i
EVALUASI KESESUAIAN PEMILIHAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN
INFEKSI SALURAN KEMIH BERDASARKAN HASIL KULTUR,
TES SENSITIVITAS, DAN URINALISIS DI INSTALASI RAWAT INAP
RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA
TAHUN 2011
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Alfiari Novita Dhian Andityas
NIM : 088114113
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
Persetujuan Pembimbing
EVALUASI KESESUAIAN PEMILIHAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN
INFEKSI SALURAN KEMIH BERDASARKAN HASIL KULTUR,
TES SENSITIVITAS, DAN URINALISIS DI INSTALASI RAWAT INAP
RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA
TAHUN 2011
Skripsi yang diajukan oleh:
Alfiari Novita Dhian Andityas
NIM : 088114113
telah disetujui oleh :
Pembimbing
(dr. Fenty, M. Kes, Sp. PK)
iii
Pengesahan Skripsi
EVALUASI KESESUAIAN PEMILIHAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN
INFEKSI SALURAN KEMIH BERDASARKAN HASIL KULTUR,
TES SENSITIVITAS, DAN URINALISIS DI INSTALASI RAWAT INAP
RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA
TAHUN 2011
Oleh :
Alfiari Novita Dhian Andityas
NIM : 088114113
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Pada tanggal : ……….
Mengetahui,
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Dekan
Ipang Djunarko, M.Sc., Apt.
Panitia Penguji Skripsi :
Tanda Tangan
1. dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK
………..
2. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt.
……….
iv
Halaman Persembahan
“Jangan seorangpun menganggap rendah karena engkau
muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam
perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam
kesetiaanmu, dan dalam kesucianmu.”
(Timotius 4:12)
“Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan
janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah
Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan
jalanmu.”
(Amsal 3:5-6)
Skripsi ini kuselesaikan dan kupersembahkan untuk :
Tuhan Yesus Kristus
Ungkapan rasa syukurku dan cintaku atas kebaikan-Nya
Bapak dan ibuku tercinta
Ungkapan rasa hormatku
Suami dan anakku
Ungkapan rasa sayangku
Adik dan Sahabat- sahabatku
Ungkapan rasa kasihku
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama
: Alfiari Novita Dhian Andityas
Nomor Mahasiswa
: 088114113
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya saya yang berjudul:
EVALUASI KESESUAIAN PEMILIHAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN
INFEKSI SALURAN KEMIH BERDASARKAN HASIL KULTUR,
TES SENSITIVITAS, DAN URINALISIS DI INSTALASI RAWAT INAP
RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA
TAHUN 2011
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasinya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademik tanpa perlu meminta ijin dari saya
maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 26 Mei 2012
Yang menyatakan
vi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat dan kasih karunia yang telah diberikanNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
“
Evaluasi Kesesuaian Pemilihan
Antibiotika Pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Berdasarkan Hasil Kultur,
Tes Sensitivitas, dan Urinalisis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta Tahun 2011
”dengan baik sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) pada Fakultas Farmasi, Sanata
Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan serta dukungan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung
baik berupa moral, materiil maupun spiritual. Oleh sebab itu, penulis menghaturkan
banyak terima kasih kepada :
1. Direktur Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang telah memberikan ijin untuk
melakukan penelitian di RS Bethesda.
2. Seluruh Apoteker, praktisi laboratorium, dan petugas rekam medis di RS
Bethesda Yogyakarta yang telah membantu selama proses pengambilan data.
3. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin
untuk melakukan penelitian ini.
4.
dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar
membimbing dan memberikan arahan, saran, kritikan serta dukungan kepada
vii
5. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. dan Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku penguji yang
memberikan saran dan kritikan serta dukungan kepada penulis dalam proses
menyempurnakan naskah skripsi.
6. Bapak dan ibu tersayang atas kasih sayang, doa, dukungan semangat, pengertian
serta bantuan finansial hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
7. Suami, anak, mertua, dan adik-adikku yang selalu memberikan doa, dorongan,
serta banyak bantuan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi.
8. Teman-teman seperjuangan, yaitu Rizma dan Ani yang telah saling menguatkan,
memberikan semangat dan bantuan kepada peneliti serta bersama-sama menjalani
suka dan duka selama menjalankan penelitian ini.
9. Teman-teman kelas FKK B 2008, khususnya Memo dan Novia, terima kasih atas
kebersamaannya dan pengalaman yang tak terlupakan selama menjalani kuliah
dan praktikum serta dorongan semangat yang telah diberikan kepada peneliti
selama penyusunan skripsi ini.
10. Dan seluruh pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu disini, baik
secara langsung maupun tidak langsung telah banyak membantu
terselesaikannya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna dalam kehidupan ini.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar skripsi ini
dapat menjadi lebih baik. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi yang membutuhkan.
viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini,
maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Yogyakarta, 26 Mei 2012
Penulis,
x
5. Gambaran klinis dan Diagnosa umum………..
6. Faktor risiko………...
7. Komplikasi Infeksi Saluran Kemih……….
8. Tindakan pencegahan……….
A. Jenis dan Rancangan Penelitian...
B. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian...
xi
D. Lokasi Penelitian...
E. Tata Cara Penelitian...
1. Tahap perencanaan...
2. Tahap pengumpulan bahan penelitian…...
3. Tahap pengumpulan data...
4. Tahap pengolahan data………
5. Tahap analisis data………..
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...
A. Profil pasien ISK yang memiliki data pemeriksaan kultur, tes
sensitivitas, dan urinalisis………...
1. Profil karakteristik pasien ISK berdasarkan jenis kelamin
dan umur……….
2. Profil pengobatan pasien ISK berdasarkan antibiotik yang
digunakan………...
a. Golongan antibiotika yang digunakan pada pasien
ISK...
b. Jenis antibiotika yang digunakan pada pasien ISK……..
1) Antibiotik golongan Sefalosporin………...
2) Antibiotik golongan Kuinolon………....
3) Antibiotik golongan Aminoglikosida……….…
4) Antibiotik golongan Sulfonamida...………
5) Antibiotik golongan Beta Laktam lainnya………….
xii
3. Profil karakteristik hasil urinalisis pasien ISK………
4. Profil pasien ISK berdasarkan hasil kultur kuman…………..
5. Profil angka kuman hasil kultur pasien ISK………...
6. Profil karakteristik pasien ISK terkomplikasi……….
B. Kesesuaian Pemilihan Antibiotik pada Pasien ISK Berdasarkan
Hasil Kultur dan Tes Sensitivitas………...
1. Efektivitas terapi pada pasien ISK………
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...
A. Kesimpulan...
B. Saran...
DAFTAR PUSTAKA...
LAMPIRAN...
BIOGRAFI PENULIS...
32
33
36
37
38
42
46
46
47
48
51
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Kriteria diagnostik bakteriuria signifikan……….
Tabel II. Penggolongan pasien ISK menurut umur………...
