• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Penilaian MPV dan Agregasi Trombosit pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Penilaian MPV dan Agregasi Trombosit pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

DIABETES MELLITUS

2.1.1. Defenisi

Diabetes mellitus merupakan kelainan metabolisme dari karbohidrat, protein dan lemak yang dihasilkan dari kurangnya ketersediaan insulin atau penurunan efek biologis dari insulin, yang ditandai dengan hiperglikemia.1,2,5

Diabetes mellitus tipe 2, yang merupakan 90-95% dari populasi diabetes, meliputi individual yang mengalami resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif.2

2.1.2. Klasifikasi

Klasifikasi dari diabetes meliputi empat golongan klinis:3,5 1. Diabetes tipe 1

Destruksi sel-β, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute.

A. Immune-mediated B. Idiopathic

2. Diabetes tipe 2

Bervariasi mulai dari resisten insulin dominan disertai defisiensi insulin relative hingga kurangnya sekresi insulin disertai dengan resistensi insulin.

3. Diabetes tipe lain

(2)

C. Penyakit-penyakit dari eksokrin pancreas (seperti cystic fibrosis)

D. Endokrinopati (akromegali, Cushing’s syndrome, glucagonoma, pheochromocytoma, hyperthyroidism, somatostatinoma, aldosteronoma)

E. Akibat obat-obatan atau zat kimia (seperti pada pengobatan AIDS atau setelah transplantasi organ)

F. Infeksi (rubella kongenital, cytomegalovirus, coxsackie) G. Diabetes imunologis yang jarang (“stiff-personsyndrome,

anti-insulin reseptor antibodi)

H. Sindroma lainnya yang terkadang berkaitan dengan diabetes (Down’s syndrome, Klinefelter’s syndrome, Turner’s syndrome, Wolfram’s syndrome, Huntington’s chorea, Laurence-Moon-Biedl syndrome, myotonic dystrophy, porphyria, Prader-Willi syndrome)

4. Diabetes mellitus gestational (GDM)

2.1.3. Epidemiologi

(3)

2.1.4. Diagnosis

Selama beberapa dekade, diabetes didiagnosis berdasarkan kriteria glukosa plasma, baik glukosa plasma puasa atau nilai 2-h 75-g oral 75-glucose tolerance test (OGTT). Pada tahun 1997, kriteria diagnostik direvisi oleh Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus dengan mengobservasi hubungan antara kadar glukosa dan munculnya retinophaty. Analisis itu menghasilkan nilai diagnostik yang baru yaitu ≥126 mg/dl (7.0 mmol/l) untuk glukosa plasma puasa dan ditegaskan dengan nilai glukosa plasma 2 jam setelah puasa ≥200 mg/dl (11.1 mmol/l). Dengan semakin terstandarisasinya pemeriksaan HbA1C dan hasilnya yang dapat diterapkan pada seluruh populasi, maka ADA menyetujui untuk menggunakan HbA1C sebagai tes untuk mendiagnosa DM dengan nilai ≥6.5% (tabel 1).3

Tabel 2.1. Kriteria Diagnosa untuk Diabetes3

1. A1C ≥6.5%. Pemeriksaan harus dilakukan di laboratorium mengunakan metode yang disertifikasi oleh NGSP dan sesuai standar

pemeriksaan DCCT.*

2. Glukosa Plasma Puasa ≥126 mg/dl (7.0 mmol/l). Puasa didefinisikan dengan tidak ada intake kalori selama minimal 8 jam.*

3. Glukosa Plasma Dua-jam ≥200 mg/dl (11.1 mmol/l) dengan OGTT. Pemeriksaan harus dilakukan sesuai ketetapan WHO, menggunakan glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhydrous yang dilarutkan

dalam air.

4. Pasien dengan gejala klasik dari hiperglikemia atau krisis hiperglikemik, glukosa plasma random ≥200 mg/dl (11.1 mmol/l).

(4)

2.1.5. Patofisiologi

DM tipe 2 dikarakteristikkan dengan sekresi insulin yang terganggu, resistensi insulin, produksi glukosa hepatik yang berlebihan, dan metabolisme lemak abnormal.1,5 Sebagian besar pasien diabetes mellitus tipe 2 memiliki berat badan berlebih.5,27 Obesitas terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak, dan aktifitas fisik yang terlalu sedikit.4,5,27 Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran energi meningkatkan konsentrasi asam lemak di dalam darah, akan menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak.27 Pada tahap awal, toleransi glukosa akan tetap mendekati-normal, meskipun resistensi insulin, karena sel beta pancreas mengimbanginya dengan meningkatkan produksi insulin. Seiring dengan berkembangnya resistensi insulin dan kompensasi hiperinsulinemia, sel-sel beta pancreas pada individu tertentu tidak dapat mempertahankan kondisi hiperinsulinemia. Impaired Glucose

