• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. AT adalah molekul protein kecil yang menginaktifasi beberapa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. AT adalah molekul protein kecil yang menginaktifasi beberapa"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antithrombin

AT adalah molekul protein kecil yang menginaktifasi beberapa sistem koagulasi. AT adalah glikoprotein dengan berat molekul 58 kDa yang diproduksi oleh hati dan sel endotel, terdiri dari 432 asam amino, berisi tiga ikatan disulfida. α-antithrombin adalah bentuk dominan dari

antithrombin ditemukan 90% dalam plasma darah. Sedangkan β-antithrombin ditemukan kira-kira 10% dalam plasma darah. 3,5,6,14,15

Mekanismenya memblok pembekuan darah dengan menonaktifkan protein "trombin". Oleh karena itu, disebut "anti-thrombin". Sementara antithrombin III adalah nama asli yang diberikan untuk protein ini, nama yang benar sekarang ini hanya antithrombin, dengan menghilangkan angka "III". Nama-nama lain dan singkatan dari antithrombin ialah antithrombin III, AT, AT III, dan heparin kofaktor I. 5

Beberapa perbedaan aktifitas AT pada plasma telah dilaporkan pertama kali pada pertengahan abad 20, disebutkan klasifikasi dari AT I - IV. AT I mengacu pada penyerapan trombin ke fibrin setelah trombin mengaktifkan fibrinogen. AT II mengacu pada kofaktor dalam plasma, yang bersama-sama dengan heparin mengganggu interaksi trombin-fibrinogen. AT III mengacu pada suatu zat dalam plasma yang

(2)

menonaktifkan trombin. AT IV mengacu pada antithrombin yang diaktifkan selama dan segera setelah pembekuan darah. Kemudian setelah mempertunjukkan berbagai macam aktivitas AT ini, fungsi sebenarnya adalah dari satu molekul AT III, yang namanya telah dipendekkan hanya “antithrombin” ditetapkan pada “Meeting of the International Society on Thrombosis and Haemostasis” tahun 1993. 5,14

2.1.1. Fisiologi dan Biokimia Antithrombin

AT adalah serin protease inhibitor, antikoagulan alami yang menghambat thrombin (IIa), faktor Xa dan juga menghambat faktor IXa, XIa, XIIa, kallikrein dan plasmin. Konsentrasi AT pada plasma normal adalah 150 µg/ml dan waktu paruh plasma sekitar 2 - 3 hari. 4,5,16,17,18

Pengkodean gen AT terletak pada kromosom 1 (q23-25) dan berbagai mutasi telah diidentifikasi pada individu dengan defisiensi AT dan trombosis vena. 5,6

(3)

Gambar 2.1. Struktur Gen Antithrombin 5

(4)

Gambar 2.2. Skema Sistem Hemostasis 4

Sumber : Axelsson Frank

(5)

2.1.2. Aktivitas Antithrombin

AT melindungi dari koagulasi darah yang terlalu banyak. Jika kadar AT rendah, darah seseorang akan memiliki kecenderungan untuk koagulasi lebih mudah. Jika kadar AT terlalu tinggi, seseorang dapat secara teoritis memiliki kecenderungan pendarahan. Namun peningkatan kadar AT tampaknya tidak menyebabkan perdarahan atau tidak memiliki signifikansi klinis. 5,18,19

Aktivitas endogen AT sangat dipotensiasi oleh keberadaan proteoglikan yang bersifat asam seperti heparin. Zat ini terikat dengan tempat kationik spesifik pada AT dengan menginduksi perubahan bentuk dan meningkatkan pengikatannya pada trombin disamping substrat lainnya. 6,20

Ada juga beberapa kondisi dimana AT seseorang menurun, tetapi kadarnya kembali normal setelah kondisi sembuh. Jika kadar AT diukur pada saat terjadi koagulasi akut atau saat diberikan heparin, kadarnya akan menurun untuk sementara. Namun kadar AT biasanya kembali normal setelah pasien pulih (dalam beberapa hari - minggu) atau ketika heparin dihentikan. Ini penting diketahui untuk menghindari diagnosis yang salah "defisiensi AT " jika ditemukan kadar AT yang rendah. 21

(6)

