• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERHITUNGAN MINERAL MAGNETIK BATUAN KARBONAT DENGAN PENGUKURAN ANISOTROPI MAGNETIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERHITUNGAN MINERAL MAGNETIK BATUAN KARBONAT DENGAN PENGUKURAN ANISOTROPI MAGNETIK"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PERHITUNGAN MINERAL MAGNETIK BATUAN KARBONAT DENGAN PENGUKURAN ANISOTROPI MAGNETIK

OLEH

Ni Komang Tri Suandayani, SSi, MSi

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA

(2)
(3)
(4)
(5)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kaena telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul “Perhitungan Mineral Magnetik batuan karbonat dengan pengukuran anisotropi magnetik” ini dengan baik.

Penulis juga tak lupa mengucapkan banyak terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan serta kritik dan saran sehinga penulis dapat menyelesaikan makalah ini,

Penulis menyadari bahwa laporan ini tidak luput dari berbagai kesalahan dan kekurangan, untuk itu penulis berharap kritik dan saran yang sifatnya membangun agar dapat membantu dalam menyempurnakan laporan ini. Akhir kata, penulis berharap supaya karya ini dapat memberikan manfaat kepada penulis dan pembaca

Denpasar, Januari 2019

Penulis

(6)

Kata Pengantar i

Abstrak ii

Daftar Isi iii

Daftar Gambar iv

Pendahuluan 1

I.1 Latar Belakang 1

I.2 Tujuan Penelitian 3

II Landasan Teori 4

II.1 Batuan Karbonat 4

II.2 Mineral Magnetik 4

II.3Metode Identifikasi Mineral Magnetik 6

II.4 Anisotropi Magnetik 10

II.5 Pengukuran anisotropi Suseptibilitas Magnetik 11

II.6 Parameter Anisotropi 15

III. Prosedur Penelitian 19

III.1 Pengambilan sampel 19

III.2 Pengukuran Anisotropi Suseptibilitas Magnetik 20

III.3 Pengukuran Natural Remanent Magnezation (NRM) 21

IV. Hasil dan Pembahasan 26

IV.1 Hasil pengukuran anisotropi suseptibilitas magnetik 26

IV.2 Hasil Pengukuran NRM dan Stabilitas Magnetik 26

(7)

IV.4 Hubungan antara suseptibilitas dan porositas 34 IV.5 Diskusi 35 V Penutup 37 V.1 Kesimpulan 37 V.2 Saran 38 Daftar Pustaka Lampiran

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Diagram segitiga 5

(8)

Gambar II.2 Kurva perubahan 9

Gambar II.3 Elipsoid triaxial 11

Gambar II.2 Arah-arah pengukuran AMS 15

Gambar III.1 Teknik pengambilan sampel 19

Gambar III.2 Hand sampel 20

Gambar III.3 Sampel sebelum diimpregnasi ferrofluida 20

Gambar III.4 Bartington Magnetik suseptibilitas meter 21

Gambar III.5 Posisi sampel 22

Gambar III.6 Minispin Magnetometer 22

Gambar III,7 Molspin Demagnetozer 23

Gambar III.8 Sampel setelah diimpregnasi dengan ferrofluida 24

Gambar IV.1 Intensitas remanen sbg fungsi posisi 27

Gambar IV.2 Fungsi Derajat Anisotropi 28

Gambar IV.3 Stereo Plot Sebaran Anisotropi 29

Gambar IV.4 Kurva Peluruhan NRM yang baik 30

Gambar IV.5 Kurva Peluruhan NRM yang kurang baik 31

Gambar IV.6 Grafik porositas dengan suseptibilitas 35

(9)

PERHITUNGAN MINERAL MAGNETIK BATUAN KARBONAT DENGAN PENGUKURAN ANISOTROPI MAGNETIK

Parameter-parameter fisis batuan karbonat setelah diketahui bahwa batuan ini mempunyai potensi sebagai reservoar bagi hidrokarbon. Dalam kaitan dengan hal tersebut diatas, telah dilakukan suatu upaya awal untuk menghitung mineral magnetic batuan karbonat melalui parameter anisotropi magnetik. Sampel uji berupa batu gamping terorientasi diperoleh dari daerah Uluwatu di Kabupaten Badung, Bali. Anisotropi magnetik pada batuan yang bersifat diamagnetik ini diukur setelah batuan diimpregnasi dengan ferrofluida. Pengukuran anisotropi magnetik dilakukan dengan

