• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi kesesuaian pemilihan antibiotika pada pasien infeksi saluran kemih berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas dengan parameter angka leukosit urin di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi kesesuaian pemilihan antibiotika pada pasien infeksi saluran kemih berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas dengan parameter angka leukosit urin di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih."

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Infeksi saluran kemih merupakan masalah yang ditemukan pada semua umur, meskipun prevalensinya berbeda- beda. Antibiotika merupakan obat terapi utama pada pasien infeksi saluran kemih. Pemilihan antibiotika untuk terapi infeksi saluran kemih seharusnya berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas . Kultur dan tes sensitivitas menentukkan kesesuaian antibiotika yang digunakan pasien, dan kesesuaian antibiotika dengan hasil kultur dan tes sensitivitas menentukkan hasil terapi yang diharapkan. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian pemilihan antibiotika pada pasien infeksi saluran kemih berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas dengan mengunakan parameter angka leukosit urin. Pada penelitian ini juga menggunakan data status pulang pasien dan data angka leukosit urin sebagai pembanding.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional karena tidak memberikan perlakuan secara langsung pada subjek uji. Penelitian ini mengunakan metode penelitian deskriptif evaluatif.

Hasil penelitian menunjukkan dari 7 pasien ISK yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas, 4 pasien tidak dapat diketahui kesesuaian antibiotika karena antibiotika yang diberikan tidak tercantum dalam daftar cakram antibiotika, 2 pasien tidak dapat diketahui kesesuaian antibiotika karena pulang sebelum hasil kultur dan tes sensitivitas diketahui, dan 1 pasien tidak diketahui karena hasil kultur tidak tumbuh.

(2)

Urinary tract infection represent the problem of which is found at all of age, thoudh its his diferent each other. Antibiotic represent especial therapy drug at uirnary tract infection patient. Election of antibiotic for therapy of urinary tract infection ought to pursuant to result of and culture of sensitivity test. Culture and of sensitivity determine according to used by antibiotic is patient, and according to antibiotic with result of and culture of sensitivity test determine result of therapy expected. At this research aim to evaluste according to election of antibiotic at urinary tract infection patient pursuant to result of and culture of sensitivity test by using leucocyte number parameter of urine. At this research also use statue go home leucocyte number data and patient of urine as comparator.

This research represent research of observational because do not give treatment directly at test subject. This research use descriptive research method of evaluative.

Result of research show from 7 patient of UTI owning data result of and culture of sensitivity test, 4 ignorable patient according to antibiotic because given antibiotic do not be contained in disk list of antibiotic, 2 ignorable patient according to antibiotic because going home before result of and culture of sensitivity test known, and 1 unknown patient result of culture barren of.

Keyword: antibiotic, urinary tract infection, culture and sensitivity test ,leucocyte number of urine

(3)

EVALUASI KESESUAIAN PEMILIHAN ANTIBIOTIKA

PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH BERDASARKAN

HASIL KULTUR DAN TES SENSITIVITAS DENGAN

PARAMETER ANGKA LEUKOSIT URIN DI INSTALASI

RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH PERIODE

JANUARI - JUNI 2006

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

Program Studi Farmasi

Oleh : Vitus Pikam Yudasmoro

NIM : 008114149

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

EVALUASI KESESUAIAN PEMILIHAN ANTIBIOTIKA

PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH BERDASARKAN

HASIL KULTUR DAN TES SENSITIVITAS DENGAN

PARAMETER ANGKA LEUKOSIT URIN DI INSTALASI

RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH PERIODE

JANUARI - JUNI 2006

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

Program Studi Farmasi

Oleh : Vitus Pikam Yudasmoro

NIM : 008114149

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

(5)

Persetujuan Skripsi

EVALUASI KESESUAIAN PEMILIHAN ANTIBIOTIKA

PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH BERDASARKAN

HASIL KULTUR DAN TES SENSITIVITAS DENGAN

PARAMETER ANGKA LEUKOSIT URIN DI INSTALASI

RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH

PERIODE JANUARI - JUNI 2006

Oleh :

Vitus Pikam Yudasmoro

NIM : 008114149

Telah disetujui oleh :

Pembimbing

Dra. A. M. Wara Kusharwanti , M.Si., Apt

Tanggal : ……….

(6)

Pengesahan Skripsi

EVALUASI KESESUAIAN PEMILIHAN ANTIBIOTIKA

PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH BERDASARKAN

HASIL KULTUR DAN TES SENSITIVITAS DENGAN

PARAMETER ANGKA LEUKOSIT URIN DI INSTALASI

RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH

PERIODE JANUARI - JUNI 2006

Oleh :

Vitus Pikam Yudasmoro NIM : 008114149

(7)

Karya ini kupersembahkan untuk :

Almarhum Bapak dan ibuku tercinta

(8)
(9)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah dan

kemudahannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “

Evaluasi Kesesuaian Pemilihan Antibiotika Pada Pasien Infeksi Saluran

Kemih Berdasarkan Hasil Kultur Dan Tes Sensitivitas dengan Parameter

Angka Leukosit Urin Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Periode Januari – Juni 2006 “. Selesainya skripsi ini tidak lepas dari

bantuan, dukungan, dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :

1. Ibu. Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma

2. Bpk. dr. St. Arif Haliman, MPH selaku direktur Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta

3. Ibu. Dra. A.M. Wara Kusharwanti,M.Si.,Apt selaku dosen pembimbing

skripsi yang selalu memberi masukan pengetahuan, kritik, dan saran yang

luar biasa dan selalu sabar pada penulis

4. Bpk. Ipang Djunarko, S.Si.,Apt selaku dosen penguji yang banyak

memberi pengetahuan dan saran yang berharga

5. Ibu. dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK selaku dosen penguji yang banyak memberi

pengetahuan dan saran yang berharga

6. Semua dosen di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang

memberikan banyak ilmunya

(10)

kasih sayang, dan doa semoga Tuhan selalu memberkati

8. Frater Ferry Gamgenora yang selalu setia mendampingi penulis dalam

suka maupun duka dan memberi motivasi dan doa.

9. Umat Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran yang ikut mendoakan

ujub penulis khususnya dalam keberhasilan studi

10. Gereja Ganjuran dan Gereja Salib suci gunung sempu yang menjadi

tempat berdoa selama ini.

Yogyakarta, Oktober 2008

Vitus Pikam Yudasmoro

(11)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesunguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Oktober 2008

Penulis,

Vitus Pikam Yudasmoro

(12)

INTISARI

Infeksi saluran kemih merupakan masalah yang ditemukan pada semua umur, meskipun prevalensinya berbeda- beda. Antibiotika merupakan obat terapi utama pada pasien infeksi saluran kemih. Pemilihan antibiotika untuk terapi infeksi saluran kemih seharusnya berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas . Kultur dan tes sensitivitas menentukkan kesesuaian antibiotika yang digunakan pasien, dan kesesuaian antibiotika dengan hasil kultur dan tes sensitivitas menentukkan hasil terapi yang diharapkan. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian pemilihan antibiotika pada pasien infeksi saluran kemih berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas dengan mengunakan parameter angka leukosit urin. Pada penelitian ini juga menggunakan data status pulang pasien dan data angka leukosit urin sebagai pembanding.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional karena tidak memberikan perlakuan secara langsung pada subjek uji. Penelitian ini mengunakan metode penelitian deskriptif evaluatif.

Hasil penelitian menunjukkan dari 7 pasien ISK yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas, 4 pasien tidak dapat diketahui kesesuaian antibiotika karena antibiotika yang diberikan tidak tercantum dalam daftar cakram antibiotika, 2 pasien tidak dapat diketahui kesesuaian antibiotika karena pulang sebelum hasil kultur dan tes sensitivitas diketahui, dan 1 pasien tidak diketahui karena hasil kultur tidak tumbuh.