2.1.3. Kompleks trombin-antithrombin (TAT) dan pengaruhnya terhadap pemeriksaan kadar aktivitas Antithrombin (AT)

Jika terjadi aktivasi koagulasi maka akan terbentuk trombin dari protrombin dengan melepaskan fragmen protrombin 1 dan 2 (F 1.2). Trombin akan diikat oleh antithrombin sehingga terbentuk kompleks trombin-antithrombin (TAT). Trombin juga akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer dengan melepaskan fibrinopeptida A dan B (FPA dan FPB). Fibrin monomer akan mengalami polimerisasi membentuk fibrin polimer yang selanjutnya oleh pengaruh F XIII akan terjadi ikatan silang sehingga terbentuk croos-linked fibrin. Kemudian plasmin akan memecah

cross-linked fibrin menghasilkan D-dimer. Oleh karena itu parameter yang

dapat dipakai sebagai petanda aktivasi koagulasi adalah F1.2, TAT, fibrin monomer, FPA dan D-dimer. 19

Selanjutnya untuk mencari faktor risiko trombus/fibrin formation salah satu pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan aktivitas AT. AT berperan penting dalam pengaturan dan pencegahan pembentukan fibrin yang berlebihan dengan menghambat sirkulasi trombin.

Pada kadar AT yang diperiksa secara imunologi (AT antigen) kadarnya normal, bisa saja pada pemeriksaan aktivitas AT (AT fungsional) menunjukkan aktivitas AT yang rendah. Maka yang terpenting untuk pemeriksaan kadar AT adalah dengan pemeriksaan aktivitas AT.

(7)

2.1.4. Pengukuran Kadar Aktivitas Antithrombin

AT plasma dapat diukur baik secara imunologi (AT antigen) atau fungsional (AT activity). Pada uji fungsional ditetapkan aktivitas AT dengan metode Chromogenic menggunakan anti - Xa. 5,18,19,23,24

2.1.5. Defisiensi Antithrombin

Defisiensi AT dapat terjadi secara bawaan maupun didapat. Defisiensi AT menyebabkan faktor koagulasi yang aktif tidak dinetralkan sehingga kecenderungan trombosis meningkat. Defisiensi AT dapat digolongkan atas 2 tipe yaitu tipe I dan Tipe II. Tipe I ditandai dengan kadar AT yang rendah, sedang tipe II ditandai dengan kadar AT yang normal tetapi aktivitasnya rendah. 5,6,17,19,23,25,26

Nilai normal AT fungsional / AT activity : 27 • Prematur infant : 26 – 61 % • Full-term infant : 44 – 76 % • After 6 month : 80 – 120 %

Defisiensi AT bawaan diturunkan secara autosomal dominan, pada individu yang heterozigot kadarnya 25 – 50% dari orang normal. Frekuensi defisiensi AT heterozigot pada pasien trombosis sekitar 2,5-4%, sedangkan pada populasi sehat sekitar 0,05-1,0%. Resiko trombosis pada individu dengan defisiensi AT heterozigot 5 kali lipat lebih tinggi dari pada individu dengan AT normal. Pada umumnya, individu dengan defisiensi heterozigot antikoagulan alamiah akan mengalami trombosis pada usia

(8)

muda kurang dari 40 tahun, sering kali tanpa faktor lingkungan sebagai pencetus dan kadang-kadang di tempat yang tidak biasa seperti di sinus serebri, vena abdomen atau vena dalam lengan. Individu ini juga cenderung mengalami trombosis berulang dan sering mempunyai riwayat trombosis dalam keluarga. 5,19,23,25

Defisiensi AT didapat dijumpai pada sirosis hati, sindroma nefrotik, pemakaian pil kontrasepsi, setelah trombosis yang luas dan setelah pengobatan dengan heparin dosis tinggi. AT disintesis dihati sehingga pada sirosis hati produksinya menurun. Pada sindroma nefrotik terjadi kehilangan AT melalui urin karena kebocoran membran glomeruli. Pada pemakai pil kontrasepsi yang mengandung estrogen terjadi penurunan aktivitas AT yang bersifat reversibel. Mekanisme terjadinya hal ini belum diketahui dengan jelas. Setelah trombosis yang luas, AT banyak terpakai untuk menetralkan faktor-faktor yang aktif, sehingga aktivitasnya berkurang.Demikian pula setelah pengobatan dengan heparin dosis tinggi, AT banyak terpakai karena heparin tidak dapat bekerja tanpa AT.