Tolerance (IGT), ditandai dengan meningkatnya glukosa

postprandial, akan berkembang. Penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hepatik memicu timbulnya diabetes dengan hiperglikemia puasa. Akhirnya, kegagalan sel beta dapat terjadi.5

2.1.5.1. Metabolisme Abnormal

(5)

glukosa hepatic; efek keduanya menimbulkan hiperglikemia.1,5

Gambar 2.1. Skema sederhana jalur sintesis hexosamine. Panah hitam menunjukkan bahwa

aliran kedalam jalur sintesis dapat ditingkatkan dengan meningkatkan glukosa yang masuk

atau menghambar glikolisis.6

Mekanisme tepat bagaimana timbulnya resistensi insulin pada DM tipe 2 belum dapat dijelaskan. Beberapa laboratorium mengusulkan bahwa jalur sintesis hexosamine (HSP) berperan dalam perkembangan resistensi insulin dan komplikasi vaskular pada diabetes. Pada sistem ini terjadi modifikasi protein posttranslational, dimana N-acetylgalactosamine (GlcNAc) diubah menjadi O-linkage

(O-GlcNAc), yang bagian modifikasinya (O -GlcNAcylation) berdekatan dengan bagian posporilasi, menunjukkan adanya fungsi regulasi. Fungsi signifikan dari

(6)

Obesitas pada DM tipe 2 juga merupakan bagian dari proses patogenik. Meningkatnya massa adipocyte

menyebabkan meningkatnya jumlah asam lemak bebas dan produk sel lemak lainnya yang bersirkulasi. Selain mengatur berat badan, selera makan, dan pengeluaran energy, adipokines (sitokin jaringan lemak) juga mengatur sensitivitas insulin. Peningkatan produksi asam lemak bebas dan beberapa adipokines dapat menyebabkan resistensi insulin pada otot rangka dan hati. Dengan kata lain, asam lemak bebas mengurangi penggunaan glukosa di otot rangka, memicu produksi glukosa oleh hati, dan merusak fungsi sel beta. Sebaliknya, produksi adiponectin (peptide peka-insulin) oleh adipocyte menurun pada obesitas dan berkontribusi pada terjadinya resistensi insulin hepatik. Produk-produk adipocyte dan adipokines juga menciptakan keadaan inflamasi dan dapat menjelaskan kenapa penanda inflamasi seperti IL-6 dan C-reaktive protein sering meningkat pada DM tipe 2.1,5

2.1.5.2. Sekresi Insulin Berkurang

Sekresi dan sensitifitas insulin saling berhubungan. Pada DM tipe 2, sekresi insulin awalnya meningkat sebagai respon terhadap resistensi insulin untuk mempertahankan toleransi glukosa yang normal. Awalnya, defek sekresi insulin ringan dan hanya melibatkan sekresi insulin yang distimulasi glukosa. Akhirnya, defek sekresi insulin berlanjut ke tahap dimana sekresi insulin sangat tidak adekuat.1,5

(7)

insulin—menuju pada kegagalan sel beta. Lingkungan metabolik diabetes juga memiliki pengaruh negatif terhadap fungsi islet. Contohnya, hiperglikemia kronis akan melemahkan fungsi islet (“glucose toxicity”) dan memperburuk hiperglikemia. Perbaikan kontrol glikemik berhubungan dengan perbaikan fungsi islet. Dan juga, peningkatan jumlah asam lemak bebas (“lipotoxicity”) dan lemak makanan dapat juga memperburuk fungsi islet. Massa sel beta menurun pada individu dengan DM tipe 2 yang telah berlangsung lama.1,5

2.1.5.3. Peningkatan Produksi Glukosa Hepatik dan Lipid

Pada DM tipe 2, resistensi insulin di hati menggambarkan kegagalan hiperinsulinemia untuk menekan glukoneogenesis. Akibat resistensi insulin di jaringan lemak dan obesitas, aliran asam lemak bebas dari

adipocyte meningkat, menyebabkan meningkatnya sintesa lemak [very low density lipoprotein (VLDL) dan trigliserida] di hati.5,27

(8)

2.1.6. Komplikasi

Kelainan metabolik pada defisiensi insulin yang tidak diterapi secara adekuat akan menyebabkan perubahan yang luas dan ireversibel di dalam tubuh.27

Di dalam sel glukosa direduksi menjadi sorbitol dan tidak dapat melalui membrane sel. Penumpukan sorbitol di dalam sel menyebabkan pembengkakan sel (A1), di lensa mata hal ini akan menimbulkan katarak (A2), pada sel Schwann dan neuron akan mengurangi konduksi saraf (polineuropati), terutama system saraf otonom, reflex dan fungsi sensorik (A3).27

