• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kebudayaan India yang dipengaruhi agama Hindu-Budha (Pamungkas, 1986: 7).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kebudayaan India yang dipengaruhi agama Hindu-Budha (Pamungkas, 1986: 7)."

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Masa klasik yang berkembang di Nusantara dipengaruhi oleh masuknya kebudayaan India yang dipengaruhi agama Hindu-Budha (Pamungkas, 1986: 7). Masa ini berkembang pada abad IV sampai akhir abad XV M. Salah satu bukti yang mempengaruhi kebudayaan India ke Indonesia adalah faktor perdagangan yang berawal dari adanya kontak dagang antara India dan Cina. Awal perdagangan dilakukan melalui jalur darat dan kemudian jalur ini semakin lama semakin tidak memungkinkan lagi untuk dilewati, terutama karena alasan keamanan (Poesponegoro, 1990: 13). Selanjutnya, perdagangan dialihkan melalui jalur laut. Pemindahan jalur perdagangan dari jalur darat menjadi jalur laut mengakibatkan Nusantara dilalui oleh pedagang dari kedua negara dan berperan strategis sebagai jalur transit di bidang pelayaran dan perdagangan (Qingxin, 2006: 28). Hal ini mengakibatkan masuknya pengaruh kebudayaan India yang akhirnya mempengaruhi kehidupan dan kebudayaan Nusantara pada masa itu.

Pengaruh kebudayaan India terhadap kebudayaan masyarakat di Nusantara menyebabkan munculnya sejumlah tinggalan budaya pada masa klasik di Nusantara. Tinggalan yang berupa prasasti, candi, arca, dan struktur bangunan tersebar di Pulau Jawa, Sumatera, Bali, serta beberapa terdapat di Kalimantan. Salah satu tinggalan yang pernah ditemukan adalah prasasti yupa yang berjumlah tujuh di Kalimantan Timur pada abad 4 M. Prasasti ini merupakan salah satu peninggalan tertua yang berasal dari kerajaan Hindu

(2)

pertama di Nusantara, yaitu Kerajaan Kutai. Selain tinggalan tersebut, terdapat juga beberapa prasasti yang berasal dari Kerajaan Tarumanegara di Jawa bagian barat (Poesponegoro, 1990: 38-41).

Seiring berjalannya waktu, kebudayaan India terus berkembang pesat ke wilayah Jawa Tengah yang pernah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno pada abad VIII-X M. Pusat pemerintahan diperkirakan berada di wilayah Kedu-Prambanan yang terbukti dengan banyaknya bangunan monumental di wilayah tersebut, seperti candi bercorak Hindu-Budha (kompleks Candi Dieng, kompleks Candi Gedongsongo, Candi Prambanan, Candi Borobudur, dan Candi Mendut) (Tjahjono, 2000: 41). Daerah yang pernah menjadi pusat pemerintahan cenderung memiliki tinggalan-tinggalan monumental yang besar dan megah dengan hiasan yang raya dan indah seperti pada beberapa candi di atas.

Daerah yang terletak jauh dari pusat pemerintahan, atau sering disebut daerah pinggiran memiliki tinggalan-tinggalan dari masa klasik yang jumlahnya tidak sebanyak dan sekompleks yang terdapat di wilayah Kedu-Prambanan (Tjahjono, 2000: 41). Umumnya situs-situs di daerah pinggiran dianggap sebagai hasil budaya masyarakat yang tinggal di wilayah-wilayah wanua1. Beberapa wilayah Jawa Tengah yang diperkirakan merupakan daerah pinggiran pada masa Hindu-Budha yaitu di Jawa Tengah bagian barat, seperti Purworejo, Kebumen, Cilacap, dan Banyumas (Tim Arkeologi Klasik, 1989: 2)

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan Balai Arkeologi (BALAR) Yogyakarta (1996/1997) di wilayah Jawa Tengah bagian barat, Purworejo merupakan salah satu daerah pinggiran dengan situs yang lebih bervariasi dibandingkan daerah pinggiran yang lain. Penelitian di wilayah Purworejo

(3)

menarik dilakukan karena situs-situs di wilayah ini belum banyak diteliti. Para peneliti cenderung melakukan penelitian terhadap bangunan monumental yang besar dan megah, seperti yang terdapat di pusat pemerintahan daripada di situs-situs kecil di daerah pinggiran. Oleh karena itu, penelitian di wilayah Purworejo perlu dilakukan untuk menambah informasi mengenai situs-situs yang terdapat di wilayah tersebut.