Tabel III. Golongan antibiotika yang digunakan pasien ISK…………
Tabel IV. Jenis antibiotika Golongan Sefalosporin....………...
Tabel V. Jenis antibiotika Golongan Kuinolon...………..
Tabel VI. Jenis antibiotika Golongan Aminoglikosida…….………....
Tabel VII. Jenis antibiotika Golongan Sulfonamida……..…………...
Tabel VIII. Jenis antibiotika Golongan Beta Laktam lainnya…...……
Tabel IX. Jenis antibiotika Golongan Antibiotik lainnya…………...
Tabel X. Gambaran hasil pemeriksaan urinalisis………..
Tabel XI. Jenis kuman yang tumbuh pada pasien ISK………..
Tabel XII. Angka kuman hasil kultur kuman tumbuh………...
Tabel XIII. Kesesuaian pemilihan antibiotika berdasarkan hasil kultur
dan tes sensitivitas……….
Tabel XIV. Kesesuaian pemilihan antibiotika empirik berdasarkan
Pharmcotherapy : A Pathophysiologic Approach
………….
Tabel XV. Kesesuaian pemilihan antibiotik empirik dengan kultur
kuman tidak tumbuh………...
Tabel XVI. Efektivitas terapi antibiotika berdasarkan status pulang
pasien ISK………..…
10
26
29
29
30
30
31
31
32
33
35
36
39
40
41
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi saluran kemih…...
Gambar 2. Alogaritma diagnosis ISK…………...
Gambar 3. Distribusi pasien ISK berdasarkan jenis kelamin…………
Gambar 4. Diagram golongan bakteri…...
Gambar 5. Diagram pasien ISK berdasarkan komplikasi....…...……...
Gambar 6. Diagram ISK terkomplikasi pasien ISK………..
Gambar 7. Diagram penggunaan antibiotik pasien ISK sembuh…...
Gambar 8. Diagram penggunaan antibiotik pasien ISK perbaikan…...
7
10
26
34
37
38
43
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pembahasan evaluasi perkasus pasien ISK di Rumah
Sakit Bethesda………...
Lampiran 2. Tabel
range
cakram antibiotika di Laboratorium
Mikrobiologi Rumah Sakit Bethesda…...
Lampiran 3. Surat ijin penelitian Rumah Sakit Bethesda……...
51
129
xvi
INTISARI
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi di saluran kemih
yang dikarenakan adanya mikroorganisme. Antibiotik merupakan obat terapi
utama pasien ISK. Pemilihan antibiotik harus didasarkan pada hasil kultur dan tes
sensitivitas yang berguna untuk menentukan kesesuaian antibiotik yang digunakan
pasien serta untuk menentukan hasil terapi. Pasien ISK rawat inap di RS Bethesda
tahun 2011 sebanyak 384 pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi
kesesuaian pemilihan antibiotika pada pasien ISK berdasarkan hasil kultur dan tes
sensitivitas.
Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dengan rancangan
deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif dengan menggunakan data rekam
medik pasien ISK di RS Bethesda tahun 2011. Kriteria inklusinya adalah pasien
ISK rawat inap yang memiliki data pemeriksaan kultur, tes sensitivitas serta
urinalisis, sedangkan kriteria eksklusinya adalah pasien ISK yang tidak memiliki
data pemeriksaan kultur, tes sensitivitas serta urinalisis (269 pasien) dan juga
pasien ISK yang tidak mendapat antibiotik.
Hasil penelitian menunjukkan, dari 36 pasien dengan kultur kuman
tumbuh, 25 pasiennya sebanyak 36% sesuai dengan hasil kultur dan tes
sensitivitas, 12% tidak sesuai, dan 52% tidak dapat ditentukan kesesuaiannya,
sedangkan 11 pasien lain antibiotik empiriknya sudah sesuai dengan standar
Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach.
Dari 25 pasien dengan kultur
kuman tidak tumbuh, antibiotik empirik yang digunakan 100% sudah sesuai
dengan standar.
xvii
ABSTRACT
Urinary tract infection (UTI) is one kind of infections attacking the urinary
tract. It is caused by the existence of microorganism. Antibiotic is a primary
therapy given to the patient with UTI. To choose the most suitable antibiotic,
there are two considerations. They are culture result and sensitivity test. Culture
result and sensitivity test are used to decide which therapy is best used to
determine the outcome of therapy. The patients with UTI for in-patient Bethesda
Hospital in 2011 are 384 patients. This research was conducted to evaluate the
suitability of antibiotics selection in patients with urinary infections based on the
result of culture and sensitivity test.
This research is a non experimental research with retrospective descriptive
evaluative design. The data gathered from the medical record of UTI patients in
Bethesda Hospital in 2011. Inclusion criteria of this research were patients with
UTI who had the data of culture result, sensitivity test and the result of urinalysis
checking. While the exclusion criteria were patients who didn’t have the data of
culture test, sensitivity test, the result of urinalysis checking (269 patients) and
also patients who didn’t get antibiotics therapy.
The results showed, from 36 patients with growing bacteria culture reseult,
25 patients were 36% accordance to the result of culture and sensitivity test, 12%
are not in accordance, and 52% could not be determined how closely they match,
while 11 other patients the empirical therapy is in according to standard. Of the 25
patients who did not grow bacteria culture, as much as 100% is in comformity
with the standard of
Pharmacotherapy: A pathophysiologic Approach
.
1
BAB I
PENGANTAR
A.
Latar Belakang
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi bakteri yang paling sering
terjadi dan menjangkit 8 juta pasien per tahun (Coyle dan Prince, 2008). Infeksi
saluran kemih didefinisikan sebagai keberadaan mikroorganisme pada saluran
kemih yang tidak disebabkan oleh kontaminasi dan kadang-kadang terjadi pada
pasien yang memiliki tanda dan gejala khusus (Foster dan Marshall, 2004).
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh
dunia. Infeksi saluran kemih merupakan infeksi yang paling sering terjadi kedua
setelah infeksi saluran nafas atas yang terjadi pada populasi dengan rata-rata 9,3%
pada wanita diatas 65 tahun dan 2,5-11% pada pria diatas 65 tahun (Smyth dan
O'Connell, 2008). Infeksi saluran kemih merupakan infeksi nosokomial yang
paling sering terjadi dengan persentase mencapai kira-kira 40-60% (Naber dan
Carson, 2004).
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian pemilihan
antibiotika berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas pada pasien ISK tahun
2011 di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda. Penulis memilih melakukan
penelitian di Rumah Sakit Bethesda karena Rumah Sakit Bethesda merupakan
salah satu rumah sakit swasta besar di Yogyakarta yang memiliki banyak pasien
dan mempunyai fasilitas yang lengkap. Prevalensi pasien ISK yang menjalani
rawat inap di Rumah Sakit Bethesda pada tahun 2010 sebanyak 351 pasien dan
pada tahun 2011 mengalami peningkatan menjadi 384 pasien. Penelitian
mengenai kesesuaian pemilihan antibiotik belum pernah dilakukan di Rumah
Sakit Bethesda sehingga ada kemungkinan terjadi kesalahan dalam pemilihan
antibiotika untuk pasien ISK yang dapat menyebabkan pengobatan menjadi tidak
efektif.