Sel yang tidak dapat mengambil cukup glukosa akan menyusut akibat hiperosmolaritas ekstrasel (A4), fungsi sel limposit yang menyusut akan terganggu dan tubuh rentan terhadap infeksi (A5).27

Hiperglikemi meningkatkan pembentukan protein plasma yang mengandung gula, seperti fibrinogen, haptoglobin, macroglobulin-α2 serta factor pembekuan V-VIII (A6), yang meningkatkan viskositas darah sehingga meningkatkan resiko trombosis.27

(9)

Bersama dengan peningkatan VLDL, peningkatan viskositas darah, dan hipertensi mendorong terjadinya makroangiopati (A10).5,27

Akhirnya, glukosa dapat bereaksi dengan hemoglobin (HbA) untuk membentuk HbA1C, yang peningkatan konsentrasinya di dalam darah menunjukkan keadaan hiperglikemia yang telah berlangsung lama. HbA1C memiliki afinitas yang tinggi terhadap oksigen, sehingga sukar melepas oksigen di perifer (A11). Defisiensi insulin yang menetap selanjutnya menyebabkan penurunan konsentasi 2,3-bifosfogliserat (BPG), sehingga memperkuat afinitas hemoglobin terhadap oksigen.27

(10)

2.2. TROMBOSIT

2.2.1. Produksi Trombosit

Trombosit, dihasilkan dari megakariosit sumsum tulang, sebuah sel raksasa yang memiliki 8-32 inti hasil dari pembelahan inti tanpa disertai pembelahan sel,2 yang memiliki ukuran 1-2µm.10

Prekursor megakariosit, megakarioblast, muncul melalui proses diferensiasi dari sel induk hemopoetik. Megakariosit mengalami pematangan dengan replikasi inti endomitotik yang sinkron, memperbesar volume sitoplasma sejalan dengan penambahan lobus inti menjadi kelipatan duanya. Pada berbagai stadium dalam perkembangannya (paling banyak pada stadium inti delapan), sitoplasma menjadi granular dan trombosit dilepaskan. Produksi trombosit mengikuti pembentukan mikrovesikel dalam sitoplasma sel yang menyatu membentuk membrane pembatas trombosit. tiap sel megakariosit menghasilkan 1000-1500 trombosit. Sehingga diperkirakan akan dihasilkan 35.000/ul trombosit per hari. Interval waktu semenjak diferensiasi sel induk sampai produksi trombosit berkisar sekitar 10 hari.2,28,29

Trombopetin adalah pengatur utama produksi trombosit, dihasilkan oleh hati dan ginjal. Trombopetin meningkatkan jumlah dan kecepatan maturasi megakariosit.2,30,31

Jumlah trombosit normal adalah sekitar 250 x 109/l (rentang 150-400 x 109/l) dan lama hidup trombosit yang normal adalah 7-10 hari. Hingga sepertiga dari trombosit produksi sumsum tulang dapat terperangkap dalam limpa yang normal, tetapi jumlah ini meningkat menjadi 90% pada kasus splenomegali berat.2,30,32

2.2.2. Morfologi

(11)

perlekatan trombosit pada von Willebrand factor (VWF) dan subendotel vascular. Reseptor IIb/IIIa juga merupakan reseptor untuk fibrinogen yang penting dalam agregasi trombosit.30,31,32

Membran plasma berinvaginasi ke bagian dalam trombosit untuk membentuk suatu sistem membrane (kanalikular) terbuka yang menyediakan permukaan reaktif yang luas tempat protein koagulasi plasma diabsorbsi secara selektif. Fosfolipid membran (faktor trombosit 3) sangat penting dalam konversi faktor X menjadi Xa dan protrombin (faktor II) menjadi thrombin (faktor IIa).30,31,32

Di bagian dalam trombosit terdapat kalsium, nukleotida (terutama ADP, ATP dan serotonin) yang terkandung dalam granula padat. Granula alfa mengandung antagonis heparin, faktor pertumbuhan (PDGF), β-tromboglobulin, fibrinogen, vWF. Organel spesifik lain meliputi lisosom yang mengandung enzim hifrolitik, dan peroksisom yang mengandung katalase. Selama reaksi pelepasan, isi granula dikeluarkan ke dalam sistem kanalikular.30,31,32

2.2.3. Fungsi Trombosit

Fungsi utama trombosit adalah pembentukan sumbat mekanik selama respon hemostasis normal terhadap cedera vascular. Tanpa

(12)

trombosit, dapat terjadi kebocoran darah spontan melalui pembuluh darah kecil. Reaksi trombosit berupa adhesi, sekresi, agregasi dan fusi serta aktivitas prokagulannya sangat penting untuk fungsinya.32,33,34