Bartington magnetik susceptibility meter. Dari sepuluh sampel uji yang diukur, diperoleh nilai

derajat anisotropi rata-rata sebesar 4,2 % dan faktor bentuk rata-rata sebesar – 0,370, dimana mengindikasikan bahwa lineasi magnetik lebih dominan dibanding foliasi magnetik.Hasil pengukuran NRM keseluruhan sampel mempunyai intensitas remanen magnetic 0,046 hingga 10,824 mA/m.Bentuk anisotropinya cenderung pipih (oblate). Hasil demagnetisasi dari keseluruhan sampel secara umum menunjukkan stabilitas remanen dengan pola keseluruhan yang relative kurang stabil tetapi ada juga yang stabil. Peluruhan yang cenderung stabil dimungkinkan kontribusi mineral magnatik berbentuk single domain, walaupun terdapat juga kontribusi mineral magnetic multi domain. Dengan kata lain memungkinkan ukuran bulir mineral magnetic pembawa remanen bukan murni single domain. Pola sebaran pori bersifat lateral. Mineral magnetik batuan untuk masing-masing sampel melalui dua cara, melalui penentuan volume ferrofluida dan pengukuran suseptibilitas magnetik. Dari kedua cara diatas didapat selang nilai porositas antara 33% hingga 78%. Nilai porositas batuan karbonat ini masih sesuai dengan selang porositas batuan karbonat menurut literatur.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara historis, sifat-sifat magnetik pada mineral alamiah mulai dikaji secara mendalam oleh mereka yang bekerja dalam bidang paleomagnetisme atau kemagnetan purba. Stabikl tidaknya magnetisasi pada suatu batuan sangat tergantung pada jenis mineral serta ukurannya. Selain dalam paleomagnetisme, sifat magnetik pada batuan sangat berperan dalam metode geomagnetik untuk eksplorasi.

Ditinjau dari sifat magnetiknya, mineral umumnya dikelompokkan menjadi diamagnetik, paramagnetik dan feromagnetik ( termasuk ferimagnetik dan antiferomagnetik ). Namun demikian istilah mineral magnetik biasanya digunakan bagi mineral yang tergolong feromagnetik. Dalam batuan dan tanah (soils), mineral feromagnetik umumnya berasal dari keluarga besi-titanium oksida, sulfida-besi, dan hidrooksida besi.

Contoh mineral-mineral magnetik yang termasuk keluarga besi-titanium oksida antara lain

magnetite (Fe2O3), hematite atau karat (aFe2O3), dan maghemite (aFe2O3). Mineral-mineral

magnetik dari keluarga sulfida-besi antara lain pyrite (FeS2) dan pyrrhotite (Fe7S8), sementara

yang tergolong hidrooksida besi antara lain goethite (aFeOOH). Di masa lampau, hanya mineral

magnetite dan hematite yang dikaji secara luas, khususnya dalam paleomagnetisme, karena

keduanya merupakan pembawa magnetisasi yang stabil. Namun demikian , akhir-akhir ini, kajian yang mendalam juga dilakukan pada mineral-mineral magnetik karena informasi tentang fasa dan kelimpahannya (abundance) dapat digunakan sebagai indikator masalah-masalah lingkungan. Dari segi kuantitas, kelimpahan mineral magnetik pada batuan dan tanah sangat kecil.Umumnya, kuantitas mineral magnetik hanya sekitar 0,1% dari massa total batuan atau tanah. Namun

demikian, sifat magnetik batuan terkadang cukup rumit karena batuan atau tanah dapat mempunyai beberapa mineral magnetik secara sekaligus.

Kerumitan juga bertambah karena sifat dari suatu mineral magnetik juga dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran dari bulir-bulir (grains) mineral tersebut. Aspek bentuk dan ukuran bulir disebut dengan istilah granulometri. Misalnya, bentuk mineral magnetik akan berpengaruh terhadap medan demagnetisasi pada mineral tersebut. Singkat kata, bulir berbentuk lonjong akan

(11)

mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan bulir berbentuk bola. Di lain pihak, bentuk mineral magnetik sangat dipengaruhi oleh proses genesa dari mineral tersebut.

Ukuran bulir menjadi penting karena berkaitan dengan apa yang disebut dengan domainmagnetik. Bulir magnetik yang kecil akan cenderung untuk memiliki satu domain dan karenanyadisebut bulir berdomain tunggal atau single domain (SD). Bulir yang lebih besar, sebaliknya akan mempunyai domain yang banyak dan karenanya disebut bulir berdomain jamak ayau multi domain (MD). Stabilitas magnetisasi pada bulir-bulirSD, misalnya jauh lebih baik dibanding hal yang sama pada bulir-bulir MD.