1.
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan yang
ada pada kesesuaian pemilihan antibiotika pasien ISK di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2011 :
a.
Seperti apa profil pasien ISK yang memiliki data pemeriksaan kultur, tes
sensitivitas, dan urinalisis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda
tahun 2011?
2.
Keaslian penelitian
evaluasi kesesuaian pemilihan antibiotik berdasarkan hasil kultur, tes sensitivitas,
dan urinalisis serta berbeda dalam hal lokasi dan subyek penelitian.
3.
Manfaat penelitian
a.
Manfaat teoritis. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
informasi evaluasi kesesuaian pemilihan antibiotika berdasarkan hasil
kultur dan tes sensitivitas pada pasien ISK di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta.
b.
Manfaat praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
masukan bagi tenaga kesehatan seperti dokter, farmasis, perawat maupun
tenaga kesehatan lainnya, sehingga dimasa mendatang secara
bersama-sama dalam seluruh proses terapi, dapat mengupayakan penggunaan
antibiotik yang tepat pada pasien ISK.
B.
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan umum
2.
Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a.
Mengetahui profil pasien ISK yang memiliki data pemeriksaan kultur, tes
sensitivitas, dan urinalisis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta tahun 2011.
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A.
Infeksi Saluran Kemih
1.
Definisi
Infeksi saluran kemih adalah terdapatnya mikroorganisme dalam urine
yang tidak dapat dihitung dari kontaminasi dan potensial untuk invasi ke jaringan
saluran kemih dan struktur lain yang berdekatan (Coyle dan Prince, 2008). Infeksi
saluran kemih dapat didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme pada saluran
kemih yang tidak disebabkan oleh kontaminasi dan hal tersebut kadang-kadang
terjadi pada pasien yang memiliki tanda dan gejala khusus (Foster dan Marshall,
2004).
2.
Etiologi
Bakteri penyebab ISK biasanya berasal dari flora normal usus penderita
sendiri. Penyebab utama dari ISK tanpa komplikasi
Escherichia coli
yang
mempengaruhi 85% pasien penderita ISK. Sedangkan organisme lain penyebab
ISK tanpa komplikasi adalah
Staphylococcus saprophyticus
(5-15%),
Klebsiella
pneumonia, Proteus spp
,
Pseudomonas aeruginosa
, dan
Enterococcus spp
(Coyle
dan Prince, 2008).
3.
Epidemiologi
Infeksi saluran kemih tergantung banyak faktor, seperti usia, jenis kelamin,
prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan
struktur saluran kemih termasuk ginjal. Pada bayi perempuan yang baru berusia
beberapa bulan dan wanita lansia yang berumur lebih dari 65 tahun cenderung
menderita ISK dibandingkan laki. Infeksi saluran kemih berulang pada
laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor predisposisi. Prevalensi selama
periode sekolah (
school girls
) 1% meningkat menjadi 5% selama periode aktif
secara seksual. Prevalensi infeksi asimptomatik meningkat mencapai 30%, baik
laki-laki maupun perempuan bila disertai faktor predisposisi (Sukandar, 2008).
4.
Patogenesis
Secara umum mikroorganisme dapat masuk ke dalam saluran kemih
dengan tiga cara yaitu :
2)
Descending
(hematogen), disebut demikian bila sebelumnya terjadi infeksi
pada ginjal yang akhirnya menyebar sampai ke dalam saluran kemih
melalui peredaran darah.
3)
Jalur limfatik, jika masuknya mikroorganisme melalui sistem limfatik
yang menghubungkan kandung kemih dengan ginjal namun yang terakhir
ini jarang terjadi (Coyle dan Prince, 2008).
5.
Gambaran klinis dan diagnosa umum
Gambaran klinis ISK sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi
sebagai berikut :
a.
Pasien ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa rasa sakit atau
rasa panas di uretra sewaktu kencing dengan air kemih sedikit serta rasa
tidak enak di daerah suprapubik.
b.
Pasien ISK bagian atas dapat ditemukan gejala sakit kepala, malaise, mual,
muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak, atau nyeri di pinggang
(Tessy, Ardaya, Suwanto, 2004).
Dari segi klinis dibagi menjadi dua yaitu :
a.
Infeksi tanpa komplikasi terjadi pada individu yang tidak memiliki
kelainan struktural atau fungsional dari saluran kemih yang mengganggu
mekanisme aliran normal urine atau berkemih. Infeksi ini terjadi pada
wanita usia subur (15 sampai 45 tahun) yang sebetulnya normal, orang
sehat.
kateter, hipertrofi prostat, obstruksi, atau defisit neurologis yang
mengganggu aliran normal urine dan pertahanan saluran kemih (Coyle dan
Prince, 2008).
Hasil pemeriksaan laboratorium meliputi : piuria (lekosit> 10/mm
3),
proteinuria positif, lekosit esterase urine positif, dan
antibody-coated bacteria
(ISK bagian atas) (Coyle dan Prince, 2008).
Tabel I. Kriteria diagnostik bakteriuria signifikan (Coyle dan Prince, 2008)
≥ 10
2CFU coliforms/ml atau
≥ 10
5CFU noncoliforms/ml pada wanita dengan
simptomatik
≥ 10
3CFU bakteria/ml pada laki-laki dengan simptomatik
≥ 10
5CFU bakteria/ml pada individu dengan asimptomatik dalam 2 spesimen
berurutan
Setiap pertumbuhan bakteria pada kateterisasi suprapubik pada pasien
simptomatik
≥ 10
2CFU bakteria/ml pada pasien kateterisasi
Gambar 2. Alogaritma diagnosis ISK (Well, DiPiro, Schwinghammer,
Hamilton 2000).
Recurent UTI’s
Ya
Tidak
Pielonefritis Pertimbangan sistitis
Uretritis, atau vaginitis
Pasien dengan gejala infeksi saluran kemih?
Ya Tidak
Asimptomatik bakteriuria Faktor komplikasi ?
Ya Tidak
Complicated UTI’s Episode kekambuhan
Ya Tidak
6.
Faktor risiko
Ada beberapa faktor penting yang mempermudah timbulnya infeksi yaitu :
a.
Jarang berkemih
Pengeluaran urine (
mictio
) merupakan mekanisme ketahanan penting dari
kandung kemih. Bila
mictio
normal terhambat karena misalnya obstruksi
saluran kemih, ISK dapat lebih mudah terjadi.
b.
Gangguan pengosongan kandung kemih
Akibat obstruksi (batu ginjal), disfungsi atau hipertrofi prostat bisa
mengakibatkan tertinggalnya residu, sehingga kuman-kuman lebih mudah
berpoliferasi.
c.
Higenitas pribadi kurang baik
Hal ini bisa menyebabkan kolonisasi kuman-kuman uropatogen di sekitar
ujung uretra, misalnya penggunaan pembalut wanita. Kuman-kuman lalu
menjalar ke atas menuju uretra, kemudian masuk ke kandung kemih dan
menyebar melalui ureter ke ginjal (ISK bagian atas).
d.
Adanya penyakit diabetes
Penyakit diabetes lebih peka untuk ISK karena meningkatnya daya
melekat bakteri pada epitel saluran kemih akibat beberapa sebab tertentu
(Tjay dan Rahardja, 2007).
7.
Komplikasi Infeksi Saluran Kemih
a. ISK sederhana
(uncomplicated).
ISK akut tipe sederhana (sistitis) yaitu
non-obstruksi dan bukan wanita hamil merupakan penyakit ringan
(self limited disease)
dan tidak menyebabkan akibat lanjut jangka
lama.
b. ISK tipe berkomplikasi
(complicated)
i.
ISK selama kehamilan dari usia kehamilan trimester 3
ii.
ISK pada diabetes melitus (Sukandar, 2008).
8.
Tindakan pencegahan
Tindakan pencegahan terjadinya ISK dan agar tidak terulang kembali
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a.
Mengosongkan kandung kemih dengan buang air kemih setiap 3 jam
sekali.
b.
Selalu menjaga kebersihan pakaian dalam setiap hari.
c.
Jangan menunda buang air seni karena merupakan penyebab terbesar
terjadinya ISK.
B.
Antibiotika
1.
Definisi
Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi,
yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotika
dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Antibiotika diartikan
sebagai obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, khususnya yang
merugikan manusia. Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab
infeksi pada manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi
mungkin. Artinya obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik bagi mikroba,
tetapi relatif tidak toksik untuk manusia (Setiabudi dan Gan, 2007).
2.
Mekanisme kerja antibiotika
Mekanisme kerja antibiotik dibagi menjadi 4, yaitu :
a.
Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, seperti beta-laktam
(penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor
beta-laktamase), basitrasin, dan vankomisin.
b.
Memodifikasi atau menghambat sintesis protein, misalnya aminoglikosida,
kloramfenikol,
tetrasiklin,
makrolida
(eritromisin,
azitromisin,
klaritromisin), klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin.
c.
Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat, misalnya
trimetoprim dan sulfonamid.
3.
Penggolongan antibiotika
Berdasarkan aktivitasnya antibiotika dibagi dalam dua kelompok besar
yaitu :
a.
Antibiotika berspektrum luas (
Broad Spectrum
), yaitu antibiotika yang
dapat menghambat atau membunuh bakteri dari golongan gram negatif
maupun gram positif.
b.
Antibiotika yang berspektrum sempit (
Narrow Spectrum
), yaitu antibiotika
yang hanya mampu menghambat segolongan jenis bakteri saja, contohnya
hanya mampu menghambat atau membunuh bakteri gram negatif saja atau
gram positif saja (Pratiwi, 2008).
Berdasarkan fungsinya, antibiotik dibagi dalam dua kelompok yaitu :
a.
Antibiotik profilaksis, yaitu antibiotik yang diberikan ketika terjadi potensi
terinfeksi. Potensi terinfeksi ditandai dengan penurunan jumlah leukosit
dari batas normal yakni
≤2000 sel/ml. Oleh karena itu, untuk
pengobatannya digunakan antibiotik dengan spektrum luas yakni antibiotik
yang sensitif terhadap bakteri gram negatif maupun positif (Guiliano,
2001).
jenis kuman hasil kultur, sehingga memiliki tingkat selektifitas yang
sangat tinggi (Katzung, 2004).
4.
Resistensi
Resistensi sel adalah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel oleh
antibiotika. Resisten adalah suatu fenomena kompleks yang terjadi dengan
pengaruh dari mikrobia, obat antimikroba, lingkungan, dan penderita. Peristiwa
ini dapat terjadi terpisah atau sebagai interaksi bersama, hal ini menjadi sangat
penting proses transmisi mikroba yang resisten terhadap obat. Mikroba resisten
dapat dianggap keberhasilan mekanisme pertahanan mikroba untuk tetap hidup
dan berkembang, karena tidak lagi dihambat atau dipengaruhi oleh antibiotika.
Dipercayai bahwa mikroba menghasilkan antibiotika sebagai mekanisme
mempertahankan hidup dari serangan mikroba lain dan gen pembawa sifat
resistensi pada antibiotika merupakan mekanisme murni terhadap serangan
mikroba lain (Warsa, 2004).
Menurut Guzman-Blanco dan Stevenson (cit., Menteri Kesehatan RI,
2011), beberapa kuman resisten antibiotik sudah banyak ditemukan di seluruh
dunia, yaitu
Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA),
Vancomycin-Resistant Enterococci (VRE), Penicillin-Vancomycin-Resistant Penumococci Klebsiella
pneumonia yang menghasilkan Extended-Spectrum Beta-Lactamase (ESBL),
(
standard precaution
) yang tidak benar di fasilitas pelayanan kesehatan (Menteri
Kesehatan RI, 2011).
Peningkatan kejadian resistensi bakteri terhadap antibiotik bisa terjadi
dengan 2 cara, yaitu :
1) Mekanisme
Selection Pressure
. Jika bakteri resisten tersebut berbiak secara
duplikasi setiap 20-30 menit (untuk bakteri yang berbiak cepat), maka dalam
1-2 hari, seseorang tersebut dipenuhi dengan bakteri resisten. Jika seseorang
terinfeksi oleh bakteri yang resisten maka upaya penanganan infeksi dengan
antibiotik semakin sulit.
2) Penyebaran resistensi ke bakteri yang non-resisten melalui plasmid. Hal ini
dapat disebarkan antar kuman sekelompok maupun dari satu orang ke orang
lain (Menteri Kesehatan RI, 2011).
Ada dua strategi pencegahan peningkatan bakteri resisten :
1) Untuk
selection pressure
dapat diatasi melalui penggunaan antibiotik secara
bijak (
prudent use of antibiotics
).
2) Untuk penyebaran bakteri resisten melalui plasmid dapat diatasi dengan
meningkatkan ketaatan terhadap prinsip-prinsip kewaspadaan standar
(
universal precaution
) (Menteri Kesehatan RI, 2011).
C.
Kultur Kuman
pemeriksaan berupa urine. Bahan untuk pemeriksaan sampel urine dapat diambil
dari :
a.
Urine porsi tengah, sebelumnya genitalia eksterna dicuci dahulu dengan air
sabun dan NaCl 0,9%
b.
Urine yang diambil dengan katerisasi satu kali
c.
Urine hasil aspirasi suprapubik
Bahan yang dianjurkan adalah urine porsi tengah dan urine aspirasi
suprapubik
karena
katerisasi
dapat
menimbulkan
risiko
masuknya
mikroorganisme ke kandung kemih (Suwitra, 2004). Urine harus segera diproses
pada media kultur, tidak boleh lebih dari 20 menit setelah terkumpul karena akan
menyebabkan peningkatan jumlah koloni bakteri pada urine jika didiamkan pada
suhu ruangan. Namun jika tidak akan segera diproses, urine dapat disimpan di
lemari pendingin hingga akan dilakukan kultur (Fish, 2009).