Kata kunci : Antibiotika, infeksi saluran kemih , kultur dan tes sensitivitas, angka leukosit urin

(13)

Urinary tract infection represent the problem of which is found at all of age, thoudh its his diferent each other. Antibiotic represent especial therapy drug at uirnary tract infection patient. Election of antibiotic for therapy of urinary tract infection ought to pursuant to result of and culture of sensitivity test. Culture and of sensitivity determine according to used by antibiotic is patient, and according to antibiotic with result of and culture of sensitivity test determine result of therapy expected. At this research aim to evaluste according to election of antibiotic at urinary tract infection patient pursuant to result of and culture of sensitivity test by using leucocyte number parameter of urine. At this research also use statue go home leucocyte number data and patient of urine as comparator.

This research represent research of observational because do not give treatment directly at test subject. This research use descriptive research method of evaluative.

Result of research show from 7 patient of UTI owning data result of and culture of sensitivity test, 4 ignorable patient according to antibiotic because given antibiotic do not be contained in disk list of antibiotic, 2 ignorable patient according to antibiotic because going home before result of and culture of sensitivity test known, and 1 unknown patient result of culture barren of.

(14)

HALAMAN JUDUL

…. ……….. ii

HALAMAN PERSETUJUAN…….

……….iii

HALAMAN PENGESAHAN

.………..………..iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

.………….………..………...v

PRAKATA

……….……….………vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

……….………..viii

INTISARI

..………..……….……….. ix

ABSTRACT

……...………x

DAFTAR ISI

..……….xii

DAFTAR TABEL

…..………. xvi

DAFTAR GAMBAR

………….………..xvii

DAFTAR LAMPIRAN………...……….xviii

BAB I. PENGANTAR……….…………..……….. 1

A.

Latar Belakang……….. 1

1. Rumusan masalah……….. 3

2. Keaslian penelitian………. 4

3. Manfaat penelitian………. 5

B. Tujuan Penelitian ………. 5

(15)

1. Tujuan umum………... 5

2. Tujuan khusus……….. 5

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA……….…..……… 7

A. Antibiotika……… 7

1. Definisi………. 7

2. Mekanisme kerja ……… 7

3. Pengolongan antibiotika………... 8

4. Resistensi……….. 8

B. Infeksi Saluran Kemih……….... 9

1. Definisi ……… 9

2. Etiologi……….. 10

3. Patogenesis……… 11

4. Gambaran klinis dan diagnosa umum………12

5. Faktor risiko………. 14

6. Tindakan pencegahan………... 15

C. Kultur Kuman……….. 16

D. Tes Sensitivitas……… 19

1. Cara cakram……… .20

2. Uji konsentrasi penghambatan minimum………. 20

E. Leukosit Urin………. 20

F. Keterangan Empiris……… 22

BAB III. METODE PENELITIAN………..……….. 23

(16)

C. Bahan Penelitian……… . 24

D. Lokasi Penelitian……… 24

E. Jalannya Penelitian……… 25

1. Tahap perencanaan……… 25

2. Tahap pengumpulan bahan……….. .25

3. Tahap pengumpulan data………. 25

4. Tahap pengolahan data………. 25

5. Tahap analisis data………... 26

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………... 27

A. Karakteristik Pasien………. 27

B. Gambaran Kultur dan Tes Sensitivitas………. 29

1. Lama pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas……….. 29

2. Gambaran hasil kultur………. 30

3. Gambaran tes sensitivitas……… 32

C. Profil Antibiotika yang Digunakan……… 33

D. Evaluasi Kesesuaian Pemilihan Antibiotika Berdasarkan Hasil Kultur dan Tes Sensitivitas……… 35

1. Kasus 1………... 35

2. Kasus 2……….. 37

3. Kasus 3……….. 39

4. Kasus 4……… 40

5. Kasus 5………. 41

6. Kasus 6………. 42

(17)

7. Kasus 7……… 43

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………..….………..44

A. Kesimpulan ……….………. 44

B. Saran……….…...45

DAFTAR PUSTAKA……….………46

LAMPIRAN……… 48

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kriteria bakteriuria………. 13

Tabel 2. Pengolongan pasien ISK berdasarkan umur……… 29

Tabel 3. Lama pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas……… 30

Tabel 4. Hasil pemeriksaan kultur………31

Tabel 5. Hasil tes sensitivitas……….. 32

Tabel 6. Kesesuaian antibiotika yang digunakan dengan cakram antibiotika di laboratorium………..32

Tabel 7. Kesesuaian pemilihan antibiotika dengan hasil kultur dan tes sensitivitas ………. . 33

Tabel 8. Golongan dan jenis antibiotika………. 34

Tabel 9. Kasus 1………..……….. 36

Tabel 10. Kasus 2……….………. 38

Tabel 11. Kasus 3……… 39

Tabel 12. Kasus 4………. 40

Tabel 13. Kasus 5………. 41

Tabel 14. Kasus 6………. 42

Tabel 15. Kasus 7………. 43

(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi saluran kemih……… 10

Gambar 2. Alogaritma diagnosis ISK……… 14

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1. Ijin penelitian………48

(21)

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan masalah yang ditemukan

pada semua umur, meskipun prevalensinya berbeda – beda. Pada bayi

berumur sampai enam bulan prevalensi ISK adalah dua kasus tiap seribu.

Dan biasannya lebih umum menyerang bayi laki- laki dibanding dengan

bayi perempuan. Pada anak- anak pra sekolah, ISK menjadi lebih umum

terjadi akan tetapi prevalensi bakteriuria pada anak perempuan lebih besar

dibandingkan dengan anak laki- laki yaitu 4,5 % pada anak perempuan dan

0,5 % pada anak laki- laki. Pada anak- anak yang usiannya lebih tua,

prevalensi bakteriuria adalah 1, 2 % pada anak perempuan dan 0,03 %

pada anak laki- laki . Sedikitnya 8 % anak perempuan dan 2 % anak laki-

laki akan mengalami ISK selama masa kanak- kanak. Pada anak

perempuan, sekitar dua pertiga dari kasus ISK adalah asimtomatik.

Kejadian selama masa kanak- kanak tampaknya akan mendorong terjadinnya

insidensi bakteriuria yang lebih tinggi pada masa dewasa (Bint and

Berrington, 2003).

Tiap tahun, di United States terdapat lebih dari 7 juta pasien rawat

jalan dan 1 juta pasien rawat inap karena infeksi saluran kemih. Infeksi

saluran kemih sangat berpengaruh pada kesehatan sosial (Herfindal and

Gourley, 2000). Infeksi saluran kemih masih merupakan problem di

negara

(22)

Indonesia , meskipun belakangan ini penyakit - penyakit degenerasi dan

keganasan mulai meningkat, tetapi infeksi saluran kemih masih tetap banyak

(Achmad,2004).

Antibiotika merupakan obat terapi utama pada pasien infeksi saluran

kemih (ISK). Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama

fungi yang dapat menghambat atau membasmi mikroorganisme jenis lain.

Banyak antibiotika dewasa ini dibuat secara sintetik atau semisintetik.

Antibiotika diartikan sebagai obat yang digunakan membasmi mikroba

penyebab infeksi pada manusia, dan ditentukan haruslah bersifat sangat

toksik bagi mikroba dan relatif tidak toksik bagi manusia (Setiabudi, 2007).

Pemilihan antibiotika untuk penatalaksanaan penyakit infeksi termasuk

infeksi saluran kemih seharusnya berdasarkan hasil kultur dan tes

sensitivitas kuman terhadap antibiotika. Setelah hasil kultur dan tes

sensitivitas diketahui maka dilakukan evaluasi terhadap antibiotika empirik

yang diberikan apakah sudah sesuai atau belum sesuai. Pengantian

antibiotika dapat dilakukan apabila antibiotika yang digunakan tidak sesuai

(Anonim,2003).