Selain bulir-bulir SD dan MD, ada juga bulir-bulir yang berukuran transisi. Mereka mempunyai 2-3 domain saja, tetapi kelakuannya lebih mirip SD dibanding MD. Bulir-bulir ini disebut sebagai bulir berdomain tunggal semu atau pseudo-single domain (PSD).

Perkembangan instrumentasi dan pengukuran magnetik saat ini memungkinkan kita untuk melakukan analisa yang rinci terhadap kuantitas atau kelimpahan, mineralogi dan granulometri dari mineral-mineral magnetik pada batuan dan tanah. Karena perubahan kuantitas, mineralogi dan granulometri dari mineral-mineral magnetik berkaitan dengan perubahan linkungan maka dengan sendirinya analisa mineral magnetik mempunyai potensi sebagai piranti (tools) bagi kajian-kajian masalah lingkungan.

Dalam kajian magnetik batuan ( rock-magnetism ) kajian tentang anisotropi magnetik merupakan salah satu topik yang menonjol dan berkembang dengan sangat pesat. Anisotropi adalah variasi sifat fisis terhadap arah pengukurannya. Pada medium anisotropi, suatu parameter fisis x mempunyai harga yang berbeda jika parameter diukur pada dua orienyasi yang berbeda. Kajian Anisotropi Suseptibilitas Magnetik (AMS) sangat berperan sebagai metode tidak merusak ( non destructive method) yang cepat dan efektif un tuk menetukan pore fabric (struktur dan tekstur) batuan, yang memungkinkan untuk merekontruksi struktur dan tekstur magnetik dari suatu batuan yang dipengaruhi oleh seluruh fraksi-fraksi mineral yang membentuk batuan tersebut ( Bijaksana, 2005).

Batuan yang bersifat diamagnetik, suseptibilitas alaminya kecil, salah satu cara menentukan pore fabricnya adalah dengan menggunakan ferrofluida.Ferrofluida dapat digunakan untuk menetukan AMS tersaturasi ferrofluida pada sandstone ( Pfleiderer dan Halls, 1990) , menganalisa magnetik pore fabric dengan citra autokorelasi ( Pfleiderer dan Halls, 1993), dan mengidentifikasi mineral magnetik dengan Scanning Electron Microscope (SEM) ( Kletetschka dan Kontny, 2005).

Pada penelitian ini, digunakan prinsip yang sama untuk menentukan mineral magnetic sampel, dimana ruang pori diisi dengan suspensi magnetik yaitu ferrofluida, dengan syarat suseptibilitas ferrofluida lebih besar dibandingkan dengan suseptibilitas alami sampel batuan. Sampel batuan yang digunakan adalah jenis batu gamping yang bersifat diamagnetik sehingga ferrofluida yang suseptibilitas magnetiknya lebih besar dari sampel berperilaku sebagai bulir-bulir magnetik ( Pfleiderer dan Halls, 1990). Batu gamping termasuk dalam jenis batuan reservoir karbonat,

(12)

digunakan pada penelitian ini dengan pertimbangan bahwa batuan ini mudah didapat. Karbonat juga merupakan batuan reservoir bagi deposit migas di Indonesia.Makalah ini akan membahas tentang mineral magnetik pada batuan karbonat sebelum dan sesudah tersaturasi ferrofluida. Sampel diukur sebelum dan sesudah diimpregnasi dengan ferrofluida, hasilnya akan dibandingkan dengan keadaan semula (kering). Dan diukur ARM melalui proses demagnetisasi dan IRM untuk melihat kestabilan dan tipe mineral magnetik ferrofluida. Porositas dianalisa menggunakan hasil hasil pengukuran AMS tersaturasi ferrofluida.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tipe mineral magnetik dan pola sebaran porositas batuan melalui pengukuran anisotropi magnetik pada batuan karbonat tersaturasi ferrofluida .

(13)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1.Batuan Karbonat

Batuan karbonat merupakan batuan yang terbentuk dari sedimen calcareous yang berasal dari hewan inverterbrata dan alga calcareous. Organisme tersebut mengandung kapur (

foraminifera dan alga )dan lapisan berbutior yang bercampur dengan kapur. Karbonat sebagai

reservoir hidrokarbon yang berbentuk dengan jelas. Berdasarkan ukuran bulir, bentuk dan komposisi material pembentuknya batuan sedimen dibedakan atas batuan sedimen klastik yaitu tterbentuk dari fragmen-fragmen batuan lain, misalnya konglomerat, batu pasir, serpih dan batu lempung dan batuan sedimen nonklastik yaitu terbentuk oleh proses kimia atau biologi, misalnya batu gamping atau limestone.

Batu gamping terdiri terutama dari mineral kalsium karbonat, CaCO3 yaitu kalsit yang

terjadi akibat poroses kimia atau organik kalsium karbonat diambil oleh organisme dari air ia hidup untuk membuat cangkangnya atau bagian yang keras. Kristalnya transparan atau putih berbentuk jarum beralaskan lumpur karbonat. Endapan ini setelah mengalami kompaksi, mengkristal kembali menjadi batu gamping, dengan kristal-kristal sangat halus. Dalam batu gamping sering mengandung pengotoran (impurity) menjadikannya berwarna abu-abu atau coklat. Kalsit mempunyai tiga bidang belah atau cleavage yang tidak saling tegak lurus dan kekerasannya 3 skala Mohs. Jika kalsit bereaksi dengan larutan magnesium –karbonat dalam air laut atau air tanah menjadi Dolomit (Ca Mg Karbonat). Sifat-sifat seismik dari batuan karbonat timbul dalam berbagai cara oleh berbagai parameter seperti bentuk dan jenis pori, porositas, fluida dalam pori dan kejenuhan ( Magetsari dkk, 1998).

II.2. Mineral Magnetik

Ditinjau dari segi sifat-sifat magnetik dan kelimpahannya, keluarga besi-titanium oksida dapat dianggap sebagai mineral-mineral magnetik yang paling dominan. Sifat-sifat magnetik dari anggota keluarga ini jauh lebih besar dibanding mineral-mineral dari keluarga yang lain (lihat Tabel 1 ). Keluarga oksida ini dapat digambarkan melalui diagram segitiga (ternary diagram) TiO2-FeO-Fe2O3 seperti terlihat pada gambar 1. Posisi dari kiri ke kanan menandakan

meningkatnya rasio Fe3+ terhadap Fe2+, sementara dari bawah ke atas menandakan meningkatnya rasio Ti4+ terhadap besi.

(14)

Gambar 1. Diagram segitiga (ternary diagram) untuk sistem TiO2-

FeO-Fe2O3. Pada puncak segitiga (TiO2) hanya ditemukan Ti4+ saja

Pada ujung sebelah kiri (FeO) hanya Fe2+ sementara pada ujung Sebelah kanan (Fe2O3) hanya Fe3+

Meskipun mineral anggota keluarga besi-titanium oksida dapat mempunyai sebarang komposisi, dari segi kemagnetan biasanya hanya dua deret komposisi ( solid solution series ) yang betul-betul penting. Kedua deret tersebut adalah titanomagnetite ( Fe3-xTixO4 ) yang mempunyai

kisaran antara ulvospinel (x=1) dan magnetite (x = 0 ) serta titanohematite ( Fe2-xTixO3 ) yang

mempunyai kisaran ilmetite ( x=1) dan hematite ( x=0). Untuk nilai x < 0,8 baik titanomagnetite maupun titanohematite bersifat paramagnetik pada atau diatas temperatur ruang.

Oksida besi-titanium terkristalisasi dari lelehan magma atau lava (igneous melts). Baik

titanomagnetite dan titanohematites mulai terkristalisasi pada temperatur – 13000C. Ukuran bulir pada titanomagnetites dan titanohematites sangat ditentukan oleh berapa cepat pendinginan terjadi. Batuan beku yang mendingin secara cepat (misalnya pillow basalt pada pemekaran lantai samudra) akan mempunyai bulir-bulir magnetik yang jauh lebih besar, sampai melebihi 100im. Ukuran bulir magnetik dapat berubah karena proses-proses lain, contohnya proses deferensiasi atau eksolusi ( exsolution) pada pendinginan batuan beku. Pada temperatur sekitar 6000C

titanomagnetites mengalami proses pemisahan ( diferensiasi ) antara bagian yang kaya akan Ti dan

bagian yang miskin Ti. Akibatnya ukuran bulir magnetik menjadi lebih kecil.

Lebih jauh lagi, selama waktu geologi, mineralogi dari mineral-mineral magnetik juga dapat mengalami perubahan, contohnya pada proses oksidasi. Akibat proses ini, mineral magnetite (Fe3O4) akan berubah menjadi maghemite (aFe3O3). Perhatikan bahwa Fe2+ pada magnetite akan

cenderung berubah menjadi Fe3+pada maghemite. Sebaliknya pada proses reduksi ion-ion Fe3+ akan berubah menjadi Fe2. Dalam tanah, keberadaan mineral maghemite juga dapat diperkaya akibat proses pembakaran pada temeperatur diatas 2000C yang melibatkan unsur-unsur organik.

(15)

Pada proses ini mineral-mineral paramagnetik alamiah yang mengandung besi akan berubah menjadi maghemite.

Pada batuan sedimen, keberadaan mineral magnetik pada umumnya jauh lebih sedikit dibanding dengan batuan beku, (lihat tabel 1). Pada sedimen yang merupakan hasil deposisi dari erosi dan pelapukan batuan beku, mineralogi dari mineral-mineral magnetiknya tidak begitu rumit. Tetapi pada beberapa batuan sedimen lain, mineral magnetik mempunyai sistem yang lebih kompleks yang melibatkan mineral-mineral magnetik di luar keluarga besi-titanium oksida.

Pada tanah, sedimen serta batuan beku yang telah mengalami pelapukan, sangat mungkin terdapat keluarga hidroksida besi. Mineral geothite (aFeOOH), misalnya banyak terdapat pada tanah di daerah yang lembab (humid). Mineral ini juga dapat dihasilkan akibat proses alterasi dari mineral pyrite (FeS2) pada batu gamping. Karena sifat magnetiknya yang jauh lebih lemah

dibanding mineral-mineral dari keluarga oksida besi-titanium (lihat tabel1), peran geothite seringkali diabaikan meskipun secara kuantitas kandungannya cukup besar dalam batuan.

Sementara itu, mineral-mineral yang tergolong sulfida besi seringkali dikaitkan dengan kondisi yang reduktif (reducing environment), misalnya dalam sedimen yang mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi. Dalam lingkungan marin (marine environment), stabilitas dalam sistem oksida besi dan sulfida besi sangat ditentukan oleh tingkat keasaman serta derajat oksidasi. Pada dasarnya air laut cenderung untuk menyebabkan oksidasi tetapi kandungan bahan organik pada sedimen cenderung untuk menyebabkan proses reduksi. Meskipun sering dikaitkan dengan kondisi reduktif, beberapa mineral sulfida besi juga dapat ditemukan dalam batuan beku.

Pyrrhotite, misalnya ditemukan dalam batuan beku basa meskipun dapat juga tumbuh saat proses

diagnessa sedimen pada lingkungan yang reduktif.II II.3. Metoda Identifikasi Mineral Magnetik

Mineral magnetik dalam hal-hal yang berkaitan dengannya (kuantitas, bentuk bulir dan ukuran bulir), dapat diindentifikasi dengan serangkaian metode yang dikenal sebagai metode-metode kemagnetan batuan (rock magnetic methods). Metode-metode-metode ini berbasis pada pengukuran sifat-sifat magnetik dari sampel. Berikut ini adalah deskripsi dari metode-metode tersebut.

Metode yang paling lazim dilakukan adalah pengukuran suseptibilitas magnetik. Parameter suseptibilitas magnetik adalah rasio atau nisbah antara magnetisasi yang diperoleh sampel dengan medan magnetik lemah ( 80A/m) yang menyebabkannya. Suseptibilitas magnetikakan mempunyai nilai negatif yang kecil pada bahan diamagnetik. Pada bahan bersifat paramagnetik suseptibilitas magnetik akan bernilai positif (kecil) dan merupakan fungsi dari temperatur, sementara pada bahan feromagnetik suseptibilitas akan mempunyai nilai positif yang besar

(16)

Suseptibilitas magnetik dapat ditentukan persatuan volume (k) atau perstuan massa ( ). Suseptibilitas magnetik persatuan volume tidak memiliki dimensi (dimensionless) sementara suseptibilitas magnetik per satuan mmassa mempunyai satuan m2kg-1.Alat yang digunakan untuk pengukuran suseptibilitas magnetik disebut sebagai suseptibility meter.

Pada prinsifnya alat ini adalah sirkuit elektromagnetik yang bekerja dengan mendeteksi perubahan induktansi ketika sampel ditempatkan dalam kumparan atau solenoid, Suseptibility

meter pada umumnya dapat bekerja pada dua frekwensi yang berbeda, yaitu frekwensi rendah

(ordenya ratusan hertz) dan frekwensi tinggi (ribuan hertz). Perbandingan antara hasil pengukuran suseptibilitas pada frekwensi rendah dan frekwensi tinggi dapat digunakan untuk mengenali keberadaan bulir-bulir yang sangat kecil (ultrafine grains) yang banyak dijumpai pada tanah (soils). Pengukuran suseptibilitas magnetik dapat dilakukan baik pada sampel di laboratorium maupun dilakukan dilapangan pada permukaan tanah atau permukaan singkapan batuan.

Metoda lain yang juga lazim dilakukan adalah pengukuran kurva histeresis (hysteresis

loop) yang menggambarkan bagaimana magnetisasi pada sampel berubah dengan berubahnya

medan magnet luar yang cukup besar (biasanya sampai dengan 1 tesla). Pada kurva histeresis dikenal parameter-parameter berikut magnetisasi saturasi (Ms), magnetisasi remanen (Mr), gaya koersif (Hc) dan koersifitas remanen (Hcr) ( lihat gambar 3). Nilai dari parameter-parameter tersebut memberi indikasi tentang karakter dari mineral-mineral magnetik yang ada pada sampel, sementara rasio ( Mr/Ms) vs ( Hrcr/Hc ) memberikan informasi tentang domain magnetik dan ukuran bulir magnetik pada sampel. Kurva histeresis dapat diukur dengan berbagai alat diantaranya adalah hysteresis loop tracer (biasanya khusus untuk medan yang relatif rendah sehingga banyak digunakan untuk analisa bahan magnetik yang lunak), vibrating sample

magnetometer (VSM) dan alternating gradient force magnetometer (AGFM).Versi sederhana dari hysteresis loop tracer telah dikembangkan di Departemen Fisika, Institut Teknologi Bandung

(17)

Pengukuran penting lain yang dilakuka dalam analisa kemagnetan batuan adalah pengukuran magnetisasi remanen yang juga merupaka metoda utama dalam kajian paleomagnetisme. Magnetisasi remanen adalah magnetisasi yang tersisa atau magnetisasi pada keadaan tanpa adanya medan magnetik luar. Magnetisasi sendiri dapat berasal dari magnetisasi akibat medan magnetik bumi (alamiah) atau magnetisasi artifisial yang diberikan oleh medan magnetik buatan di laboratorium.

Magnetisasi biasanya diukur dengan alat yamg sering disebut magnetometer (bisa tipe

spinner atau tipe cryogenic ) dan hasil pengukuran dinyatakan dalam parameter deklinasi,

inklinasi serta intensitas. Dalam kajian paleomagnetisme pengukuran magnetisasi pada batuan memberikan informasi tentang arah medan magnetik bumi pada saat batuan tersebut terbentuk. Sementara itu intensitas dari magnetisasi secara tidak langsung dapat menyatakan kelimpahan mineral magnetik dalam sampel batuan. Pengukuran magnetisasi juga dapat digunakan untuk korelaso stratigrafi.

Selain magnetisasi remanen itu sendiri, kestabilannya juga dapat memberikan petunjuk tentang mineralogi dan granulometri dari mineral-mineral magnetik. Kestabilan magnetisasi remanen diukur melalui serangkaian proses demagnetisasi baik dengan pemanasan (thermal

demagnetization) maupun penggunaaan medan bolak-balik yang meluruh (decay) secara

perlahan, sementara pada sampel yang tidak stabil intensitas akan meluruh secara drastis. Sampel yang didominasi oleh mineral magnetik berukuran SD akan cenderung stabil, sementara sampel yang didominasi oleh bulir-bulir berukuran MD akan tidak stabil.

Jenis-jenis magnetisasi artifisial yang lazim diberikan pada sampel adalah IRM (isothermal

remanent magnetization) dan ARM (anhysteretic remanent magnezation) . IRM diberikan melalui

(18)

sementara ARM diberikan melalui pemberian medan magnetik searah yang lemah (sekitar 10-5 tesla) secara bersamaan dengan medan magnetik bolak-balik yang meluruh. Kurva intensitas IRM terhadap medan magnetik analog dengan bagian pada kuadran pertama dari kurva histeresis ( lihat gambar 4a). Sementara itu peluruhan ARM terhadap demagnetisasi analog dengan bagian pada kuadran kedua dari kurva histeresis

Medan magnetik searah untuk menghasilkan IRM lazimnya dihasilkan oleh elektromagnet sementara ARM dihasilkan dalam alat yang juga digunakan untuk demagnetisasi sampel dengan medan bolak-balik yang disebut AF demagnetizer. Pada gambar 5 berikut ini ditunjukkan peralatan-peralatan utama seperti spinner magnetometer dan AF demagnetizer.

Selanjutnya pengukuran lain yang laim digunakan dalam analisa mineral magnetik adalah pengukuran magnetisasi atau suseptibilitas sebagai fungsi dari temperatur rendah atau temperatur tinggi. Sifat magnetik dari mineral dapat berubah akibat pendinginan atau pemanasan. Transisi perubahan sifat ini merupakan ciri khas dari masing-masing mineral. Transisi yang paling banyak diamati adalah transisi dari sifat feromagnetik menjadi

paramagnetik pada temperatur Curie (Tc). Tabel 1 memperlihatkan bahwa nilai Tc berbeda untuk

masing-masing mineral. Pada temperatur rendah juga ditemukan transisi-transisi lain, misalnya pada temperatur sekitar 120K, sifat magnetik dari magnetite akan turun karena adanya transisi dari magnetite akan turun karena adanya transisi fasa kristal dari orthorhombic menjadi kubik. Transisi ini dikenal sebagai transisi Verwey. Pengukuran sifat magnetik pada temperatur rendah atau temperatur tinggi dapat dilakukan dengan VSM atau suseptibility meter yang dilengkapi dengan tabung cryogenic atau pemanas (heater). Gambar 3 menunjukkan perubahan suseptibilitas magnetik pada temperatur rendah untuk beberapa jenis sampel.

(19)

Gambar 3. Kurva perubahan suseptibilitas magnetik fungsi temperatur rendah. Sampel 92275A Powder adalah magnetite, corroded iron (besi berkarat) adalah hematite sementara diorite adalah batuan alamiah. Perhatikan bahwa transisi suseptibilitas magnetik sangat berbeda antara sampel yang satu dengan sampel yang lain (Bijaksana dkk,2001a)

Pengukuran magnetik lain yang juga sering dilakukan adalah pengukuran anisotropi magnetik. Sifat-sifat magnetik ternyata bergantung pada arah (direction dependent). Sifat anisotropi ini diakibatkan oleh bentuk bulir, struktur kristal, ataupun oleh distribusi dari bulir di dalam batuan. Pengukuran anisotropi magnetik dapat memberi informasi tentang serat (fabrics) serta derajat kompaksi atau deformasi pada batuan. Pengukuran anisotropi magnetik pada sampel lazimnya dilakukan melalui pengukuran intensitas ARM atau suseptibilitas pada sejumlah arah yang berbeda. Tarling dan Hrouda (1993) telah menulis buku yang khusus disedikasikan untuk anisotropi magnetiik

II.4. Anisotropi Magnetik

Sampel batuan dikatakan isotropik secara magnetik , jika sifat-sifat magnetik sampel batuan tidak tergantung dari arah medan magnet yang diberikan. Batuan seperti ini jarang ditemui di alam , mungkin disebabkan oleh beberapa hal diantaranya pengaruh fluktuasi temperatur yang ekstrim, pengaruh stress dan strain, pengaruh sedimentasi dan lain sebagainya. Sebaliknya sampel batuan dikatakan anisotropi se cara magnetik jika sifat-sifat magnetiknya bergantung kepada arah medan yang diberikan. Kuantitas-kuantitas anisotropi magnetik ini ditunjukkan senagai suseptibilitas magnnetik, magnetisasi remanen atau energi magnetisasi saturasi (Bijaksana, 1991 ; Collinson, 1983 ; Tarling dan Hrouda, 1993). Magnetisasi yang dihasilkan oleh suatu bahan atau dalam

(20)

kajian ini berupa batuan karbonat, terdiri atas dua komponen yaitu magnetisasi induksi ( MI ) dan

magnetisasi remanen ( MR ) dengan rumusan sebagai berikut :

M = MI + MR (2.1)

MI ditimbulkan oleh medan magnet luar, sedangkan MR adalah magnetisasi spontan yang

ditimbulkan karena interaksi kuat antara spin-spin tetangga yang terdekat dalam kristal tertentu dari bahan tersebut. Jika dilihat dari respon batuan yang bersifat anisotropi saat batuan tersebut magnetisasi, diperoleh dua macam anisotropi magnetik :

1. Anisotropi Suseptibilitas Magnetik ( AMS) magnetisasi merupakan fungsi dari arah medan yang diberikan.

2. Anisotropi Magnetisasi Remanen (ARM), dimana magnetisasi yang diperoleh dapat menyimpang dari arah medan magnetik pada saat remanen diperoleh ( Collinson, 1983, Butler, 1992, Tarling dan Hrouda, 1993 ).