2.2.4. Pembentukan Sumbat Trombosit

Agar dapat terjadi hemostasis primer yang normal, dan agar trombosit memenuhi tugasnya membentuk sumbat trombosit inisial, maka harus terdapat trombosit dalam jumlah memadai di dalam sirkulasi, dan trombosit tesebut harus berfungsi normal. Fungsi hemostasis normal memerlukan peran serta trombosit yang berlangsung secara teratur, yang penting dalam pembentukan sumbat hemostatik primer. Hal ini melibatkan, pada awalnya, adhesi trombosit, agregasi trombosit dan akhirnya reaksi pembebasan trombosit disertai rekrutmen trombosit lain.32,34-38

Gambar 2.5. Fungsi normal trombosit.39

2.2.4.1. Adhesi Trombosit

(13)

jaringan yang terpajan atau cedera. Adhesi trombosit bergantung pada faktor protein plasma yang disebut faktor von Willebrand, yang memiliki hubungan yang integral dan kompleks dengan faktor koagulasi antihemofilia VIII plasma dan reseptor trombosit yang disebut glikoprotein Ib membrane trombosit. Adhesi trombosit berhubungan dengan peningkatan daya lekat trombosit sehingga trombosit berlekatan satu sama lain serta dengan endotel atau jaringan yang cedera. Dengan demikian, terbentuk sumbat hemostatik primer atau inisial. Pengaktifan permukaan trombosit dan rekrutmen trombosit lain menghasilkan suatu massa trombosit lengket dan dipermudah oleh proses agregasi trombosit.33,34,40,41

2.2.4.2. Aggregasi Trombosit

Agregasi adalah kemampuan trombosit melekat satu sama lain untuk membentuk suatu sumbat. Agregasi awal terjadi akibat kontak permukaan dan pembebasan ADP dari trombosit lain yang melekat ke permukaan endotel. Hal ini disebut gelombang agregasi primer. Kemudian, seiring dengan makin banyaknya trombosit yang terlibat, maka lebih banyak ADP yang dibebaskan sehingga terjadi gelombang agregasi sekunder disertai rekrutmen lebih banyak trombosit. Agregasi berkaitan dengan perubahan bentuk trombosit dari discoid menjadi bulat. Gelombang agregasi sekunder merupakan suatu fenomena ireversibel, sedangkan perubahan bentuk awal dan agregasi primer masih reversible.33,34,40,41

(14)

Agregasi in vitro juga terjadi dalam dua fase; aggregasi primer atau reversible dan agregasi sekunder atau ireversibel.

Pengikatan ADP yang dibebaskan dari trombosit aktif ke membrane trombosit akan mengaktifkan enzim fosfolipase, yang menghidrolisis fosfolipid di membrane trombosit untuk menghasilkan asam arakidonat. Asam arakidonat adalah precursor mediator kimiawi yang sangat kuat baik pada agregasi maupun inhibisi agregasi yang terlibat dalam jalur prostaglandin. Melalui proses ini, asam arakidonat diubah di sitoplasma trombosit oleh enzim siklooksigenase menjadi endoperoksida siklik, PGG2 dan PGH2. Stimulator kuat untuk agregasi trombosit, senyawa tromboksan A2, dihasilkan oleh kerja enzim tromboksan sintetase pada berbagai endoperoksidase siklik ini. Tromboksan A2 adalah senyawa yang sangat aktif, tetapi tidak stabil yang mengalami penguraian menjadi tromboksan B2 yang stabil dan inaktif. Tromboksan A2 juga merupakan vasokonstriktor kuat yang akan mencegah pengeluaran darah lebih lanjut dari pembuluh yang rusak.33,34,40,41

2.2.4.3. Reaksi Pembebasan

(15)

kalsium intrasel) menyebabkan terbentuknya tromboksan A2.33,34,41

Agregasi primer melibatkan perubahan bentuk trombosit dan disebabkan oleh kontraksi mikrotubulus. Gelombang agregasi trombosit sekunder melibatkan terutama pelepasan mediator-mediator kimiawi yang terdapat di dalam granula padat. Pelepasan ini melengkapi fungsi utama ketiga trombosit, yaitu reaksi pembebasan. Reaksi pembebasan diperkuat oleh peningkatan kalsium intrasel, yang semakin mengaktifkan dan meningkatkan pembebasan tromboksan A2. Tromboksan A2 memperkuat agregasi trombosit serta mempunyai aktivitas vasokonstriksi yang kuat. Reaksi pelepasan dihambat oleh zat-zat yang meningkatkan kadar cAMP trombosit, salah satunya adalah prostasiklin (PGI2) yang disintesis oleh sel endotel vascular. Prostasiklin merupakan inhibitor agregasi trombosit yang kuat dan mencegah deposisi trombosit pada endotel vascular normal.33,34,41