Evaluasi kesesuaian pemilihan antibotika pada pasien ISK berdasarkan

hasil kultur dan tes sensitivitas di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti

Rapih periode Janauri - Juni 2006 ini dilakukan karena pada penelitian

Wirawan (2004) disimpulkan bahwa sebagian besar pasien

mendapatkan antibiotika yang tidak sesuai dengan hasil kultur dan tes

(23)

sensitivitas namun kondisi pasien setelah terapi sembuh.

ISK periode Januari – Juni 2006 menempati peringkat ke-13 dalam

kasus penyakit terbanyak di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wirawan (2004), infeksi saluran

kemih di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih pada tahun 2004

masuk dalam sepuluh besar kasus penyakit terbanyak dan sepanjang tahun

2006 infeksi saluran kemih menempati peringkat kesebelas.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian pemilihan

antibiotika berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas pada pasien infeksi

saluran kemih periode Januari- Juni 2006 di Instalasi Rawat Inap Rumah

Sakit Panti Rapih. Kultur dan tes sensitivitas adalah metode untuk

menentukan jenis kuman dan kepekaanya terhadap antibiotika. Hasil dari

kultur dan tes sensitivitas untuk menentukan pemilihan antibiotika yang

sesuai. Kesesuaian pemilihan antibiotika sangat menentukan hasil terapi yang

diharapkan (Wirawan,2004).

1. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan yang ada pada

kesesuaian pemilihan antibiotika pasien ISK di Instalasi Rawat Inap Rumah

Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006.

a. Seperti apakah karakteristik pasien ISK yang memiliki data hasil

kultur dan tes sensitivitas antibiotika di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Panti Rapih periode Januari- Juni 2006 ?

(24)

b. Seperti apakah gambaran hasil kultur dan tes sensitivitas yang dilakukan

pada pasien ISK di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih ?

c. Seperti apakah gambaran pemilihan antibiotika pada pasien ISK yang

memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas meliputi golongan dan jenis

antibiotika ?

d. Bagaimana evaluasi kesesuaian pemilihan antibiotika pada pasien ISK yamg

memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas ?

2. Keaslian penelitian

Penelitian tentang evaluasi kesesuaian pemilihan antibiotika pada

pasien ISK berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas belum pernah

dilakukan. Penelitian tentang Infeksi Saluran Kemih pernah dilakukan oleh

Wirawan (2004) mengenai kajian pengunaan antibiotika pada pasien infeksi

saluran kemih di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Periode

Juni- Desember 2004. Penelitian ini lebih menekankan pada pasien infeksi

saluran kemih yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas dan

melakukan evaluasi mengenai kesesuaian pemilihan antibiotika berdasarkan

hasil kultur dan tes sensitivitas dengan mengunakan parameter angka

leukosit urin. Penelitian lain mengenai pola peresepan pada pasien Infeksi

Saluran Kemih pernah dilakukan oleh Purwaningsih (2000) dan Matfuah

(25)

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi evaluasi

kesesuaian pemilihan antibiotika berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas

pada pasien ISK berdasarkan parameter angka leukosit urin di Instalasi

Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih.

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjaga atau meningkatkan

kerasionalan terapi kasus infeksi saluran kemih di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Panti Rapih untuk tahun selanjutnya.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian pemilihan

antibiotika berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas dengan parameter

angka leukosit urin pada pasien ISK di unit Instalasi Rawat Inap Rumah

Sakit Panti Rapih periode Januari- Juni 2006.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a. Mengetahui karakteristik pasien ISK yang memiliki data hasil kultur

dan tes sensitivitas di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

periode Januari –Juni 2006;

(26)

pasien ISK;

c. Mengetahui gambaran pemilihan antibiotika untuk pasien ISK yang

memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas meliputi golongan dan jenis

antibiotika;

d. Mengevaluasi kesesuaian pemilihan antibiotika yang sesuai maupun

yang tidak sesuai dengan hasil kultur dan tes sensitivitas dengan

(27)

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Antibiotika

1. Definisi

Antibiotika berasal dari kata anti yang artinya lawan dan bios yang

artinya hidup. Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh ragi

dari bakteri yang memiliki khasiat mematikan dan menghambat

mikroorganisme, dengan toksisitas relatif kecil bagi manusia (Tjay dan

Rahardja,2002).

Pengertian lain diberikan oleh Widjajanti (2001), yaitu antibiotika adalah

suatu bahan kimia yang dikeluarkan oleh jasad renik hasil sintetik atau

semisintetik yang mempunyai struktur sama dan zat ini memusnahkan

jasad renik lainnya.

2. Mekanisme kerja antibiotika

Cara kerja terpenting adalah perintangan sintesa protein, sehingga

kuman musnah atau tidak berkembang lagi, misalnya kloramfenikol,

tetrasiklin bekerja terhadap dinding sel seperti penisilin dan sefalosporin

atau membran sel (polimiksin, zat- zat polyen, dan imidazol) (Tjay dan

Rahardja,2002).

Antibiotika tidak aktif terhadap kebanyakan virus kecil, mungkin karena

virus tidak memiliki proses metabolisme sesunguhnya melainkan tergantung

seluruhnya dari proses tuan rumah (Tjay dan Rahardja,2002).

(28)

2. Pengolongan antibiotika

Berdasarkan aktivitasnya antibiotika dibagi dalam dua kelompok besar

yaitu :

a. Antibiotika berspekturm luas (Broad Spectrum) yaitu antibiotika yang

dapat mematikan bakteri gram positif maupun gram negatif. Antibiotika

golongan ini diharapkan dapat mematikan sebagian besar bakteri, termasuk

virus tertentu dan protozoa. Antibiotika Broad Spectrum misalnya penisilin

dan derivatnya, kloramfenikol dan derivatnya.

b. Antibiotika yang berspektrum sempit (Narrow Spectrum) yaitu antibiotika

yang hanya aktif pada beberapa jenis bakteri. Termasuk golongan ini adalah

streptomisin dan neomisin (Widjajanti,2001).

4. Resistensi

Resistensi sel adalah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel oleh

antibiotika. Resisten adalah suatu fenomena kompleks yang terjadi dengan

pengaruh dari mikrobia, obat antimikroba, lingkungan, penderita. Peristiwa ini

dapat terjadi terpisah atau sebagai interaksi bersama, hal ini menjadi sangat

penting proses transmisi mikroba yang resisten terhadap obat. Mikroba

resisten dapat dianggap keberhasilan mekanisme pertahanan mikroba untuk

tetap hidup dan berkembang, karena tidak lagi dihambat atau dipengaruhi

oleh antibiotika. Dipercayai bahwa mikroba menghasilkan antibiotika sebagai

mekanisme mempertahankan hidup dari serangan mikroba lain dan gen

pembawa sifat resistensi pada antibiotika merupakan mekanisme murni

(29)

Menurut Warsa (2004) kejadian mikroba resisten terhadap khemoterapi

telah terjadi pada bakteri, jamur, virus, maupun parasit. Menurutnya, hasil

penelitian para ahli penyakit infeksi menyebutkan ada penderita penyakit

infeksi disebabkan oleh bakteri resisten terhadap antibiotika. Akibatnya

penyakit makin berat, makin lama di rumah sakit dan biaya makin mahal.

B. Infeksi Saluran Kemih

1. Definisi

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang banyak dipakai

untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih.

Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki- laki maupun perempuan

dari semua umur baik pada anak, remaja, maupun lanjut usia. Akan tetapi

perempuan lebih sering terinfeksi daripada laki-laki. Untuk menyatakan

adanya ISK harus ditemukan bakteri dalam urin. Mikroorganisme yang

paling sering menyebabkan infeksi saluran kemih adalah bakteri aerob

(Tessy,Ardaya,Suwanto,2001).

Infeksi saluran kemih dapat didefinisikan sebagai adanya

mikroorganisme pada saluran kemih yang tidak disebabkan oleh

kontaminasi dan hal tersebut kadang-kadang terjadi pada pasien yang

memiliki tanda dan gejala khusus (Foster and Marshall,2004).

