• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Jawa Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia dengan ibu kotanya di Kota Bandung. Berdasarkan sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia. Provinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 1950. Secara administratif pemerintahan, wilayah Jawa Barat terbagi kedalam 27 kabupaten/kota, meliputi 18 kabupaten yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bandung Barat dan 9 kota yaitu Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, dan Kota Banjar.

Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang mempunyai peringkat yang tinggi dalam menerima dana transfer. Lima besar provinsi yang mendapatkan dana transfer terbesar adalah provinsi Papua, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sumatra Utara. Provinsi Jawa Barat masuk dalam lima besar

mendapatkan jatah dana transfer terbesar dari pusat.

http://bisnis.liputan6.com/read/815980/bogor-dan-papua-dapat-jatah-dana-terbesar-dari-pusat.[diakses, 20 Januari 2016]

(2)

2 Tabel 1.1

Provinsi Penerima Jatah Dana Alokasi Umum Terbesar Di Indonesia 2014

No Nama Provinsi Dana Alokasi Umum

1 Papua Rp 1,99 triliun

2 Jawa Timur Rp 1,86 triliun

3 Jawa Tengah Rp 1,80 triliun

4 Jawa Barat Rp 1,68 triliun

5 Sumatera Utara Rp 1,34 triliun

Sumber: www.setkab.go.id (data diolah 2016)

Selain itu, ditingkat Kabupaten dan Kota ada delapan Kabupaten dan Kota yang menerima dana transfer tertinggi di Indonesia. Dari delapan Kabupaten dan Kota, empat diantaranya merupakan Kabupaten dan Kota yang ada di provinsi Jawa Barat, yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Garut, Kota Bandung dan Kabupaten Sukabumi. http://bisnis.liputan6.com/read/815980/bogor-dan-papua-dapat-jatah-dana-terbesar-dari-pusat.[diakses, 20 Januari 2016]

Tabel 1.2

Kabupaten/Kota Penerima Jatah Dana Alokasi Umum Terbesar Di Indonesia 2014

No Nama Kabupaten/Kota Dana Alokasi Umum

1 Kabupaten Bogor Rp 2,05 triliun

2 Kabupaten Garut Rp 1,70 triliun

3 Kota Bandung Rp 1,59 triliun

4 Kabupaten Sukabumi Rp 1,45 triliun

(3)

3 1.2 Latar Belakang Penelitian

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah pasal 1, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah merupakan salah satu instrumen yang dinilai efektif dalam pelaksanaan pemerataan pembangunan di tiap daerah, yang harapanya terjadi efisiensi dan keefektifan dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah serta mampu menjadi solusi atas ketimpangan antar daerah yang dianggap sebagai dampak dari sistem sentralistik yang kurang adil.

Implikasinya terhadap daerah adalalah menjadikan daerah memiliki peran yang penting dalam mengatasi masalah pemerataan pembangunan dan pengelolaan kepemerintahan secara mandiri. Hal ini sesuai dengan amanat dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang mengamanatkan bahwa Daerah memiliki kewenangan dalam mengelola daerahnya sendiri secara mandiri dan bertanggung jawab terhadap kepentingan masyarakatnya (Muliana, 2009).

Pelaksanaan kebijakan di Indonesia tentang otonomi daerah, dimulai secara efektif pada tanggal 1 Januari 2001, merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi yang sesungguhnya. Otonomi daerah disatu sisi memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah, namun disisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang lebih besar bagi pemerintah daerah dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan otonomi daerah tidak hanya berfokus pada dana bantuan dari pusat dalam bentuk dana perimbangan. Lebih penting dari itu adalah daerah dapat mandiri untuk mengurus rumah tangganya sendiri termasuk kemandirian keuangan daerah dengan memanfaatkan dan mendayagunakan, serta mengelola potensi-potensi yang ada di daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat dan pembangunan daerah (Virgi, 2014).

(4)

4 Pemberlakuan Undang-undang otonomi daerah yakni UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dimaksudkan agar terciptanya kemandirian keuangan daerah. Kemandirian keuangan daerah yang dimaksud adalah seberapa besar tingkat kemandirian pemerintah daerah dalam hal pendanaan atau mendanai segala aktivitasnya. Tingkat kemampuan keuangan daerah dapat ditinjau salah satunya dari besar kecilnya penerimaan daerah khususnya pendapatan asli daerah (Hadi, 2010).

Dalam UU Nomor 28 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi, adanya perubahan mengenai penerimaan pajak yang selama ini dipungut oleh Pusat, yaitu PBB Perdesaan dan Perkotaan dan BPHTB sekarang telah diserahkan kepada daerah. Selain itu, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk menetapkan besaran tarif pajak daerah dalam batas tarif minimum dan maksimum sesuai koridor dalam Undang-Undang. Pemberlakuan pemungutan pajak baru tersebut dilakukan secara bertahap. BPHTB telah dilaksanakan sepenuhnya oleh daerah mulai 1 Januari 2011, sedangkan Pajak Rokok dan PBB Perdesaan dan Perkotaan akan dilaksanakan sepenuhnya oleh daerah pada tanggal 1 Januari 2014.

Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, kemandirian keuangan daerah berarti pemerintah dapat melakukan pembiayaan dan pertanggungjawaban keuangan sendiri, melaksanakan sendiri dalam rangka asas desentralisasi. Menurut Halim (2011:232), kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain seperti bantuan pemerintah pusat ataupun dari pinjaman, selain pendapatan asli daerah tingkat kemandirian keuangan daerah juga disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Tingkat kemandirian keuangan daerah di seluruh Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat sebagai berikut.

(5)

5 Tabel 1.3

Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Seluruh Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat 2010-2014

Tahun Persentase Kemampuan

Keuangan Daerah Pola hubungan

2010 15,40% Rendah sekali Instruktif

2011 23,48% Rendah sekali Instruktif

2012 25,85% Rendah Konsultatif

2013 31,13% Rendah Konsultatif

2014 39,81% Rendah Konsultatif

Rata-Rata 27,13% Rendah Konsultatif

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat (data diolah 2016) Berdasarkan Tabel 1.3 tingkat kemandirian keuangan Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat tahun 2010-2014 rata-rata 27%, sehingga tingkat kemandirian keuangan daerahnya masuk dalam kategori pola hubungan dengan pemerintah konsultatif karena berada di presentase 25-50%. Hal ini berarti kemampuan daerah tersebut masih rendah dalam hal keuangan karena ada campur tangan dari pemerintah. Daerah tersebut dianggap sedikit mampu untuk melaksanakan otonomi daerah. Hal ini didukung dengan sejumlah kabupaten/kota provinsi jawa

barat memperoleh dana transfer terbesar di

Indonesia.http://bisnis.liputan6.com/read/815980/bogor-dan-papua-dapat-jatah-dana-terbesar-dari-pusat.[diakses, 20 Januari 2016]

Hal-hal yang mempengaruhi tingkat kemandirian keuangan daerah antara lain adalah pendapatan asli daerah. Menurut UU No.23 tahun 2014 pasal 1 ayat 35 tentang Pemerintah Daerah, Pendapatan asli daerah merupakan penerimaan daerah dari berbagai jenis usaha pemerintah daerah untuk mengumpulkan dana yang akan digunakan untuk membiayai keperluan daerah yang terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha milik daerah, dan lain-lain penerimaan asli daerah yang sah. Pengukuran Pendapatan Asli Daerah dengan mencari kontribusi terhadap total pendapatan daerah, yaitu dengan membandingkan Pendapatan Asli

(6)

6 Daerah dengan Total Pendapatan Daerah. Jika pendapatan asli daerah meningkat maka tingkat kemandirian keuangan daerah juga meningkat, sebaliknya jika pendapatan asli daerah rendah maka kemandirian keuangan daerah juga rendah (Ersyad, 2011). Di Provinsi Jawa Barat terdapat kabupaten/kota yang tidak sesuai dengan teori yaitu Kota Bandung dan Kabupaten Bogor. Berikut Tabel pendapatan asli daerah dan tingkat kemandirian keuangan daerah Kota Bandung dan Kabupaten Bogor 2011-2012

Tabel 1.4

Kontribusi Pendapatan Asli Daerah Terhadap Total Pendapatan Daerah dan Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kota Bandung dan

Kabupaten Bogor 2011-2012

Kabupaten /kota Keterangan 2011 2012

Kota Bandung Konrtibusi PAD (↑)

24,60% 25,39%

TKKD (↓) 59,37% 55,65%

Kabupaten Bogor Konrtibusi PAD (↓) 12,12% 7,93%

TKKD (↑) 24,76% 38,45%

Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Barat (data diolah 2016) PAD : Konrtibusi Pendapatan Asli Daerah

TKKD : Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

Pada variabel pendapatan asli daerah dalam laporan realisasi anggaran pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Barat 2010-2014 terdapat kabupaten/kota yang tidak sesuai dengan teori yaitu Kota Bandung dan Kabupaten Bogor. Fenomena yang terjadi di Kota Bandung adalah ketika kontribusi pendapatan asli daerah meningkat, namun tingkat kemandirian keuangan daerahnya menurun pada tahun 2011-2012.

Fenomena yang terjadi di Kabupaten Bogor adalah ketika kontribusi pendapatan asli daerah menurun, namun tingkat kemandirian keuangan daerahnya meningkat pada tahun 2011-2012. Peningkatan tingkat kemandirian keuangan daerah tersebut disebabkan pada tahun tersebut pemerintah pusat mengurangi

(7)

7

dana transfer ke daerah.

http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=239181. [diakses, 20 Januari 2016]

Selain itu, penelitian yang dilakukan beberapa peneliti terdahulu yaitu penelitian yang dilakukan Reza (2013) menghasilkan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Namun penelitian tersebut berbeda dengan Virgi (2014) menghasilkan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

Selain pendapatan asli daerah, variabel lain yang dapat berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah adalah dana alokasi umum. Menurut Sidik (2010:96) Dana Alokasi Umum dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah. Pengukuran dana alokasi umum dengan mencari kontribusi terhadap total pendapatan daerah, yaitu dengan membandingkan dana alokasi umum dengan total pendapatan daerah. Derah yang memiliki kemampuan keuangan yang besar memperoleh distribusi dana alokasi umum yang relatif kecil. Jadi dengan kata lain, jika pemerintah pusat mengalokasikan dana alokasi umum relatif besar maka daerah tersebut kurang mandiri. Semakin tinggi dana alokasi umum, semakin rendah kemandirian keuangan suatu daerah (Reza, 2013). Di Provinsi Jawa Barat terdapat kabupaten/kota yang tidak sesuai dengan teori yaitu Kota Tasik dan Kota Depok. Berikut Tabel dana alokasi umum dan tingkat kemandirian keuangan daerah Kota Tasik dan Kota Depok 2011-2012:

(8)

8 Tabel 1.5

Kontribusi Dana Alokasi Umum Terhadap Pendapatan Daerah dan Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kota Tasik dan Kota Depok

2011-2012

Kabupaten /kota Keterangan 2011 2012

Kota Tasik Kontribusi DAU (↑) 50,03% 51,46%

TKKD (↑) 19,22% 22,50%

Kota Depok Kontribusi DAU (↑) 33,13% 34,67%

TKKD (↑) 41,65% 58,18%

Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Barat (data diolah 2016) DAU : Kontribusi Dana Alokasi Khusus

TKKD : Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

Pada variabel dana alokasi umum dalam laporan realisasi anggaran pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Barat 2010-2014 terdapat kabupaten/kota yang tidak sesuai dengan teori yaitu Kota Tasik dan Kota Depok. Fenomena yang terjadi di Kota Tasik dan Kota Depok adalah ketika kontribusi dana alokasi umum meningkat, tingkat kemandirian keuangan daerahnya menjadi menurun pada tahun 2011-2012.

Penelitian yang dilakukan Muliana (2009) menghasilkan Dana Alokasi Umum berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Namun, penelitian yang dilakukan Reza (2013) menghasilkan Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

Variabel ketiga adalah dana alokasi khusus. Menurut UU No.23 tahun 2014 pasal 1 ayat 47 tentang Pemerintah Daerah, Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. Pengukuran dana alokasi khusus dengan mencari kontribusi terhadap total pendapatan daerah, yaitu dengan membandingkan dana alokasi khusus dengan Total Pendapatan Daerah. Jika

(9)

9 pemerintah pusat mengalokasikan dana alokasi khusus relatif besar maka daerah tersebut kurang mandiri. Semakin tinggi dana alokasi khusus, semakin rendah kemandirian keuangan suatu daerah (Reza, 2013). Di Provinsi Jawa Barat terdapat kabupaten/kota yang tidak sesuai dengan teori yaitu Kota Bandung dan Depok. Berikut Tabel dana alokasi khusus dan tingkat kemandirian keuangan daerah Kota Bandung 2012-2013 dan Kota Depok 2013-2014

Tabel 1.6

Kontribusi Dana Alokasi Khusus Terhadap Pendapatan Daerah dan Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kota Bandung 2012-2013 dan

Kota Depok 2013-2014

Kabupaten /kota Keterangan 2012 2013

Kota Bandung Kontribusi DAK (↑)

0,94% 1,41%

TKKD (↑) 1,41% 81,0%

2013 2014 Kota Depok Kontribusi DAK (↑) 0,54% 1,21%

TKKD (↑) 66,11% 67,81%

Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Barat (data diolah 2016) DAK : Kontribusi Dana Alokasi Khusus

TKKD : Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

Pada variabel dana alokasi khusus dalam laporan realisasi anggaran pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Barat 2010-2014 terdapat kabupaten/kota yang tidak sesuai dengan teori yaitu Kota Bandung dan Kota Depok. Fenomena yang terjadi di Kota Bandung pada tahun 2012-2013 kontribusi dana alokasi khusus meningkat, namun tingkat kemandirian keuangan daerahnya juga meningkat. Fenomena yang terjadi di Kota Depok adalah pada tahun 2013-2014 dana alokasi khusus meningkat, namun tingkat kemandirian keuangan daerahnya meningkat. Peningkatan tingkat kemandirian keuangan daerah di Kota Bandung tersebut tersebut disebabkan kenaikan pendapatan asli daerah yang berasal dari pelayanan pajak mobile. http://infobandung.co.id/akibat-pelayanan-pajak-mobile-pendapatan-asli-daerah-kota-bandung-meningkat/.[diakses, 20 Januari 2016]

(10)

10 Penelitian yang dilakukan Muliana (2009) menghasilkan Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Namun penelitian tersebut berbeda dengan Ersyad (2011) menghasilkan Dana Alokasi Khusus tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

Berdasarkan latar belakang di atas dan hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa masih ada perbedaan hasil penelitian (research gap) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian keuangan daerah, sehingga penting dilakukan penelitian untuk mengetahui dan menganalisis lebih lanjut tentang “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah” (Studi pada Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Barat Tahun 2010-2014).

1.3 Perumusan Masalah

Provinsi Jawa Barat memiliki tingkat kemandirian keuangan daerah mengalami kenaikan 2010-2014. Namun, Struktur penerimaan keuangan seluruh Kabupaten/kota di Jawa Barat didominasi dengan sumbangan dan bantuan dari pusat. Pendapatan asli daerah seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Barat lebih kecil dibandingkan dengan dana perimbangan. Tahun 2010-2014 tingkat kemandirian daerah seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Barat berada di interval 20%-30%, yang berarti tingkat kemampuan keuangan daerahnya sedan. Hasil perhitungan dari data laporan realisasi anggaran pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Barat 2010-2014 tentang pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus yang ada dapat mencerminkan tingkat kemandirian keuangan daerah.

1.4 Pertanyaan Penelitian

Penelitian ini akan menjawab beberapa pertanyaan berikut.

1. Bagaimana pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus dan tingkat kemandirian keuangan daerah Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Barat 2010-2014?

(11)

11 2. Bagaimana pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus secara simultan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Barat 2010-2014?

3. Bagaimana pengaruh secara parsial dari masing-masing variable X:

a. Pendapatan asli daerah secara parsial terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Barat 2010-2014? b. Dana alokasi umum secara parsial terhadap tingkat kemandirian

keuangan daerah Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Barat 2010-2014? c. Dana alokasi khusus secara parsial terhadap tingkat kemandirian

keuangan daerah Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Barat 2010-2014?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus dan tingkat kemandirian keuangan daerah Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Barat 2010-2014;

2. Untuk mengetahui pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus secara simultan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Barat 2010-2014;

3. Untuk mengetahui pengaruh secara parsial dari masing-masing variable X: a. Pendapatan asli daerah secara parsial terhadap tingkat kemandirian

keuangan daerah Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Barat 2010-2014; b. Dana alokasi umum secara parsial terhadap tingkat kemandirian

keuangan daerah Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Barat 2010-2014;dan c. Dana alokasi khusus secara parsial terhadap tingkat kemandirian

keuangan daerah Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Barat 2010-2014. 1.6 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberi manfaat bagi berbagai pihak, yaitu:

(12)

12 1.6.1 Aspek Teoritis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan dapat dapat digunakan sebagai tolak ukur dan tambahan referensi dalam penelitian berikutnya dengan menambah periode penelitian, variabel penelitian, objek penelitian lain, misalnya seluruh Indonesia, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Tengah dan lain-lain. 1.6.2 Aspek Praktis

Bagi Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memaksimalkan dan meningkatkan pendapatan asli daerah sehingga dapat meningkatkan tingkat kemandirian keuangan daerah. Dengan demikian dana alokasi umum yang diterima pemerintah daerah dari pemerintah pusat akan berkurang, karena daerah dapat memenuhi kebutuhan operasionalnya dengan menggunakan pendapatan asli daerahnya, sehingga tingkat kemandirian keuangan di pemerintah daerah akan meningkat.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian 1.7.1 Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan satu variabel dependen, tiga variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingakt kemandirian keuangan daerah. Dalam hal ini, variabel yang mungkin mempengaruhi tingakt kemandirian keuangan daerah adalah pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan dana aloakasi khusus. Penelitian ini akan mengkaji pengaruh baik secara simultan maupun parsial yang kemungkinan mempengaruhi tingakt kemandirian keuangan daerah.

1.7.2 Lokasi dan Objek Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih adalah di Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat. Objek untuk penelitian ini adalah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. Data penelitian berupa Laporan Realisasi Anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.

(13)

13 1.8 Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai penelitian ini, maka disusunlah suatu sistematika penulisan yang berisi informasi mengenai materi dan hal yang dibahas setiap bab. Sistematika penulisan penelitian ini secara garis besar adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang teori-teori terkait penelitian dan penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi karakteristik penelitian, alat pengumpulan data, tahapan penelitian, populasi dan sampel, pengumpulan data dan sumber data, dan teknik analisis data dan pengujian hipotesis.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi pembahasan hasil penelitian, dimana hasil penelitian akan digunakan untuk menguji hipotesis yang ditentukan sebelumnya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menjelaskan penafsiran dan pemaknaan penelitian terhadap hasil analisis temuan peneliti, yang disajikan dalam bentuk kesimpulan penelitian, dan saran yang dirumuskan secara konkrit.

(14)

14 Halaman ini sengaja dikosongkan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Provinsi Jawa Barat mengenai Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan

Untuk mengetahui bagaimana kreativitas dan inovasi para wirausaha baru yang merupakan peserta program Pencetakan Seratus Ribu Wirausaha Baru Jawa Barat yang

Penghindaran pajak (tax avoidance) yang dilakukan oleh wajib pajak badan menjadi salah satu penyebab tidak tercapainya realisasi penerimaan pajak terhadap anggaran atau

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, SisaLebih Perhitungan Anggaran dan Dana Alokasi Umum terhadap Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran (Studi kasus kabupaten/kota di provinsi

Pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Se Dunia Tahun 2015 Tingkat Provinsi Jawa Barat yang telah disampaikan melalui (blhdjabar.go.id) bahwa pemerintah mengajak

Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tinggi, dengan meningkatnya pendapatan yang berasal dari pajak daerah maka

”PENGARUH DANA ALOKASI UMUM, BELANJA MODAL TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (Studi Pada Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2008-2010)”..

7 mengkaji ulang dan melakukan penelitian dengan mengambil judul “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Modal (Studi Kasus