2.2.4.4. Aktifitas Prokoagulan Trombosit

(16)

2.2.4.5. Aggregasi Trombosit Ireversibel

Konsentrasi ADP yang tinggi, enzim yang dilepaskan selama reaksi pelepasan dan protein kontraktil trombosit menyebabkan fusi yang irreversible pada trombosit yang beragregasi [ada lokasi cedera vascular. Trombin juga mendorong terjadinya fusi trombosit, dan pembentukan fibrin memperkuat stabilitas sumbat trombosit yang terbentuk.34,36,41

2.2.5. Trombosit pada Diabetes Mellitus

(17)

sitosolik. Abnormalitas profil lemak, khususnya trigliserida, juga mempengaruhi reaktifitas trombosit melalui mekanisme yang berbeda, termasuk merangsang terjadinya disfungsi endotel. Disfungsi endotel merupakan karakteristik DM, yang meningkatkan reaktifitas trombosit dengan menurunkan produksi NO dan PGI2 dan memicu timbulnya keadaan prothrombotic melalui peningkatan produksi tissue factor (TF). Pasien dengan DM menunjukkan abnormalitas trombosit lainnya yang dapat meningkatkan adhesi dan aktifasi trombosit, seperti: meningkatnya ekspresi protein permukaan (P-selectin dan GP IIb/IIIa), bertambahnya konsentrasi kalsium sitosolik, meningkatnya signalling P2Y12, meningkatnya turnover trombosit, dan oxidative stress, yang memicu produksi berlebihan oksigen dan nitrogen reaktif.10 Aktifasi dari jalur nuclear transcription factor- κB (NF-κB) juga menyebabkan perubahan fungsi endotel kearah prothrombotic, yang bersama dengan gangguan metabolisme trombosit dan perubahan jalur sinyal intratrombosit, menyebabkan terjadinya komplikasi aterothrombotic

pada DM.42

(18)

kultur, yang mengindikasikan kemungkinan pengaruh insulin pada siklus endomitotik megakariosit.43

Gambar 2.6. Mekanisme Terjadinya Disfungsi Trombosit Pada Diabetes Mellitus.9

(19)

2.3. TES FUNGSI TROMBOSIT

Tes fungsi trombosit dimulai dengan dilakukannya bleeding time in vivo oleh Duke pada tahun 1910,45 dan masih dianggap sebagai tes penyaring fungsi trombosit yang paling bermanfaat hingga awal tahun 1990-an.46-48 Selama 10-15 tahun terakhir ini, penggunaan bleeding time sudah semakin menurun karena telah diketahui keterbatasannya dan berkembangnya tes penyaring lain yang tidak terlalu invasive.49-50

Pada tahun 1960-an ditemukan alat pengukur aggregasi trombosit (light transmission aggregometry [LTA]) yang kemudian merubah cara identifikasi dan diagnosis dari kelainan hemostasis primer.51,53 LTA masih dianggap sebagai gold standard untuk pemeriksaan fungsi trombosit dan, dengan menambahkan agonis dalam beberapa konsentrasi berbeda pada trombosit yang diaduk (stirred), memungkinkan untuk mendapatkan banyak informasi dari berbagai aspek yang berbeda pada fungsi dan biokimia trombosit.15

Walaupun LTA telah menjadi gold standard yang tidak tergantikan untuk mendiagnosis kelainan-kelainan yang berkaitan dengan trombosit, juga diketahui dengan baik bahwa LTA tidak menggambarkan fungsi trombosit seperti pada kondisi invivo dengan akurat, dan penggunaannya masih terbatas pada laboratorium-laboratorium umum. Meskipun banyak peneliti yang telah menggunakan flow chambers dan mikroskop untuk mempelajari perilaku trombosit pada keadaan yang menyerupai kondisi in vivo, tes ini masih terbatas pada laboratorium khusus tertentu saja dan tidak ideal untuk digunakan sebagai tes rutin. Hal ini, ditambah dengan kekurangan LTA dan bleeding time, membuka jalan untuk berkembangnya model alat pengukur aggregasi trombosit yang mudah digunakan.15

2.3.1. Light Transmission Aggregometer (LTA)

2.3.1.1. Prinsip Pemeriksaan

(20)

turbidimetri45, dan memanfaatkan prinsip bahwa absorben dari suatu suspensi tergantung pada jumlah partikel bukan ukuran. Darah sodium sitrat diputar menggunakan centrifuge berkecepatan rendah (850g selama 3 menit atau 100g selama 10 menit) untuk mendapatkan platelet-rich plasma (PRP) yang dianggap sebagai 0% aggregasi. PRP kemudian dipindahkan ke cuvet dengan stirrer dan diaduk (900-1200 rpm) selagi ditambahkan agonis pada suhu 370C. Saat aggregasi terbentuk, jumlah partikel berkurang dan transmisi cahaya meningkat. Platelet-poor plasma (PPP) digunakan sebagai blank untuk aggregometer, dianggap sebagai 100% aggregasi.39 (gambar 2.7).

Gambar 2.7. Respon trombosit yang diukur dalam cuvette aggregometer53

(21)

Gambar 2.8. Perhitungan persentasi aggregasi trombosit.54

Agonis yang berbeda akan menghasilkan pola agregasi yang berbeda. Pola agregasi yang tercatat merupakan kurva waktu vs optical density (OD), yang dapat memperlihatkan lag phase, shape phase, dan gelombang pertama dan kedua dari proses aggregasi (gambar 2.9).55

(22)

Pola aggregasi trombosit dikenal dengan istilah respon primer trombosit yang timbul akibat penambahan agonis eksogen seperti ADP, diikuti oleh respon sekunder yang timbul dari pelepasan adenine nukleotida yang terdapat dalam dense granul trombosit. Respon tersebut dikenal sebagai gelombang pertama dan kedua (gambar 2.10).54

Respon bifasik ini dapat tidak terlihat pada penambahan agonis konsentrasi tinggi.53

Gambar 2.10. Pola biphasic pada aggregasi trombosit.54

2.3.1.2. Variabel Pemeriksaan Aggregasi Trombosit

2.3.1.2.1. Venapuncture

(23)

2.3.1.2.2. Antikoagulan

Antikoagulan yang sesuai untuk pemeriksaan aggregasi trombosit adalah sodium sitrat (0,102 M, 0,129 M sitrat buffered atau non buffered) dengan rasio perbandingan 9 bagian darah dengan 1 bagian antikoagulan.53,54 Sodium sitrat 0,1 M buffered lebih dianjurka untuk digunakan karena dapat membantu mempertahankan pH, terutama jika sampel harus menunggu 1-2 jam sebelum dikerjakan.54

2.3.1.2.3. Tabung Kaca vs Tabung Plastik

Pemeriksaan aggregasi trombosit harus menggunakan tabung plastik atau tabung kaca yang dilapisi silikon. Tabung kaca yang tidak dilapisi akan menyebabkan aktivasi platelet, dan akhirnya mempengaruhi hasil.54

2.3.1.2.4. Koreksi Jumlah Trombosit

(24)

2.3.1.2.5. Kontaminasi Sel Darah Merah, Hemolisis dan

Lipemia

Pemeriksaan aggregasi trombosit dilakukan berdasarkan transmisi optikal, adanya partikel kontaminan, seperti sel darah merah, atau lemak dapat mempengaruhi kemampuan aggregometer untuk mengukur aggregasi trombosit dan dapat menyebabkan menurunnya persentasi aggregasi. Sel darah merah yang lisis akan melepaskan ADP, yang dapat menyebabkan trombosit refrakter pada penambahan ADP eksogem53,54

2.3.1.2.6. Fibrinogen

Aggregasi trombosit membutuhkan fibrinogen untuk dapat terjadi. Kadar fibrinogen yang terlalu rendah atau fibrinogen dengan struktur yang abnormal dapat menghambat aggregasi trombosit.54

2.3.1.2.7. pH

Pemeriksaan aggregasi trombosit sebaiknya dilakukan pada pH 7,2-7,4. Bila pH plasma turun hingga 6,4 maka tidak akan terjadi aggregasi, demikian juga bila ph meningkat hingga diatas 8,0 maka akan terjadi aggregasi spontan. Disarankan untuk menyimpan plasma trombosit pada tabung yang bertutup.53,54

2.3.1.2.8. Suhu

(25)

vivo, sedangakan untuk penyimpanannya sebelum dilakukan pemeriksaan dianjurkan pada suhu ruangan.53,54

2.3.1.2.9. Kecepatan Putaran Aggregasi

Agar aggregasi terjadi, trombosit harus kontak satu sama lain. Jika agonis ditambahkan pada trombosit yang tidak diputar, maka trombosit hanya akan teraktifasi namun tidak beraggregasi. Kecepatan putaran yang optimal pada setiap alat diperhitungkan berdasarkan tinggi kolom PRP, diameter kuvet, dan ukuran batangan pemutar yang digunakan.53,54