Infeksi saluran kemih adalah terdapatnya mikroorganisme dalam urin

yang tidak dapat dihitung dari kontaminasi dan potensial untuk invasi ke

(30)

jaringan saluran kemih dan struktur lain yang berdekatan (Dipiro et

al.,2005).

Gambar 1. anatomi sistem saluran kemih ( Anonim, 2003 )

2. Etiologi

Bakteri yang menyebabkan infeksi saluran kemih (ISK) biasannya

berasal dari flora tinja usus bawah. Penyebab utama infeksi saluran kemih

(ISK) tanpa komplikasi adalah Escherichia coli yang bertanggungjawab

terhadap 85 % pasien yang menderita infeksi saluran kemih. Organisme

lain penyebab infeksi saluran kemih tanpa komplikasi adalah Staphylococcus

saprophyticus (5%-10%), Klebsiella sp, Proteus sp, Pseudomonas aeuroginosa,

Enterococcus (5%-10%) (Coyle dan Prince,2002).

Organisme yang diisolasi dari pasien penderita infeksi saluran kemih

dengan komplikasi ternyata lebih bervariasi dan lebih resisten dibandingkan

dengan organisme yang ditemukan pada infeksi saluran kemih tanpa

komplikasi. Escherichia coli bertangungjawab terhadap 50 %

infeksi saluran kemih dengan kompilkasi. Organisme lain yang juga sering

dijumpai adalah Proteus sp, Klebsiella sp, Enterobacter sp, Pseudomonas

ureter kidney

bladder

(31)

aeruginosa, Streptococcus, dan Enterococcus (Coyle dan Prince,2002).

3. Patogenesis

Pada sebagian besar kasus ISK bakteri dapat mencapai kandung kemih

melalui uretra kemudian diikuti naiknya bakteri dari kandung kemih yang

merupakan jalur umum kebanyakan infeksi parenkim renal. Pada keadaan

normal, bakteri yang ada dalam kandung kemih dapat segera hilang karena

efek pengenceran dan pembilasan selama buang air kecil tapi juga akibat

daya antibakteri urin dalam kandung kemih. Kebanyakan pada orang

normal, urin dalam kandung kemih dapat menghambat atau membunuh

bakteri terutama karena konsentrasi urea dan osmolaritas yang tinggi.

Patogenesis ISK dapat dipengaruhi oleh berbagai macam keadaan yaitu jenis

kelamin, aktivitas seksual, sumbatan, disfungsi neurogenik kandung kemih,

dan refluks vesio uretral. Infeksi saluran kemih (ISK) lebih mudah terjadi

pada perempuan, karena letak uretra di atas anus dan jaraknya dekat yaitu

kira- kira 4 cm serta berakhir di bawah labia. Laki-laki yang tidak

disirkumsisi lebih berisiko terkena ISK baik pada neonatus maupun pada

laki-laki muda. Sedangkan kecenderungan ISK bagian atas selama

kehamilan disebabkan oleh penurunan kekuatan ureter, penurunan peristaltik

ureter, dan inkompensasi sementara katup vesiko uretral yang terjadi selama

kehamilan, Imunosupresi, diabetes, obstruksi saluran kemih, dan penyakit

granulamatosa kronis adalah faktor lain yang dapat meningkatkan

kerentanan terhadap infeksi. Bila infeksi dapat menggambarkan virulensi

(32)

bakteri dan faktor antomik seperti refluks vesiko uretral, obstruksi, stasis

urin, dan kalkali. Infeksi saluran kemih pada umumnya disebabkan oleh

bakteri yang berasal dari daerah kemaluan wanita, hal ini dapat terjadi

karena terbilasnya mulut uretra oleh air kencing di samping itu trauma,

instrumentasi, dan tekanan dapat pula menjadi penyebab masuknya bakteri

ke kandung kencing (Anonim,2001).

4. Gambaran klinis dan diagnosa umum

Gejala umum infeksi saluran kemih bagian bawah meliputi : disuria

(nyeri dan sukar buang air kemih), frekuen (sering kemih tanpa peningkatan

volume cairan), urgensi (selalu ingin buang air kecil) , nyeri pada daerah

suprapubik, dan nokturia. Gejala infeksi saluran kemih bagian atas, meliputi

: nyeri panggul, demam, mual, muntah, dan rasa tidak enak pada badan.

Pemeriksaan fisik pada ISK bagian atas adalah Costovetebral tenderness.

Hasil pemriksaan laboratorium meliputi : piuria (lekosit> 10/mm3), proteinuria

positif, lekosit esterase urin positif, dan antibody-coated bacteria (ISK

bagian atas) (Dipiro et al.,2005).

Kunci diagnosa infeksi saluran kemih adalah kemampuan untuk

menunjukkan jumlah bakteri yang signifikan pada spesimen urin dengan

tepat yang dapat dilihat dalam tabel 1. Pasien dengan infeksi biasannya

mempunyai > 105 bakteria / ml urin, walaupun 1-3 pasien perempuan dengan

infeksi simptomatik mempunyai < 105 bakteria/ml (Wells et al.,2000).

(33)

>- 102 CFU coliforms /ml atau > bukan coliforms/ ml pada perempuan

dengan simptomatik

>- 103 CFU bakteria/ml pada laki-laki dengan simptomatik

>- 105 CFU bakteria/ml pada individu dengan asimptomatis dalam 2

spesimen berurutan

Banyak pertumbuhan bakteria pada kateterisasi suprapubik pada pasien

Dengan simptomatik

>- 103 CFU bakteria/ml pada pasien katerisasi

Tabel 1. Kriteria bakteriuria secara signifikan (Wells et al.,2000)

Uji urinalisis ditunjukkan untuk diagnosis dugaan pasien infeksi

saluran kemih. Uji urinalisis meliputi : warna urin, berat jenis urin, pH urin,

glukosa, protein, keton, darah, dan bilirubin. Pemeriksaan mikroskopis untuk

melihat dan menghitung lekosit, eritrosit, sel epitel, kristal, dan bakteri

(biasannya lebih dari 20 per lapang pandang). Pasien dengan piuria (lekosit

dalam urin) dapat sedang/ tidak sedang mengalami infeksi. Selanjutnya

ditegakkan dengan tes kultur untuk mengetahui spesies bakteri penyebab

infeksi saluran kemih, serta dilakukan tes sensitivitas bakteri untuk penentuan

terapi (Young and Koda-kimble,1996). Suatu metode untuk mendeteksi ISK

atas mengunakan antibody-coated bacteria (ACB) test yaitu suatu metode

imunofluroresen yang mendeteksi bakteri yang dilapisi immunoglobulin

dalam sampel urin segar (Wells et al., 2000). Diagnosis infeksi saluran kemih

(34)

Pasien dengan gejala infeksi saluran kemih ?

Gambar 2. alogaritma diagnosa infeksi saluran kemih

5. Faktor risiko

Ada beberapa faktor penting yang mempermudah timbulnya infeksi

yaitu :

a. Jarang berkemih

Pengeluaran urin (mictio) merupakan mekanisme ketahanan penting dari

kandung kemih. Bila mictio normal terhambat karena misalnya obstruksi

saluran kemih, ISK dapat lebih mudah terjadi.

b. Ganguan pengosongan kandung kemih

Akibat obstruksi (batu ginjal), disfungsi atau hipertrofi prostat bisa

Ya Tidak

Faktor komplikasi ? Asimptomatik bakteriuria

Ya Tidak

Complicated UTI’s Episode kambuhan

Ya Tidak

Recurent UTI’s Gejala infeksi bagian atas

Ya Tidak

(35)

mengakibatkan tertinggalnya residu, sehingga kuman-kuman lebih mudah

berpoliferasi.

c. Higenitas pribadi kurang baik

Hal ini bisa menyebabkan kolonisasi kuman-kuman uropatogen di sekitar

ujung uretra, misalnya pengunaan pembalut wanita. Kuman-kuman lalu

menjalar ke atas menuju uretra, kemudian masuk ke kandung kemih dan

menyebar melalui ureter ke ginjal (ISK bagian atas).

d. Adanya penyakit diabetes

Penyakit diabetes lebih peka untuk infeksi saluran kemih karena

meningkatnya daya melekat bakteri pada epitel saluran kemih akibat

beberapa sebab tertentu (Tjay dan Rahardja,2002).