Wilayah Purworejo merupakan wilayah yang subur. Hal ini menjadi faktor pendukung masyarakat masa klasik untuk melakukan kegiatan pertanian, sehingga mengakibatkan munculnya permukiman-permukiman di sekitar lahan pertanian. Bukti yang mendukung munculnya permukiman salah satunya adalah prasasti yang ditemukan di wilayah Purworejo, yaitu Prasasti Kayu Arahiwang (901 M) yang berisi tentang penetapan daerah sima2 (Tjahjono, 2005: 4).

Selain prasasti, terdapat beberapa tinggalan lain yang telah tercantum dalam laporan inventarisasi Belanda dalam Rapporten Oudheidkundigen Dienst

(ROD) 1915. Beberapa wilayah di Purworejo terdapat situs-situs klasik, di mana

telah ditemukan arca emas, lingga, yoni, struktur bata, dan fitur. Penelitian juga pernah dilakukan oleh Balar Yogyakarta tahun 2005 yang menghasilkan laporan mengenai struktur bata, lumpang batu, yoni, dan prasasti dari situs klasik di Desa Borowetan (Tjahjono, 2005: 2).

Penelitian yang dilakukan Balar Yogyakarta lainnya (1989) terdapat di Desa Somorejo yang menemukan stupa-stupa mengelompok. Ini menjadi salah satu bukti bahwa masyarakat pendukung kebudayaan masa klasik telah mengenal religi di wilayah mereka. Selain stupa, beberapa sumur kuno yang terbuat dari bahan bata kuno dan tanah liat pernah ditemukan di sekitar situs. Beberapa tinggalan tersebut menunjukkan bahwa terdapat sisa-sisa aktivitas

(4)

kehidupan masyarakat pendukung kebudayaan masa klasik di wilayah itu yang turut mempengaruhi keberadaan dan sebaran tinggalan arkeologis (Tim Peneliti Situs Krendetan, 1989/1990: 8).

Situs yang mengandung tinggalan berupa prasasti menjadi bukti lain bahwa di wilayah Purworejo pernah terdapat sebuah daerah sima pada masa Balitung, seorang raja dari Kerajaan Mataram Kuno. Sebelum menjadi raja, Balitung pernah menjadi seorang rakai di Watak Watukura dengan gelar haji3.

Watak Watukura merupakan salah satu wilayah Mataram Kuno yang berada di

wilayah Purworejo, karena saat ini Desa Watukura masih ada di tepi Sungai Bogowonto (Tjahjono, 2008: 34-35).

Berdasarkan beberapa data yang telah dijelaskan di atas, penelitian di wilayah Purworejo mengenai situs klasik sangat potensial untuk dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sebaran situs klasik dan bagaimana konteks keruangan situs-situs tersebut dalam hubungannya dengan sumberdaya lingkungan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data lingkungan fisik masa sekarang, dengan pertimbangan bahwa pada prinsipnya keadaan lingkungan saat ini dapat memberikan gambaran mengenai keadaan lingkungan masa lalu. Variabel lingkungan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu topografi, geologi, hidrologi, geomorfologi, dan jenis tanah. Penggunaan variabel tersebut dipilih karena dapat memberikan gambaran lingkungan masa lalu, sehingga dapat dikorelasikan dengan situs-situs yang tersebar.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan batas alam berupa salah satu sungai besar di Kabupaten Purworejo, yaitu di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Bogowonto. Lokasi beberapa situs yang terdapat dalam laporan cenderung berada di sekitar sungai tersebut. Selain itu, pemilihan sungai sebagai

(5)

batas wilayah penelitian dilakukan karena pada masa klasik sungai menjadi bagian paling penting untuk mendirikan suatu bangunan suci/kuil. Hal tersebut berdasarkan sumber tertulis India Kuno yaitu Kitab Manasara-Silpasastra yang berisi keterangan mengenai aturan-aturan pembangunan suatu bangunan suci/kuil (Mundardjito, 1993: 13).

Menurut kitab Manasara-Silpasastra, pembangunan suatu bangunan suci/kuil harus terlebih dahulu mengetahui kondisi dan kemampuan lahan yang akan dijadikan tempat berdirinya bangunan. Salah satu penilaian untuk mendirikan bangunan suci/kuil yaitu letak bangunannya harus berdekatan dengan air. Air memegang peranan yang sangat penting karena memiliki potensi untuk membersihkan, menyucikan, dan menyuburkan. Bila tidak ada air dari sumber alami, dapat dibuatkan kolam untuk menyediakan air (Soekmono, 1974: 329-330). Oleh karena itu, sebuah bangunan suci disyaratkan untuk berdekatan dengan air sebagai tanda kesucian suatu tempat yang akan digunakan untuk pemujaan. Bahkan menurut Kitab Silpaprakasa dituliskan bahwa suatu bidang lahan tanpa sungai harus dihindari sebagai tempat berdirinya bangunan suci/kuil (Boner dan Sarma, 1966: 10 dalam Mundardjito, 1993: 13).

Ketentuan bahwa daerah yang berdekatan dengan air atau sungai merupakan tempat yang baik untuk mendirikan permukiman atau bangunan suci didukung oleh keberadaan bukti-bukti arkeologis dari masa klasik di sekitar Sungai Bogowonto. Berdasarkan hal tersebut, dipilihlah wilayah penelitian yang dimungkinkan dapat menemukan beberapa tinggalan klasik.

(6)

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan bukti adanya beberapa situs klasik yang ditemukan di wilayah Purworejo, muncul beberapa permasalahan yang dapat diajukan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana sebaran situs-situs klasik di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Bogowonto di Purworejo ?

2. Bagaimana korelasi situs-situs tersebut dengan masing-masing variabel lingkungan, yaitu: a) topografi b) geologi; c) hidrologi; d) geomorfologi; dan e) jenis tanah ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Sesuai dengan permasalahan yang telah diajukan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menginventarisasi situs-situs klasik di wilayah DAS Bogowonto, Purworejo.

2. Mengetahui bagaimana sebaran situs-situs klasik di wilayah DAS Bogowonto, Purworejo.

3. Mencari keterkaitan antara lokasi ditemukannya situs klasik dengan masing-masing variabel lingkungannya untuk menjelaskan masyarakat masa klasik dalam memanfaatkan dan memilih lokasi yang secara ekologis mendukung proses penghunian.

(7)

D. KEASLIAN PENELITIAN

Beberapa penelitian mengenai studi keruangan yang mengkaji mengenai sebaran situs klasik sudah pernah dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Mundarjito (1993) dalam disertasinya yang berjudul “Pertimbangan Ekologi Dalam Penempatan Situs Masa Hindu-Budha Di Daerah Yogyakarta: Kajian Arkeologi-Ruang Skala Makro” membahas tentang sebaran situs masa klasik di daerah Yogyakarta dan hubungan situs tersebut dengan lingkungan fisik di sekitarnya. Penelitian pada penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan spasial untuk mengolah data sebaran situs sebagaimana yang telah dilakukan pada disertasi di atas. Pendekatan spasial yang dimaksud menitikberatkan pada sebaran situs-situs arkeologi dan hubungan antara situs dengan situs, serta hubungan antara situs dengan lingkungan fisiknya.

Penelitian lain dilakukan oleh Wirasanti (2000) dalam thesisnya yang berjudul “Pemanfaatan Sumberdaya Lingkungan Pada Masa Mataram Kuna Abad IX-X Masehi (Studi Kasus Wilayah Prambanan dan Sekitarnya)”. Tesis ini mendiskusikan tentang strategi adaptasi manusia terhadap sumberdaya lingkungan pada abad IX-X Masehi di wilayah Prambanan dan sekitarnya. Penelitian tersebut dapat digunakan untuk membantu mengetahui sumberdaya lingkungan dan adaptasi pada masa Mataram Kuno di abad itu, karena salah satu tujuan penelitian pada skripsi ini adalah untuk mengkaji situs dan lingkungannya.

Skripsi Adi (2011) yang berjudul “Distribusi Situs Klasik Di Wilayah Barat Gunung Merbabu: Kajian Analisis Lokasional” mengkaji tentang distribusi tinggalan klasik di wilayah barat Gunung Merbabu dan pengaruh bentanglahan

(8)

terhadap tinggalan-tinggalan tersebut, serta keberadaan toponim yang masih digunakan di sekitar situs dengan menggunakan analisis lokasional. Analisis lokasional dalam penelitian tersebut digunakan untuk membantu proses analisis persebaran situs klasik di wilayah penelitian.

Skripsi lainnya ditulis oleh Djatiningsih (1997) yang berjudul “Pola Persebaran Situs-Situs Kepurbakalaan Klasik di Gunung Kidul” membahas tentang pola persebaran kepurbakalaan klasik di Gunung Kidul dan pengaruh faktor lingkungan terhadap keletakan situs, serta kaitannya dengan Kitab Manasara dan Silpasastra. Kitab tersebut menjelaskan bahwa letak suatu bangunan terutama kuil (candi) harus berdekatan dengan sumber air, karena mempunyai potensi untuk membersihkan, menyucikan, dan menyuburkan. Dari skripsi di atas, pengaruh faktor lingkungan terhadap keletakan situs dapat membantu untuk menjawab pertanyaan mengenai persebaran situs klasik di wilayah penelitian.