2.3.1.2.10. Batasan Waktu Pada Aggregasi Trombosit

Trombosit membutuhkan waktu satu jam ”istirahat” setelah persiapan PRP untuk mendapatkan respon stabil pada ketiga konsentrasi (2, 5, 10 µM) dari agonis ADP yang digunakan pada pemeriksaan aggregasi. Kestabilan respon trombosit ini akan bertahan selama 3 jam, kemudian akan mulai menghilang dimulai dari konsentrasi ADP yang paling rendah. Karena itu direkomendasikan untuk menyelesaikan pemeriksaan aggregasi dalam waktu kurang dari 3 jam setelah persiapan PRP dilakukan.53

2.3.1.3. Agonis

(26)

ke spiny sphere yang berkaitan dengan peningkatan sementara dari optical density. Pengecualian terjadi pada epinephrine dimana tidak dijumpai adanya perubahan bentuk dan ristocetin yang menyebabkan agglutinasi trombosit bukannya aggregasi.56

Terdapat dua tipe agonis: agonis kuat (kolagen, trombin, TxA2) yang langsung menyebabkan terjadi-nya aggregasi, sintesa TxA2 dan sekresi granul trom-bosit, dan agonis lemah (ADP & epinephrine) yang menyebabkan terjadinya aggregasi tanpa sekresi. 56

Agonis yang sering digunakan antara lain: 1. ADP

Konsentrasi ADP 1-10 µM sering digunakan pada pemeriksaan aggregasi trombosit. Konsentrasi rendah ADP dapat menghasilkan kurva tunggal (monophasic) ataupun biphasic. Pada konsentrasi rendah ikatan fibrinogen bersifat reversibel dan trombosit akan disaggregasi. Konsentrasi ADP yang lebih tinggi (10-20 µM) dapat menutupi respon biphasic yang ditimbulkan oleh pelepasan ADP endogen. Aspirin akan menghambat respon aggregasi ADP yang terlihat pada konsentrasi rendah, akibat dihambatnya jalur siklooksigenase dan pelepasan isi granul.53,54,56

2. Epinephrine

(27)

oleh aspirin, NSAIDs, antihistamin, dan beberapa antibiotik.53,54,56 Epinephrin merupakan agonis yang paling tidak konsisten dari keseluruhan agonis yang sering digunakan.53,54 Apabila abnor-malitas hanya terlihat pada agonis epinephrine, maka akan meragukan untuk menegakkan diagnosis kelainan berdasarkan hasil tersebut.54

3. Kolagen

Kolagen merupakan agonis yang paling kuat, konsentrasi yang biasa dipakai adalah 1-5 µg/mL. Aggregasi yang diinduksi kolagen menunjukkan lag phase selama 1 menit, ketika trombosit melekat pada fibril kolagen dan mengalami perubahan bentuk dan kemudian pelepasan. Respon aggregasi yang diukur adalah gelombang kedua yang merupakan lanjutan dari peristiwa aktifasi dan pelepasan trombosit. Pada kolagen konsentrasi rendah, respon aggregasi dihambat oleh aspirin dan anti trombosit lainnya.53,54,56

4. Ristocetin

(28)

5. α-thrombin

Merupakan agonis yang sangat kuat, namun pada sediaan PRP, α-trombin akan memotong fibrinogen dan menuntun terjadinya pembentukan bekuan. Konsentrasi α-trombin 0,1-0,5 U/mL dapat digunakan untuk mengaktifasi platelet yang dipersiapkan melalui proses pencucian dan gel-filtered.53,54

6. Asam Arakidonat

Asam arakidonat direaksikan dengan siklooksigenase, akan dikonversikan menjadi thromboxane A2, agonis trombosit yang kuat. Aspirin menghambat siklooksigense dan akan menghambat aggregasi trombosit yang diinduksi oleh asam arakidonat. Pasien yang mengkon-sumsi aspirin atau memiliki gangguan pelepasan intrinsik atau Glanzmann thrombasthenia akan memiliki pola aggregasi abnormal.53,54

7. Adrenalin

Adrenaline berikatan dengan reseptor α2-adrenergic yang ada di permukaan trombosit menyebabkan terhambatnya adenyl cyclase dan pelepasan ion kalsium. Konsentrasi yang biasa digunakan adalah 5-10µM. Gelombang aggregasi yang terjadi mirip dengan aggregasi yang diinduksi oleh ADP.57

2.3.1.4. Obat-obatan yang Mempengaruhi Aggregasi Trombosit

(29)

obat-obatan dalam seminggu atau 10 hari sebelum pemeriksaan.