D.
Tes Sensitivitas
Uji kepekaan difusi cakram yang lazim dilakukan untuk mengukur
kemampuan obat-obatan dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Hasilnya
berkolerasi baik dengan respons terapeutik pada proses penyakit dimana
pertahanan tubuh seringkali dapat mengeliminasi mikroorganisme penginfeksi.
minimum memberi perkiraan yang lebih baik mengenai kemungkinan jumlah obat
yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan in vivo dan dengan demikian
membantu mengukur besarnya dosis yang diperlukan bagi pasien (Jawetz,
Melnick, dan Adelberg, 2004).
E.
Uji Urinalisis
Uji urinalisis ditunjukkan untuk diagnosis dugaan pasien infeksi saluran
kemih. Uji urinalisis meliputi : warna urine, berat jenis urine, pH urine, glukosa,
protein, keton darah, dan bilirubin. Pemeriksaan mikroskopis untuk melihat dan
menghitung leukosit, eritrosit, sel epitel, kristal, dan bakteri (biasanya lebih dari
20 per lapang pandang). Pasien dengan piuria (leukosit dalam urine) dapat
sedang/tidak sedang mengalami infeksi. Selanjutnya ditegakkan dengan tes kultur
untuk mengetahui spesies bakteri penyebab ISK, serta dilakukan tes sensitivitas
bakteri untuk penentuan terapi. Suatu metode untuk mendeteksi ISK atas
menggunakan
antibody-coated bacteria
(ACB)
test
yaitu suatu metode
imunofluroresen yang mendeteksi bakteri yang dilapisi imunoglobulin dalam
sampel urine segar (Coyle dan Prince, 2008).
F.
Keterangan Empiris
20
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai “Evaluasi Kesesuaian Pemilihan Antibiotika Pada
Pasien Infeksi Saluran Kemih berdasarkan Hasil Kultur, Tes Sensitivitas, dan
Urinalisis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Tahun
2011” merupakan jenis penelitian non-eksperimental dengan rancangan penelitian
deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Penelitian ini merupakan penelitian
non-eksperimental karena tidak memberikan perlakuan secara langsung terhadap
subyek uji dan tidak melakukan intervensi ataupun manipulasi, namun penelitian
ini hanya melakukan pengamatan. Penelitian ini mengikuti rancangan deskriptif
evaluatif karena tujuan dari penelitian ini untuk memberikan gambaran informasi
dan evaluasi dengan membandingkan antibiotik yang digunakan untuk terapi
pasien ISK berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitasnya. Penelitian ini bersifat
retrospektif karena bahan yang digunakan adalah data rekam medik yang lampau
pasien ISK yang memiliki data pemeriksaan kultur, tes sensitivitas, dan urinalisis
tahun 2011 (Pratiknya, 2001).
B.
Variabel dan Definisi Operasional Penelitian
a.
Variabel input
: penderita ISK
c.
Variabel output
: kesembuhan pasien
1.
Pasien ISK adalah pasien di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda
dengan diagnosis keluar ISK dan memiliki data pemeriksaan kultur, tes
sensitivitas, serta urinalisis.
2.
Data rekam medis adalah data-data yang diperoleh dari bagian rekam
medis Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang berkaitan dengan data
pasien ISK.
3.
Evaluasi adalah analisa kesesuaian pemilihan antibiotika berdasarkan hasil
kultur dan tes sensitivitas untuk pasien ISK dengan hasil kultur kuman
tumbuh dan kesesuaian antibiotik empirik berdasarkan standar acuan
Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach
(Coyle dan Prince,
2008) untuk pasien ISK yang kultur kumannya tidak tumbuh.
4.
Kultur
kuman
adalah
pemeriksaan
mikrobiologi
untuk
dapat
mengidentifikasi jenis dan jumlah kuman.
5.
Kuman tidak tumbuh merupakan hasil pemeriksaan kultur dimana kuman
penyebab infeksi tidak tumbuh.
6.
Angka kuman adalah jumlah kuman yang terkandung dalam tiap mililiter
urine porsi tengah.
7.
Standar acuan yang digunakan untuk mengkaji antibiotika empirik pasien
ISK yang hasil kulturnya diketahui tidak tumbuh adalah
Pharmacotherapy
: A Pathophysiologic Approach
(Coyle dan Prince, 2008).
9.
Uji urinalisis adalah uji untuk diagnosis dugaan pasien ISK.
10.
Kesesuaian adalah kesesuaian pemilihan antibiotika berdasarkan hasil
kultur dan tes sensitivitas yang hasilnya sensitif.
11.
Efektivitas terapi antibiotika adalah keberhasilan dalam proses terapi dan
memperbaiki kondisi pasien ISK dengan melihat status pulang pasien yang
tercantum di rekam medis.
C.
Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah data rekam medis pasien ISK
yang memiliki data hasil kultur, tes sensitivitas, dan urinalisis. Data rekam medis
ini berisi data klinis pasien dan juga data-data laboratorium selama pasien
menjalani perawatan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda tahun 2011.
1. Kriteria inklusi : pasien ISK rawat inap yang memiliki data pemeriksaan
kultur, tes sensitivitas serta hasil uji urinalisis.
2. Kriteria eksklusi : pasien ISK yang tidak memiliki data pemeriksaan kultur,
tes sensitivitas serta hasil uji urinalisis dan juga pasien ISK yang tidak
mendapat terapi antibiotik.
D.
Lokasi Penelitian
E.
Tata Cara Penelitian
1.
Tahap perencanaan
Pada tahap perencanaan dilakukan analisis situasi dan penentuan masalah.
Tahap analisis situasi dimulai dengan membuat surat izin penelitian dan mencari
informasi pada bagian rekam medik mengenai kasus ISK dan obat yang
digunakan untuk pengobatannya yaitu antibiotika, khususnya di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Bethesda.
2.
Tahap pengumpulan bahan penelitian
Tahap ini dilakukan dengan mengumpulkan bahan penelitian berupa
rekam medis pasien ISK di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda tahun
2011.
3.
Tahap pengumpulan data
Tahap ini dilakukan dengan mengumpulkan data pasien ISK yang
memiliki data hasil kultur, tes sensitivitas, dan uji urinalisis. Data yang
dikumpulkan meliputi : nomor rekam medis, tanggal masuk, tanggal keluar,
diagnosa masuk/keluar, data laboratorium, data non laboratorium, daftar antibiotik
yang diberikan, hasil kultur dan tes sensitivitas, serta gambaran urinalisis.
4.
Tahap pengolahan data
Data dalam penelitian ini meliputi data kualitatif dan kuantitatif. Data
kuantitatif disajikan dalam bentuk tabel dan gambar sedangkan data kualitatif
dengan menggunakan uraian-uraian seperlunya.
yang digunakan pasien, kesesuaian dengan hasil kultur dan tes sensitivitas, data
laboratorium uji urinalisis, dan status pulang pasien.
5.
Tahap analisis data
Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh, data-data
tersebut dianalisis secara deskriptif berdasarkan :
a.
Umur pasien dibagi dalam 6
kelompok
menurut buku
Applied
Therapeutics : The Clinical Use of Drugs
yaitu kelompok umur <1 tahun,
1-4 tahun, 5-14 tahun, 15-24 tahun, 25-65 tahun, dan 65+ tahun.
b.
Jenis kelamin;
c.
Hasil kultur, tes sensitivitas, dan gambaran urinalisis ;
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil pasien ISK yang memiliki data pemeriksaan kultur, tes sensitivitas,
dan urinalisis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda tahun 2011
Jumlah pasien ISK yang memiliki data pemeriksaan kultur dan tes
sensitivitas sebanyak 115 dari 384 pasien dengan diagnosis utama ISK di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda periode 2011. Namun yang memiliki data
pemeriksaan kultur, tes sensitivitas, dan urinalisis hanya 61 pasien sedangkan
sisanya tidak mempunyai data uji urinalisis. Dari 61 pasien tersebut, 36 pasien
hasil kultur kumannya tumbuh dan 25 pasien hasil kulturnya tidak tumbuh
sehingga tes sensitivitas tidak dapat dilakukan.
1. Profil karakteristik pasien ISK berdasarkan jenis kelamin dan umur di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda tahun 2011
Berdasarkan
jenis kelaminnya, pasien ISK yang memiliki data
pemeriksaan kultur, tes sensitivitas, dan gambaran urinalisis lebih banyak pada
pasien perempuan daripada pasien laki-laki. Jumlah pasien ISK yang berjenis
kelamin perempuan sebanyak 37 pasien (61%) dan yang berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 24 pasien (39%). Hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan
Wirawan (2005), dimana pasien ISK yang berjenis kelamin perempuan berjumlah
lebih banyak yaitu 67 pasien dan laki-laki berjumlah 31 pasien. Secara anatomis,
wanita memang lebih berisiko terkena penyakit ISK karena saluran kencing pada
perempuan lebih pendek dibanding laki-laki dan saluran kemih pada perempuan
39%
61% laki-laki
perempuan
Gambar 3. Distribusi pasien ISK berdasarkan jenis kelamin
Penggolongan menurut umur pasien ISK di RS Bethesda didasarkan pada
prevalensi dan insidensi ISK yang mengacu pada buku
Applied Therapeutics :
The Clinical Use of Drugs.
Pasien ISK yang memiliki data pemeriksaan kultur,
tes sensitivitas, dan urinalisis disajikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel II. Penggolongan pasien ISK menurut umur di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Bethesda tahun 2011
Penggolongan umur
(tahun)
Jumlah kasus
Persentase (%)
<1
0 pasien
0
1 - 4
8 pasien
13,11
5 - 14
6 pasien
9,84
15 - 24
6 pasien
9,84
25 - 65
32 pasien
52,46
65+
9 pasien
14,75
Total
61 pasien
100
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan pasien dengan golongan umur
25-65 tahun memiliki jumlah pasien ISK paling banyak yaitu 32 pasien dengan
persentase 52,46% dan golongan umur 65+ tahun sebanyak 9 pasien dengan
produktif dimana perilaku seksual tinggi sehingga kuman dari pasangan hubungan
kelamin masuk ke dalam kandung kemih melalui uretra sedangkan pada usia 65+
tahun organ-organ yang ada dalam tubuh sudah mengalami penuaan sehingga
menyebabkan lebih rentan terkena penyakit/ infeksi. Hasil serupa juga ditemukan
pada penelitian Wirawan (2005) yaitu sebanyak 34,69% pasien ISK masuk dalam
golongan usia produktif. Pada usia produktif kejadian ISK lebih banyak karena
adanya peningkatan aktivitas seksual (Coyle dan Prince, 2008).
2. Profil pengobatan pasien ISK berdasarkan antibiotik yang digunakan di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda tahun 2011
Pasien ISK yang memiliki data pemeriksaan kultur, tes sensitivitas, dan
urinalisis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda tahun 2011 seluruhnya
mendapatkan terapi antibiotik. Berdasarkan data rekam medis, pasien ISK yang
memiliki data pemeriksaan kultur, tes sensitivitas, dan urinalisis ada yang hanya
menerima antibiotik empirik, ada yang menerima lebih dari satu macam
antibiotika untuk terapi kombinasi dan ada pasien yang mendapatkan antibiotik
absolut sebagai antibiotik pengganti antibiotik empirik. Antibiotik absolut
diberikan berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas yang selektifitasnya tinggi
dimana sudah diketahui pola resistensinya. Terapi kombinasi yang akan diberikan
harus benar-benar dipertimbangkan akibat yang mungkin saja dapat merugikan
misalnya antagonisme, meningkatnya efek samping, superinfeksi, dan
peningkatan biaya (Juwono dan Prayitno, 2003). Antibiotika empirik diberikan
pada pasien ISK sebelum diketahui hasil kultur dan tes sensitivitas sehingga
kuman penginfeksi, pola resistensi kuman, dan tingkat keparahan penyakit.
Setelah diketahui hasil kultur dan tes sensitivitasnya maka perlu dilakukan
penggantian antibiotika yang sesuai dengan hasil kultur dan tes sensitivitas.
a. Golongan antibiotika yang digunakan pada pasien ISK
Golongan antibiotika yang digunakan pasien ISK adalah golongan
sefalosporin, golongan kuinolon, golongan aminoglikosida, golongan antibotik
lainnya, golongan beta laktam lainnya, dan golongan sulfonamida. Dari data
jumlah pasien yang menggunakan antibiotika, golongan antibiotika yang paling
banyak digunakan adalah golongan sefalosporin yaitu sebanyak 54,03% dan
golongan kuinolon sebanyak 35,05%. Hal ini sama dengan penelitian Yudasmoro
(2008) yang menyatakan antibiotika golongan sefalosporin merupakan golongan
yang paling banyak digunakan, sedangkan pada penelitian yang dilakukan
Wirawan (2005) golongan antibiotika yang paling banyak diresepkan adalah
golongan beta laktam dan kuinolon, artinya penggunaan antibiotik ditiap rumah
sakit berbeda-beda. Menurut Jawetz
et al.,
(2004), golongan sefalosporin paling
banyak diberikan karena antibiotika golongan sefalosporin merupakan obat yang
diekskresikan terutama pada filtrasi glumerolus dan sekresi tubulus ke dalam
Tabel III. Golongan antibiotik yang digunakan pasien ISK di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Bethesda Tahun 2011
No.
Golongan
antibiotika
Jumlah kasus
antibiotika
Persentase (%)
1.
Sefalosporin
53 antibiotik
54,63
2.
Kuinolon
34 antibiotik
35,05
3.
Aminoglikosida
5 antibiotik
5,15
4.
Sulfonamida
2 antibiotik
2,06
5.
Beta laktam lainnya
2 antibiotik
2,06
6.
Antibiotik lainnya
1 antibiotik
1,03
TOTAL
97 antibiotik
100
b. Jenis antibiotika yang digunakan pada pasien ISK
1) Antibiotik golongan sefalosporin
Golongan sefalosporin yang paling banyak digunakan adalah jenis
seftriakson yaitu sebanyak 20 kasus penggunaan. Seftriakson merupakan generasi
ketiga golongan sefalosporin dengan aktivitas lebih besar dibanding generasi
kedua yang dapat melawan bekteri gram negatif tertentu. Waktu paruh seftriakson
lebih panjang sehingga diberikan satu kali sehari (Anonim, 2009).
Tabel IV. Jenis antibiotika golongan sefalosporin yang digunakan pasien ISK
No.
Jenis
1.
Seftriakson
17 antibiotik
3 antibiotik
20 antibiotik
37,74
2.
Sefiksim
10 antibiotik
2 antibiotik
12 antibiotik
22,64
3.
Sefotaksim
9 antibiotik
-
9 antibiotik
16,99
4.
Seftazidim
4 antibiotik
1 antibiotik
5 antibiotik
9,43
5.
Sefoperazon
sulbaktam
-
2 antibiotik
2 antibiotik
3,77
6.
Sefadroksil
2 antibiotik
-
2 antibiotik
3,77
7.
Seftisoksim
2 antibiotik
-
2 antibiotik
3,77
8.
Sefepim
1 antibiotik
-
1 antibiotik
1,89
2) Antibiotik golongan kuinolon
Golongan kuinolon yang paling banyak digunakan adalah jenis
levofloksasin yaitu sebanyak 19 kasus penggunaan. Levofloksasin aktif melawan
kuman gram positif dan gram negatif. Levofloksasin memiliki aktivitas lebih
besar untuk melawan Pneumococci
dibanding siprofloksasin (Anonim, 2009).
Tabel V. Jenis antibiotika golongan kuinolon yang digunakan pasien ISK
No.
Jenis
1.
Levofloksasin 16 antibiotik
3 antibiotik
19 antibiotik
55,89
2.
Siprofloksasin 6 antibiotik
4 antibiotik
10 antibiotik
29,41
3.
Ofloksasin
5 antibiotik
-
5 antibiotik
14,70
Total
34 antibiotik
100
3) Antibiotik golongan aminoglikosida
Golongan aminoglikosida yang paling banyak digunakan adalah jenis
amikasin yaitu sebanyak 3 kasus. Amikasin lebih stabil dibanding gentamisin dan
diindikasikan untuk melawan kuman gram negatif yang resisten terhadap
gentamisin (Anonim, 2009).
Tabel VI. Jenis antibiotika golongan aminoglikosida yang digunakan pasien
ISK
1.
Amikasin
1 antibiotik
3 antibiotik
4 antibiotik
80
2.
Gentamisin
-
1 antibiotik
1 antibiotik
20
4) Antibiotik golongan sulfonamida
Golongan
sulfonamida
yang
paling
banyak
digunakan
adalah
sulfametoksazol trimetoprim yaitu sebanyak 2 kasus. Sulfametoksazol dan
trimetoprim digunakan secara kombinasi karena aktivitas sinergistiknya dan
digunakan sebagai antibakterial tunggal (Anonim, 2009).
Tabel VII. Jenis antibiotika golongan sulfonamida yang digunakan pasien
ISK
2 antibiotik
-
2 antibiotik
100
Total
2 antibiotik
100
5) Antibiotik golongan beta laktam lainnya
Antibiotik golongan beta laktam lainnya yang digunakan dalam kasus ini
adalah tripenem yaitu sebanyak 2 kasus. Tripenem mengandung senyawa
meropenem. Meropenem diindikasikan untuk melawan bakteri gram positif dan
gram negatif, namun tidak efektif untuk melawan kuman MRSA dan
Enterococcus
faecium
(Anonim, 2009)
.
Tabel VIII. Jenis antibiotika golongan beta laktam lainnya yang digunakan
pasien ISK
1.
Meropenem
2 antibiotik
-
2 antibiotik
100
6) Golongan antibiotik lainnya
Golongan antibiotik lainnya yang ditemukan dalam kasus adalah
kloramfenikol yaitu sebanyak 1 kasus. Kloramfenikol merupakan antibiotik yang
berspektrum luas dan mempunyai khasiat bakteriostatis terhadap hampir semua
gram positif serta sejumlah kuman gram negatif (Anonim, 2009).
Tabel IX. Jenis antibiotika golongan antibiotika lainnya yang digunakan
pasien ISK
No.
Jenis
antibiotika
Kasus
antibiotik
empirik
Kasus
antibiotik
absolut
Jumlah
antibiotik
Persentase
(%)
1.
Kloramfenikol
-
1 antibiotik
1 antibiotik
100
Total
1 antibiotik
100
3. Profil karakterisitik hasil urinalisis pasien ISK di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Bethesda tahun 2011
Pemeriksaan urinalisis pada pasien yang didiagnosa oleh dokter ISK, dapat
digunakan sebagai penunjang bahwa pasien memang benar menderita ISK. Uji
urinalisis yang dilakukan di Laboratorium Klinik Rumah Sakit Bethesda antara
lain : warna urine, BJ urine, pH urine, protein, glukosa, dan sedimen (lekosit
pucat, sel gliter, lekosit gelap, eritrosit, epitel, Ca oksalat, asam urat, triple fosfat,
bakteri, jamur, silinder
hyaline, silinder granula, silinder epitel, silinder eritrosit,
silinder lekosit). Pasien dengan lekosit dalam urine menandakan bahwa ia
mengalami infeksi. Lekosit pucat menandakan bahwa infeksi terjadi di atas ureter,
sedangkan lekosit gelap menandakan bahwa infeksi terjadi di bawah ureter.
Pasien dengan proteinuria sedang dapat ditafsirkan bahwa terjadi ISK distal
(Sutedjo, 2008). Hasil pemeriksaan warna urine pada pasien ISK hampir semua
(4,5-8,0). Gambaran hasil pemeriksaan urinalisis yang lain pada pasien ISK dapat
dilihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel X. Gambaran hasil pemeriksaan urinalisis pada pasien ISK di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda tahun 2011
No.
Uji urinalisis (hasil positif)
Jumlah
1.
Lekosit gelap
58 kasus
2.
Lekosit pucat
31 kasus
3.
Epitel
26 kasus
4.
Eritrosit
23 kasus
5.
Protein
22 kasus
6.
Bakteri
5 kasus
7.
Ca oksalat
2 kasus
8.