Disertasi Degroot (2009) yang berjudul “Candi, Space and Landscape: A Study on the Distribution, Orientation and Spatial Organization of Central Javanese Temple Remains” membahas tentang studi keruangan yang mengkaji hubungan antara sebaran tinggalan bangunan candi dan lingkungannya terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan religi pada masyarakat Jawa Tengah masa lampau. Kajian struktur keruangan pada beberapa bacaan di atas dapat diterapkan dalam analisis yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini.

Beberapa artikel lainnya seperti “Borowetan Sebuah Situs di Wilayah Kerakaian Balitung” yang ditulis dalam Berkala Arkeologi tahun XXV edisi November 2005 oleh Balai Arkeologi (Balar) Yogyakarta. Artikel tersebut menjelaskan tentang situs yang di dalamnya terdapat tinggalan-tinggalan pada

(9)

masa klasik di Desa Borowetan, Kecamatan Banyuurip (Tjahjono, 2005). Artikel lain yang berjudul “Analisis Temuan Dari Situs Sitinggil (Kec. Bener. Kab. Purworejo) dalam Berita Penelitian Arkeologi no.21” juga membahas tentang tinggalan pada masa di Desa Kedung Pucang, Kecamatan Bener (Hadi, 2007). Laporan-laporan di atas berisi beberapa penelitian di wilayah Purworejo yang dapat menambah referensi situs-situs yang diteliti.

Sejauh ini, penelitian yang secara khusus membahas tentang persebaran situs klasik dan keterkaitannya dengan sumberdaya lingkungan di wilayah DAS Bogowonto di Kabupaten Purworejo belum pernah dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh penulis ini berusaha mengkaji situs-situs yang tersebar di wilayah tersebut untuk melihat bagaimana sebaran dan hubungan keruangannya. Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas, maka peneliti menganggap penelitian ini masih layak untuk dilakukan.

E. STRATEGI PENELITIAN

1. Metode Penelitian

Metode penalaran yang digunakan adalah metode induktif yaitu metode penalaran yang bergerak dari kajian fakta-fakta atau gejala-gejala khusus yang kemudian disimpulkan sebagai gejala yang bersifat umum atau generalisasi empiris (Tanudirjo, 1998: 33). Hal ini biasanya dikaitkan dengan kerangka ruang, waktu, dan bentuk dari fakta atau gejala yang ada. Jadi penelitian ini masih mengutamakan kajian data daripada konsep-konsep, hipotesis atau teori tertentu. Jika terdapat hipotesis, maka hipotesis atau teori tersebut bersifat “liar” atau dugaan-dugaan lepas (ibid, 1998: 34). Sifat

(10)

penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu fakta atau gejala tertentu yang diperoleh dalam penelitian.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi arkeologi keruangan. Kajian keruangan yang digunakan yaitu menggunakan skala makro. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kajian arkeologi ruang skala makro adalah suatu kajian yang mempelajari sebaran dan hubungan lokasional antara benda-benda arkeologi dan situs-situs dalam suatu wilayah (Mundarjito, 1993: 5; Sumantri, 2004: 49). Secara umum, penelitian arkeologi ruang skala makro dilakukan pada wilayah yang luas dan bertujuan untuk menganalisis hubungan antara situs dengan situs, dan hubungan antara situs dengan lingkungan fisiknya.

2. Ruang Lingkup Penelitian

a. Ruang Lingkup Wilayah Penelitian

Fokus wilayah penelitian ini berada di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Bogowonto bagian hilir, yang terdapat dalam wilayah administratif Kabupaten Purworejo (lihat Peta 1.1). Lokasi yang terdapat indikasi adanya situs di dekat DAS Bogowonto tersebut akan diteliti. Secara administratif, wilayah penelitian meliputi beberapa kecamatan di Kabupaten Purworejo, yaitu Kecamatan Purwodadi, Kecamatan Ngombol, Kecamatan Bagelen, Kecamatan Banyuurip, Kecamatan Purworejo, Kecamatan Kaligesing, Kecamatan Loano, dan Kecamatan Bener. Wilayah tersebut diambil sebagai wilayah penelitian karena memiliki potensi sebagai wilayah budaya yang memiliki ciri khas tinggalan pada masa klasik.

(11)

Kokap Temon Bener Bruno Loano Bayan Kemiri Gebang Salaman Bagelen Ngombol Borobudur Girimulyo Samigaluh Purworejo Banyuurip Purwodadi Kaligesing 382500 390000 397500 405000 91 34 00 0 91 34 00 0 91 43 70 0 91 43 70 0 91 53 40 0 91 53 40 0 91 63 10 0 91 63 10 0

Dibuat oleh: Dian Purnamasari NIM : 09/286333/SA/15034 Dibuat tahun : 2014

Sistem Proyeksi: Transverse Mercator Sistem Gris: UTM

Zone: 49S

Datum: World Geodetic System 1984

LAUT JAWA

SAMUDRA HINDIA

D.I. Yogyakarta

Jawa Tengah

INSET LEGENDA Sumber Peta:

1. Peta RBI skala 1:25.000 Lembar Bruno 1408-144 2. Peta RBI skala 1:25.000 Lembar Kepil 1408-233 3. Peta RBI skala 1:25.000 Lembar Kutoarjo 1408-142 4. Peta RBI skala 1:25.000 Lembar Purworejo 1408-231 5. Peta RBI skala 1:25.000 Lembar Sendangagung 1408-232 6. Peta RBI skala 1:25.000 Lembar Ngombol 1408-124 7. Peta RBI skala 1:25.000 Lembar Bagelen 1408-213 8. Peta Administratif DAS Bogowonto skala 1:200.000 (bbws-so.net/sisda/visi_misi.html)

S A M U D R A H I N D I A

Batas Kecamatan Batas Kabupaten Purworejo Jalan Arteri/Utama Jalan Kolektor Sungai

Batas DAS Bogowonto

KAB. PURWOREJO

KAB. KULONPROGO

2

U

0 1 2 4 Kilometer Skala 1:200.000

(12)

b. Ruang Lingkup Kajian Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap situs-situs dan tinggalan dari masa klasik dengan memperhatikan lingkungan fisiknya. Dalam hal ini, situs-situs yang dibahas diberi batasan sesuai dengan penetapan kategori menurut Mundardjito (1993: 42), yaitu:

1) Suatu lokasi yang mengandung tinggalan arkeologi berupa benda tidak bergerak, seperti bangunan candi yang semua atau sebagian unsur-unsurnya masih tersusun-kait (intact) ataupun terlepas tetapi masih terkonsentrasi di satu tempat, sehingga digolongkan in situ.

2) Suatu lokasi yang mengandung tinggalan arkeologi berupa benda bergerak, seperti lingga, yoni, arca, lumpang batu, dan komponen bangunan candi, yang masing-masing sudah tidak dalam posisi dan jumlah sebenarnya seperti rebah, runtuh, atau rusak, tetapi dapat digolongkan

in-situ atau berasal dari tempat tersebut.

3) Suatu lokasi yang meskipun tidak terdapat tinggalan arkeologi di tempat itu karena sudah hilang, diangkat, atau disimpan di museum, seperti arca, prasasti, dan komponen bangunan candi, tetapi masih dapat dipastikan asal lokasinya karena sudah didokumentasikan dengan jelas. Batasan ini digunakan karena banyak sekali tinggalan arkeologi berupa benda bergerak di wilayah penelitian yang telah runtuh, hilang, diangkat, maupun dipindahkan, tetapi masih dapat diketahui lokasi penemuannya. Tinggalan-tinggalan tersebut menjadi bukti bahwa di lokasi penemuannya pernah terdapat suatu komunitas masyarakat yang pernah bermukim dan melakukan aktivitasnya.

(13)

Variabel lingkungan yang digunakan dalam tahap analisis yaitu topografi, geologi, geomorfologi, hidrologi, dan jenis tanah. Data mengenai situs dan variabel lingkungannya diperoleh dari pengumpulan data primer4 dan data

sekunder5. Data primer pada penelitian ini berupa situs-situs yang didalamnya

terdapat tinggalan artefak dan fitur di wilayah DAS Bogowonto di Purworejo, termasuk data lingkungan hasil observasi lapangan yang dilakukan oleh penulis. Data sekunder terdiri dari informasi tentang hasil-hasil penelitian terdahulu, baik berupa laporan penelitian maupun laporan inventarisasi.

Pengumpulan data sekunder melalui studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan laporan penelitian dan laporan survei yang dilakukan oleh Balar Yogyakarta, laporan hasil inventarisasi yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah dan laporan inventarisasi Belanda Rapporten Oudheidkundigen Dienst (ROD) tahun 1915, serta data inventarisasi tinggalan arkeologi di Museum Tosan Aji Purworejo. Selain itu, pengumpulan data sekunder juga dilakukan melalui studi peta menggunakan peta dasar dan peta tematik. Peta dasar yang digunakan berupa peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:25.000 lembar Bruno, lembar Kepil, lembar Kutoarjo, lembar Purworejo, lembar Sendangagung, lembar Ngombol, dan lembar Bagelen.