1. Antibiotik

Antibiotik yang memiliki struktur cincin β-lactam, seperti penicillin dan cephalosporins, dapat menyebabkan terjadi perubahan membran yang menghambat interaksi antara reseptor dan agonis atau mempengaruhi influx kalsium ion.53

2. Dypiridamole

Dipyridamole adalah pyrimidopyrimidine yang menghambat uptake adenosine dalam trombosit, sel endotel dan eritrosit, menyebabkan peningkatan lokal kadar adenosine yang menstimulasi adenilat siklase trombosit dan meningkatkan kadar cyclic 3’, 5’-adenosine monophosphate (cAMP). Peningkatan ini mengurangi kemampuan beraggregasi.53

3. Fibrinolytik

Fibrinolisis dan pembentukan fibrin degradation products (FDPs) berhubungan dengan menurunnya aggregasi trombosit. FDPs bersaing dengan fibrinogen untuk berikatan pada membran trombosit dan mengganggu aggregasi trombosit.53

4. Dextran

(30)

ekspresi marker aktifasi seperti P-selectin pada permukaan eritrosit.53

5. Anastesi

Obat-obatan anastesi telah menunjukkan efeknya terhadap respon aggregasi trombosit dan melibat-kan peningkatan resiko terjadinya komplikasi per-darahan. Obat-obatan anastesi seperti lidokain, dibukain, kokain, dll. memiliki efek langsung terha-dap membran trombosit. Penambahan kokain pada trombosit in vitro menyebabkan berkurangnya ikatan fibrinogen dengan reseptor GpIIb-IIIa.53

6. Inhibitor Trombin

Trombin memegang peranan regulasi dalam patofisiologi dari sindroma koroner akut. Trombin memperantarai perubahan fibrinogen menjadi fibrin, mengaktifkan faktor XIII yang menstabilisasi bekuan, dan merupakan agonis trombosit yang kuat. Generasi terbaru dari inhibitor trombin direk yang bekerja secara bebas dari antithrombin III dapat menghambat ikatan bekuan dan trombin juga aktifasi trombosit yang diinduksi oleh trombin.53

7. Thienopyridines

(31)

8. Antagonis GpIIb-IIIa

Antagonis IIIa berikatan dengan reseptor GPIIb-IIIa (integrin αIIbβ3) dan mencegah terjadinya ikatan antara fibrinogen atau VWF pada trombosit yang teraktifasi. Antagonis GPIIb-IIIa, eptifibatide, abciximab, dan tirofiban merupakan yang paling kuat dari seluruh antiplatelet karena ketika berikatan dengan GPIIb-IIIa, aggregasi trombosit terhadap semua agonis (ADP, kolagen) akan dihambat secara signifikan.53

2.3.2. Mean Platelet Volume(MPV)

MPV dan trombosit dihitung menggunakan automated blood cells counter yang menggunakan teknologi aperture-impedance

(32)

2.3.3. Kerangka Teori

Genetic

Predispotition

Deranged Insulin Release

Insulin Resistance

Obesity

Decrease Glucose

Uptake

Increased Hepatic

Glucose Output

Hiperglikemia

Hiperaktifitas

Trombosit

DM Tipe 2 Terkontrol

Tidak terkontrol

Aktifasi Trombosit

Vascular Complications

Microcirculatory Disturbance Aterogenesis Trombogenesis Environmental

Gambar

Gambar 2.1. Skema sederhana jalur sintesis hexosamine. Panah hitam menunjukkan bahwa aliran kedalam jalur sintesis dapat ditingkatkan dengan meningkatkan glukosa yang masuk
Gambar 2.2. Patofisiologi Terjadinya Diabetes Mellitus Tipe 2.27
Gambar 2.3. Komplikasi Diabetes Mellitus Tipe 2.27
Gambar 2.4. Gambaran Skematik Morfologi Trombosit.12
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dari pertanyaan ini, Maka rumusan masalahnya ialah bagaimana makna pengampunan yang diberikan Yesus terhadap perempuan berzinah yang dipaparkan Injil Yohanes 7:53-8:11

hasil perencanaan siklus II: 1) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mataeri yang akan diajarkan sesuai dengan Contextual Teaching Learning, 2) Rencana

Berdasarkan pada permasalahan yang telah dijelaskan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan merumuskan judul “ Meningkatkan

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan

Hipertrofi jantung menyebabkan jantung lebih rentan untuk terjadinya aritmia dan menurut penelitian Sari DN, et al (2012) dengan protokol yang sama dengan penelitian

Dalam perencanaan dimensi hidrolis dari Intake sampai dengan pipa pesat harus mempertimbangkan kecepatan aliran, kehilangan tinggi energi pada peralihan masuk,

Menurut penulis relevansi adab peserta didik dalam menuntut ilmu dalam kitab Athlab , pada era modern saat itu yaitu di mana era yang penuh dengan android dan media digital

pemajuanekonomi, antara lain, perluasan perdagangan, investasi, kepariwisataan, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta di bidang pendidikan; ASEAN adalah organisasi kawasan