5,17,19,21,27

Obat –obat yang meningkatkan kadar AT : anabolic steroids, androgens, oral kontrasepsi (yang mengandung progesteron) dan sodium warfarin. Obat-obat yang menurunkan kadar AT : fibrinolitik, heparin, oral kontrasepsi (yang mengandung estrogen) dan L-asparaginase.21

(9)

2.2. Intervensi Koroner Perkutan (IKP)

IKP telah dikenalkan lebih dari 20 tahun yang lalu. IKP adalah suatu teknik untuk menghilangkan trombus dan melebarkan pembuluh darah koroner yang menyempit dengan memakai kateter balon dan sering kali dilakukan pemasangan stent. Tindakan ini dapat menghilangkan penyumbatan dengan segera, sehingga aliran darah dapat menjadi normal kembali, sehingga kerusakan otot jantung dapat dihindari. Angka keberhasilan dari arteri dilatasi dengan tindakan IKP > 90 % pada lesi yang tunggal. 9,10

Pada pasien PJK stabil, tindakan IKP dilakukan hanya pada pasien dengan adanya keluhan dan tanda-tanda iskemik akibat penyempitan pembuluh darah koroner. Pada penelitian-penelitian awal dijumpai manfaat yang lebih kecil terhadap survival pasien yang dilakukan IKP tanpa stent dibandingkan dengan operasi pintas koroner. Tetapi dengan adanya stent dan stent bersalut obat (DES-Drugs Eluting Stent) serta tersedianya obat-obatan ajuvan maka tindakan IKP saat ini menghasilkan manfaat yang lebih besar dibandingkan operasi pintas koroner. 7

Pada NSTEMI dan angina pektoris tak stabil (APTS) tindakan intervensi koroner perkutan bertujuan mengurangi kejadian morbiditas dan mortalitas koroner di belakang hari.7

IKP primer pada STEMI didefinisikan sebagai tindakan intervensi pada culprit vessel (pembuluh darah yang terlibat serangan) dalam 12 jam

(10)

setelah onset nyeri dada, tanpa sebelumnya diberi trombolitik atau terapi lain untuk menghancurkan penyumbatan tersebut.7

Adapun prosedur melakukan tindakan IKP terdiri dari beberapa langkah. Pertama melakukan akses perkutan. Dalam proses ini arteri femoralis harus diidentifikasi lebih dahulu (atau yang lebih jarang bisa menggunakan arteri radialis atau arteri brachialis pada lengan) dengan menggunakan suatu alat yang disebut jarum pembuka. Setelah jarum sudah masuk, sheath introducer diletakkan pada jalan pembuka untuk mempertahankan arteri tetap terbuka dan mengontrol perdarahan. Melalui

sheath introducer ini, guiding catheter dimasukkan. Ujung guiding catheter

ditempatkan pada ujung arteri koroner. Dengan guiding catheter, penanda radio opak diinjeksikan ke arteri koroner, hingga kondisi dan lokasi kelainan dapat diketahui. Selama visualisasi sinar X, ahli jantung memperkirakan ukuran arteri koroner dan memilih ukuran balon kateter serta guide wire coronary yang sesuai. Guiding wire coronary adalah sebuah selang yang sangat tipis dengan ujung radio opak yang fleksibel yang kemudian dimasukkan melalui guiding cathether mencapai arteri koroner. Dengan visualisasi langsung, ahli jantung memandu kabel mencapai tempat terjadinya blokade. Ujung kabel kemudian dilewatkan menembus blokade. Setelah kabel berhasil melewati stenosis, balon kateter dilekatkan dibelakang kabel. Angioplasti kateter kemudian didorong kedepan sampai balon berada di dalam blokade. Kemudian baru balon dikembangkan dan balon akan mengkompresi atheromatous plak

(11)

dan menekan arteri sehingga mengembang. Jika stent ada pada balon, maka stent diimplantkan atau ditinggalkan pada tubuh untuk mendukung arteri dari dalam agar tetap mengembang.

Prosedur melakukan IKP ini dapat menyebabkan pengaruh terhadap cederanya arteri akibat gesekan pada endothelium sewaktu kateter diarahkan secara retrograd melalui pembuluh darah. Gesekan ini mungkin dapat mencetuskan nidus terbentuknya trombus baru. Trombus pada intrakoronaria merupakan salah satu kemungkinan yang dapat timbul di belakang hari pasca prosedur IKP.10

Terjadinya trombus dapat melalui 3 tahap: (1) paparan sirkulasi darah terhadap permukaan yang bersifat trombogenik seperti kerusakan endothelium vaskular akibat ruptur plaque atherosklerotik; (2) terjadi rangkaian peristiwa yang berhubungan dengan platelet lebih lanjut meliputi adhesi, aktifasi dan agregasi bersama-sama dengan pengeluaran substrat yang akan memacu timbulnya agregasi kembali; (3) terjadi pemacuan mekanisme anti pembekuan. 28