Berdasarkan UU RI nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, yang dimaksud dengan peta RBI yaitu peta dasar yang memberikan informasi secara khusus untuk wilayah darat. Data yang dapat diperoleh dari peta RBI berupa data wilayah administratif, landuse (tataguna lahan), topografi, serta aksesibilitas (jaringan jalan dan sungai). Adapun peta tematik merupakan peta yang menggambarkan kenampakan khusus dari suatu wilayah. Berdasarkan

(14)

variabel lingkungan yang digunakan pada penelitian ini, peta tematik yang digunakan yaitu peta geologi, peta geomorfologi, peta hidrologi, dan peta jenis tanah.

3. Peralatan dan Bahan

Peralatan yang digunakan di dalam penelitian ini antara lain: Global

Positioning System (GPS) receiver, skala 5 cm, 10 cm, dan 25 cm, tongkat

skala 1 m, dan kamera. Bahan yang digunakan dalam kegiatan observasi antara lain, peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:25.0006, tabel daftar situs

yang akan diobservasi, dan checklist observasi. Checklist berisi daftar isian tentang data situs dan tinggalan arkeologi yang digunakan ketika melakukan observasi.

4. Tahap Observasi Lapangan

Pada tahap ini dilakukan observasi lapangan yang meliputi kegiatan survei lapangan dengan melakukan pendataan dan pengecekan ulang, serta wawancara terhadap penduduk di sekitar lokasi situs. Pendataan dan pengecekan ulang dilakukan terhadap situs-situs yang terdapat di laporan penelitian, laporan survei, laporan hasil inventarisasi yang dlakukan oleh Balar Yogyakarta, BPCB Jawa Tengah, maupun laporan inventarisasi Belanda. Wawancara terhadap masyarakat di sekitar wilayah penelitian juga dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai keberadaan tinggalan arkeologi, baik yang masih dapat dijumpai maupun yang sudah tidak dapat dijumpai.

Metode observasi yang digunakan pada penelitian ini ditetapkan sendiri oleh penulis dengan membagi wilayah penelitian sesuai dengan kecamatannya, dengan pertimbangan kemudahan akses jalan dan efektivitas untuk mencapai semua situs yang akan diobservasi. Kegiatan yang dilakukan

(15)

pada tahap ini meliputi kegiatan pencatatan, pengukuran, pemotretan, wawancara, dan plotting lokasi situs dengan menggunakan peralatan dan bahan yang telah dipersiapkan.

Objek yang diobservasi dalam tahap ini berupa situs-situs yang mengandung tinggalan struktur bangunan, runtuhan bangunan, temuan lepas, dan fitur. Struktur bangunan digunakan untuk menyebutkan tinggalan yang berupa sisa-sisa suatu bangunan yang masih tersusun dan terkait (intact), sedangkan runtuhan bangunan digunakan untuk menyebutkan tinggalan yang berupa sisa-sisa bangunan yang sudah runtuh dan terkonsentrasi di satu tempat. Fitur berupa tinggalan hasil kegiatan manusia yang tidak dapat diangkat dari tempatnya tanpa melakukan perubahan (Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, 2008:3). Temuan lepas yaitu tinggalan arkeologi berupa benda bergerak seperti lingga, yoni, arca, dan prasasti.

Observasi lapangan yang telah dilakukan menghasilkan data berupa data arkeologi dan data lingkungan. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, peneliti menjumpai beberapa perbedaan dan persamaan dengan data yang ada di dalam hasil penelitian dan hasil inventarisasi terdahulu (lihat tabel 1.1). Dalam tabel tersebut, terdapat beberapa situs yang tidak dapat diobservasi secara langsung. Hal ini terjadi karena terdapat beberapa kendala teknis diantaranya karena keterbatasan waktu observasi serta sulitnya medan yang harus ditempuh menuju situs. Oleh karena itu, informasi mengenai beberapa situs didapatkan dari laporan maupun inventarisasi situs yang ada.