6. Tindakan pencegahan

Tindakan pertama adalah menjauhi terjadinya infeksi berulang dengan

memperhatikan faktor-faktor tersebut di atas. Sebagai tindakan

pencegahan-pencegahan penting adalah minum air lebih banyak dan berkemih lebih

sering, terutama pada pasien diabetes dan orang-orang lanjut usia (Tjay dan

Rahardja,2002).

Menurut Tessy, dkk(2001), tindakan pencegahan terjadinya infeksi

saluran kemih dan agar tidak terulang kembali dapat dilakukan dengan cara

sebagai berikut :

a. Mengosongkan kandung kemih dengan buang air kemih setiap 3 jam

sekali

b. Selalu menjaga kebersihan pakaian dalam setiap hari

(36)

c. Jangan menunda buang air seni karena merupakan penyebab terbesar

terjadinya ISK

d. Mempraktekkan kebersihan secara baik, setiap kali buang air seni

membersihkan dari depan ke belakang. Tindakan ini akan mengurangi

kemungkinan bakteri masuk dari rektum ke saluran kemih.

C. Kultur Kuman

Kultur kuman adalah metode yang digunakan untuk menentukan jenis

kuman penyebab infeksi saluran kemih. Kultur kuman dilakukan dengan

mengunakan bahan pemeriksaan berupa urin. Bahan untuk pemeriksaan

sampel urin dapat diambil dari :

a. Urin porsi tengah, sebelumnya genitalia eksterna dicuci dahulu dengan

air sabun dan NaCl 0,9 %

b. Urin yang diambil dengan katerisasi satu kali

c. Urin hasil aspirasi suprapubik

Bahan yang dianjurkan adalah urin porsi tengah dan urin aspirasi

suprapubik karena katerisasi dapat menimbulkan risiko masuknya

mikroorganisme ke kandung kemih (Suwitra,2004).

Cara pemeriksaan urin meliputi, sampel urin harus segera diperiksa

dalam waktu maksimal 2 jam setelah diambil. Jika tidak dapat segera

diperiksa maka sampel urin dapat segera disimpan dalam lemari es atau

diberi pengawet seperti asam format. Beberapa metode pembiakan urin

(37)

dan rapid methods. Pada penanaman bahan pemeriksaan (urin) pada lempeng

agar, harus diperhatikan bahwa permukaan perbenihan sudah mengeras dan

kering serta tidak tercemar kuman-kuman. Selama pemanasan mengunakan

jarum sengkelit, permukaan lempeng agar tidak boleh rusak. Setelah

kuman-kuan tumbuh dipilih satu koloni terpisah untuk mendapatkan suatu biakan

murni. Pengambilan koloni kuman biasannya mengunakan jarum sengkelit

(Bonang,1982).

Setelah mendapatkan biakan murni dapat diselidiki sifat-sifat kuman

tersebut. Sifat- sifat kuman yang digunakan untuk identifikasi antara lain :

a. Sifat-sifat morfologik dan hasil pewarnaan

Pemeriksaan ini dapat menentukan bentuk sel kuman (Kokus,basil, spiral),

susunan khas sel- sel kuman, ukurannya, ada tidaknya spora, simpai, bulu,

cambuk, granula, dan sebagainya. Juga dapat ditentukan kuman tersebut

bergerak atau tidak bergerak. Pewarnaan gram dan pewarnaan tahan asam

juga dapat membantu dalam mengidentifikasi kuman. Sifat morfologi dan

hasil pewarnaan saja tidak cukup untuk menentukan dengan pasti identitas

kuman

b. Sifat-sifat biakan

Dari pertumbuhan kuman pada pembenihan cair maupun padat diperoleh

keterangan tambahan untuk mengidentifikasi kuman. Pada pembenihan cair

dapat dilihat :

1. Pertumbuhan pada permukaan, ada tidaknya selaput pada permukaan

(38)

2. Kekeruhan dari pembenihan

3. Bau

4. Endapan

Pada pembenihan agar miring dapat dilihat berbagai macam

pertumbuhan kuman. Ada yang hanya tumbuh pada tempat penanaman dan

ada yang tumbuh menyebar dan sebagainya. Pada pembenihan lempeng

agar dapat dilihat berbagai bentuk koloni kuman. Koloni ini dapat

dibedakan satu sama lain berdasarkan sifat-sifat permukaanya, warnanya,

pinggirnya, dan perubahan-perubahan yang ditimbulkan pada pembenihan.

Pada pembenihan tabung agar tegak dapat dilihat sifat- sifat pertumbuhan

terbaik di permukaan tabung agar tegak di permukaan pembenihan atau

jauh di pembenihan cara pertumbuhan di sekitar tempat tusukan sengkelit;

ada tidaknya pencairan pembenihan, misalnya pembenihan gelatin; ada

tidaknya gerak; misalnya pembenihan semisolid.

c. Sifat-sifat fisiologik dan biokimia

Pada penentuan sifat-sifat ini dilakukan pemeriksaan terhadap :

1. Kebutuhan makanan kuman : kuman membutuhkan makanan sederhana

atau memerlukan zat-zat tambahan seperti darah dan sebagainya

2. Suhu yang terbaik untuk pertumbuhan kuman tersebut

3. Hubungan kuman dengan oksigen dan karbondioksida, pemeriksaan sifat

aerob dan anaerob serta tekanan karbondioksida

4. Hubungan kuman dengan pH pembenihan, penentuan pH optimum serta

(39)

5. Pemeriksaan pembentukan pigmen

6. Pemeriksaan dan proteolitik : kuman tersebut mencairkan gelatin,

mencernakan daging, serum, dan sebagainya

7. Pemeriksaan pembentukan indol

8. Pemeriksaan pembentukan H2S

9. Pemeriksaan reduksi nitrat : kuman tersebut mengubah nitrat menjadi

nitrit

10. Pemeriksaan derajat keasaman akhir dalam kaldu glukosa, ditentukan

Dengan tes merah metil

11. Pemeriksaan hidrolisa tepung kanji

Dengan mengumpulkan sifat-sifat morfologik, hasil pewarnaan,sifat-sifat

biakan serta sifat-sifat fisiologik dan biokimia kadang-kadang sudah dapat

ditentukan spesies kuman penyebab infeksi tersebut (Bonang,1982).

D. Tes Sensitivitas

Antibiotika pertama yang digunakan dalam pengobatan infeksi dipilih

berdasarkan kesan klinik setelah dokter yakin terdapat suatu infeksi dan

telah membuat diagnosa sementara atas dasar klinik. Sebelum antibiotika

diberikan, ambil bahan untuk isolasi laboratorium terhadap bakteri penyebab.

Hasil pemeriksaan ini mungkin mengakibatkan perlunnya dipilih antibiotika

yang berbeda (Jawetz,1987). Pemilihan antibiotika yang sesuai di rumah sakit

dilakukan di laboratorium dengan tes sensitivitas. Ada 2 cara dalam

(40)

1. Cara cakram

Cara ini adalah cara yang paling banyak dipakai untuk menentukan

kepekaan kuman terhadap berbagai macam obat-obatan. Cara cakram ini

mempergunakan cakram kertas saring atau tablet yang mengandung suatu

obat dengan kekuatan tertentu yang diletakan pada lempeng agar yang

telah ditanami kuman yang akan diperiksa. Hambatan akan terlihat sebagai

islat di laboratorium, jenis infeksi, analisis kesembuhan, dan biaya bagi

populasi pasien (Jawetz,1987).

