaitu
antibiotik adalah senyawa organik yang dihasilkan oleh berbagai spesies
mikroorganisme dan bersifat toksik terhadap spesies mikroorganisme lain.
Antibiotik berasal dari kata anti yang artinya lawan dan bios yang artinya
hidup. Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh ragi dari bakteri yang
memiliki khasiat mematikan dan menghambat mikroorganisme, dengan toksisitas
2. Mekanisme kerja antimikrobial
Berbagai jenis antimikroba telah tersedia untuk mengobati penyakit yang
disebabkan oleh mikroorganisme. Zat antimikroba yang digunakan dalam
pengobatan bertujuan untuk mengeliminasi mikroorganisme infektif atau
mencegah terjadinya infeksi. Zat antimikroba yang berguna untuk terapi harus
menghambat mikroorganisme infektif dan bersifat toksik hanya terhadap patogen
infektif, tetapi tidak terhadap inangnya (Harmita dan Radji, 2006).
Mekanisme kerja antimikroba dapat bersifat bakterisida bila membunuh
bakteri. Cara kerja antimikroba adalah sebagai berikut :
a. Menghambat metabolisme sel mikroba
b. Menghambat sintesis dinding sel mikroba
c. Merusak keutuhan membran sel mikroba
d. Menghambat sintesis protein mikroba
e. Menghambat dan merusak sintesis asam nukleat mikroba (Manuaba, 2000).
Cara kerjanya yang terpenting adalah perintangan sintesa protein, sehingga
kuman musnah atau tidak berkembang lagi, misalnya kloramfenikol, tetrasiklin
bekerja terhadap dinding sel seperti penisilin dan sefalosporin atau membran sel
(polimiksin, zat-zat polyen, dan imidazol). Antibiotika tidak aktif terhadap
kebanyakan virus kecil, mungkin karena virus tidak memiliki proses metabolisme
sesungguhnya melainkan tergantung seluruhnya dari proses tuan rumah (Tjay dan
3. Penggolongan antimikrobial
Antimikroba dapat bersifat:
a. Bakteriostatik, yaitu menghambat atau menghentikan pertumbuhan bakteri.
Dalam keadaan ini jumlah bakteri menjadi stasioner, tidak terdapat lagi
multiplikasi atau perkembangbiakan, yang termasuk AM bakteriostatik
diantaranya adalah sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, dan
novobiosin (dalam konsentrasi rendah, PAS (
para amino salicylic acid
),
linkomisin dan klindamisin, serta nitrofurantoin (dalam lingkungan basa atau
dalam konsentrasi rendah).
b. Bakterisid, yaitu bersifat membunuh bakteri. Dalam hal ini jumlah bakteri
akan berkurang atau habis, tidak terdapat lagi multiplikasi atau
perkembangbiakan mikroba, yang termasuk AM bakterisid diantaranya ialah
penisilin, sefalosporin, streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin,
kotrimoksazol, polimiksin, kolistin, konsentrasi tinggi eritromisin dan
novobiosin, isoniazid, vankomisin, basitrasin, serta nitrofurantoin ( dalam
lingkungan asam atau dalam konsentrasi tinggi). AM bakterisid bekerja pada
mikroba yang sedang dalam perkembangan (tidak dalam keadaan statis), oleh
karena itu AM bakteriostatik tidak boleh dikombinasi dengan AM bakterisid
(Nattadiputra, 2004).
Berdasarkan luas kerjanya, antibiotik dibedakan atas:
a. Antibiotik dengan kerja sempit yaitu antibiotik yang hanya mempunyai
spektrum sempit karena hanya aktif terhadap satu atau beberapa bakteri saja.
b. Antibiotik dengan kerja luas yaitu antibiotik yang mempunyai spektrum luas
karena aktif membunuh banyak bakteri. Antibiotik dengan kerja luas misalnya
Tetrasiklin dan Kloramfenikol (Sumardjo dan Damin, 2006).
Antibiotik profilaksis adalah antibiotik yang diberikan ketika terjadi
potensi terinfeksi. Antibiotik profilaksis juga diberikan pada pasien pra operasi
dan
immunocompromized.
Potensi terinfeksi ditandai dengan penurunan jumlah
leukosit dari batas normal yakni
≤2000 sel/ml, oleh karena itu
untuk
pengobatannya digunakan antibiotika dengan spektrum luas yakni antibiotik yang
sensitif terhadap bakteri gram negatif maupun positif (Guiliano, 2001).
Antibiotika kuratif adalah antibiotika yang diberikan ketika terjadi infeksi.
Positif terinfeksi ditandai dengan peningkatan jumlah leukosit dari batas normal
yakni >12.000 sel/ml. Antibiotika empirik dan absolut merupakan bagian dari
antibiotika kuratif, yang membedakan kedua antibiotika ini adalah dilakukan atau
tidaknya tes kultur kuman. Penggunaan antibiotika empirik didasarkan pada
pengalaman dengan unit klinis khusus, dengan harapan penanganan awal akan
memperbaiki hasil.
Antibiotika absolut ialah antibiotika yang pemilihan dan penggunaannya
didasarkan pada jenis kuman hasil kultur, sehingga memiliki tingkat selektifitas
yang sangat tinggi. Contoh antibiotika absolut yakni metronidazol (antiprotozoa)
yang dalam penggunaannya biasa dikombinasi dengan sefalosporin (Katzung,
2004).
Antibiotika kombinasi adalah pemberian antibiotik lebih dari satu jenis
meningkatkan aktivitas antibiotik pada infeksi spesifik (efek sinergis) dan
memperlambat dan mengurangi risiko timbulnya bakteri resisten. Hal-hal yang
perlu diperhatikan :
a. Kombinasi antibiotik yang bekerja pada target yang berbeda dapat
meningkatkan atau mengganggu keseluruhan aktivitas antibiotik.
b. Suatu kombinasi antibiotik dapat memiliki toksisitas yang bersifat aditif atau
superaditif. Contoh: Vankomisin secara tunggal memiliki efek nefrotoksik
minimal, tetapi pemberian bersama aminoglikosida dapat meningkatkan
toksisitasnya.
c. Diperlukan pengetahuan jenis infeksi, data mikrobiologi dan antibiotik untuk
mendapatkan kombinasi rasional dengan hasil efektif.
d. Hindari penggunaan kombinasi antibiotik untuk terapi empiris jangka lama.
e. Pertimbangkan peningkatan biaya pengobatan pasien (Menteri Kesehatan RI,
2011).
4. Resistensi antimikrobial
Resistensi sel mikroba adalah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel
mikroba oleh antimikroba. Sifat ini merupakan suatu mekanisme alamiah untuk
bertahan hidup. Dikenal tiga pola resistensi dan tes sensitivitas mikroba terhadap
antimikroba, yaitu:
a. Pola 1: belum pernah terjadi resistensi bermakna yang menimbulkan kesulitan
di klinik,
b. Pola II: pergeseran dari sifat peka menjadi kurang peka, tetapi tidak sampai
c. Pola III: sifat resistensi pada taraf yang cukup tinggi sehingga menimbulkan
masalah di klinik (Setiabudi dan Gan, 2007).
Resistensi sel adalah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel oleh
antibiotika. Resisten adalah suatu fenomena kompleks yang terjadi dengan
pengaruh dari mikrobia, obat antimikroba, lingkungan, penderita. Peristiwa ini
dapat terjadi terpisah atau sebagai interaksi bersama, hal ini menjadi sangat
penting proses transmisi mikroba yang resisten terhadap obat. Mikroba resisten
dapat dianggap keberhasilan mekanisme pertahanan mikroba untuk tetap hidup
dan berkembang karena tidak lagi dihambat atau dipengaruhi oleh antibiotika.
Dipercayai bahwa mikroba menghasilkan antibiotika sebagai mekanisme
mempertahankan hidup dari serangan mikroba lain dan gen pembawa sifat
resistensi pada antibiotika merupakan mekanisme murni terhadap serangan
mikroba lain (Warsa, 2004).
Banyak faktor yang mempengaruhi munculnya kuman resisten terhadap
antibiotika. Faktor yang penting adalah faktor penggunaan antibiotika dan
pengendalian infeksi, oleh karena itu penggunaan antibiotika secara bijaksana
merupakan hal yang sangat penting disamping penerapan pengendalian infeksi
secara baik untuk mencegah berkembangnya kuman-kuman resisten tersebut ke
masyarakat (Saepudin, Sulistiawan, dan Hanifah, 2011).
Peningkatan kejadian resistensi bakteri terhadap antibiotik bisa terjadi
dengan 2 cara, yaitu:
a.
Mekanisme
Selection Pressure
. Jika bakteri resisten tersebut berbiak secara
1-2 hari, seseorang tersebut dipenuhi oleh bakteri resisten. Jika seseorang
terinfeksi oleh bakteri yang resisten maka upaya penanganan infeksi dengan
antibiotik semakin sulit.
b.
Penyebaran resistensi ke bakteri yang non-resisten melalui plasmid. Hal ini
dapat disebarkan antar kuman sekelompok maupun dari satu orang ke orang
lain (Menteri Kesehatan RI, 2011).
C. Kultur Kuman
Kultur kuman adalah metode yang digunakan untuk menentukan jenis
kuman penyebab infeksi saluran kemih. Kultur kuman dilakukan dengan
menggunakan bahan pemeriksaan berupa urine. Bahan untuk pemeriksaan sampel
urine dapat diambil dari :
a. Urine porsi tengah, sebelumnya genitalia eksterna dicuci dahulu dengan air
sabun dan NaCl 0,9%.
b. Urine yang diambil dengan katerisasi satu kali.
c. Urine hasil aspirasi suprapubik.
Bahan yang dianjurkan adalah urine porsi tengah dan urine aspirasi
suprapubik
karena
katerisasi
dapat
menimbulkan
resiko
masuknya
D. Tes Sensitivitas
Pemilihan antibiotika yang sesuai di rumah sakit dilakukan di
laboratorium dengan tes sensitivitas, meliputi :
a. Uji kepekaan difusi cakram
Uji cakram mengukur kemampuan obat-obat dalam menghambat
pertumbuhan bakteri. Hasilnya berkorelasi baik dengan respon terapeutik pada
proses penyakit dimana pertahanan tubuh seringkali dapat mengeliminasi
mikroorganisme penginfeksi.
b.
Uji konsentrasi penghambatan minimum
Uji ini dengan tepat mengukur konsentrasi antibiotika yang diperlukan
untuk menghambat pertumbuhan suatu inokulum terstandarisasi di bawah kondisi
yang ditentukan (Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s, 2004).
E. Urinalisis
Urinalisis adalah pemeriksaan ciri fisik dan komposisi urine yang baru
dikeluarkan, yang dilakukan untuk tujuan:
a. Skrining: untuk penyakit sistemik atau ginjal
b. Diagnosis: untuk kondisi yang dicurigai
c. Penatalaksanaan: untuk memantau perkembangan kondisi tertentu, misal
kehamilan dengan hipertensi (Johnson dan Taylor, 2001).
Uji urinalisis ditunjukkan untuk diagnosis dugaan pasien infeksi saluran
kemih. Uji urinalisis meliputi : warna urine, berat jenis urine, pH urine, glukosa,
menghitung leukosit, eritrosit, sel epitel, kristal, dan bakteri (biasanya lebih dari
20 per lapang pandang). Pasien dengan piuria (leukosit dalam urine) dapat sedang
atau tidak sedang mengalami infeksi, selanjutnya ditegakkan dengan tes kultur
untuk mengetahui spesies bakteri penyebab infeksi saluran kemih, serta dilakukan
tes sensitivitas bakteri untuk penentuan terapi. Suatu metode untuk mendeteksi
ISK atas menggunakan
antibody-coated bacteria
(ACB)
test
yaitu suatu metode
imunofluroresen yang mendeteksi bakteri yang dilapisi imunoglobulin dalam
sampel urine segar (Coyle dan Prince, 2008).
F. Keterangan Empiris
Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tentang evaluasi
kesesuaian pemilihan antimikrobial berdasarkan hasil kultur, tes sensitivitas, dan
urinalisis dapat memberikan informasi untuk meningkatkan kerasionalan terapi
24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian tentang evaluasi kesesuaian pemilihan antimikrobial pada
pasien infeksi saluran kemih berdasarkan hasil kultur, tes sensitivitas, dan
urinalisis di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi tahun 2011 merupakan
jenis penelitian observasional dengan rancangan penelitian deskriptif evaluatif
yang bersifat retrospektif. Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional
karena tidak memberikan perlakuan secara langsung pada subyek uji dan tidak
dilakukan intervensi dan manipulasi data. Penelitian ini mengikuti rancangan
deskriptif evaluatif dimana data yang digunakan pasien dideskripsikan secara
obyektif dengan memaparkan kejadian sebenarnya yang terjadi kemudian
dievaluasi antimikrobial yang didapatkan pasien dengan hasil kultur dan tes
sensitivitasnya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data retrospektif
dengan melakukan penelusuran dokumen terdahulu yaitu rekam medis pasien
ISK di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi tahun 2011 (Pratiknya, 2001).
B
.
Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel
a. Variabel input
: penderita infeksi saluran kemih
b. Variabel proses
: pemilihan antimikrobial dan ketersediaan antimikrobial di
formularium dengan yang ada dalam cakram antimikrobial
2. Definisi operasional
a. Pasien ISK adalah pasien yang berada di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr.
Moewardi dan didiagnosis ISK serta memiliki data hasil kultur, tes
sensitivitas, dan urinalisis.
b. Data rekam medis adalah data yang diperoleh dari bagian rekam medis RSUD
Dr. Moewardi yang berkaitan dengan data pasien ISK.
c. Evaluasi adalah analisis kesesuaian pemilihan antimikrobial berdasarkan hasil
kultur dan tes sensitivitas dengan keberhasilan terapi pada kuman yang
tumbuh, sedangkan pada kuman yang tidak tumbuh dibandingkan dengan
standar acuan
Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach
(2008).
d. Kesesuaian adalah kecocokan atau ketepatan pemilihan antimikrobial
berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas.
e. Kultur kuman adalah pemeriksaan dengan menggunakan bahan pemeriksaan
berupa urine dari penderita ISK dan dimasukkan ke dalam tempat (misalnya
cawan petri) untuk memberi kesempatan kuman patologis tumbuh dan
berkembang sehingga dapat didefinisikan jenis dan jumlah kumannya
f.
Tes sensitivitas adalah tes kepekaan kuman terhadap antimikrobial yang
digunakan pasien ISK.
g. Urinalisis adalah tes yang digunakan untuk mendiagnosis terjadinya ISK.
h. Kuman tidak tumbuh merupakan hasil kultur dimana kuman penyebab infeksi
i.
Efektivitas terapi adalah keberhasilan dalam proses terapi dan memperbaiki
kondisi pasien ISK dengan melihat status pulang pasien yang tercantum di
rekam medis.
C. Bahan Penelitian
Data rekam medis pasien infeksi saluran kemih yang memiliki hasil kultur
dan tes sensitivitas di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi.
1. Kriteria inklusi: pasien ISK rawat inap yang memiliki data pemeriksaan kultur,
tes sensitivitas serta hasil uji urinalisis.
2. Kriteria eksklusi: pasien ISK yang tidak memiliki data pemeriksaan kultur, tes
sensitivitas serta hasil uji urinalisis.
D.
Lokasi Penelitian
Penelitian mengenai evaluasi kesesuaian pemilihan antimikrobial pada
pasien ISK berdasarkan hasil kultur, tes sensitivitas, dan urinalisis dilakukan di
bagian catatan medis RSUD Dr. Moewardi Jl. Kol. Sutarto 37, Jebres, Solo.
E. Tata Cara Penelitian
1. Tahap perencanaan
Tahap ini dimulai dengan membuat surat ijin penelitian dan mencari
informasi pada bagian catatan medis mengenai pasien infeksi saluran kemih,
2. Tahap pengumpulan bahan penelitian
Tahap ini dengan mengumpulkan bahan penelitian berupa catatan medis
pasien infeksi saluran kemih di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi tahun
2011.
3. Tahap pengumpulan data
Mengumpulkan data identitas pasien ISK yang memiliki data hasil kultur
dan tes sensitivitas, meliputi : nama pasien, tanggal masuk dan keluar, nomor
rekam medis, diagnosa masuk/keluar, keluhan, riwayat, data laboratorium dan non
laboratorium, antimikrobial yang digunakan, dan pemeriksaan kultur, tes
sensitivitas, dan urinalisis.
4. Tahap pengolahan data
Data yang diperoleh berupa data kualitatif (uraian) dan data kuantitatif
(disajikan dalam bentuk gambar dan tabel), sedangkan data untuk evaluasi
kesesuaian pemilihan antimikrobial pada pasien ISK berdasarkan hasil kultur, tes
sensitivitas, dan urinalisis meliputi : nama pasien, antimikrobial yang digunakan,
kesesuaian dengan hasil kultur dan tes sensitivitas, data uji urinalisis, dan status
F.
Analisis Hasil
Data yang telah diperoleh, dianalisis secara deskriptif, meliputi :
a. Umur pasien, dibagi menjadi 6 kelompok yaitu umur <1 tahun, 1-4 tahun,
5-14 tahun, 5-14-24 tahun, 25-65 tahun, >65 tahun;
b. Jenis kelamin;
c. Hasil kultur dan tes sensitivitas;
d. Jenis dan golongan antimikrobial yang digunakan beserta persentasenya.
Evaluasi dilakukan dengan melihat data pasien dengan memprioritaskan
kesesuaian pemilihan antimikrobial berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas,
kemudian kesesuaian pemilihan antimikrobial dibandingkan dengan melihat hasil
data urinalisis. Proses evaluasi dalam penelitian ini dilakukan secara kasus per
kasus yang timbul dalam kesesuaian pemilihan antimikrobial berdasarkan hasil
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Profil pasien ISK berdasarkan data pemeriksaan kultur, tes
sensitivitas, dan urinalisis di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi
tahun 2011
Pasien dengan diagnosis infeksi saluran kemih di Instalasi Rawat Inap
RSUD Dr. Moewardi tahun 2011 berjumlah 313 kasus, tetapi yang memiliki
data pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas hanya 103 kasus, kemudian yang
memiliki data pemeriksaan kultur, tes sensitivitas, dan urinalisis hanya 59
pasien sedangkan sisanya tidak mempunyai data uji urinalisis. Dari 59 pasien
yang tercantum data pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas, 25 pasien
diketahui hasil kultur yang dilakukan tidak tumbuh sehingga tes sensitivitas
tidak dapat dilakukan.
1.
Profil karakteristik pasien ISK berdasarkan jenis kelamin dan
umur di instalasi rawat inap RSUD Dr. Moewardi tahun 2011
Profil karakteristik pasien ISK meliputi jenis kelamin dan umur.
Penggolongan jenis kelamin ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan
jumlah pasien perempuan dan pasien laki-laki yang menderita ISK karena
pada penderita ISK biasanya lebih sering terjadi pada perempuan
Tabel II. Profil
Instalasi Rawat Inap RS
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Dari data yang diperoleh
perempuan dan 23
kalamin pasien ISK
dan urinalisis dapat dilihat di
Gambar 2
Dari gambar
terkena ISK daripada
bahwa dari data ya
perempuan dan laki
Wirawan (2005)
Profil karakteristik pasien ISK berdasarkan jenis
Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi tahun 2011
Jumlah
Persentase (%)
23 pasien
38,98
36 pasien
61,02
59 pasien
100
data yang diperoleh terdapat 36 pasien (61,02%) berjenis kelami
dan 23 pasien (38,98%) berjenis kelamin laki-laki. Distribusi
pasien ISK yang memiliki data pemeriksaan kultur, tes
dapat dilihat di diagram 1 berikut.
Gambar 2. Distribusi pasien ISK berdasarkan jenis kelamin
Dari gambar di atas menunjukkan bahwa perempuan lebih
ISK daripada laki-laki. Hasil penelitian Wirawan (2005
data yang diteliti sebanyak 67 pasien (68,36%) berjenis
dan laki-laki sebanyak 31 pasien (31,63%). Jadi, pada
(2005) juga menunjukkan bahwa jumlah pasien perempuan
61%
laki. Distribusi jenis
kultur, tes sensitivitas,
berdasarkan jenis kelamin
perempuan lebih banyak
(2005) didapatkan
(68,36%) berjenis kelamin
Jadi, pada penelitian
pasien perempuan lebih
banyak terkena ISK dibandingkan pasien laki-laki. Pasien perempuan lebih
sering terkena ISK berulang dan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok
kurang dari 3 episode dalam setahun dan kelompok lebih dari 3 episode dalam
setahun (Dipiro
et al.,
2005), dengan demikian perlu dilakukannya tes
laboratorium kultur dan tes sensitivitas. Penggolongan berdasarkan umur
pasien ISK yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas dapat dilihat
dalam tabel berikut.
Tabel III. Profil karakteristik pasien ISK berdasarkan umur di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Dr. Moewardi tahun 2011
Penggolongan umur
Jumlah kasus
Persentase
(%)
Umur <1 tahun
2 pasien
3,39
Umur 1-4 tahun
4 pasien
6,78
Umur 5-14 tahun
7 pasien
11,86
Umur 14-24 tahun
6 pasien
10,17
Umur 25-65 tahun
26 pasien
44,07
Umur >65 tahun
14 pasien
23,73
Total
59 pasien
100
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa jumlah pasien ISK
yang memiliki data hasil kultur, tes sensitivitas, dan urinalisis paling banyak
yaitu pasien dengan golongan umur 25-65 tahun yaitu 26 pasien (44,07%)
dan golongan umur >65 tahun yaitu 14 pasien (23,73%). Hasil penelitian
Yudasmoro (2008) mengenai Evaluasi Kesesuaian Pemilihan Antibiotika
Pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Berdasarkan Hasil Kultur dan Tes
Rumah Sakit Panti Rapih Periode Januari-Juni 2006. Pasien dengan kelompok
umur 1-10 tahun dan 51-60 tahun memiliki jumlah pasien ISK yang memiliki
data hasil kultur dan tes sensitivitas paling banyak yaitu 2 pasien, dengan
demikian dapat diketahui bahwa pada tiap rumah sakit memiliki golongan
umur yang berbeda-beda pada pasien ISK.
Pada usia produktif kejadian ISK meningkat karena adanya
peningkatan aktivitas seksual. Pada usia tua selisih kejadian infeksi bakteri
pada laki-laki dan perempuan berubah pesat dan diperkirakan sama pada
masing-masing orang tua di atas 65 tahun. Faktor risiko ISK meningkat secara
mendasar pada usia dini. Penyakit ini meningkat lebih jauh pada lansia yang
dirawat di rumah atau di rumah sakit. Peningkatan ini kemungkinan
berhubungan dengan beberapa faktor termasuk
obstruksi
dari hipertropi
prostat pada laki-laki, berhubungan dengan saluran pembuangan pada
perempuan (Coyle dan Prince, 2008).
2.
Profil hasil kultur di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi
tahun 2011
Kultur urine merupakan bahan yang paling penting untuk menangani
infeksi saluran kemih. Penilaian yang dilakukan dalam kultur urine meliputi
jenis kuman, kualitas koloni, dan tes sensitivitas. Pada penelitian ini, penilaian
sensitivitas antimikrobial
laboratorium mikrobiologi RS
Gambar 3. Diagram
di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moeward
Berdasarkan
golongan bakteri
dan 7% kuman ya
demikian jumlah golongan bakteri
kultur kuman pasien
tumbuh pada satu
dua atau tiga jenis
disajikan dalam tabel di bawah ini.
41%
antimikrobial, serta daftar cakram antimikrobial yang
laboratorium mikrobiologi RSUD Dr. Moewardi tahun 2011.
. Diagram golongan bakteri hasil kultur urine pada
Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi tahun 2011
Berdasarkan diagram di atas, ditunjukkan sebanyak 52%
bakteri gram negatif, 41% diketahui kultur kuman tidak
kuman yang tumbuh termasuk golongan bakteri gram positif,
demikian jumlah golongan bakteri yang paling banyak pada hasil
kuman pasien ISK adalah golongan bakteri gram negatif.
pada satu pasien bisa tidak hanya satu jenis bakteri, melainkan
tiga jenis bakteri. Jenis kuman yang tumbuh pada 59
n dalam tabel di bawah ini.
7%