(16)

T ab el 1 .1. D af tar S itus B erdasar kan D ata S ek un der N o. N ama S it us D il ap orka n D ala m D iob se rv as i La po ran P en eli ti an (B alar ) Inv en tari sa si BPCB La po ran B eland a Inv en tari sa si M us eu m Ya T ida k 1 W at uk ur a √ √ 2 M asj id T iba n √ √ √ 3 B lim bi ng √ √ 4 C an di √ √ 5 N yi B ag el en √ √ √ 6 S tup a G en uk √ 7 M ak am M ba h Laun an √ √ 8 M ak am Lo w o I jo √ √ 9 A g lik √ √ 10 K ren de tan √ √ √ 11 B ap an g sa ri √ √ 12 D urensar i √ √ 13 S emono √ √ 14 A rah iw an g √ √ √ √ √

(17)

N o. N ama S it us D il ap orka n D ala m D iob se rv as i La po ran P en eli ti an (B alar ) Inv en tari sa si BPCB La po ran B eland a Inv en tari sa si M us eu m Ya T ida k 15 P arig i √ √ √ 16 S umur B ej i √ √ 17 P un de n M bl ab ag √ √ 18 K en ten g √ √ 19 B an yuu rip √ √ 20 P ak isr ej o √ √ √ 21 G an gg en g √ √ √ 22 W on oro to √ √ 23 G on do aru m √ √ 24 G ua S ep law an √ √ √ √ 25 P eci tr an √ √ 26 M ud a lrej o √ √ 27 S iti ng g il √ √ √ 28 P ek aca ng an √ √

(18)

5. Tahap Pasca Observasi Lapangan a. Manajemen Basis Data

Tahap ini dilakukan dengan memasukkan hasil observasi lapangan ke dalam bentuk peta, serta memasukkan data-data situs dan lingkungannya ke dalam tabel. Selanjutnya, dilakukan pengolahan data dengan menggabungkan data tabel dari dua peta atau lebih. Selain itu, deskripsi mengenai situs-situs dan lingkungan fisiknya juga dilakukan.

Langkah selanjutnya yaitu melakukan klasifikasi terhadap situs klasik yang telah dikumpulkan. Clarke (1972) dalam bukunya “Models in

Archaeology” menyatakan bahwa klasifikasi data arkeologi sangat diperlukan

sebelum masuk ke tahap analisis dan interpretasi. Dalam penelitian ini, klasifikasi dilakukan dengan mengelompokkan situs berdasarkan kategori tinggalannya. Pengelompokan situs berdasarkan kategori tinggalannya dilakukan dengan membagi situs sesuai jenis datanya, seperti kategori struktur bangunan dan runtuhan bangunan, kategori temuan lepas, dan kategori fitur non-bangunan.

b. Analisis

Analisis data adalah tahap dimana data yang telah diklasifikasi, dianalisis lebih lanjut. Ada dua cara analisis yang dilakukan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini yaitu analisis pola sebaran yang dilakukan dengan melihat bagaimana pola sebaran situs-situs yang terdapat di wilayah penelitian melalui peta sebaran situs yang telah dibuat. Analisis yang lain yaitu analisis lokasional yang merupakan salah satu kajian yang digunakan dalam studi arkeologi keruangan (Sumantri, 2004: 39). Analisis ini memiliki tujuan

(19)

untuk menganalisis hubungan antar situs dan hubungan antara situs dengan bentanglahannya (Campana, 2009: 5 dalam Adi, 2012: 8).

Putra (1995: 15) menyatakan bahwa analisis lokasional menggunakan gabungan dari data ekologi dan data etnografi7. Dalam data ekologi,

unsur-unsur lingkungan fisik dipandang sebagai faktor-faktor penentu letak dan pola suatu permukiman. Kajian filologi dilakukan dengan mengkaji konsep penempatan bangunan suci, seperti yang terdapat dalam Kitab Manasara-Silpasastra dan Kitab Silpaprakasa untuk mengetahui alasan penempatan bangunan suci.

Setelah situs diklasifikasi berdasarkan kategori tinggalannya, langkah selanjutnya adalah melakukan pemetaan pada hasil klasifikasi situs. Proses berikutnya adalah melakukan overlay8 data arkeologi dan data lingkungan ke dalam peta. Pada proses ini, data yang telah dioverlay ke dalam peta menghasilkan peta sebaran situs klasik dengan variabel lingkungannya. Setelah itu, dilakukan analisis dengan menghitung frekuensi situs dalam masing-masing variabel lingkungannya dengan membuat tabel dan diagram sesuai jumlahnya.

Proses selanjutnya adalah mengetahui keterkaitan secara umum antara sebaran situs dengan masing-masing variabel lingkungan sesuai hasil analisis yang telah dilakukan. Dalam tahap ini akan diketahui bagaimana sebaran situs di wilayah penelitian, serta bagaimana pengaruh masing-masing sumberdaya lingkungan terhadap sebaran situsnya.

c. Kesimpulan

Tahap ini merupakan tahap akhir dalam penelitian. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menyimpulkan seluruh hasil penelitian yang telah dianalisis.