2. Uji konsentrasi penghambatan minimum

Uji ini dengan tepat mengukur konsentrasi antibiotika yang diperlukan

untuk menghambat pertumbuhan suatu inokulum terstandarisasi di bawah

kondisi yang ditentukan. Digunakan metode mikrotiter semiotomatis dimana

obat-obatan tertentu dilarutkan dalam suatu volume kaldu kecil dan

diinokulasi ke dalam mikroorganisme terstandarisasi. Sasaran terakhir atau

konsentrasi penghambatan minimum dianggap sebagai cangkir kaldu terakhir

yang tetap jernih yaitu bebas dari pertumbuhan mikroorganisme. Konsentrasi

penghambatan minimum memberikan perkiraan yang lebih baik mengenai

kemungkinan jumlah obat yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan

in vivo dan dengan membantu mengukur besarnya dosis yang diperkirakan

bagi pasien (Jawetz,1987).

E.Leukosit Urin

Infeksi saluran kemih merupakan penyakit yang disebabkan oleh

masuknnya kuman atau mikroorganisme ke dalam saluran kemih. Bila

(41)

terjadi infeksi saluran kemih maka sel darah putih akan meningkat, begitu

pula sel darah putih atau leukosit di dalam urin (Anonim,2004). Standar

angka leukosit urin pada Rumah Sakit Panti Rapih adalah 0-6/LPB. Di atas

angka 0-6 /LPB menunjukan kepada hal yang tidak normal (Anonim,2006).

Pemeriksaan urin rutin dalam penanganan infeksi saluran kemih

diantaranya adalah pemeriksaan leukosit urin. Cara pemeriksaan ini

dilakukan dengan metode mikroskopis. Bahan yang paling penting untuk

pemeriksaan leukosit urin adalah biakan urin. Biakan urin yang paling baik

diambil dari urin porsi tengah dan dengan cara aspirasi suprapubik,

sedangkan pengunaan kateter seringkali menimbulkan risiko masuknya

mikroorganisme ke kandung kemih. Setelah bahan untuk biakan urin

didapatkan maka bahan tersebut harus dikirim secepatnya ke laboratorium.

Hal ini dikarenakan mikroorganisme membelah diri dengan cepat pada suhu

kamar atau suhu tubuh. Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan secara

mikroskopis. Bahan urin yang ada diperiksa di bawah mikroskop tujuannya

antara lain untuk melihat jumlah leukosit urin. Jumlah leukosit urin yang

terlihat dibandingkan dengan standar jumlah leukosit urin di instansi

laboratorium. Bila ditemukan jumlah leukosit urin melebihi standar angka

leukosit normal, maka ada indikasi pasien tersebut menderita infeksi

saluran kemih. Urin yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah urin

segar yang tidak disentrifugasi ditempatkan pada suatu gelas objek ditutupi

dengan kaca penutup dan diperiksa dengan intensitas cahaya dari

(42)

suatu mikroskop(Jawetz,1987).

Pemeriksaan angka leukosit urin memiliki dua tujuan penting yaitu

sebagai diagnosa penyakit dan efektivitas terapi selama pengobatan

berlangsung. Efektivitas terapi infeksi saluran kemih dapat dilihat dengan

menurunnya angka leukosit urin karena sistem pertahanan tubuh yang

mendekati normal, akan tetapi keberhasilan terapi tidak hanya dilakukan

dengan menghitung angka leukosit urin saja melainkan perlu didukung

data-data lain seperti pemeriksaan klinis pasien dan pemeriksaan laboratorium

lain (Juwono dan Prayitno,2003).

F. Keterangan Empiris

Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tentang evaluasi

kesesuaian pemilihan antibiotika berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas

dan dapat memberikan masukan dalam meningkatkan kerasionalan terapi

pada kasus infeksi saluran kemih di Rumah Sakit Panti Rapih.

(43)

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang evaluasi kesesuaian pemilihan antibiotika pada pasien

infeksi saluran kemih berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006

merupakan penelitian observasional karena tidak memberikan perlakuan

secara langsung pada subyek uji dan tidak dilakukan intervensi dan

manipulasi data. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan terhadap

catatan medis yaitu pasien infeksi saluran kemih di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006. Data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah data retrospektif dengan melakukan penelusuran

dokumen terdahulu yaitu lembar catatan medis pasien ISK di Instalasi

Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih perode Januari-Juni 2006.

B. Definisi Operasional Penelitian

1. Pasien infeksi saluran kemih adalah pasien di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Panti Rapih dengan diagnosis keluar ISK dan memiliki data

kultur dan tes sensitivitas

2. Data catatan medis adalah data-data yang diperoleh dari bagian catatan

medis RSPR Yogyakarta yang berkaitan dengan data pasien infeksi

saluran kemih

3. Evaluasi adalah analisa dan menyimpulkan kesesuaian pemilihan

antibiotika berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas dengan melihat

(44)

keberhasilan terapi dan pemeriksaan angka leukosit urin

4. Kultur kuman adalah metode penentuan kuman penyebab infeksi

saluran kemih

5. Tes sensitivitas adalah tes kepekaan kuman terhadap antibiotika yang

digunakan pasien infeksi saluran kemih

6. Kesesuaian adalah kesesuaian pemilihan antibiotika berdasarkan hasil

kultur dan tes sensitivitas

7. Efektivitas terapi antibiotika adalah pernyataan tertulis oleh dokter

dalam lembar pasien pulang, berisi keterangan apakah pasien pulang dengan

sembuh,membaik, atau belum sembuh dan pemeriksaan laboratorium berupa

angka leukosit urin

8. Leukosit urin adalah angka leukosit urin dalam setiap pemeriksaan urin

rutin.

C. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah catatan medis pasien infeksi

saluran kemih yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006.

D. Lokasi Penelitian

Penelitian mengenai evaluasi kesesuaian pemilihan antibiotika pada

pasien ISK berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas dilakukan di bagian

catatan medis Rumah Sakit Panti Rapih Jalan Cik Di Tiro No.30

(45)

E. Jalannya Penelitian

1. Tahap perencanaan

Tahap ini dimulai dengan membuat surat izin penelitian dan mencari

informasi pada bagian catatan medis mengenai pasien infeksi saluran

kemih, khususnya di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode

Januari-Juni 2006.

2. Tahap pengumpulan bahan penelitian

Tahap ini dilakukan dengan mengumpulkan bahan penelitian berupa

catatan medis pasien infeksi saluran kemih di Instalasi Rawat Inap Rumah

Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006. Pasien infeksi saluran kemih

di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari- Juni

2006 berjumlah 150 pasien, sedangkan pasien infeksi saluran kemih yang

memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas hanya berjumlah 7 pasien.

3. Tahap pengumpulan data

Tahap ini dilakukan dengan mengumpulkan data pasien infeksi saluran

kemih yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas. Data yang

dikumpulkan meliputi : nama pasien, tanggal masuk, tanggal keluar, nomer

rekam medis, diagnosa masuk/ keluar, keluhan, riwayat, data laboratorium,

data non laboratorium, antibiotika yang diberikan serta hasil kultur dan tes

sensitivitas.

4. Tahap pengolahan data

Data dalam penelitian ini meliputi data kualitatif dan kuantitatif.

(46)

kualitatif dengan mengunakan uraian-uraian seperlunya.

Data untuk evaluasi kesesuaian pemilihan antibiotika berdasarkan hasil

kultur dan tes sensitivitas pasien ISK meliputi nama pasien, antibiotika

yang digunakan pasien, kesesuaian dengan hasil kultur dan tes sensitivitas,

data laboratorium berupa angka leukosit urin, dan status pulang pasien.

5. Tahap analisis data

Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh,

data-data tersebut dianalisis secara deskriptif berdasarkan :

a. Umur pasien dibagi dalam 8 kelompok umur pasien yaitu kelompok

umur 1- 10 tahun, 11- 20 tahun, 21- 30 tahun, 31- 40 tahun, 41- 50 tahun,

51- 60 tahun, dan > 70 tahun ;

b. Jenis kelamin;

c. Hasil kultur dan tes sensitivitas;

d. Golongan dan jenis antibiotika dihitung berdasarkan kasus pengunaan

antibiotika tersebut dan dihitung persentasenya.

Proses evaluasi dilakukan dengan melihat data pasien dengan

menitikberatkan pada masalah kesesuaian pemilihan antibiotika berdasarkan

hasil kultur dan tes sensitivitas. Kesesuaian pemilihan antibiotika

kemudian dibandingkan dengan melihat data laboratorium berupa angka

leukosit urin. Proses evaluasi dalam penelitian ini dilakukan secara kasus

per kasus yang timbul dalam kesesuaian pemilihan antibiotika berdasarkan

hasil kultur dan tes sensitivitas pada pasien infeksi saluran kemih.

(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik pasien infeksi saluran kemih yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006

Jumlah pasien yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas

hanya 7 dari 150 pasien dengan diagnosa infeksi saluran kemih di Instalasi

Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006 hal ini

kemungkinan besar disebabkan karena kultur dan tes sensitivitas

membutuhkan waktu lama, biaya mahal, serta kemungkinan infeksi berat

yang diderita pasien. Dari hasil penelitian yang dilakukan Purnamasari

(2005) mengenai pola pengunaan antibiotika pada penyakit ISK pasien

Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman tahun 2002 sampai tahun 2004. Dari

66 pasien yang diteliti tidak ditemukan data hasil kultur dan tes sensitivitas

pada catatan medis. Menurut Christensen (2000), kultur tidak dilakukan

pada kasus ISK bagian bawah karena biasannya agen penyebab ialah

Enterobacter coli dan kadang-kadang Staphylococcus saprophyticus.

Penemuan gejala klinik yang khas pada pasien piuria maupun hematuria

telah cukup membuat diagnosa serta memulai pengobatan empirik. Mungkin

karena alasan tersebut pasien tidak dilakukan pemeriksaan kultur dan tes

sensitivitas.

(48)

Berdasarkan jenis kelaminnya pasien infeksi saluran kemih yang

memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas lebih banyak pada pasien

perempuan dibandingkan pasien laki-laki. Hal ini kemungkinan disebabkan

karena ISK pada perempuan lebih sulit diobati. Pasien perempuan lebih

sering terjadi ISK berulang dan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :

kelompok kurang dari 3 episode dalam setahun dan kelompok lebih dari 3

episode dalam setahun (Dipiroet al., 2005). Sehingga diperlukan pemeriksaan

laboratorium kultur dan tes sensitivitas. Gambar distribusi jenis kelamin

pasien ISK yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas dapat dilihat

pada Gambar 3. di bawah ini.

3

4

Perempuan

Laki- laki

Gambar 3. Distribusi pasien ISK berdasarkan jenis kelamin

Pengolongan berdasarkan umur pasien infeksi saluran kemih yang

memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas disajikan dalam tabel II di

bawah ini.

(49)

Tabel II. Pengolongan pasien ISK yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas berdasarkan umur di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Periode Januari-Juni 2006

Pengolongan umur Jumlah kasus Persentase (%)

Umur 1 - 10 tahun 2 pasien 28,57

Biakan urin merupakan bahan pemeriksaan yang penting dalam

penanganan infeksi saluran kemih. Yang dinilai dalam biakan urin ialah

kuantitas koloni, jenis kuman, dan tes sensitivitas antibiotika. Tetapi pada

penelitian ini hanya meliputi jenis kuman dan tes sensitivitas antibiotika.

(50)

jenis kuman, bahan pemeriksaan, dan tes sensitivitas antibiotika. Dari 7

pasien yang tercantum data hasil kultur dan tes sensitivitas, 1 pasien

diketahui hasil kultur yang dilakukan tidak tumbuh sehingga tes sensitivitas

tidak dapat dilakukan.

Kultur dan tes sensitivitas di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti

Rapih mengambil urin sebagai bahan pemeriksaan. Pengambilan spesimen

urin dilakukan setelah dokter memutuskan untuk dilakukannya kultur dan

tes sensitivitas. Lama pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas disajikan

dalam tabel III.

Tabel III. Lama pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006

Nomer kasus Lama pemeriksaan kultur dan

pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas seringkali menjadi pertimbangan

(51)

menentukan jenis kumannya karena masih perlu menunggu hasil

laboratorium. Dari hasil pemeriksaan kultur yang dilakukan di laboratorium

Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006 disajikan dalam tabel

IV di bawah ini.

Tabel IV. Hasil pemeriksaan kultur di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006

Nomer kasus Jenis kuman Golongan kuman

Kasus 1 Saprophyticus aureus Gram positif coccus Kasus 2 Enterobacter sp Gram negatif batang Kasus 3 Proteus morgagni Gram negatif batang Kasus 4 Enterobacter sp Gram negatif batang Kasus 5 Enterobacter sp Gram negatif batang Kasus 6 Pseudomonas aeruginosa Gram negatif batang Kasus 7 Tidak tumbuh Tidak tumbuh

Berdasarkan data di atas, hasil kultur pada pasien infeksi saluran

kemih 3 pasien memiliki data hasil kultur Enterobacter sp, 1 pasien

memiliki data hasil kultur Proteus morgagni, 1 pasien memiliki data hasil

kultur Pseudomonas aeruginosa dan 1 pasien memiliki data hasil kultur

Saprophyticus aureus. Dari 6 pasien yang diketahui hasil kultur dan tes

sensitivitas, 5 pasien dalam catatan medis terdapat golongan kuman gram

negatif, sedangkan 1 pasien terdapat golongan bakteri gram positif.

Umumnya infeksi saluran kemih disebabkan oleh kuman gram negatif

yang berasal dari saluran intestinal. Escherichia coli menyebabkan 75-90%

ISK yang diperoleh dari komunitas dan Staphylococcus saprophyticus

menyebabkan sekitar 5-20% ISK. Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi

(52)

3. Gambaran tes sensitivitas yang dilakukan pada pasien infeksi saluran kemih periode Januari-Juni 2006

Gambaran mengenai tes sensitivitas meliputi data pada saat mengambil

sampel, tanggal hasil tes sensitivitas, daftar cakram antibiotika yang

disediakan laboratorium, dan hasil tes sensitivitas. Hasil tes sensitivitas

meliputi resisten, intermediate, dan sensitif. Hasil tes sensitivitas pasien

infeksi saluran kemih disajikan dalam Tabel V di bawah ini.

Data menunjukkan bahwa sebagian besar pasien infeksi saluran kemih

yang mengunakan antibiotika dan dilakukan tes sensitivitas, antibiotika yang

digunakan oleh pasien tidak tercantum dalam daftar cakram antibiotika di

laboratorium RSPR.

Tabel VI. Kesesuaian antibiotika yang digunakan pasien ISK dengan cakram antibiotika di laboratorium RSPR periode Januari-Juni 2006

(53)

Kesesuaian pemilihan antibiotika berdasarkan hasil kultur dan tes

sensitivitas sebagian besar tidak dapat ditentukan sesuai atau tidak sesuai.

Hal ini disebabkan antibiotika yang digunakan pasien sebagian besar tidak

tercantum dalam daftar cakram antibiotika di laboratorium RSPR.

Tabel VII. Kesesuaian pemilihan antibiotika dengan hasil kultur dan tes sensitivitas pada pasien ISK di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006

No Kesesuaian Jumlah Persentase (%)

C. Profil antibiotika yang digunakan pada pasien infeksi saluran kemih yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006

Pasien infeksi saluran kemih yang memiliki data hasil kultur dan tes

sensitivitas di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode

Januari-Juni 2006 seluruhnya mendapatkan antibiotika. Berdasarkan data

catatan medis, pasien infeksi saluran kemih yang memiliki data hasil kultur

dan tes sensitivitas ada yang menerima lebih dari satu macam antibiotika.

Pengunaan lebih dari satu macam antibiotika masih merupakan masalah

kontroversial. Pada terapi kombinasi harus diperhitungkan akibat yang

mungkin merugikan seperti antagonisme, meningkatnya efek samping,

superinfeksi, dan biaya meningkat (Juwono dan Prayitno,2003). Pengunaan

antibiotika pada pasien infeksi saluran kemih yang memiliki data hasil

(54)

antibiotika yang dipilih berdasarkan pola kuman penginfeksi, pola resistensi

kuman, dan tingkat keparahan penyakit (Anonim,2003). Antibiotika empirik

ini diberikan sebelum diketahui hasil kultur dan tes sensitivitas, setelah

hasil kultur dan tes sensitivitas diketahui maka perlu dilakukan penggantian

antibiotika yang sesuai dengan hasil kultur dan tes sensitivitas. Untuk lebih

mengetahui penggunaan antibiotika pada pasien infeksi saluran kemih yang

memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas disajikan dalam tabel VIII.

Tabel VIII. Golongan dan jenis antibiotika yang digunakan pada pasien infeksi saluran kemih yang memiliki data hasil kultur dan tes sensitivitas

Golongan antibiotika Jenis antibiotika Jumlah antibiotika

Makrolida Eritromisin 1 antibiotika Kuinolon Siprofloksasin 1 antibiotika Sefalosporin Sefiksim 2 antibiotika

Dari data yang diperoleh, golongan antibiotika yang paling banyak

digunakan adalah antibiotika kuinolon diikuti sefalosporin, dan makrolida.

Golongan kuinolon dalam penelitian ini terdapat 5 kasus pengunaan

antibiotika, golongan sefalosporin terdapat 4 kasus, dan golongan

makrolida 1 kasus.

Golongan kuinolon yang paling banyak digunakan adalah jenis levofloksain

yaitu sebanyak 2 kasus. Levofloksasin adalah isomer levo dengan sifat

yang sama, hanya spektrum kerjannya terhadap kuman - kuman

(55)

gram positif lebih luas sedikit, waktu paruhnya 6-8 jam. Efek sampingnya

lebih ringan (Tjay dan Rahardja,2002). Mungkin karena efek samping

levofloksasin lebih ringan dan spektrum kerjannya lebih luas terhadap

kuman gram positif maka levofloksasin digunakan sebagai anibiotika

empirik sebelum diketahui hasil kultur dan tes sensitivitas.

Golongan sefalosporin yang paling banyak digunakan adalah sefksim

dan seftriakson masing-masing 1 kasus pengunaan antibiotika. Sefiksim dan

seftriakson adalah antibiotika yang memiliki aktivitas terhadap kuman

gram negatif lebih kuat dan lebih luas lagi bila dibandingkan dengan

sefalosporin generasi ke-2 dan generasi ke-3 (Tjay dan Rahardja,2002).

Oleh sebab itu sefalosporin dan seftriakson digunakan sebagai terapi

empirik sebelum diketahui hasil kultur dan tes sensitivitas.

Golongan makrolida yang digunakan adalah eritromisin. Eritromisin

bekerja bakteriostatik terutama terhadap kuman gram positif (Tjay dan

Rahardja,2002).

D. Evaluasi kesesuaian pemilihan antibiotika pada pasien infeksi saluran kemih berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2006

Kasus 1

- Pasien menerima antibiotika eritromisin, asam pipemidat, sefiksim. Hasil

tes sensitivitas ketiganya berturut- turut adalah resisten dan 2 antibiotika

tidak tercantum. Status pulang pasien sembuh dan hasil pemeriksaan angka

leukosit urin (22/05/06) : 20- 25 ( normal : 0- 6 ).

(56)

Tabel IX. Hasil kultur dan tes sensitivitas

Assesment

- Dari ketiga antibiotika yang diberikan antibiotika eritromisin tidak sesuai

dengan hasil tes sensitivitas.

- Pemeriksaan angka leukosit urin menunjukkan angka leukosit urin masih

di atas normal, sehingga kemungkinan terjadi infeksi tetapi kondisi pasien

semakin membaik.

Rekomendasi

- Sebaiknya perlu dilakukan pemantauan perkembangan penyakit pasien

karena data laboratorium angka leukosit urin masih di atas normal.

- Perlu dilengkapi cakram antibiotika agar hasil tes sensitivitasnya

diketahui.

Jenis kuman Antibiotika

Saprophyticus aureus resisten sensitif intermediate

(57)

Sefiksim digunakan untuk infeksi bakteri gram positif maupun gram

negatif . Efek samping yang ditimbulkannya diantaranya diare dan kolistis

yang disebabkan oleh antibiotika, mual dan muntah, rasa tidak enak pada

saluran cerna, sakit kepala, reaksi alergi berupa ruam, demam (Anonim,2000).

Asam pipemidat merupakan derivat piperizanil dari nalidiksinat ini memiliki

spektrum daya kerja lebih lebar, yang juga meliputi Pseudomonas, efek

bakterisidnya terhadap kuman yang sedang membelah adalah dua kali lebih

kuat. Tidak tersediannya cakram antibiotika pada antibiotika sefiksim dan

asam pipemidat merupakan kelemahan dari Instalasi laboratorium

laboratorium Rumah Sakit Panti Rapih khususnya dalam penanganan kultur

dan tes sensitivitas. Setelah pemberian antibiotika tersebut kondisi pasien

semakin membaik akan tetapi angka leukosit urin masih di atas normal.

Meningkatnya angka leukosit urin mengindikasikan kemungkinan adanya

infeksi. Oleh karena itu perlu adanya pemantauan perkembangan penyakit

pasien meliputi data non laboratorium dan data laboratorium termasuk

pemeriksaan angka leukosit urin.

Kasus 2

- Pasien menerima antibiotika siprofloksasin, hasil tes sensitivitas

siprofloksasin adalah resisten. Hasil pemeriksaan angka leukosit urin

(19/01/06) : penuh (normal : 0 –6 ) dan status pulang pasien belum sembuh.

Pasien pulang 2 hari sebelum hasil tes senisitivitas diketahui, antibiotika

yang diberikan pada saat pasien pulang : tidak tercatat.

Gambar

Gambar  2.  Alogaritma  diagnosis  ISK……………………………………  14
Gambar  1. anatomi sistem saluran kemih ( Anonim, 2003 )
Tabel  1.  Kriteria  bakteriuria  secara  signifikan (Wells et al.,2000)
Gambar  2. alogaritma diagnosa infeksi saluran kemih
+7

Referensi

Dokumen terkait

The paper describes results obtained from raw data consisting of a point cloud measured using terrestrial laser scanning acquired from a Leica ScanStation2 and digital imagery

Bobot segar konsumsi tanaman merupakan bobot segar bagian tanaman yang dikonsumsi yaitu bagian tanaman yang bersih dari akar dan bagian tanaman yang busuk atau memiliki

Laba akuntansi didasarkan pada transaksi aktual yang dilakukan oleh perusahaan (terutama pendapatan yang timbul dari penjualan barang atau jasa dikurangi biaya yang diperlukan

Definisi tersebut dipertegas lagi pada Deklarasi Roma tentang Ketahanan Pa- ngan Dunia dan Rencana Tindak Lanjut Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) Pangan Dunia tahun 1996

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa para responden telah melakukan prosedur auditing yang wajar dan memenuhi kriteria yang telah

(3) Penggunaan dana retribusi pelelangan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c pasal ini, realisasi pembayarannya melalui Dinas Perikanan Daerah Propinsi

Pada Gambar 4.9 S y stem flow Pencatatan Penduduk keluar proses dimulai dari penduduk mengajukan pindah keluar kemudian pegawai menginputkan data penduduk keluar ke

Singleton adalah sebuah himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan: pada titik tertentu mempunyai sebuah nilai dan 0 di luar titik tersebut. Model