Akibat gesekan IKP pada permukaan endothelium, maka endothelium akan melepaskan dan mengaktifasi trombin yang terkandung didalamnya. Aktifasi trombin merupakan resiko besar untuk terjadinya komplikasi pembentukan trombus baru dan stenosis berulang setelah tindakan IKP. Hal ini sering terjadi pada IKP yang dilakukan umumnya pada pasien yang mengalami angina pektoris tidak stabil (unstable angina). 29

(12)

Antikoagulan selama IKP dibutuhkan untuk meminimalisasi resiko dari komplikasi trombosis setelah tindakan IKP. Antikoagulan yang secara umum dikenal adalah Unfractionated heparin (UFH). UFH adalah indirect antithrombotic activity, mempunyai fungsi sebagai kofaktor untuk AT, meningkatkan aktivitas molekul 1000 kali lipat. Pemeriksaan AT dengan darah vena dimulai sebelum dan sesudah tindakan IKP. Pemeriksaan dilakukan dengan metode chromogenic menggunakan anti-Xa.

20,23,24,30,31,32,33,34,35

2.2.1. Stent Bersalut Obat (Drugs Eluting Stent-DES) 7

Stent bersalut obat (drugs eluting stent) merupakan salah satu hal

yang sangat penting dalam perkembangan kardiologi intervensi, karena DES dapat mengurangi angka restenosis. Tetapi DES ini lebih mahal daripada stent biasa sehingga penggunaannya di negara berkembang masih terbatas. Saat ini harga DES empat kali lebih mahal dari stent biasa.

Beragam cara pelepasan obat dari berbagai bahan (platform stent) dengan atau tanpa polimer yang dikandungnya giat dipelajari saat ini. Berbagai penelitian untuk menilai efek anti proliferasi dan anti inflamasi dari sirolismus, paclitaxel tacrolimus, everolimus, ABT-578, biolismus, dan obat-obat lain seperti dexamethasone, 17-betaestradiol, batimastat, actinomycin D. methotrexat, angiopeptin, tyrosinkinase inhibitors, vincristin, mitomycin, cyclosporin. Hasil-hasil dari penelitian menunjukkan

(13)

obat-obat anti proliferasi di atas tidaklah sama menunjukkan efek dalam mencegah restenosis.

2.2.2. Indikasi DES 7

Keadaan-keadaan di mana dijumpai peningkatan risiko terjadinya restenosis sehingga dibutuhkan penggunaan DES, yakni:

- small vessel (pembuluh darah kecil)

- chronic total occlusions (oklusi total kronik) - bifurcational (percabangan)

- ostial lesion (lesi pangkal)

- by pass stenosis (penyumbatan pembuluh by pass) - insulin dependent diabetes melitus (DM tipe 1)

- multivessel disease (pembuluh darah banyak terlibat) - unprotected left main stenosis (oklusi cabang utama kiri) - instent restenosis (oklusi pada tempat stent)

2.2.3. Perbandingan IKP dan CABG 36

Data yang dikumpulkan selama arteriografi koroner membantu dokter menentukan apakah pasien sebaiknya dipertimbangkan untuk IKP atau CABG untuk meningkatkan aliran darah arteri.

IKP dapat memberikan hasil yang optimal pada pasien yang dipilih dengan hati-hati. Dengan panduan X-ray, sebuah kawat dimasukkan dari paha ke arteri koroner. Kateter kecil dengan balon diujungnya dimasukan

(14)

menyusuri kawat untuk mencapai segmen yang menyempit. Balon kemudian dikembangkan untuk menekan arteri agar terbuka dan sebuah stent penahan besi kemudian disisipkan.

Bedah CABG dilakukan untuk mengurangi angina pada pasien yang telah gagal dengan terapi obat-obatan dan bukan kandidat yang baik untuk IKP. Bedah CABG ideal untuk pasien-pasien dengan penyempitan multipel pada cabang arteri koroner yang berbeda seperti sering terlihat pada pasien dengan diabetes. Bedah CABG telah memperlihatkan peningkatan harapan hidup jangka panjang pada pasien-pasien dengan penyempitan signifikan arteri koroner utama kiri dan pada pasien-pasien dengan penyempitan signifikan arteri multipel khususnya pada pasien-pasien dengan penurunan fungsi pompa otot jantung.