(20)

Pada tahap ini telah diketahui sebaran situs yang terdapat di wilayah DAS Bogowonto di Purworejo, serta gambaran secara umum mengenai pengaruh sumberdaya lingkungan dengan sebaran situs klasik di wilayah penelitian. Gambaran mengenai hubungan antara sebaran situs dengan kehidupan masyarakat pendukungnya juga diungkap dalam tahap ini. Selain itu, rekomendasi untuk penelitian lebih lanjut juga diberikan.

(21)

Studi Peta Studi Pustaka Peta RBI Skala 1:25.000 lembar Purworejo Peta Tematik - Laporan Penelitian - Laporan Inventarisasi - Buku Referensi - Data Museum - Artikel - Toponim - Administratif - Landuse (tata guna lahan) - Topografi - Sungai - Peta geologi - Peta geomorfologi - Peta hidrologi

- Peta jenis tanah

Observasi Lapangan

(Survei + Wawancara)

Data Arkeologi Data Lingkungan

Manajemen Data

(Klasifikasi Situs)

Analisis

- Pola Sebaran - Lokasional

Pengaruh Masing-masing Sumberdaya Lingkungan terhadap Sebaran Situs Klasik di Wilayah DAS

Bogowonto di Purworejo

Kesimpulan

Bagan 1.1 Bagan Alir Penelitian

(22)

Catatan Bab I

1 Wanua sering disebut sebagai kompleks desa yang merupakan unit ekonomis dan

politis yang paling kecil. Berdasarkan sumber prasasti, wanua merupakan nama satuan wilayah pemukiman terkecil. Kelompok komunitas terkecil tinggal di wilayah ini. Saat ini, penyebutan wanua sama artinya dengan desa. Wanua dipimpin oleh seorang rama. (Kusen, 1990-1991)

2

Sima sama artinya dengan daerah perdikan, yaitu daerah yang dibebaskan dari

pembayaran pajak untuk kerajaan.

3

Haji merupakan sebuah gelar untuk menyebutkan seorang raja kecil di suatu watak.

Selain itu, haji biasanya digunakan untuk menyebut seorang raja bawahan.

4 Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti, sehingga

data tersebut digunakan sebagai data utama pada penelitian yang dilakukan.

5 Data sekunder merupakan data yang telah tersedia dan digunakan sebagai data

pendukung data primer.

6 Lembar peta RBI 1:25.000 yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah

lembar 144, lembar 142, lembar 231, lembar 232, lembar 1408-124, dan lembar 1408-213.

7 Ahimsa-Putra (1995) menggunakan data etnografi sebagai data pendukung dalam

penelitiannya. Namun, penulis cenderung menggunakan kajian filologi sebagai data pendukung pada penelitian ini.

8

Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda. Dalam

pengoperasian GIS, proses ini dilakukan dengan menggabungkan minimal dua peta yang berbeda untuk menghasilkan suatu peta baru (Adi, 2012: 252).

Gambar

Tabel 1.1. Daftar Situs Berdasarkan Data Sekunder No.Nama SitusDilaporkan DalamDiobservasi Laporan  Penelitian (Balar)

Referensi

Dokumen terkait

20 Tahun 2001 Tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing yakni dalam rangka lebih mempercepat peningkatan dan perluasan kegiatan

Jenis usaha atau kegiatan yang tidak termasuk dalam Lampiran I Keputusan ini tetapi dapat merubah fungsi dan atau peruntukan suatu kawasan lindung seperti disebut pada Diktum

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa kelompok puyuh dengan penerangan cahaya hijau (P2) memiliki pertambahan bobot tubuh paling tinggi yaitu 28.00 (g/ekor/hari)

belakangi oleh faktor ekonomi, dikarenakan untuk mengadakan pernikahan dibutuhkan biaya yang tidak sedikit, jika mengadakan pernikahan dua mempelai dalam waktu yang sama

Variabel adversity quotient, lingkungan keluarga, dan minat berwirausaha diukur dengan skala Likert, yaitu skala dipergunakan untuk mengetahui setuju atau tidak

Dalam kaitannya dengan studi tentang sumberdaya air, hidrologi mempunyai pe- ranan yang sangat penting. Salah satu faktor yang berperan adalah data hidrologi, kita dapat

Kesimpulan dari pembahasan di atas yaitu : (1) pembuatan soal instrument penilaian tidak harus melalui kegiatan perencanaan penilaian yang penting mengukur materi dan

Peneliti melakukan penelitian dengan menyebar dua skala sekaligus, yaitu skala kenakalan remaja dan dukungan keluarga yang ditujukan kepada siswa-siswi SMP Negeri