• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI AKUNTANSI IJARAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI AKUNTANSI IJARAH"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VI

AKUNTANSI IJARAH A. Ijarah Atas Aset Berwujud

1. Pengertian Ijarah atas Aset Berwujud

Ijarah adalah akad pemindahan hak guna/manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Ijarah merupakan akad sewa-menyewa suatu aset ijarah tanpa adanya perpindahan risiko dan manfaat yang signifikan terkait kepemilikan aset tersebut, dengan atau tanpa adanya opsi untuk memindahkan kepemilikan dari pemilik (Bank) kepada penyewa/nasabah pada saat tertentu.

Ijarah muntahiyah bittamlik adalah Ijarah dengan wa’ad perpindahan kepemilikan objek Ijarah pada saat tertentu. Pada umumnya transaksi Ijarah muntahiyah bittamlik muncul karena adanya kebutuhan untuk memiliki aset tertentu, dimana pemenuhan kebutuhan atas aset tersebut dipenuhi melalui akad Ijarah. Obyek Ijarah adalah manfaat dari penggunaan aset berwujud atau aset tidak berwujud.

Umur manfaat adalah suatu periode dimana aset diharapkan akan digunakan atau jumlah produksi/unit serupa yang diharapkan akan diperoleh dari aset. Wa’ad adalah janji dari satu pihak kepada pihak lain untuk melaksanakan suatu transaksi.

Bank dapat meminta penyewa/nasabah untuk mnyerahkan jaminan atas Ijarah untuk menghindari risiko kerugian. Jumlah, ukuran, dan jenis aset Ijarah harus jelas diketahui dan tercantum dalam akad. Biaya perbaikan aset Ijarah merupakan tanggungan pemilik. Perbaikan tersebut dapat dilakukan oleh pemilik secara langsung atau dilakukan oleh penyewa atas persetujuan pemilik.

Dalam transaksi ijarah muntahiyah bittamlik, perpindahan kepemilikan suatu aset dari Bank kepada nasabah dapat dilakukan jika aktivitas penyewaan telah berakhir atau diakhiri dan aset ijarah telah diserahkan kepada nasabah dengan membuat akad sterpisah secara:

a. hibah,

b. penjualan sebelum akad berakhir c. penjualan pada masa akhir Ijarah

d. penjualan secara bertahap apabila objeknya bisa dipindahkan secara bertahap Dalam transaksi jual dan Ijarah-balik (sale and leaseback) harus merupakan transaksi yang terpisah dan tidak saling bergantung (ta’alluq) sehingga harga jual harus

(2)

dilakukan pada nilai wajar. Dalam transaksi ijarah dan Ijarah-lanjut (lease and sublease), pembayaran untuk sewa dimuka merupaka aset ijarah. Biaya perolehan aset ijarah mengacu pada ketentuan biaya perolehan aset tetap di PSAK 16 tentang Aset T mengacu pada ketentuan biaya perolehan aset tetap di PSAK 16 tentang Aset Tetap. Metode penyusutan, umur manfaat, dan nilai residu dari aset Ijarah mengacu pada penyusutan aset tetap yang serupa sebagaimana diatur di PSAK 16 tentang aset tetap. Umur manfaat aset Ijarah pada Ijarah muntahiyah bittamlik sesuai dengan masa akad Ijarah.

Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari objek Ijarah. Umur ekonomis dapat berbeda dengan umur teknis.

Apabila terdapat pemulihan aset-aset Ijarah yang telah mengalami penurunan nilai, maka Bank dapat memulihkan aset Ijarah pada nilai bukunya atau nilai yang dapat diperoleh kembali (recoverable amount), yaitu jumlah yang dapat diperoleh dari penjualan aset dalam transaksi antar pihak yang bebas (arm’s length transaction), setelah dikurangi biaya yang terkait (net selling price). Piutang pendapatan sewa atas porsi pokok dibentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PSAK yang terkait.

2. Perlakuan Akuntansi

a. Pengakuan dan pengukuran

1) Aset Ijarah diakui pada saat diperoleh sebesar biaya perolehan 2) Pendapatan sewa diakui selama masa akad Bank dengan nasabah

3) Aset Ijarah disusutkan sesuai kebijakan penyusutan aktiva sejenis sedangkan aset Ijarah dalam Ijarah muntahiyah bittamlik disusutkan sesuai masa sewa 4) Biaya perbaikan aset Ijarah, baik yang dilakukan oleh pemilik maupun yang

dilakukan oleh nasabh dengan persetujuan pemilik dan biaya tersebut dibebankan kepada pemilik, diakui sebagai beban Ijarah.

5) Biaya perbaikan aset Ijarah muntahiyah bittamalik melalui penjualan secara bertahap sebanding dengan bagian kepemilikan masing-masing.

6) Pada saat terjadi penurunan nilai aset Ijarah, Bank mengakui sebagai kerugian penurunan nilai aset sebesar selisih antara nilai buku dengan nilai wajar aset Ijarah.

7) Jika berdasarkan evaluasi secara periodik diketahui bahwa jumlah penurunan nilai berkurang, maka Bank dapat memulihkan kerugian penurunan nilai telah

(3)

diakui, paling tinggi sebesar Cadangan Kerugian Penurunan Nilai yang telah dibentuk.

8) Perpindahan kepemilikan aset Ijarah dari Bank kepada nasabah, dalam Ijarah muntahiyah bittamalik dengan cara:

a) hibah, maka jumlah tercatat aset Ijarah yang dihibahkan diakui sebagai beban

b) penjualan sebelum berakhirnya masa Ijarah, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat aset Ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian c) penjualan setelah selesainya masa Ijarah, maka selisih antara harga jual dan

jumlah tercatat Ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian d) Penjualan secara bertahap

9) Dalam hal Bank melakukan transaksi Ijarah-lanjut, maka aset Ijarah diamortisasi selama masa Ijarah antara Bank dengan pemilik aset

10) Bank wajib membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai untuk piutang pendapatan sewa sebesar porsi pokok sewa yang tertunda sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PSAK yang terkait.

b. Penyajian

1) Objek sewa yang diperoleh Bank disajikan sebagai aset Ijarah

2) Akumulasi penyusutan/amortisasi dan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai dari aset Ijarah disajikan sebagai pos lawan aset Ijarah

3) Porsi pokok atas pendapatan sewa yang belum dibayar disajikan sebagai piutang sewa

4) Porsi ujrah atas pendapatan sewa yang belum dibayar disajikan sebagai pendapatan sewa yang akan diterima yang merupakan bagian dari aset lainnya pada saat nasabah tergolong performing. Sedangkan, apabila nasabah tergolong non-performing maka pendapatan sewa yang akan diterima disajikan pada rekening administratif

5) Cadangan Kerugian Penuruanan Nilai atas piutang sewa disajikan sebagai pos lawan (contra account) piutang Ijarah

6) Beban penyusutan/amortisasi aset Ijarah disajikan sebagai pengurang pendapatan Ijarah pada laporan laba rugi

(4)

3. Ilustrasi Jurnal

a. Pada saat perolehan aset Ijarah Db. Aset Ijarah

Kr. Kas/rekening

b. Pada saat pengakuan pendapat Ijarah pada tanggal laporan Db. Piutang sewa (porsi pokok)

Db. Piutang pendapatan sewa (porsi ujrah) Kr. Pendapatan Ijarah

c. Pada saat pengakuan penyusutan/amortisasi pada tanggal laporan Db. Beban penyusutan

Kr. Akumulasi penyusutan

d. Pada saat penerimaan sewa dari nasabah Db. Kas/rekening

Kr. Piutang sewa (porsi pokok)

Kr. Piutang pendapatan sewa (porsi ujrah) e. Pada saat terjadi biaya penarikan

Db. Beban perbaikan Kr. Kas/rekening

f. Pada saat terjadi tunggakan pembayaran sewa 1) Nasabah masih tergolong performing

Db. Piutang sewa (porsi pokok)

Db. Piutang pendapatan sewa (porsi ujrah) Kr. Pendapatan Ijarah

2) Nasabah tergolong non performing

a) dilakukan jurnal balik pendapatan sewa Db. Pendapatan Ijarah

Kr. Piutang pendapatan sewa (porsi ujrah) b) pengakuan atas porsi pokok sewa

Db. Piutang sewa (porsi pokok) Kr. Pendapatan Ijarah

g. Pada saat pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai atas piutang sewa Db. Beban kerugian penurunan nilai aset keuangan-piutang sewa

Kr. Cadangan kerugian penurunan nilai aset keuangan-pitang sewa

h. Pada saat pemulihan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai atas piutang sewa Db. Cadangan kerugian penurunan nilai aset keuangan-pitang sewa

(5)

Kr. Beban kerugian penurunan nilai aset keuangan-piutang sewa/Keuntungan pemulihan nilai-piutang sewa

i. Pada saat terjadi penurunan nilai aset Ijarah Db. Beban kerugian penurunan nilai aset Ijarah Kr. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai aset Ijarah j. Pada saat terjadi pemulihan nilai aset Ijarah

Db. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai aset Ijarah

Kr. Beban kerugian penurunan nilai aset Ijarah/Keuntungan pemulihan nilai aset Ijarah

k. Pada saat pengalihan aset Ijarah 1) Melalui hibah

Db. Akumulasi penyusutan/amortisasi

Db. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai aset Ijarah Db. Beban Kerugian

Kr. Aset Ijarah 2) Melalui penjualan

Db. Kas/rekening

Db. Akumulasi penyusutan/amortisasi

Db. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai aset Ijarah Db/Kr. Kerugian/Keuntungan

Kr. Aset Ijarah

B. Ijarah Atas Jasa

1. Pengertian Ijarah Atas Jasa

Ijarah atas Jasa adalah Ijarah dimana objek Ijarah adalah manfaat yang bukan berasal dari aset berwujud. Transaksi Ijarah atas jasa dikenal dengan istilah pembiayaan multi jasa. Manfaat (jasa) yang bisa di-Ijarah-kan antara lain jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan jasa pariwisata rohani. Dalam melakukan transaksi multi jasa, Bank melakukan akad Ijarah dengan pihak pemasok dan kemudian melakukan akad Ijarah lebih lanjut dengan nasabah. Perolehan aset Ijarah atas jasa diamortisasi sesuai dengan jangka waktu akad Ijarah Bank dengan pemasok. Perlakuan Akuntansi transaksi multijasa mengikuti akuntansi untuk Ijarah dengan skema sewa dan sewa-lanjut.

(6)

2. Perlakuan Akuntansi

a. Pengakuan dan Pengukuran

1) Perolehan aset Ijarah atas jasa diakui sebagai aset Ijarah pada saat perolehan ha katas sebesar biaya yang terjadi

2) Pendapatan Ijarah diakui selama masa akad Bank dengan nasabah 3) Amortisasi atas perolehan aset Ijarah diakui sebagai beban Ijarah

4) Bank wajib membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai untuk piutang pendapatan multi jasa sebesar porsi pokok sewa yang tertunda sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PSAK yang terkait

b. Penyajian

1) Perolehan atas jasa disajikan sebagai bagian aset Ijarah dan disajikan terpisah dari aset Ijarah lain

2) Amortisasi atas perolehan aset Ijarah disajikan sebagai pos lawan dari aset Ijarah

3) Porsi pokok atas pendapatan sewa multijasa yang belum dibayar disajikan sebagai piutang sewa

4) Porsi ujrah atas pendapatan sewa multijasa yang belum dibayar disajikan sebagai pendapatan sewa multijasa yang akan diterima yang merupakan bagian dari aset yang lainnya pada saat nasabah tergolong performing. Sedangkan apabila nasabah tergolong non-performing maka pendapatan sewa multijasa yang akan diterima disajikan pada rekening administratif

5) Cadangan Kerugian Penurunan Nilai atas piutang sewa disajikan sebagai pos lawan (contra account) piutang sewa

6) Beban amortisasi aset Ijarah disajikan sebagai pengurang pendapatan Ijarah pada laporan laba rugi

3. Ilustrasi Jurnal

a. Pada saat perolehan jasa Db. Aset Ijarah

Kr. Kas/rekening

b. Pada saat pengakuan pendapatan Ijarah pada tanggal laporan Db. Piutang sewa (porsi pokok)

Db. Piutang pendapatan sewa multijasa (porsi ujrah) Kr. Pendapatan Ijarah

(7)

Db. Beban amortisasi Kr. Akumulasi amortisasi

d. Pada saat penerimaan sewa dari nasabah Db. Kas/rekening

Kr. Piutang sewa (porsi pokok)

Kr. Piutang pendapatan sewa multijasa (porsi ujrah) e. Pada saat terjadi tunggakan pembayaran sewa

1) Nasabah masih tergolong performing Db. Piutang sewa (porsi pokok)

Db. Piutang pendapatan sewa multijasa Kr. Pendapatan Ijarah

2) Nasabah tergolong non-performing

a) Dilakukan jurnal balik pendapatan sewa Db. Pendapatan Ijarah

Kr. Pendapatan sewa multijasa (porsi ujrah) b) Pengakuan atas porsi pokok sewa

Db. Piutang sewa (porsi pokok) Kr. Pendapatan Ijarah

f. Pada saat pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai atas piutang sewa Db. Beban kerugian penurunan nilai aset keuangan - piutang sewa

Kr. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai aset keuangan - piutang sewa g. Pada saat pemulihan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai atas piutang sewa

Db. Cadangan kerugian penurunan nilai aset keuangan - piutang sewa

Kr. Beban Kerugian Penurunan Nilai aset keuangan - piutang sewa/Keuntungan pemulihan nilai piutang - sewa

C. Karakteristik Ijarah

Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan tentang Ijarah bagaimana tercantum dalam fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 (Fatwa,2006) sebagai berikut:

(8)

Pertama: Rukun dan syarat Ijarah: 1. Pernyataan ijab dan qabul

2. Pihak-pihak yang berakad (berkontrak); terdiri atas pemberi sewa (lessor, pemilik aset, LKS) dan penyewa (lessee, pihak yang mengambil manfaat dari pengguna asset nasabah)

3. Objek kontrak; pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan aset

4. Manfaat dari penggunaan asset dalam Ijarah adalah obyek kontrak yang harus dijamin, karena rukun yang harus sebagai ganti dari sewa dan bukan asset itu sendiri

5. Sighat Ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal ataupun dalam bentuk lain yang equivalent, dengan cara penawaran dari pemilik asset (LKS ) dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).

Kedua: Ketentuan Obyek Ijarah

1. Obyek Ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa 2. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak 3. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan

4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah

5. Manfaat arus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktauan) yang akan mengakibatkan sengketa

6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik

7. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan akan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam Ijarah

8. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak

9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak

Ketiga: Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah 1. Kewajiban LKS sebagai pemberi sewa:

a. Menyediakan aset yang disewakan b. Menanggung biaya pemeliharaan aset

c. Menjamin bila terdapat cacat pada aset yang disewakan 2. Kewajiban nasabah sebagai penyewa:

(9)

a. Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan aset yang yang disewa serta menggunkannya sesuai kontrak

b. Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya ringan (tidak materiil)

c. Jika aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang diperbolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penyewa dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut

D. Cakupan Akuntansi Ijarah

Pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi Ijarah dan Ijarah muntahia bittamlik yang sebelumnya diatur dalam PSAK 59 tenatang Akuntansi Perbankan Syariah diganti dengan PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah. Dalam PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah dijelaskan tujuan Akuntansi Ijarah ini adalah untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi Ijarah. Sedangkan ruang lingkup dalam Akuntansi Ijarah adalah sbb:

1. Pernyataan ini diterapkan untuk antitas yang melakukan transaksi Ijarah

2. Pernyataan ini mencakup pengaturan untuk pembiayaan multijasa yang menggunakan akad Ijarah namun tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi untuk obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad Ijarah

Untuk memberikan gambaran perbedaan segi akuntansi Ijarah muntahiyah bittamlik dengan sewa beli (finance lease), berikut diberikan beberapa ketentuan dalam PSAK 30 tentang sewa (revisi 2007), antara lain sewa pembiayaan dalam laporan keuangan lesse dan laporan keuangan lessor.

1. Sewa pembiayaan (dalam laporan keuangan lesse)

a. Pada saat awal masa sewa, lesse mengakui sewa pembiayaan sebagai aset dan kewajiban dalam neraca sebesar nilai wajar aset sewaan atau sebesar nilai kini dari pembiayaan sewa minimum, jika nilai kini lebih rendah dari nilai wajar. Penilaian ditentukan pada awal kontrak. Tingkat diskonto yang digunakan dalam perhitungan nilai kini dari pembayaran sewa minimum adalah tingkat suku bunga implisit dalam sewa, jika dapat ditentukan secara praktis; jika tidak digunakan tingkat suku bunga pinjaman incremental lesse. Biaya langsung awal yang dikeluarkan lesse ditabahkan kedalam jumlah yang diakui sebagai aset (pargraf 16).

(10)

b. Transaksi dan kejadian lainnya dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas keuangannya, dan tidak selalu menghikuti bentuk legalnya. Meskipun bentuk legal perjanjian sewa menyatakan bahwa lesse tidak memperoleh hak legal atas aset sewaan, dalam hal sewa pembiayaan, secara subtansi dan realitas keuangan pihak lesse memperoleh manfaat ekonomis dari pemakaian aset sewaan tersebut selama sebagian besar umur ekonomisnya. Sebagai konsekuensinya lesse menanggung kewajiban untuk membayar hak tersebut sebesar suatu jumlah, pada awal sewa, yang mendekati nilai wajar dari aset dan beban keuangan (finance charge) terkait (pargraf 17).

c. Jika transaksi sewa tersebut tidak tercermin dalam neraca lesse, sumber daya ekonomi dan tingkat kewajiban dari entitas menjadi rendah (understated), sehingga mendistorsi rasio-rasio keungan. Oleh karena itu, sewa pembiayaan diakui dalam neraca lesse sebagai aset dan kewwajiban untuk pembayaran sewa dimasa depan. Pada awal masa sewa, aset dan kewajiban untuk pembayaran sewa dimasa depan diakui di neraca pada jumlah yang sama, kecuali untuk biaya langsung awal dari lesse yang ditambahkan ke jumlah yang diakui sebagai aset (paragraph 18).

d. Kewajiban sewa tidak dapat disajikan sebagai pengurang aset sewaan dalam laporan keuangan. Jika penyajian kewajiban dalam neraca berbeda antara kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang, hal yang sama berlaku untuk kewajiban sewa (paragraph 19).

e. Biaya langsung awal umumnya terjadi sehungan dengan aktivitas sewa tertentu, seperti aktivitas negoisasi dan pemastian pelaksanaan sewa. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung kepada aktivitas lesse untuk suatu sewa pembiayaan ditambahkan ke jumlah yang diakui sebagai aset (paragraph 20). 2. Sewa pembiayaan (dalam laporan keuangan lessor)

a. Dalam sewa pembiayaan lessor mengakui aset berupa piutang sewa pembiayaan di neraca sebesar jumlah yang sama dengan investasi sewa neto tersebut (paragraph 32).

b. Pada hakikatnya dalam sewa pembiayaan semua resiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan legal dialihkan oleh lessor kepada lesse, dan dengan demikian penerimaan piutang sewa diperlakukan oleh lessor sebagai pembayaran pokok dalam penghasilan pembiayaan (finance income) yang diterima lessor sebagai penggantian dan imbalan atas investasi dan jasanya (paragraph 33).

(11)

c. Lessor sering kali mengeluarkan biaya langsung awal yang meliputi antara lain komisi, biaya legal, dan biaya internal yang incremental dan dapat diatribusikan langsung dengan proses negoisasi dan pengaturan suatu sewa. Biaya langsung awal tidak termasuk biaya umum seperti yang lazimnya dikeluarkan oleh tim penjualan dan pemasaran. Untuk sewa pembiayaan, selain yang melibatkan lessor pabrikan atau dealer, biaya langsung awal diperhitungkan sebagai bagian dari pengukuran awal piutang sewa pembiayaan dan mengurangi penghasilan yang diakui selama masa sewa. Tinghkat bunga implisit dalam sewa ditentukan sedemikian rupa sehingga biaya langsung awal secara otomatis sudah termasuk didalam piutang sewa pembiayaan; sehingga tidak diperlukan pengungkapan ysng terpisah. Biaya yang dikeluarkan oleh lessor pabrikan atau dealer yang terkait dengan negoisasi dan pengaturan suatu sewa tidak termasuk biaya langsung awal. Dengan demikian biaya tersebut tidak termasuk investasi sewa netto dan diakui sebagai beban ketika laba penjulana diakui, yang mana untuk sewa pembiayaan umumnya diakui pada masa awal sewa (paragraph 34).

Transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamlik dianggap sebagai salah satu instrument keuangan yang digunakan oleh bank syariah, dimana bank syariah berbeda didalam memperlakukan pengukuran dan pengungkapan aset yang disewakan, dan didalam akuntansi bagi bagian bank syariah pada biaya langsung awal dan perbaikan aset yang disewakan. Mereka juga berbeda mengenai pengakuan pendapatan Ijarah (hampir separuh bank-bank syariah yang berpartisipasi mengakui pendapatan ijarah ketika cicilan sewa jatuh tempo, separuh yang lain mengakui pendapatan sewa pada berbagai waktu). Disamping itu, menunjukkan bahwa bank syariah juga berbeda didalam pengungkapan kebijakan akuntansi mengenai Ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamlik. Perbedaan tersebut didalam perlakuan akuntansi dan pengungkapan cenderung mempunyai berbagai efek. Adalah sulit untuk membandingkan keuntungan yang diperoleh oleh sebuah bank syariah dengan yang diperoleh bank syariah lain. Ini akan mengurangi kegunaan informasi kepada para pemakai laporan keuangan bank syariah. Juga, perbedaan tersebut bisa mempengaruhi alokasi hasil-hasil transaksi investasi bersama baik keuntungan atau kerugian antara para pemilik rekening investasi tidak terbatas dan para pemilik equity di satu sisi dan alokasi hasil-hasil transaksi baik keuntungan maupun kerugian diantara para pemilik rekening (tidak terbatas dan terbatas) disisi lain. Tetapi, standarisasi perlakuan akuntansi pengakuan keuntungan transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamlik dan pengungkapannya, sesuai dengan ketentuan-ketentuan kerangka dasar seperti “Penentuan hak-hak dan kewajiban

(12)

semua pihak terkait, termasuk hak-hak yang berasal dari transaksi yang tidak selesai dan kejadian-kejadian lain sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah Islam dan konsep keadilannya, charity dan kepatuhan terhadap etika bisnis Islam, dan memberikan informasi yang berguna bagi para pemakai laporan keuangan bank syariah untuk memungkinkan mereka mengambil keputusan yang sah didalam muamalah mereka dengan bank syariah”.

E. Akuntansi Pemilik Obyek Ijarah (Mu’jir)

Salah satu perbedaan akuntansi Ijarah dengan akuntansi sewa beli (leasing) adalah pencatatan obyek Ijarah yang dilakukan oleh lessor. Disamping itu ada beberapa akun yang dipergunakan dalam akuntansi Ijarah pada pemilik obyek Ijarah. Selain itu akan dibahas pengadaan obyek Ijarah, perhitungan harga sewa, pemeliharaan dan perbaikan obyek Ijarah, pengalihan kepemilikan khusus untuk Ijarah Muntahia Bittamlik.

1. Akun-akun dalam Transaksi Ijarah

a. Akun-akun Laporan Posisi Keuangan (Neraca) 1) Aset Ijarah

Untuk mencatat obyek Ijarah, baik atas aset berwujud maupun aset tidak berwujud.

2) Akumulasi Penyusutan aset Ijarah

Untuk mencatat penyusutan obyek Ijarah Aset Berwujud dengan mempergunakan metode penyusutan sesuai ketentuan PSAK yang terkait. 3) Sewa Multijasa Tangguhan / Sewa Lanjut Tangguhan

Untuk mencatat biaya perolehan obyek Ijarah Aset Tidak Berwujud (misalnya untuk produk multijasa yang mempergunakan akad Ijarah).

4) Cadangan Biaya Pemeliharaan/Perbaikan

Dalam hal pembentukan cadangan biaya pemeliharaan obyek Ijarah. b. Akun-akun Laporan Laba Rugi

1) Biaya Penyusutan aset Ijarah

Untuk mrncatat biaya penyusutan yang dilakukan atas obyek Ijarah atas aset berwujud, baik Ijarah maupun IMBT.

2) Biaya Pemeliharaan Aset Ijarah

Untuk mencatat biaya pemeliharaan obyek Ijarah yang menjadi tanggung jawab pemilik obyek Ijarah (lessor) atas aset berwujud.

(13)

Untuk mencatat beban amortisasi yang telah dilakukan atas obyek Ijarah aset tidak berwujud.

4) Keuntungan Pelepasan Aset Ijarah

Untuk mencatat keuntungan pelepasan Aset Ijarah, baik aset Ijarah maupun IMBT atas aset berwujud dimana nilai tercatat lebih rendah dari nilai jualnya. 5) Kerugian Pelepasan Aset Ijarah

Untuk mencatat kerugian pelepasan Aset Ijarah, baik aset Ijarah maupun IMBT atas aset berwujud dimana nilai tercatat lebih tinggi dari nilai jualnya.

6) Pendapatan sewa

Untuk mencatat harga sewa yang harus dibayar oleh penyewa (lesse). 2. Obyek Ijarah

Obyek Ijarah adalah manfaat dari penggunaan aset berwujud atau tidak berwujud. Obyek Ijarah atas penggunaan aset berrwujud ini yang diterapkan untuk Ijarah atau Ijarah Muntahia Bittamlik, khusunya IMBT karena ada opsi pemindahan kepemilikan. Oleh karena itu pemilik obyek Ijarah (lessor) harus memiliki aset yang akan disewakan.

Dalam pengukuran aset Ijarah berdasarkan biaya historis untuk pengukuran aset yang diperoleh untuk Ijarah yang mengacu kepada nilai wajarnya pada tanggal perolehan, termasuk jumlah yang dikeluarkan agar aset tersebut bisa digunakan yaitu Ijarah. Nilai wajar pada tanggal perolehan ditafsirkan sebagai harga yang dibayar bank untuk membeli aset tersebut dalam suatu transaksi yang bersahabat. Dasar ini dianggap lebih relevan dan reliable dari pada dasar-dasar pengungkapan alternatif.

Dalm PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah mengatur Biaya Perolehan Obyek Ijarah sbb:

9. Obyek Ijarah diakui pada saat obyek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan 10. Biaya perolehan obyek ijarah yang berupa aset tetap mengacu ke PSAK 16: Aset

Tetap dan aset tidak berwujud mengacu ke PSAK 19: Aset Tidak Berwujud. Dalam Accounting Auditing Standart for Islamic Financial Institution (AASIFI) yang dikeluarkan oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI), pengukuran nilai aset yang diperoleh untuk Ijarah dijelaskan bahwa berdasarkan biaya historis untuk pengukuran aset yang diperoleh untuk Ijarah yang mengacu kepada nilai wajarnya pada tanggal perolehan, termasuk jumlah yang dikeluarkan agar aset tersebut bisa digunakan yaitu Ijarah. Nilai wajar pada tanggal

(14)

perolehan ditafsirkan sebagai harga yang dibayar bank untuk membeli aset tersebut dalam suatu transaksi yang bersahabat.

Dasar ini sesuai dengan Statement of Objectives, dan dianggap lebih relevan dan reliable dari pada dasar-dasar pengungkapan alternatif. Sedangkan dua alternatif perlakuan diusulkan terhadap biaya langsung awal (bank sebagai lessor atau lessee):

a. Membebankan biaya-biaya ini sebagai biaya periode fiscal kepada periode kapan terjadinya; atau

b. Mencatat biaya-biaya ini sebagai biaya-biaya yang ditangguhkan untuk dialokasikan (secara sama) pada jangka waktu penyewaan.

Alternatif dua telah dipilih karena sesuai dengan konsep matching (mencocokkan) pendapatan dan biaya-biaya yang dinyatakan didalam Statement of Concepts. Tetapi, jika biaya langsung awal tidak material maka keseluruhan jumlah dibebankan kepada periode dimana terjadinya. Ini sesuai dengan konsep materialitas.

a. Pengadaan Aset Ijarah

Pengadaan Obyek Ijarah merupakan tanggung jawab lessor atau pemilik obyek Ijarah. Salah satu cara untuk memperoleh Obyek Ijarah adalah dengan melakukan pembelian Aset Ijarah (obyek Ijarah).

b. Pengeluaran biaya lain aset Ijarah

Yang dimaksud dengan harga perolehan adalah seluruh kas dan setara kas yang dikeluarkan untuk memperoleh aset sampai aset tersebut dalam kondisi siap untuk dipergunakan atau dijual. Dari pengertian ini dapat dilihat bahwa yang dimaksud dengan harga perolehan barang adalah harga barang adalah harga barang dikurangi diskon dari pemasok sebelum akad dilaksanakan ditambah biaya-biaya yang terkait dengan pengadaan barang yang menjadi tanggung jawab pembeli, misalnya biaya angkut, biaya surat-surat barang dan sebagainya (sesuai syarat penyerahan barang) sampai aset tersebut dapat dipergunakan atau dijual. c. Harga Sewa

Banyak para praktisi Lembaga Keuangan Syariah yang salah dalam memahami harga sewa dalam Ijarah khususnya dalam Ijarah Muntahia Bittamlik. Banyak harga sewa ini ditentukan berdasarkan jenis obyek sewa yang dimiliki tanpa memperhatikan akad yang dipergunakan dan jangka waktu sewa yang

(15)

dilakukan. Juga banyak yang beranggapan bahwa harga sewa ini merupakan pendapatan yang harus dibagikan dalam pembagian hasil usaha (profit distribusi).

Dalam Fatwa DSN nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 ketentuan kedua, butir 7 dijelaskan bahwa : “….. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam Ijarah”. Dari ketentuan ini dapat dilihat bahwa dalam jual beli terkandung harga pokok atau harga perolehan dan harga jual dimana selisih harga jual dan harga perolehan merupakan keuntungan yang diperoleh dalam transaksi jual beli. Oleh karena itu dalam transaksi Ijarah juga terkandung harga perolehan sewa dan harga sewa yang merupakan harga jual yaitu harga yang harus dibayar oleh penyewa.

1) Perhitungan Harga Sewa

Harga sewa sangat ditentukan oleh akad yang dilakukan (Ijarah atau IMBT), masa sewa yang dilakukan khususnya IMBT. Sehingga obyek Ijarah yang sama memiliki harga sewa yang berbeda jika akad dilakukan berbeda dan jangka waktu sewanya juga berbeda.

2) Pelaksanaan Akad Ijarah

Dalam pelaksanaan akad Ijarah, tidak ada perbedaan jurnal dalam akuntansi Ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamlik. Yang membedakan pemindahan kepemilikan dalam Ijarah Muntahia Bittamlik, dimana hal ini tidak ada dalam transaksi Ijarah. Selain itu juga jumlah transaksinya saja, karena hal ini dipengaruhi oleh perhitungan harga perolehan, dimana didalamnya terkandung beban penyusutan yang dipengaruhi oleh masa penyusutan obyek Ijarah tersebut. Oleh karena transaksi Ijarah masa pencatatan aset ada pada Lembaga Keuangan Syariah sebagai Lessor, maka baik obyek tersebut disewakan atau tidak disewakan tetap dilakukan penyusutan.

F. Akuntansi Penyewa (Musta’jir)

Salah satu perbedaan PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah dan PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan pada paragraph Ijarah adalah dalam PSAK 59 hanya dibahas akuntansi Ijarah dari segi Bank Syariah saja baik segi pemilik obyek Ijarah maupun Bank Syariah sebagai penyewa, sedangkan dalam PSAK 107 telah dibahas Akuntansi Penyewa tanpa membedakan apakah hal tersebut dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah maupun nasabah sebagai penyewa.

(16)

1. Akun dalam Akuntansi Penyewa

Akun yang digunakan oleh penyewa sangat berbeda dengan akun yang dipergunakan oleh pemilik obyek sewa. Berikut diberikan beberapa akun yang digunakan oleh penyewa obyek Ijarah, baik untuk kepentingan penyusunan laporan keuangan (neraca) maupun untuk menyusun laporan laba rugi.

a. Akun dalam Laporan Posisi Keuangan

Akun-akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi Ijarah atau Ijarah Muntahia Bittamlik pada akuntansi penyewa (lessee) untuk kepentingan penyusunan laporan posisi keuangan (neraca).

1) Aktiva Tetap

Untuk mencatat aset yang telah diperoleh atas dasar pemindahan kepemilikan dalam transaksi Ijarah Muntahia Bittamlik.

2) Akumulasi Aktiva Tetap

Untuk mencatat akumulasi penyusutan atas aktiva tetap yang diperoleh dari transaksi Ijarah Muntahia Bittamlik.

3) Uang Muka Sewa (Sewa Dibayar Dimuka)

Untuk mencatat bagian dari harga sewa yang telah dibayar sebelum pemanfaatan obyek Ijarah.

b. Akun dalam Laporan Laba Rugi

Akun-akun tersebut dipergunakan untuk mencatat transaksi Ijaran atau Ujarah Muntahia Bittamlik dalam akuntansi penyewa untuk kepentingan penyusunan laporan laba rugi.

1) Beban sewa Ijarah

Untuk mencatat harga sewa yang dibayar baik untuk transaksi Ijarah atau Ijarah Muntahia Bittamlik.

2) Beban Pemeliharaan Rutin Aset Ijarah

Untuk mencatat beban pemeliharaan rutin yang menjadi beban penyewa. 2. Beban Sewa

Beban sewa adalah harga sewa yang harus dibayar oleh penyewa obyek Ijarah. Dalam PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarahmenjelaskan pengakuan dan pengukuran Beban Ijarah yang dilakukan oleh penyewa sbb:

(17)

21. Utang sewa diukur sebesar jumlah yangh harus dibayar atas manfaat yang telah diterima

Seperti telah dijelaskan diatas bahwa harga sewa atau beban sewa yang harus dibayar oleh penyewa obyek Ijarah sanngat dipengaruhi oleh akad yang dipergunakan dan khusus untuk Ijarah Muntahia Bittamlik dipengaruhi juga oleh jangka waktu sewa yang dilakukan.

3. Beban Pemeliharaan dan Perbaikan Rutin

Dalam transaksi Ijarah atau Ijarah Muntahia Bittamlik, obyek Ijarah atau obyek IMBT tetap dicatat pada pemilik obyek sewa (lessor) sehingga secara prinsip beban pemeliharaan dan perbaikan menjadi tanggung jawab pemilik obyek sewa (lessor). Namun demikian beban pemeliharaan rutin dan beban perbaikan yang tidak besar dapat dibebankan kepada penyewa atau menjadi tanggung jawab penyewa. Terkait dengan hal tersebut dalam PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah diatur sbb:

22. Biaya pemeliharaan obyek Ijarah yang disepakati dalam akad menjadi tanggungan penyewa diakui sebagai beban pada saat terjadinya.

23. Biaya pemeliharaan obyek Ijarah, dalam Ijarah Muntahia Bittamlik melalui penjualan obyek Ijarah secara bertahap akan meningkat sejalan dengan peningkatan kepemilikan obyek Ijarah.

G. Pengungkapan

Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:

a. Sumber dana yang digunakan dalam pembiayaan Ijarah b. Rincian perolehan atas jasa berdasarkan jenis

c. Jumlah piutang cicilan Ijarah yang akan jatuh tempo dua tahun terakhir d. Transaksi dan saldo dengan pihak-pihak yang berelasi

Referensi

Dokumen terkait

Uji coba rancangan strategi pembelajaran membaca bagi anak dengan autisme non- verbal dilakukan di salah satu pusat terapi autism di kota Bandung. Partisipan dalam uji

Pustakawan harus mampu menjaga sikap dan kesopanannya. Pustakawan juga harus mampu menjalin hubungan baik dengan pemustaka dan pustakawan lainnya. Agar saat terjadi

 View All Item From Cart: if balance is sufficient into account and order has to be delivered then shop employees change status to SELECTED other wise if balance is not.. 

Muka air tanah di Bandung pada saat ini berada sekitar 100 meter di bawah muka tanah, sebagai akibat penggunaan air tanah yang tidak terkendali dan daerah resapan air yang

Secara umum, peningkatan konsentrasi PPC organik meningkatkan pertumbuhan bibit gaharu dimulai dari konsentrasi PPC organik 0 ml/L air sampai dengan 2 ml/L air yang

Dalam pemeriksaan permohonan uji materiil terdebut, Maruarar Siahaan, Mantan Hakim Konstitusi yang kebetulan dihadirkan untuk memberikan keterangan sebagai ahli,

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Jenderal Soedirman Pengujian Hipotesis.. Langkah

Benih yang akan digunakan adalah benih bermutu yaitu benih dengan tingkat kemurnian dan daya tumbuh yang tinggi, berukuran penuh dan seragam, daya kecambah diatas 80% (vigor