Silinder granula
2 kasus
Dari tabel dapat diketahui, hampir semua pasien yang diduga ISK terdapat
lekosit gelap dalam urine yaitu sebanyak 58 kasus, pada sebagian pasien terdapat
lekosit pucat dalam urine yaitu sebanyak 31 kasus dan pasien dengan proteinuria
sebanyak 22 kasus. Pasien dengan epitel dalam urine sebanyak 26 kasus. Namun
epitel positif dalam urine tidak menunjang bahwa pasien mengalami ISK, hanya
biasanya jika lekosit pucat atau lekosit gelap positif maka akan diikuti kenaikan
epitel. Pasien dengan eritrosit dalam urine sebanyak 23 kasus yang menunjukkan
adanya luka baru. Pasien dengan bakteri dalam urine sebanyak 5 kasus. Pasien
dengan Ca oksalat dan silinder granula dalam urine masing-masing sebanyak 2
kasus.
4. Profil pasien ISK berdasarkan hasil kultur kuman di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Bethesda tahun 2011
`Bahan pemeriksaan yang digunakan untuk kultur adalah biakan urine.
Dari biakan urine yang dibiakkan dalam beberapa hari tersebut dapat diketahui
antibiotika untuk suatu infeksi biasanya dipengaruhi oleh jenis bakteri.
Penggolongan bakteri berdasarkan hasil pemeriksaan kultur yang dilakukan di
Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit Bethesda tahun 2011 disajikan dalam
diagram berikut.
Gambar 4. Diagram golongan bakteri hasil pemeriksaan kultur kuman
pasien ISK di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda tahun 2011
Berdasarkan diagram di atas, ditunjukkan sebanyak 42% kuman yang
tumbuh termasuk golongan bakteri gram positif, 30% termasuk golongan bakteri
gram negatif, dan 28% diketahui kultur kuman tidak tumbuh. Kuman yang
tumbuh pada satu pasien bisa tidak hanya satu jenis kuman, melainkan bisa dua
atau tiga jenis kuman. Jenis kuman yang tumbuh pada pasien ISK disajikan dalam
Tabel XI. Jenis kuman yang tumbuh pada pasien ISK di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Bethesda tahun 2011
No.
Jenis kuman
Jumlah
Persentase
(%)
Golongan
kuman
1.
Enterococcus sp.
10 kasus
19,23
Gram positif
2.
Leclercia adecarboxylata
7 kasus
13,46
Gram negatif
3.
Staphylococcus aureus
7 kasus
13,46
Gram positif
4.
MRSE (Methicillin Resistant
Staphylococcus Epidermidis)
6 kasus
11,54
Gram positif
5.
Pseudomonas sp.
4 kasus
7,69
Gram negatif
6.
Providencia alcalifacient
3 kasus
5,77
Gram negatif
7.
Cedecea neteri
3 kasus
5,77
Gram negatif
8.
Aeromonas sp.
2 kasus
3,84
Gram negatif
9.
Eschericia coli
1 kasus
1,92
Gram negatif
10.
Staphylococcus epidermidis
1 kasus
1,92
Gram positif
11.
Proteus peneri
1 kasus
1,92
Gram negatif
12.
Pseudomonas aeruginosa
1 kasus
1,92
Gram negatif
13.
MRSA (Methicillin Resistant
Staphylococcus Aureus)
1 kasus
1,92
Gram positif
14.
Klebsiella oxytoca
1 kasus
1,92
Gram negatif
15.
Acinetobacter sp.
1 kasus
1,92
Gram negatif
16.
Citrobacter farmeri
1 kasus
1,92
Gram negatif
17.
Enterobacter omnigenus grup
1 kasus
1,92
Gram negatif
18.
Streptococcus Alpha Non
penumonas
1 kasus
1,92
Gram positif
Berdasarkan tabel di atas, ditunjukkan dari hasil kultur kuman yang
banyak tumbuh pada pasien adalah Enterococcus sp. sebanyak 10 kasus (19,23%)
serta
Leclercia adecarboxylata
dan
Staphylococcus aureus
masing-masing
sebanyak 7 kasus (13,46%). Menurut Fish (2009),
Eschericia coli
menyebabkan
75-90% ISK dan Staphylococcus saprophyticus
menyebabkan sekitar 5-20% ISK.
Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi kebanyakan disebabkan oleh
mikroorganisme tunggal. Namun dalam kasus pasien ISK di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Bethesda, kuman penyebab ISK yang paling banyak adalah
Yudasmoro (2008), dimana pada penelitian mereka jenis kuman yang paling
banyak tumbuh adalah
Enterobacter sp.
dari golongan kuman gram negatif,
sedangkan kuman penyebab ISK yang paling banyak tumbuh di RS Bethesda
adalah
Enterococcus sp. yang termasuk golongan kuman gram positif, sehingga
dapat disimpulkan bahwa tiap rumah sakit memiliki pola kuman yang
berbeda-beda.
5. Profil angka kuman hasil kultur pasien ISK di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Bethesda tahun 2011
Pemeriksaan yang paling penting untuk penegakan ISK adalah dengan
melakukan kultur kuman dengan bahan biakan urine. Jumlah kuman dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain kondisi hidrasi pasien, frekuensi berkemih dan
pemberian antibiotika sebelumnya. Bakteriuria bermakna bila ditemukan bakteri
patogen lebih atau sama dengan 100.000 per ml urine porsi tengah (UPT). Istilah
bakteriuria lebih bermakna dipakai untuk membedakan antara bakteri yang
benar-benar berkembang biak di dalam air kemih dan bakteri yang merupakan cemaran.
Bakteri cemaran biasanya berada dalam jumlah antara 1.000 sampai dengan
100.000 koloni per ml UPT (Samirah, Darwanti, Windarwati, dan Hardjoeno,
2006). Gambaran angka kuman pada pasien ISK di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Bethesda disajikan dalam tabel berikut.
Tabel XII. Angka kuman hasil kultur kuman tumbuh pada pasien ISK di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda tahun 2011
No.
Angka kuman
Jumlah kasus
(n=36)
Persentase (%)
1.
Lebih dari 10
5CFU/mL
15
41,67
2.
10
3-10
5CFU/mL
10
27,78
Dari tabel di atas, angka kuman hasil kultur dengan jumlah kuman >10
5CFU/mL dalam urine sebanyak 41,67%, artinya dapat dipastikan bahwa bakteri
yang tumbuh merupakan penyebab ISK. Untuk angka kuman hasil kultur dengan
jumlah 10
3-10
5CFU/mL dalam urine sebanyak 27,78%, jumlah ini dianggap
kemungkinan kontaminasi belum dapat disingkirkan dan sebaiknya dilakukan
biakan ulang dengan bahan urine yang baru. Angka kuman yang jumlahnya
kurang dari 10
3CFU/mL sebanyak 30,56%, jumlah kuman ini dapat diartikan
bakteri yang tumbuh kemungkinan besar hanya merupakan kontaminasi flora
normal dari muara uretra.
6. Profil karakteristik pasien ISK terkomplikasi di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Bethesda tahun 2011
5%
95%
ISK komplikasi ISK tanpa komplikasi