Umumnya magnetisasi pada batuan memiliki sifat anisotropi, dimana arah magnetisasi dapat menyimpang dari medan magnetisasi.

Anisotropi suseptibilitas magnetik merupakan suatu studi yang penting, karena mempunyai cakupan aplikasi yang luas. AMS dapat digunakan untuk menentukan arah bulir pada batuan. Visualisasi karakteristik anisotropi digambarkan dalam ellipsoida triaxial, yang memiliki sumbu-sumbu utama suseptibilitas maksimum 1 ), suseptibilitas median (ƛ2 ) dan suseptibilitas

minimum (ƛ3 ), dalam representasi kordinat kartesian. Dimana jika ƛ1 = ƛ2 = ƛ3 , maka ellipsoida

berbentuk sferis, jika ƛ1 = ƛ2 dan ƛ2 > ƛ3, maka ellipsoida berbentuk pipih ( oblate flattened ) dan

(21)

Petunjul mengenai adanya penjajaran bulir-bulir magnetik (terelongasi) diinterpretasikan oleh karakteristik elllipsoida suseptibilitas magnetik. Penjajaran bulir-bulir magnetik umumnya terdapat pada mineral ferromagnetik. Penjajaran bulir-bulir magnetik yang terjadi pada batuan dengan foliasi yang jelas, akan cenderung memiliki sumbu panjang yang terotasi ke arah bidang foliasi. Jika ƛ3 tegak lurus dengan foliasi, maka ellipsoida suseptibilitas magnetik cenderung berbentuk

pipih. Sebaliknya, sebuah batuan dengan lineasi yang jelas akan memiliki suseptibilitas magnetik yang lonjong ƛ1 sejajar dengan arah lineasi. Batuan sedimen biasanya menunjukkan AMS yang

ramping dari ellipsoid suseptibilitas lonjong dengan ƛ3 tegak lurus dengan permukaan ( Tarling

dan Hrouda, 1993 ).

II.5. Pengukuran Anisotropi Suseptibilitas Magnetik

Nilai suseptibilitas magnetik suatu bahan yang anisotropi akan berbeda-beda sesuai dengan arah medan dimana bahan tersebut diukur. Jika suatu sampel diberikan medan magnetik ke arah tertentu, maka akan terukur harga suseptibilitas akan berbeda apabila diberikan medan dengan arah yang lain. Harga suseptibilitas yang berbeda-beda inilah yang menunjukkan sifat anisotropi suatu bahan. Pada dasarnya karakteristik anisotropi suatu bahan bergantung pada anisotropi individual partikel magnetik yang terkandung dalam suatu bahan. Anisotropi individual partikel magnetik dipengaruhi oleh ketidaksferisan bahan atau anisotropi bentuk ( shape anisotropy )dan anisotropi dalam struktur kristal yang sering disebut juga magnetocrystalin anisotropy.

Dalam pengukuran anisotropi magnetik, umumnya digunakan tiga metode yaitu, pengukuran anisotropi suseptibilitas, pengukuran isotropi suseptibilitas dan pengukuran magnetisasi induksi secara langsung. Adapun dalam penelitian ini menggunakan metode anisotropi suseptibilitas magnetik ( Bijaksana, 1991: Tauxe, 1998 ).

Medan H yang kecil diberikan pada suatu sampel, maka magnetisasi induksi M tidak selalu sejajar dengan medan yang diberikan . Biasanya medan H yang diberikan sebesat 1 mT. Implikasinya secara matematis, dapat didefinisikan dalam tiga komponen tensor yang saling orthogonal, yakni :

M1 = ƛ11 H1 +ƛ12 H2 + ƛ13 H3 (2.3)

(22)

M3 = ƛ31 H1 +ƛ32 H2 + ƛ33 H3 (2.4)

Dan dapat ditulis kembali sebagai :

Mi = ƛij Hj (2.5)

Dengan i = 1,2,3..

Dalam pendiskripsian anisotropi magnetik, parameter suseptibilitas magnetik dinyatakan dalam besaran tensor rank-2 yang bersifat simetri dan digambarkan dalam ellipsoida triaxial. Selanjutnya tensor suseptibilitas rank-2 ini ditulis sebagai ƛij, yang dalam bentuk matriks :

ƛ11 ƛ12 ƛ13

ƛij = ƛ21 ƛ22 ƛ23 (2.6) ƛ31 ƛ23 ƛ33

Parameter ