• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 36/PUU-XV/2017 PERKARA NOMOR 37/PUU-XV/2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 36/PUU-XV/2017 PERKARA NOMOR 37/PUU-XV/2017"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

rtin

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 36/PUU-XV/2017

PERKARA NOMOR 37/PUU-XV/2017

PERIHAL

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014

TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN

DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS

PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN

RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN

PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA

REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA

PEMERIKSAAN PENDAHULUAN

(I)

J A K A R T A

RABU, 19 JULI 2017

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 36/PUU-XV/2017 PERKARA NOMOR 37/PUU-XV/2017 PERIHAL

Pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 79 ayat (3) ] dan [Penjelasan Pasal 79 ayat (3) ] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XV/2017 1. Achmad Saifudin Firdaus

2. Bayu Segara

3. Yudhistira Rifky Darmawan, dkk

PEMOHON PERKARA NOMOR 37/PUU-XV/2017 1. Horas A. M. Naiburhu

ACARA

Pemeriksaan Pendahuluan (I)

Rabu, 19 Juli 2017, Pukul 15.52 – 16.50 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Saldi Isra (Ketua)

2) I Dewa Gede Palguna (Anggota)

3) Manahan MP Sitompul (Anggota)

Dian Chusnul Chatimah Panitera Pengganti

(3)

Pihak yang Hadir:

A. Pemohon Perkara Nomor 36/PUU-XV/2017: 4. Achmad Saifudin Firdaus

5. Bayu Segara

6. Yudhistira Rifky Darmawan 7. Tri Susilo

B. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 36/PUU-XV/2017: 1. Syaugi Pratama

2. Okta Heriawan

3. Victor Santoso Tandiasa 4. Kurniawan

C. Pemohon Perkara Nomor 37/PUU-XV/2017: 1. Horas A. M. Naiburhu

(4)

1. KETUA: SALDI ISRA

Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang pendahuluan Perkara Nomor 36/PUU-XV/2017 dan 37/PUU-XV/2017 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum.

Kepada Para Pemohon, sebelum memperkenalkan diri, pertama, kami mohon maaf karena jadwal ini harus ditunda cukup lama, ini karena dari pagi, kami melakukan sidang maraton, pagi-pagi sekali sampai melewati waktu hampir satu setengah jam harus membacakan tujuh putusan, setelah itu istirahat, dilanjutkan dengan Sidang Pleno lagi untuk pengujian undang-undang. Nah, menjelang masuk ini, tadi ada juga Sidang Panel Perbaikan Permohonan. Jadi, mohon dimaklumi, ini bukan kesengajaan untuk memperlambat. Bisa dimaklumi, ya?

Oke, sebelum kita mulai, dipersilakan kepada Pemohon Nomor 36/PUU-XV/2017 memperkenalkan diri.

2. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XV/2017:

SYAUGI PRATAMA

Assalamualaikum wr. wb, selamat siang menjelang sore. Sebelumnya, pertama-tama saya ingin mengucapkan hari … selamat hari raya Idul Fitri, mungkin masih suasana hari raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin.

Yang kedua, sa … kami ingin mengucapkan kepada Mahkamah Konstitusi yang sudah memilih kembali Ketua Yang Mulia Hakim Konstitusi, Prof. Arief.

Izinkan saya memperkenalkan diri. Nama saya Syaugi Pratama. Di sebelah saya, Victor Santoso. Sebelah saya lagi, Kurniawan, dan sebelah lagi, Okta Heriawan, Kuasa dari Kantor Hukum 218 Law Firm dan Patners yang beralamat di Jalan Budaya, Nomor 56, Jatiwaringin, Pondok Gede sebagai Kuasa dari Pemohon, pertama, Achmad Saifudin Firdaus, Ketua Umum Forum Kajian Hukum dan Konstitusi dan juga Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan Fakultas Hukum UGM. Yang kedua, Bayu Segara, Sekretaris Jendral Forum Kajian Hukum dan Konstitusi, Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan Fakultas Hukum UGM. Yang ketiga, Yudistira Rifky Darmawan, Mahasiswa S1 Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta. Yang keempat, Tri Susilo, Dosen Ilmu Pemerintahan dan Administrasi Pemerintahan Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Bina Marta, mahasis … dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret. Terima kasih, Yang Mulia.

SIDANG DIBUKA PUKUL 15.52 WIB

(5)

3. KETUA: SALDI ISRA

Terima kasih, ini karena pokoknya sama, pokok … apa namanya … yang diujikan sama, kita gabungkan Perkara 36/PUU-XV/2017 dan 37/PUU-XV/2017 di Pemeriksaan Pendahuluan. Sekarang, silakan Pemohon Nomor 37/PUU-XV/2017.

4. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 37/PUU-XV/2017:

HORAS A.M. NAIBORHU

Terima kasih, yang … Mahkamah Yang Mulia. Selamat sore hadirin sekalian. Perkenalkan, nama saya Horas A.M. Naiborhu dalam kedudukan sebagai saya Pemohon sendiri, dalam kedudukan sebagai Warga Negara Indonesia, yang sehari-hari saya sebagai Direktur Eksekutif di satu lembaga kajian swasta. Terima kasih.

5. KETUA: SALDI ISRA

Terima kasih. Jadi, hari ini kita pemeriksaan pendahuluan kedua Perkara ini dan pertama, dipersilakan kepada Pemohon atau Kuasanya untuk menyampaikan pokok-pokok permohonannya, nanti akan diikuti dengan Pemohon Nomor 37/PUU-XV/2017. Lalu, Majelis Hakim akan memberikan catatan-catatan usulan perbaikan kepada Para Pemohon.

Dipersilakan, pertama, kepada Pemohon Nomor 36/PUU-XV/2017.

6. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XV/2017:

SYAUGI PRATAMA

Terima kasih, Yang Mulia. Pada kesempatan kali ini, saya selaku Kuasa Pemohon ingin menjelaskan pokok permohonan. Sebelumnya, kami sampaikan bahwa permohonan ini belum sempurna, Yang Mulia, karena kita dikejar pansus angket yang memiliki batas waktu paling lama 60 hari sesuai dengan Pasal 26 … Pasal 206 Undang-Undang MD3. Sehingga, kami menginginkan dila … pere … masukan dari … pada saat perbaikan dari … dari Yang Mulia. Yang ked … selanjutnya, kami juga me … memohon kepada Yang Mulia supaya menjadi prioritas persidangan ini karena dikejar waktu dengan 60 harinya yang itu, Yang Mulia.

Yang kedua, sesuai dengan dari slogan Forum Kajian Hukum Konstitusi yang menjadi Pemohon di sini, pentingnya berkonstitusi dalam negara, Para Pemohon pada intinya merasa khawatir DPR akan menjadi lembaga tirani dalam menjalankan kekuasaannya. Karena apa yang dimaknai DPR saat ini, lingkup angket telah menabrak prinsip-prinsip yang diatur konstitusi dimana menjadi subjek angket adalah seluruh pelaksana undang-undang dan bukan tidak mungkin ke depannya

(6)

Mahkamah Agung juga Mahkamah Konstitusi bahkan menjadi subjek dari angket itu.

Hal ini juga diperkuat dengan perluasan makna yang dimaknai oleh Prof. Yusril Ihza Mahendra dalam memberikan keterangannya di Forum Pansus Angket DPR.

Selanjutnya, rekan saya akan menjelaskan beberapa poin terkait dengan legal standing dan kerugian konstitusional Para Pemohon, silakan.

7. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XV/2017:

KURNIAWAN

Ya, terima kasih. Mungkin saya ingin menjelaskan secara singkat tentang legal standing dan kerugian konstitusional Para Pemohon. Yang pertama bahwa Pemohon I dan Pemohon II memandang bahwa norma hukum menimbulkan ancaman dalam menegara … karena hak angket yang diberikan oleh konstitusi dan undang-undang kepada DPR, ternyata dalam melaksanakannya telah ditafsirkan luas.

Kemudian bahwa kata dan/atau di dalam norma a quo yang merupakan pilihan konsep alternatif, kumulatif terhadap lingkup hak angket adalah pilihan antara kebijakan yang dilaksanakan sendiri oleh presiden, wakil presiden, menteri negara, dan seterusnya. Itu merupakan lingkup kekuasaan eksekutif, Bahwa dalam pelaksanaanya, ternyata DPR memaknai lingkup hak angket lain daripada apa yang diatur dalam norma a quo dan penjelasannya.

DPR memaknai bahwa terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan kebijakan pemerintah, suatu pilihan kumulatif, yakni pilihan antara pelaksanaan suatu undang-undang yang dimaknai adalah seluruh lembaga negara sebagai pelaksana undang-undang dan/atau pelaksanaan undang-undang pemerintah eksekutif, serta kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Oleh karena itu, saat ini DPR membentuk pansus angket untuk menyelidiki lembaga KPK karena dianggap sebagai pelaksana undang-undang.

Bahwa terhadap perluasan lingkup hak angket yang dilakukan oleh DPR tanpa melakukan perubahan atas norma a quo terlebih dahulu merupakan suatu bentuk kesewenang-wenangan DPR dalam memaknai suatu norma. Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip negara hukum dan prinsip konstitusionalisme yang menekankan pada adanya pembatasan kekuasaan atas lembaga-lembaga penyelenggara negara melalui peraturan perundang-undangan.

Bahwa hal ini jelas merugikan kepentingan Pemohon I dan Pemohon II dalam menjalankan tugas-tugasnya selama ini yang konsen dalam upaya memperjuangkan penegakan terhadap nilai-nilai konstitusionalisme, baik masih menjabat sebagai ketua bidang dalam pengurusan FKK periode sebelumnya, maupun pada saat ini, dimana

(7)

Pemohon I dan Pemohon II menjabat sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal FKK.

Bahwa selain itu, dalam menjalankan tugasnya di organisasi FKK yang aktif melakukan kajian, sosialisasi, baik dalam panggung-panggung mahasiswa maupun kepada kelompok buruh dan masyarakat dalam bentuk penyuluhan hukum dengan tema pentingnya berkonstitusi bernegara yang selama ini terus digelorakan, dengan adanya pemaknaan yang berbeda oleh DPR dalam memandang norma a quo, jelas menimbulkan problematika konstitusional dan jelas merugikan hak konstitusional Pemohon I dan Pemohon II.

Karena selama ini, dalam pandangan-pandangan yan disampaikan kepada publik terhadap pemberlakuan norma a quo adalah sesuai apa yang telah ditegaskan secara eksplisit dan limitatif dalam penjelasan. Namun ternyata, DPR memaknai berbeda dan memaksakan pemaknaannya untuk tetap membentuk pansus angket yang saat ini pansus angket itu ditujukan kepada KPK.

Bahwa apabila hak angket diberlakukan kepada KPK, maka upaya penyelidikan yang sifatnya memaksa kepada KPK untuk menyerahkan data-data apa pun yang diminta oleh pansus angket, tanpa ada batasan yang diatur, maka sifatnya independensi yang diberikan oleh undang-undang kepada KPK menjadi terganggu dan hal ini dipandang oleh Pemohon I dan Pemohon II sebagai bentuk intervensi terhadap upaya pemberantasan korupsi yang selama ini diperjuangkan oleh Pemohon I dan Pemohon II. Oleh karenanya Pemohon I dan Pemohon II merasa hak konstitusional dirugikan dalam norma a quo sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Bahwa Pemohon III dalam mendapatkan pengajarannya di kelas sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas YAI [sic!] Jakarta dalam mata kuliah Pengantar Ilmu Perundang-Undangan, dijelaskan bahwa terhadap lembaga negara dalam menjalankan hak dan kewenangannya harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan terhadap hak atau kewenangannya yang diatur secara limitative, tidak bisa diperluas sesuai dengan keinginan lembaga tanpa melakukan perubahan terhadap ketentuan yang mengaturnya.

Bahwa terhadap perluasan lingkup hak angket yang dilakukan oleh DPR, telah jelas menabrak ketentuan serta prinsip-prinsip negara hukum dan konstitusionalisme yang tidak sesuai dengan apa yang diajarkan dalam perkuliahan, sehingga Pemohon III mengalami kebingungan atau kerancuan dalam memaknai suatu norma dan pemberlakuannya. Hal tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum oleh karenanya merugikan Pemohon III dalam mempelajari ilmu perundang-undangan yang diberikan di ... dalam ruang-ruang akademik.

Bahwa Pemohon IV adalah dosen program studi Ilmu Pemerintahan dan Administrasi Pemerintahan pada Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Bina Marta yang juga punya kewajiban

(8)

mengajarkan ilmu pemerintahan terhadap sistem check and balances dalam rangka menjamin bahwa masing-masing kekuasan tidak melampaui batas kekuasaannya. Walaupun pascaamandemen Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dalam beberapa hak, bandul kekuasan condong kepada legislatif, namun bukan berarti dalam menjalankan kekuasaannya, DPR dapat melampaui batasan kekuasaannya terhadap peraturan undang-undang.

Bahwa Pemohon IV memandang bahwa pembentukan pansus yang memperluas kewenangannya, dalam hal ini pansus angket yang dibentuk oleh DPR dalam menjalankan haknya, telah melampaui kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang. Oleh karenanya Pemohon IV memandang bahwa atas perluasan hak angket yang dimaknai oleh DPR dan pemberlakuannya ... pemberlakuan norma ... normanya, DPR menggunakan haknya untuk melakukan penyelidikan terhadap KPK dan dalam upaya penyelidikannya tersebut, dimungkinkan terjadinya intervensi terhadap upaya penanganan perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh KPK, serta dapat merusak independensi yang diberikan oleh undang-undang kepada KPK. Sehingga Pemohon IV memandang hak konstitusionalnya untuk mendapatkan kepastian hukum yang dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 telah terlanggar oleh pemberlakuan norma akibat adanya pemaknaan yang timbul atas norma a quo.

Kemudian alasan lain adalah bahwa Pemohon I, II dan IV merupakan tax payer atau pembayar pajak bahwa kita tahu salah satu sumber penerimaan APBN adalah dari pajak. Bahwa tujuan dari tugas KPK (…)

8. KETUA: SALDI ISRA

Sudah yang alasan itu bisa kami baca nanti sebetulnya di ... apa ... permohonan, tapi alasan-alasan konstitusionalnya itu yang harus mungkin bisa dijelaskan.

9. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XV/2017:

KURNIAWAN

Ya, terima kasih. 10. KETUA: SALDI ISRA

(9)

11. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XV/2017: KURNIAWAN

Terima kasih, Yang Mulia. Untuk alasan permohonan, saya coba ringkas pokok-pokoknya. Bahwa Para Pemohon mengujikan ... mengujikan norma yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, Pasal 79 ayat (3), dianggap dibacakan. Terhadap frasa pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan permerintah pada norma a quo tersebut bertentangan dengan norma dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yaitu Pasal 1 ayat (3), “Indonesia Negara Hukum” dan Pasal 28D ayat (1) dianggap dibacakan.

Bahwa ketentuan frasa pelaksananaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah dalam norma a quo bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 secara bersyarat dengan alasan-alasan hukum sebagai berikut.

Yang pertama, paham negara hukum ini menjadikan semua negara ... semua tindakan lembaga penyelenggara negara harus berdasarkan hukum yang berlaku. Bahwa dalam Putusan Mahkamah Nomor 25 Tahun 2015, halaman 191, menyatakan bahwa prinsip negara hukum yakni bahwa sejarah lahirnya pemikiran perihal hak atas pengakuan jaminan perlindungan kepastian hukum yang adil adalah sejarah perlawanan terhadap kesewenangan kuasa. Tujuannya adalah untuk mencegah lahir ... lahir ... lahir dan berkembangnya kekuasaan yang bersifat tirani. Kemudian ketika gagasan negara hukum berkembang, pemikiran pun diserap ke dalam tiga substansi menjadi prinsip dasar negara hukum. Selanjutnya dianggap dibacakan.

Bahwa sebagai hukum tertinggi Konstitusi, menjadi acuan dalam membuat aturan di bawahnya, dan menjamin hak asasi manusia, serta pembatasan kewenangan negara terhadap warga ... warganya. Paham berkonstitusi merupakan paham konstitusionalisme yang mengatur hubungan pemerintah dengan warga negara seperti yang disampaikan oleh Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa konstitusionalisme mengatur dua hubungan antara ... yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu: 1. Hubungan antarpemerintah dengan warga negara.

2. Hubungan antara lembaga ... antara lembaga pemerintahan yang satu dengan lembaga pemerintahan yang lain.

Ketika ... karena itu, biasanya isi konstitusi dimaksudkan untuk mengatur tiga hal penting, yaitu dianggap dibacakan.

Bahwa hubungan pemerintah dengan warga negara (...) 12. KETUA: SALDI ISRA

(10)

13. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XV/2017: KURNIAWAN

Ya, ini sudah saya coba rangkum, Yang Mulia. Saya mau berangkat dari apa ... secara konsep ... konsep pemikiran kami dulu, baru nanti kita jelaskan terkait dengan pertentangan-pertentangan, Yang Mulia. Kita minta izin sedikit untuk bisa membacakan, sudah saya ringkas di sini.

Terima kasih, saya lanjutkan. Bahwa hubungan pemerintah dengan warga negara dan hubungan antarlembaga pemerintah dengan lembaga pemerintah yang lain harus diatur dan dibatasi kewenangannya agar tidak menyebabkan kesewenang-wenangan.

Bahwa dalam konsep trias politika, ada terdapat tiga lembaga pemegang kekuasaan yang utama, yaitu suatu pemerintahan yakni lembaga eksekutif, lembaga legislatif, dan lembaga yudikatif dengan perannya masing-masing.

Nah, yang perlu kami jelaskan di sini bahwa konsep trias politika ini dalam perkembangannya jelas tidak memenuhi lagi. Artinya, dimungkinkan adanya lembaga-lembaga baru bahkan di Amerika itu ada lima lembaga negara dan kami juga coba melihat dari Putusan MK yang sebelum ... Nomor 12-Nomor 16-Nomor 19 Tahun 2006, di situ juga Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa memang ... apa ... fungsi-fungsi ... berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Artinya, ada lembaga-lembaga baru, lembaga-lembaga independen yang diakui oleh Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, lalu kemudian bahwa dalam ... bahwa sebagaimana kita ketahui, KPK sedang menghadapi pansus angket yang dibentuk oleh DPR. Partai-partai yang sebelumnya awalnya menolak pembentukan pansus, kemudian semua ikut setuju, dan akhirnya terbentuk pansus angket untuk KPK.

Bahwa berdasarkan pengamatan yang disampaikan dalam diskusi elektronik dan disampaikan oleh wakil ketua komisi 3 maupun pimpinan DPR, yang menyatakan bahwa hak angket digunakan untuk mengontrol pemerintah dalam arti luas. Dalam arti luas, pemerintah adalah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Artinya, seluruh pelaksana undang-undang dapat dilakukan penyelidikan terhadap suatu ... pelaksanaan suatu undang-undang atau kebijakan.

Nah, hal ini ada keterkaitan yang kami ... sesuatu yang kami khawatirkan bahwa ketika pemaknaan itu tidak ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi, artinya bahwa ini memang harus diselesaikan di ranah Mahkamah Konstitusi, maka ini akan menjadi preseden yang sangat buruk terhadap perjalanan negara ini.

Nah bahwa hal ini berpotensi membahayakan proses bernegara, khususnya bagi proses penegakan hukum di Indonesia. Karena banyak terjadi lembaga penegak hukum yang menjalankan kewenangannya yang bersentuhan dengan kepentingan oknum anggota DPR, bahkan

(11)

dengan alasan bahwa apa yang dilakukan oleh lembaga tersebut, diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, maka DPR dapat menginterfensi dengan melakukan penyelidikan terhadap lembaga-lembaga yang melaksanakan kewenangan tersebut. Seperti yang dialami KPK, yang saat ini sedang mengungkap kasus e-KTP melibatkan banyak oknum DPR, tiba-tiba dibentuk pansus angket KPK dengan alasan sebagai momen untuk memperkuat KPK.

Bahwa Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, itu dikatakan bahwa KPK sebagai lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan apa pun.

Terhadap kekuasaan … ketentuan kekuasaan manapun, dalam bagian penjelasan, Pasal 3 dijelaskan bahwa ketentuan ini dimaksud dengan kekuasaan manapun adalah kekuatan yang dapat mempengaruhi tugas dan wewenang KPK atau anggota komisi secara individual dari pihak eksekutif, yudikatif, legislatif, pihak-pihak lain yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi atau keadaan dan situasi ataupun dengan alasan apa pun.

14. KETUA: SALDI ISRA

Begini. Sudah kan … sesuai yang Anda bacakan itu sudah ada di Permohonan semua, ya. Anda melompat saja ke bagian akhir, itu bagian Petitum. Nanti kita akan sampaikan catatan-catatannya.

15. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XV/2017: VICTOR SANTOSO TANDRASA

Baik, Yang Mulia. Sebenarnya kami berharap supaya bisa dibacakan semua, tapi kita akan langsung masuk ke Petitum.

Bahwa alasan-alasan yang diuraikan di atas dan bukti-bukti terlampir, maka Para Pemohon memohonkan kepada Majelis Hakim Konstitusi untuk memeriksa dan memutus uji materiil ini sebagai berikut.

1. Mengabulkan seluruh permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang diajukan oleh Pemohon.

2. Menyatakan bahwa Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD terhadap frasa pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, yaitu sepanjang … mohon maaf, ada masuk kata tidak, tapi sebenarnya seharusnya tidak ada kata tidak di situ, ada kesalahan kami dalam mengetik Petitum. Jadi, yang kami minta itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, yaitu

(12)

sepanjang dimaknai lain selain yang secara eksplisit termaktup dalam permohonan … dalam norma a quo dan penjelasannya.

3. Memerintahkan amar putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan Pemohon untuk dimuat dalam Berita Negara, atau apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya, ex aequo et bono. Terima kasih, Yang Mulia.

16. KETUA: SALDI ISRA

Terima kasih. Nanti kita gabung saja … apanya … nasihat Hakimnya dengan Perkara 37. Silakan, Perkara 37, pokok-pokok saja, ya. 17. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 37/PUU-XV/2017:

HORAS A. M. NAIBORHU

Terima kasih, Mahkamah Yang Mulia, atas perkenannya untuk saya memberikan pokok-pokok permohonan saya. Akan tetapi, terlebih dahulu, saya mohon maaf atas beberapa kesalahan pengetikan. Itu sebelumnya adalah kesalahan saya dan pada waktunya atas seizin Mahkamah Yang Mulia, saya akan memperbaiki. Terima kasih.

Pada bagian identitas Pemohon, itu jelas bahwa saya adalah dalam kedudukan sebagai warga negara Republik Indonesia yang saya buktikan dengan Nomor Induk Kependudukan.

Dan pada bagian wewenang Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa permohonan saya, barangkali ada hal yang secara khusus perlu saya sampaikan, mengingat yang saya ajukan untuk dilakukan uji materi memang adalah penjelasan, yaitu penjelasan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang MD3. Barangkali ini agak di luar kebiasaan karena bukan bunyi pasalnya.

Oleh karena itu, untuk mendukung dalil-dalil saya, saya mengutip pendapat para ahli hukum, antara lain Prof. Yusril … Prof … maaf, Prof. Jimly Asshidiqie dan Prof. Maria Farida Suprapto, yang pada intinya mengatakan bahwa penjelasan adalah kesatuan resmi dari peraturan perundang-undangan yang dapat membantu untuk mengetahui maksud latar belakang peraturan perundang-undangan itu diadakan, serta untuk menjelaskan segala sesuatu yang dipandang masih memerlukan penjelasan. Sedangkan Prof. Jimly Asshidiqie mengatakan bahwa lazim dipahami bahwa dimaksud dengan isi atau materi undang-undang adalah pasal-pasal dan termasuk penjelasan undang-undang itu sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pasal-pasal undang-undang tersebut, dan karenanya bersifat mengikat pula secara hukum.

Oleh karena itu, saya berpendapat bahwa penjelasan atas pasal undang-undang itu boleh untuk diajukan pengujian ke hadapan

(13)

Mahkamah Yang Mulia. Demikian kira-kira untuk soal wewenang dari Mahkamah Yang Mulia untuk memeriksa permohonan saya.

Sedangkan tentang kedudukan hukum Pemohon, di sini saya mengutip, menjadikan sebagai dasar pijakan saya adalah Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Jadi kepastian hukum itu sebetulnya yang saya anggap sebagai legal standing saya untuk mengajukan permohonan pengujian ke hadapan Mahkamah Yang Mulia. Kenapa kepastian hukum itu perlu untuk saya jadikan sebagai legal standing saya karena saya menganggap bahwa kepa … adanya kepastian hukum adalah syarat yang diperlukan untuk tegaknya apa yang kita kenal sebagai sistem konstitusi, dimana sistem konstitusi itu sendiri adalah gagasan tentang pembatasan-pembatasan kekuasaan oleh para penyelenggara negara. Dengan demikian, nanti tegaknya sistem konstitusi yang dihasilkan oleh kepastian hukum akan mencegah kehadiran kekuasaan yang tanpa batas. Jadi, kerugian konstitusional saya barangkali dengan adanya penjelasan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang MD3 adalah saya melihat bahwa perincian dari bunyi penjelasan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang MD3, itu berpotensi menghadirkan adanya suatu kekuasaan yang tanpa batas, dimana itu akan lebih saya perinci dalam dasar-dasar permohonan.

Jadi sekali lagi, kerugian konstitusional saya barangkali masih bersifat potensi kalau sebagai warga negara, tetapi, saya mohon kepada Majelis Mahkamah Yang Mulia karena di luar sana sejumlah anggota parlemen berusaha untuk menggalang suatu opini bahwa Para Pemohon yang mengajukan permohonan uji materi terhadap hak angket kelihatannya akan ada ... akan ada dipersoalkan dari segi legal standing. Jadi, kita yakin Mahkamah Yang Mulia tidak terpengaruh oleh kekuatan apa pun. Demikian kira-kira untuk kedudukan hukum Pemohon.

Sedangkan menyangkut soal dasar-dasar permohonan, yang menjadi pokok pengujian memang di sini menyangkut hak angket yang dimiliki oleh DPR dimana hak angket itu sebetulnya, kita mengakui bahwa itu diatur dalam Pasal 20A ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Akan tetapi yang perlu yang saya kemukakan dalam permohonan saya, antara lain adalah bahwa hak angket adalah salah satu wujud hubungan dari ketatanegaraan antara DPR dengan pemerintah, hubungan ketatanegaraan itu mohon saya ... saya garisbawahi. Sudah. Hubungan ketatanegaraan antara DPR dan presiden, saya berpendapat, itu harus kita lihat dalam konteks Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan bahwa yang pada intinya menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

(14)

Oleh karena itu, saya kira dalam hubungan antara DPR dengan pemerintah, maka yang punya legal standing untuk mewakili itu adalah presiden, atau pihak, atau pejabat ... atau jabatan yang dikuasakan untuk itu. Akan tetapi, pasal penjelasan Pasal 79 ayat (3), itu menjadi problematic, itu karena penjelasan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang MD3 berbunyi, “Pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah dapat berupa kebijakan yang dilaksanakan sendiri oleh presiden, wakil presiden, menteri negara, panglima TNI, Kapolri, jaksa agung, atau pimpinan pemerintahan nonkementerian.”

Saya kira penjelasan pasal ini yang dicoba digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk memperluas jangkauan wewenang hak angket itu, sehingga kalau kita berpatokan pada pengertian penjelasan Pasal 73 ayat (3) ini, saya kira hampir semua bisa dilakukan dikenai hak angket oleh DPR. Kepala desa menurut saya bahwa dengan pengertian ini bisa dilakukan hak angket karena kepala desa juga pelaksana undang-undang, yaitu Undang-Undang tentang Desa.

Oleh karena itu, seperti saya tegaskan dalam legal standing, pengertian penjelasan Pasal 79 ayat (3) ini berpotensi untuk menghadirkan suatu kekuasaan yang tanpa batas, yang tentunya, yaitu menabrak secara langsung prinsip konstitusionalisme. Oleh karena itu, saya ... saya mengajukan kepada Mahkamah Yang Mulia, supaya penjelasan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang MD3 ini mohon diuji, mohon dilihat dalam hubungannya dengan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Oleh karena itu, dalam soal pengertian sistem apa ini …

pemerintahan, memang saya juga mengutip beberapa pendapat, pendapat para Ahli antara lain Prof. Harun Al Rasyid yang mengatakan, “Pemerintah adalah presiden sendiri, bukan presiden plus menteri. Tanggung jawab tentang kebijakan pemerintah tidak terpusat pada menteri, tetapi pada presiden atau concentration of power and responsibility upon the president.” Istilah yang diberikan oleh Assaat ialah stelsel tanggung jawab presiden, itu antara lain pendapat ahli hukum yang saya kutip untuk menguatkan dalil saya bahwa hubungan hak angket itu harus dilihat dalam hubungan antara DPR dan pemerintah, dimana presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan. Kemudian juga mungkin soal (...)

18. KETUA: SALDI ISRA

(15)

19. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 37/PUU-XV/2017: HORAS A. M. NAIBORHU

Di petitumnya, oleh karena itu, saya memohon supaya pasal ... penjelasan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang MD3 mohon supaya dinyatakan batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum, menyatakan pasal ... penjelasan Pasal 73 ayat (3) Undang Dasar, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.

Memerintahkan pemuatan putusan atas permohonan ini di Berita Negara, sebagaimana mestinya.

Atau apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.

Terima kasih, Mahkamah Yang Mulia. 20. KETUA: SALDI ISRA

Terima kasih kepada Kuasa atau Pemohon Nomor 36 dan Pemohon Nomor 37. Sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Sekarang kami dari Hakim Panel, akan memberikan masukan, catatan terhadap permohonan yang diajukan kepada kami.

Pertama, kita persilakan, Yang Mulia Pak Manahan. 21. HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL

Baik, terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua Panel.

Saya melihat dari Permohonan Nomor 36 dulu, tapi ada hubungannya dengan Permohonan 37 nantinya. Ini saran ini supaya dalam kewenangan itu, kewenangan Mahkamah juga mungkin dilihat juga ada ketentuan di Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, ya, tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Barangkali bisa ditambahkan di situ, itu sebagai saran.

Kemudian Permohonan 36 ini karena di dalam identitas Pemohon, Pemohon I dan Pemohon II. Ini sepertinya ada ragu-ragu, dia mencantumkan sebagai ... apa namanya ... Ketua FKHK, ya, dan sebagai Sekjen MK ... FKHK dan ini perlu dijelaskan atau ditegaskan di halaman berapa ini ... enggak ada halamannya. Di poin nomor 3 itu, ya, di kedudukan atau legal standing Pemohon. Itu agar ini relevan nanti di akhir daripada uraian selanjutnya dalam legal standing ini. Jadi di sini lebih ditegaskan, ya. Karena mungkin dari ... apa namanya itu ... dari organisasi yang diikuti ataupun yang menjabat di dalam ... di organisasi itu sekarang, Para Pemohon ini mungkin mempunyai suatu tujuan-tujuan

(16)

atau visi yang ada hubungannya dengan pasal yang dimohonkan. Itu saran saya untuk Pemohon I dan Pemohon II.

Kemudian Pemohon III, sebagai warga negara, saya kira sudah cukup. Hanya di situ sebagai mahasiswa, ya, Pemohon III dan Pemohon IV juga sebagai dosen.

Kemudian di kerugian Pemohon, ya. Kerugian konstitusional Pemohon di halaman selanjutnya, di poin b itu. Itu nanti di poin kedua itu karena Saudara sudah langsung melihat ke penjelasan. Penjelasan itu karena itu pedoman Saudara dalam petitum, saya lihat bahwa itulah penjelasan itu menjadi pedoman, supaya Pasal 79-nya sendiri konkret seperti ini, tidak boleh ditafsirkan lain, begitu, ya? Nah, saya lihat agak berbeda dari Pemohon Nomor 37 karena dia mau menghilangkan penjelasan itu sendiri. Nah, jadi ada kontradiksi antara Permohonan 36, 37, tapi itu terserah nanti.

Nah, namun yang mau saya kemukakan di sini, dengan isi penjelasan yang secara limitatif itu, apakah norma ini bisa Saudara menjelaskan secara teoretis, ya, apakah itu eksekutif secara ... apa ... pemerintahan secara umum atau pemerintahan secara sempit? Karena di situ nanti bisa dilihat, bagaimana kedudukan yang Saudara permasalahkan, yaitu kedudukan spesifik dari KPK itu sendiri? Apakah dia cenderung kepada eksekutif, apakah juga Saudara juga ada saya lihat dijelaskan di sini bahwa kedudukan dia sebagai yudikatif? Karena merambat tadi penjelasan ke Mahkamah Agung maupun ke Mahkamah Konstitusi.

Nah, nanti secara teori barangkali bisa dikemukakan bagaimana itu kedudukan KPK, kecenderungannya ke eksekutif atau kecenderungannya kepada lembaga yudikatif?

Kemudian selanjutnya, di halaman berapa ini ... poin 8. Tapi kok enggak ada halamannya ini, ya? Poin 8 setelah ... ini ada mungkin salah penulisan ini, yang dibentuk oleh KPK RI, mungkin maksudnya DPR RI barangkali ini? Di poin 8, itu halaman berapa itu? Saya enggak tahu.

22. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XV/2017: VICTOR SANTOSO TANDRASA

Ya, Yang Mulia. Ada kesalahan ketik, harusnya DPR. 23. HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL

Ya, supaya jangan membingungkan nanti.

24. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XV/2017: VICTOR SANTOSO TANDRASA

(17)

25. HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL

Ya. Kemudian Saudara tadi mengemukakan adanya putusan Mahkamah Konstitusi, sebagai ... Mahkamah Konstitusi sebagai ... apa namanya ... penerjemah undang-undang, ya … apa namanya ... the prime (...)

26. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XV/2017: VICTOR SANTOSO TANDRASA

The sole of interpreter.

27. HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL

The last interpreter of constitution, itu supaya itu ditegaskan itu dalam putusan mana karena ini pasal ... pasal dari KUHAP barangkali kalau enggak salah karena itu ada nanti hubungannya dengan permohonan Saudara supaya norma dari pasal yang Saudara mohonkan ini benar-benarlah ditafsirkan sebagaimana aslinya di dalam norma … pasal itu sendiri, seperti itu saya lihat. Jadi itu nanti perlu dielaborasi lebih lanjut tentang putusan Mahkamah Konstitusi itu.

Nah, tadi sudah saya jelaskan, saya sudah mohon agar dijelaskan itu atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian itu, nanti dihubungkan dengan teori yang pemerintahan secara umum dan pemerintahan secara sempit itu, ya.

28. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XV/2017: VICTOR SANTOSO TANDRASA

Siap.

29. HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL

Kemudian, tadi petitum itu tadi ada kata tidak, betul, ya?

30. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XV/2017: VICTOR SANTOSO TANDRASA

Ya, Yang Mulia.

31. HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL Dihilangkan, ya?

(18)

32. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XV/2017: VICTOR SANTOSO TANDRASA

Dihilangkan, Yang Mulia.

33. HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL

Karena memang itu sangat-sangat menentukan itu kalau ada tidak, itu. Tidak itu tidak ada, maka itu lebih tepat, ya. Jadi dihilangkan itu ya, sehingga selain secara eksplisit termaktub dalam norma a quo dan penjelasannya, jadi itu tadi yang saya lihat Anda tetap bahwa penjelasan itulah sebagai penguat daripada norma itu sendiri, agak berbeda dengan Permohonan 37. Barangkali untuk Nomor 36, demikian.

Nah, Permohonan Nomor 37, itu legal standing Saudara, itu juga perlu dijelaskan, ya. Karena Saudara juga dalam identitasnya mengatakan direktur eksekutif Lira Institute, kemudian coba dijelaskan apa itu Lira Institute itu, dalam bidang apa bergerak, visi-misinya apa, kalau perlu AD/ART-nya dijelaskan apakah hubungannya dengan pasal yang akan Saudara uji ini di Mahkamah Konstitusi supaya itu nanti bisa kita lihat Anda punya legal standing apa tidak dan apa kerugian konstitusionalnya bisa dilihat juga dari uraian Saudara itu nanti.

Jadi Saudara di sini menghilangkan penjelasan itu, ya. Artinya, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sehingga agak berbeda karena menurut Saudara yang ditafsirkan macam-macam karena adanya penjelasan itu. Nah oleh karena itu, perlu juga nanti diperinci lebih lanjut ya karena Saudara menguraikan di sini bagaimana KPK, KPU, KPPU, Komnas HAM, Ombudsman RI, dan lain lembaga sejenisnya dalam ketatanegaraan Indonesia, jadi ada hubungannya tadi dengan itu, ya. Bagaimana kedudukan lembaga-lembaga itu, bagaimana hubungannya dengan sebagai dia yang cenderung ke eksekutif, bagaimana lembaga itu ditafsirkan cenderung kepada yudikatif, mungkin juga bisa ditambahkan. Barangkali itu saja dari saya. Terima kasih, Yang Mulia. 34. KETUA: SALDI ISRA

Terima kasih, Yang Mulia Pak Manahan. Berikutnya, Yang Mulia Pak Palguna.

35. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA

Terima kasih, Pak Ketua Prof. Saldi. Ya, sebenarnya beberapa dari Saudara kan sudah biasa beracara di sini, tapi tetap juga saya harus memberikan nasihat, ya, Victor, FKHK. Saya kira Anda bisa belajar dari pengalaman dari permohonan yang dulu karena dari permohonan Nomor 36 ini, mengapa Anda lebih menonjolkan sebagai perorangan warga

(19)

negara Indonesia? Itu pertanyaan saya. Bukankah dulu misalnya legal standing Saudara diterima sebagai FKHK, sebab kalau ... nanti bercampur-baur ininya, argumen tentang legal standingnya. Sebagai kalau LKHK, itu kan jelas Anda punya anggaran dasar, Anda punya kegiatan apa, tujuan pendiriannya apa, itu yang menyebabkan Anda dulu diterima. Kegagalan Anda dulu kalau enggak salah ketika mengajukan permohonan pengujian tentang bahasa, itu kan status perorangan itu enggak jelas ada kerugian di situ, kan. Coba buka lagi putusan Mahkamah Konstitusi itu yang secara rinci anu itu.

Nah, jadi ini juga berlaku untuk yang Pemohon ini, Anda mau menggunakan status perorangan warga negara Indonesia, logika permohonannya harus diubah. Apa hak yang dirugikan? Belum lagi nanti ada persoalan di argumentasinya sendiri, ataukah sebagai direktur eksekutif Lira, misalnya dalam ini berlaku untuk berdua, ya. Kalau LKHK ... FKHK misalnya, berdasarkan itu kan lalu jelas kegiatannya apa, siapa yang boleh bertindak untuk dan atas nama FKHK, itu jelas di situ, kegiatannya apa di situ, bukankah itu yang menyebabkan selama ini diterima standing-nya di Mahkamah Konstitusi, bukan karena anunya ... tapi itu terserah Anda. Tapi kalau mau menggunakan sebagai perorangan warga negara Indonesia, jelas argumennya ini belum ... belum nyambung.

Tapi sebagai struktur permohonan, coba kita lihat secara logika saja, bagaimana Anda bisa mendalilkan ada atau tidak kerugian hak konstitusional, ketika pasal yang Anda uji tidak Anda kutip dulu? Misalnya kan mestinya itu dulu bahwa yang dimohonkan pengujian dalam ketentuan a quo ... waktu uraian tentang legal standing, ya adalah pasal sekian dari undang-undang ini yang bunyinya begini. Nah, baru kemudian, Anda menjelaskan bahwa Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia menurut Pasal 51. Kan, gitu? Merasa dirugikan haknya oleh berlakunya ketentuan itu. Ketentuan itu yang mana? Yang sudah Anda kutip itu tadi. Tapi kalau di sini kan, baru di belakang, Anda menjelaskan mana ketentuan yang mau di ... yang mau di kasih lihat. Sehingga kita belum melihat apa kerugian konstitusionalnya itu karena pasalnya sendiri belum dikutip.

Kalau sudah di awal Anda kutip, kan enak. Nanti merujuk sebagaimana di ... sudah disampaikan ... yang rumusannya sebagaimana disampaikan pada angka sekian, misalnya gitu. Kan Anda enggak perlu mengulang-ulang lagi di belakang. Itu hanya sekadar ... apa namanya ... saran untuk sistematika penulisan. Itu.

Kemudian yang kedua. Nah, soal legal standing-nya. Itu ... itu sangat menentukan, ya, sekali lagi. Jangan sampai misalnya suatu permohonan yang secara substansi sebenarnya layak untuk diperiksa, tapi karena Anda gagal meyakinkan kami soal legal standing, itu jadi kami tidak menerima ... memeriksa pokok permohonannya. Kan sayang kalau begitu. Ini juga berlaku untuk permohonan yang kedua.

(20)

Kemudian untuk yang substansi. Secara substansi sebenarnya apa hal yang perlu untuk di ... dijelaskan? Itu kan, ini berkaitan dengan substansi angket. Maka argumentasinya, tentu yang pertama, harus diarahkan. Sebenarnya hak angket itu apa sih? Mengapa sih itu diberikan kepada parlemen dan ... dan bagaimana Undang-Undang Dasar Tahun 1945 mengatur hal itu?

Lah, kok sekarang dalam praktiknya menjadi begini? Kan mestinya benturannya ada di sana ketika Anda ingin membuktikan bahwa itu inkonstitusional atau berten ... tidak ... bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Ini khusus untuk permohonan yang Nomor 36.

Kalau Anda yang kedua ada problem lain lagi. Problem yang lain itu, kan Anda mohon penjelasan, kan? Mohon penjelasan yang menurut Anda, kemudian itu dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum. Lalu Anda mau coret itu, kan? Nah, sekarang menimbulkan ... yang lebih menimbulkan ketidakpastian hukum ketika pasal ... penjelasan itu ada atau ketika dicoret?

Ketika ... ke ... karena di petitumnya kan Anda mau mencoret itu. Ketika penjelasan itu dicoret, bukan karena bisa dimaknai lebih luas. Ini sudah dibatasi begitu saja masih diperluas, kok. Nah, misalnya begitu.

Tapi jangan ... ndak usah ditanggapi dulu. Nanti-nanti saja. Kalau misalnya tidak setuju dengan argumen saya, tidak usah dipakai. Nanti Anda mempunyai penjelasan tersendiri, silakan. Itu mengenai yang permohonan Nomor 37.

Kembali ke permohonan yang ... yang satu, yang Nomor 36 karena ini ke normanya sendiri, maka argumennya tadi itulah itu. Angket itu apa, sih? Mengapa diberikan kepada parlemen? Mengapa itu dimunculkan dalam sistem presidensial. Misalnya begitu, kan. Itu yang mesti Anda ulas. Siapa sih sebenarnya yang ditunjuk oleh angket itu? Misalnya begitu.

Nah, baru Anda ... Anda bisa tinjauannya secara historis, bisa akademik, kemudian bisa juga misalnya ... apa ... dengan merujuk pada risalah umpamanya, ketika itu di ... dibicarakan. Baik risalah pembentukan Undang-Undang Dasar, maupun risalah pembuatan undang-undang yang MD3 sendiri. Bagaimana anunya. Nah, tentu di situ yang Anda ... Anda harus bangun ininya.

Dengan begitu, maka argumen akan menjadi makin tajam karena pertanyaannya siapa sebenarnya yang dituju oleh itu? Karena di sini, Anda menggunakan kasus KPK sebagai contoh. Nah, siapa sebenarnya KPK itu? Kan, begitu pertanyaannya yang harus dijawab.

Itu saya kira hal yang mau saya sampaikan secara umum. Terutama yang berkaitan dengan legal standing itu tadi penting, ya, untuk kedua belah pihak, ya. Kalau Anda misalnya bertindak atas nama Lira, Lira itu apa? Itu dijelaskan dulu. Kemudian lengkapi anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya, Lira itu apa? Nanti saya kira, nanti

(21)

mata uang di sana itu kan susah juga itu, kan? Saya kira mata uang Italia nanti ini, kan. Lira itu, gitu. Sudah ndak ada lagi. Itu sudah jadi Euro itu, ya? Siapa tahu anu.

Terus yang kedua, untuk Pemohon Nomor 37 ini. Buktinya jangan terlalu iritlah, masa cuma ... apa namanya ... undang-undang itu yang dilampirkan cuma pasal yang diuji saja. Ya, lengkapi saja. Itu kan bisa di-download sekarang dari ini, kan? Tidak perlu ini. Terlalu irit, satu lembar. Kan kita nanti secara kontekstual, kita susah juga melihatnya ini. Ini kalau cuma ini, kadang-kadang satu pasal itu kan, dia tidak terisolasi hanya di pasal itu saja, kan? Bisa berkaitan dengan pasal yang lain kalau kita ... apalagi kalau kita menafsirkan konstitusi, kan mesti lihat dari kesatuannya itu.

Anda juga perlu melengkapi itu, Pemohon yang satu, ya. Karena Anda ... kecuali kalau memang bertindak atas nama perorangan warga negara Indonesia, sehingga aktivitas Anda di L ... FKHK ya hanya sebagai bagian dari keterangan saja. Tetapi kalau FKHK-nya yang mau ditonjolkan sebagai Pemohon di situ, wah, itu jadi penting untuk melampirkan bukti siapa LK ... FKHK itu. Walaupun Anda sudah berkali-kali di ... beracara di Mahkamah Konstitusi. Tapi kan, itu tidak ... itu kan berlaku untuk perkara yang lain, bukan ini. Tetap Anda harus melampirkan itu, gitu.

Barangkali itu ... oh, ya, satu lagi. Petitumnya untuk Pemohon Nomor 36, Anda tidak memberikan pemaknaan apa-apa, ya? Kecuali ini, mengembalikan ... bacalah seperti itu, gitu kan?

36. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XV/2017: VICTOR SANTOSO TANDRASA

Ya, Yang Mulia. Kita ambil contoh kayak permohonan jaksa tidak bisa PK, Yang Mulia. Artinya, ketika sudah eksplisit ditentukan seperti itu, tapi ternyata pemaknaannya malah diperluas. Kita hanya minta penegasan kepada Mahkamah. Artinya, menjadi dasar konstitusional terhadap tindakan pansus angket.

37. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA

Jadi, kalau mau gitu, Mahkamah itu sebagai the confirmation of the constitution. Jadi, ya? Disamping interpreter of the constitution. 38. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XV/2017:

VICTOR SANTOSO TANDRASA Seperti Putusan 33, Yang Mulia.

(22)

39. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA

Baiklah. Jadi, terima kasih. Itu saja dari … tambahan dari saya. Pak Ketua, Terima kasih.

40. KETUA: SALDI ISRA

Terima kasih, ini dari saya. Pertama, ini soal legal standing, ya, mungkin jauh lebih apa ... lebih sederhana mengemukakan legal standing itu dari organisasi yang dimiliki sendiri, kan cuma tinggal memperlihatkan ini organisasinya, ini apanya, tujuannya, ini sentuhannya dengan isu-isu yang diajukan, dan lalu lampirkan anggaran dasar atau anggaran rumah tangga organisasinya.

Begitu juga Lira, saya kalau menggunakan dalil warga negara lalu menggunakan konstruksi tax payer, itu agak berat sih sebetulnya menggunakan yang seperti itu. Apa lagi tadi disebutkan bahwa Pemohon 36 sudah pernah menggunakan dalil organisasinya di Mahkamah Konstitusi.

Itu yang pertama. Yang kedua, kalau Pemohon mendalilkan bertentangan dengan konstitusi, jadi setelah disebutkan pasalnya, lalu bertentangan dengan konstitusi, menyebutkan pasal di konstitusinya, itu misalnya kan orang secara umum menyebutkan saja bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tentang Negara Hukum, dan harusnya dijelaskan mananya dari unsur negara hukum itu yang ditabrak kalau ini tidak diberikan tafsir atau tidak dikabulkan oleh Mahkamah, kan banyak sekali ciri negara hukum itu kan yang harus dijelaskan. Nah, itu termasuk juga ketika Pemohon menggunakan Pasal 28 misalnya, harus dijelaskan apa bentuk kerugian-kerugiannya yang langsung bisa menabrak Pasal 28 itu kalau tidak dikabulkan, atau permohonan ini tidak dikabulkan oleh Mahkamah.

Jadi, uraian argumentasi itu menjadi penting sehingga Mahkamah bisa melihat ada kejelasan bahwa kalau tetap begini, ini akan menabrak ini di konstitusi, menabrak ini di konstitusi. Jadi, kita itu melihat hubungan langsung bahwa pasal ini sebetulnya kalau begini, tidak dibeginikan, dia akan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.Jadi, ini untuk kedua Pemohon disampaikan.

Nah, ini yang paling penting menurut saya. Pemohon permohonan tentang ini, sebetulnya ini memang memerlukan kedalaman teoritik, memerlukan kedalaman teoritik. Ini kan soalnya sudah tersaji ini dua kutub, ada yang membenarkan langkah yang dilakukan oleh DPR, artinya dia membenarkan Pasal 79 itu, ada yang tidak membenarkan, ya, kan anda memilih berarti yang tidak membenarkan. Bangunan argumentasi teoritiknya itu harus kuat. Misalnya, tentu harus ada penjelasan mengapa KPK tidak termasuk cabang pemerintah atau eksekutif. Jadi harus dijelaskan dengan kuat. Itulah kemudian yang jadi

(23)

dasar berpikir Para Pemohon untuk mengatakan kalau ini dilakukan tidak benar.

Soalnya sekarang kan DPR menggunakan pendapat ahli yang mengatakan bahwa ini benar, nah Anda mengatakan tidak benar, harus jelas bangunan teoritiknya. Tadi menyebutkan di Amerika begini dan segala macamnya, nah itu harus dijelaskan apakah KPK itu masuk enggak pemerintah yang disebutkan di dalam Pasal 79 dan penjelasannya itu.

Jadi, ini memang soal memperkuat basis teoretis untuk menjelaskan itu dan kan ada teori separation of power, the new separation of power, itu bisa digunakan kalau mau menjelaskan basis teori tentang ini. Itu yang ketiga.

Yang keempat, ini khusus untuk Pemohon 37, ya, yang minta penjelasan itu dihapuskan, sementara di sini kan sebetulnya enggak ada apa-apa dengan penjelasan itu. Enggak ada apa-apa dengan penjelasan itu, yang penting konsisten menggunakan itu. Nah, ini kan bisa apa, bisa … Anda berdua bisa kita adu ini sebetulnya untuk berargumentasi terlebih dahulu mau menggunakan dalil yang mana kan, sama-sama mau bergerak ke sana tapi kok melihat apa yang diminta itu berbeda. Jadi, nanti Anda berdebat dulu di luar berdua, mana di antara argumentasinya yang akan digunakan.

Nah, itu jadi kalau dilihat konstruksi Pasal 79 dan penjelasannya itu, itu kan tujuan penjelasan itu memberikan tafsir. Jadi, ini termasuk tafsir autentik, tafsir yang dibuat atau dirumuskan apa ... pembentuk undang-undang. Nah oleh karena itu, sebetulnya ... sebentar, saya lihat pasalnya tadi. Ini di apa ... di penjelasannya, itu kan disebutkan, “Pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah dapat berupa kebijakan yang dilaksanakan sendiri oleh presiden, wakil presiden, menteri negara, panglima TNI, kapolri, jaksa agung, atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian.” Jadi ini sebetulnya memperjelas yang harus dibangunkan argumentasi, apakah lembaga pemerintah nonkementerian itu masuk atau tidak ada KPK di situ? Nah, itu harus dicarikan bangunan argumentasinya.

Nah, makanya saya katakana, sebetulnya ini pertarungan mazhab pemikir-pemikir hukum tata negara sebetulnya. Jadi, harus diperkuat bangunan teoretisnya, satu.

Yang kedua, saya sarankan juga, Pemohon kalau bisa menelusuri angket itu. Bagaimana sih sebetulnya posisinya? Mengapa ia diletakkan dalam sistem pemerintahan? Untuk apa sih sebetulnya gunanya angket itu diletakkan dalam posisi pemerintahan? Lalu, apakah penggunaan hak angket itu bisa menjadi lebih luas di luar ranah eksekutif misalnya atau tidak? Makanya tadi benar Hakim Palguna mengatakan, “Mungkin bisa ditelusuri juga itu ... apa namanya ... konstruksi adanya hak angket, hak interpelasi, hak menyatakan pendapat yang ada dalam konstitusi itu.”

(24)

Jadi, baca risalahnya itu. Ada ndak perdebatan soal itu di dalam perubahan konstitusi, gitu?

Nah, itu ... itu beberapa saran-saran perbaikan kami kepada Saudara. Dan kalau merasa saran itu berguna, disilakan di ... apa ... ditampung. Tapi kalau merasa saran itu juga tidak perlu dan terus dengan ... dengan naskah ini, juga tidak apa-apa. Kami hanya menjalankan kewajiban yang diperintahkan oleh undang-undang. Bahwa Panel itu harus memberikan nasihat kepada Para Pemohon, gitu, ya. Jadi, terserah, dipikirkan ulanglah beberapa ... apanya ... beberapa catatan-catatan yang kita sampaikan itu. Cukup? Ada pertanyaan?

41. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XV/2017: VICTOR SANTOSO TANDRASA

Ya. Kami paling hanya ingin ... apa ... memohon maaf kepada Yang Mulia karena dalam penulisan ... apa ... halaman mungkin agak kesulitan tadi. Karena sebenarnya kita sudah tulis halaman, tapi mungkin karena penge-print-annya itu tiba-tiba hilang di bagian bawah halaman, sehingga tidak ada halaman. Karena memang kita mengajukan ini empat hari sebelum lebaran. Jadi ... apa ... mengingat ... mengingat mengejar waktu, memang waktu itu kita empat hari sebelum lebaran kita sudah daftarkan dan disidangkan memakan waktu dua minggu kemudian. Nah, sehingga memang masih banyak yang poin-poin penting yang sebelum ... belum kita masukkan dan nanti setelah ini kita akan elaborasi sesuai dengan yang Yang Mulia sampaikan dalam sidang ini. Mungkin itu. Terima kasih, Yang Mulia.

42. KETUA: SALDI ISRA Oke. Nomor 37?

43. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 37/PUU-XV/2017: HORAS A. M. NAIBORHU

Terima kasih, Yang Mulia. Terima kasih atas berbagai koreksi yang menurut saya sangat konstruktif, khususnya tentang penguatan teoretik. Terus terang, dalam pengujian yang sebelumnya, memang kita pernah dikritik oleh Mahkamah. Karena apa? Karena terlalu teoretik, sehingga berefleksi dari itu kita ... saya coba untuk lebih mempersingkat. Tetapi, dengan risiko memang ada penjelasan yang barangkali tidak ter-cover.

Oleh karena itu, saya sangat mengapresiasi semua kritik dan saran dari Mahkamah, walaupun objek pengujian tentunya saya tetap pada posisi itu, dimana nanti akan saya pertajam bangunan teoretiknya yang akan menjelaskan pada akhirnya urgensinya untuk meng ...

(25)

menghapuskan penjelasan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang MD3. Terima kasih, Mahkamah Yang Mulia.

44. KETUA: SALDI ISRA

Ya. Kita kan fungsinya kan menyarankan saja, termasuk menyarankan Anda tadi jika perlu bertarung gagasan dulu berdua ini. Karena kan punya konsekuensi yang berbeda ini, walaupun permohonannya sama.

Oke. Sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, Saudara disediakan waktu untuk memperbaiki permohonan ini dan harus menyerahkannya ke Mahkamah Konstitusi, ke Kepaniteraan, paling lambat 1 Agustus 2017, pukul 10.00 WIB. Jadi, kalau lebih cepat, ndak apa-apa juga, ini kan batas paling lambatnya. Kalau besok selesai, juga diserahkan ndak apa-apa, begitu. Itu terpulang kepada Para Pemohon. Jadi, perbaikan permohonan diserahkan Kepaniteraan paling lambat 14 hari sejak sidang hari ini. Dan selanjutnya, akan kami tentukan kemudian.

Sudah, ya? Cukup. Dengan begitu, sidang selesai dan sidang ditutup.

Jakarta, 19 Juli 2017

Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d.

Yohana Citra Permatasari NIP. 19820529 200604 2 004

SIDANG DITUTUP PUKUL 16.50 WIB KETUK PALU 3X

Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak kedua cavum nasi sempit, sekret bening, konka inferior berwarna livide , terdapat massa lunak, bertangkai, bulat,

Hasil penelitian ini, yaitu perbedaan kelas sosial yang ada pada cerpen “Perkawinan Mustaqimah” karya Zulfaisal Putera yang terbagi menjadi dua, yaitu golongan sangat

Dengan adanya modul pengembangan bimbingan kelompok untuk mencegah perilaku seks bebas pada peserta didik, diharapkan dapat membantu guru dalam memberikan

Kotoran kambing dapat digunakan sebagai bahan organik pada pembuatan pupuk kandang karena kandungan unsur haranya relatif tinggi dimana kotoran kambing bercampur dengan air

Dalam proses penelitian ini peneliti berperan langsung, bertindak sekaligus sebagai instrument dalam pengumpulan data, karena penelitian ini dilakukan dengan fokus

Untuk kegiatan sholat wajib dhuhur dan ashar berjamaah siswa berada di tanggung jawab pihak sekolah karena setiap waktunya sholat dhuhur dan sholat ashar siswa di

zingiberi asal Temanggung dan Boyolali yang telah disimpan dalam medium tanah steril selama enam tahun masih tumbuh dengan baik pada medium PDA dan memenuhi cawan Petri setelah

Pengkajian transtivitas terhadap pidato kampanye Ahok pada pemilihan Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 menghasilkan tiga simpulan, yakni 1) seluruh tipe transitivitas