Studi yang sedang berlangsung membandingkan hasil terapi IKP versus bypass (CABG) pada pasien yang merupakan calon prosedur keduanya. Kedua prosedur sangat efektif mengurangi gejala angina, mencegah serangan jantung dan mengurangi kematian. Banyak penelitian memperlihatkan manfaat yang sama atau sedikit menguntungkan CABG (terutama pada diabetes berat) meskipun data penelitian terbaru mengevaluasi dua prosedur menggunakan teknik terbaru (sebagai contoh stent terbaru dan CABG tanpa pompa) masih sedang dikumpulkan. Pilihan terbaik untuk pasien individu dibuat oleh kardiolog, ahli bedah dan dokter layanan primer.

(15)

2.3. Obat Antitrombotik : Unfractionated Heparin (UFH) Group obat antitrombotik termasuk indirect thrombin inhibitor (UFH atau low molecular-weight heparin / LMWH) dan direct thrombin inhibitor (Hirudin, Bivalirudin, Dabigatran etexilate, Ximelagatran dan Argatroban).37

Telah lebih dari 40 tahun UFH digunakan sebagai terapi standar untuk pengobatan awal trombosis vena. Di samping itu terapi UFH juga cukup efektif untuk mencegah dan mengobati emboli paru, sebagai terapi awal unstable angina serta infark miokard akut. UFH juga digunakan untuk mengobati penderita operasi jantung dengan cara by pass - CABG, operasi pembuluh darah dan prosedur IKP. Pada umumnya UFH diberikan untuk keadaan dimana tidak dapat diberikan antikoagulan oral.22

2.3.1. Metabolisme dan Mekanisme kerja UFH

UFH merupakan mukopolisakarida dengan panjang rantai berbeda-beda sehingga berat molekulnya bervariasi antara 5000 sampai 30.000 dalton, dengan berat molekul rata-rata 15.000 dalton, yang kira-kira terdiri dari 45-50 rantai polisakarida. UFH diisolasi dan dimurnikan dari paru sapi atau mukosa usus babi. Aktifasi antikoagulan dan clearance UFH tergantung juga dari panjang molekulnya. Makin besar berat molekulnya, makin cepat dibersihkan dari sirkulasi. 19,20,22,35

UFH ditemukan pada tahun 1916 oleh Mc Lean. Penelitian mengenai efektifitas UFH telah dimulai sejak tahun 1960. Selanjutnya

(16)

Brinkhous dan kawan-kawan menunjukkan bahwa efek antikoagulan UFH membutuhkan kofaktor yang terdapat dalam plasma yang disebut AT, sehingga AT disebut kofaktor UFH. Efek antikoagulan UFH menurun pada kondisi defisiensi AT baik herediter maupun didapat. Bahkan pada kadar AT yang sangat rendah dapat menyebabkan heparin resisten.19,20,32,33,34,38

UFH mempunyai waktu paruh 30 menit – 2 jam tergantung dosis pemberian. Efek antikoagulan segera timbul pada pemberian suntikan bolus IV dengan dosis terapi, dan terjadi kira-kira 20-30 menit setelah suntikan subkutan. Sebagian UFH akan mengalami degradasi di hati oleh heparinase dan sebagian lagi diekskresi dalam bentuk utuh melalui ginjal. UFH keluar melalui urin dalam waktu 5-9 jam setelah penyuntikan. Pasien dengan kelainan hati atau ginjal lebih sensitif terhadap UFH karena waktu paruh UFH menjadi lebih panjang. UFH juga diserap otot, lemak dan limfe.22

UFH mempunyai berat molekul yang cukup besar sehingga tidak bisa melewati membran, tidak bisa diserap usus dan tidak dapat melewati plasenta. Dengan demikian UFH hanya dapat diberikan secara intra vena atau subkutan. Pada pemberian UFH, hanya sepertiga dari dosis UFH yang diberikan yang akan berikatan dengan AT. Trombin dan enzim koagulasi lain mempunyai gugus aktif berupa serine protease. Gugus ini akan diinaktifasi oleh arginine-reactive site pada AT. UFH akan berikatan dengan gugus lisin pada AT. Akibat ikatan ini AT berubah dari inhibitor trombin yang lambat menjadi inhibitor trombin yang cepat. Selain trombin,

(17)

kompleks AT-heparin juga menginaktifasi faktor koagulasi lain, yaitu faktor Xa, IXa, XIa dan XIIa.19,35,36,37

2.3.2. Dosis dan lama pemberian UFH

Berbagai penelitian telah banyak dilakukan untuk mendapatkan cara pemberian, dosis optimal dan lamanya pemberian UFH yang efektif untuk pengobatan dan pencegahan trombosis. 38

Studi terakhir mendapatkan bahwa lama pemberian UFH dapat dikurangi dari 10 hari menjadi 5 hari, apabila pemberiannya dikombinasikan dengan antikoagulan oral. 22,38

Dosis pemberian UFH diberikan dengan dosis inisial 5000 U bolus IV, kemudian dilanjutkan dengan drip 1000 U/jam, dosis ini harus selalu di evaluasi dan disesuaikan untuk mendapatkan nilai aPTT 1,5 – 2,5 kontrol (46 -70 detik), aPTT ini diperiksa setiap 4–6 jam. 22,38

Alternatif lain pemberian UFH adalah diberikan 5000 unit secara subkutan setiap 8-12 jam, dengan catatan besarnya dosis yang diberikan harus disesuaikan dengan pemeriksaan aPTT, nilai aPTT tetap dipertahankan 1,5-2,5 kontrol. 2,22,35

2.3.3. Komplikasi pemberian UFH

Respon antikoagulan dari UFH berbeda pada tiap-tiap individu karena obat ini berikatan secara nonspesifik dengan plasma dan protein sel. Efek samping meliputi perdarahan, trombositopenia dan osteoporosis. Efek samping terapi UFH yang paling utama adalah perdarahan yaitu

(18)

sekitar 3-5%. Resiko perdarahan akan meningkat pada pasien dengan faktor resiko, seperti : usia (wanita >60 tahun, pria >70 tahun), operasi yang lama, peningkatan kreatinin serum, stroke perdarahan, penyakit ulkus peptikum, hipertensi, riwayat kelainan perdarahan dan aPTT >2 kali nilai normal. Trombositopenia pada pasien pasca bedah frekuensinya mencapai 5% bahkan pada pasien bedah jantung sampai 50%, sedangkan pada pasien non bedah frekuensinya sekitar 3,5%.

Pada pemberian UFH berkepanjangan dapat juga menyebabkan osteoporosis. Radiografi membuktikan terdapat penurunan densitas tulang kira-kira 15% pada wanita yang mendapat pengobatan jangka panjang selama kehamilan dan 2% mengalami fraktur vertebra yang simptomatik. Pada penelitian lain dilaporkan, bahwa pemakaian UFH selama 3 bulan menyebabkan osteoporosis pada 2-3% pasien.19,20,22,39,40

Gambar 2.3. Skema Heparin-AT pada sistem hemostasis 40

(19)

2.4. Kerangka Konsep

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

IKP

(Intervensi Koroner Perkutan)

Pasien IKP Primer Pasien IKP Elektif

Pemeriksaan Antithrombin

Gambar

Gambar 2.1. Struktur Gen Antithrombin  5  Sumber : Kottke-Marchant K
Gambar 2.2. Skema Sistem Hemostasis  4     Sumber : Axelsson Frank
Gambar 2.3.  Skema Heparin-AT pada sistem hemostasis  40  Sumber : Johnson M

Referensi

Dokumen terkait

AIDS ( Acquired Immune Deficiency Syndrome ) adalah sindroma yang merupakan kumpulan gejala-gejala berbagai penyakit dan infeksi yang disebabkan oleh virus HIV yang

Pemakaian kontrasepsi tanpa bahan aktif tembaga (copper) dapat terus berlangsung sampai menjelang menopause. Sedangkan kontrasepsi dengan bahan aktif tembaga, 3-4 tahun harus

Pemakaian kontrasepsi oral (pil KB) dalam waktu lama ( ≥7 tahun). Masih terdapat kontroversi sampai saat ini terkait peran kontrasepsi oral dalam perkembangan kanker payudara.

Defisiensi insulin juga memegang peranan penting dalam gangguan fungsi trombosit melalui mekanisme berbeda, yaitu yang tergantung sindroma resistensi insulin (IRS-dependent),

Apabila timbul sindroma hepatorenal yaitu terjadinya gagal ginjal akut yang berjalan progresif pada penderita penyakit hati kronis dan umumnya disertai sirosis hati dengan asites

- Jumlah sinar monokromatik yang diserap oleh suatu bahan dalam larutan berbanding lurus dengan kadarnya... Photometer DTN 410 merupakan salah satu jenis flame photometer double

Pada pasien sindrom nefrotik yang resisten steroid dijumpai kadar NAG urin yang meningkat dibandingkan pada yang sensitive steroiddan tergantung terhadap steroid, eksresi NAG

Kasus kambuh (relaps) adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis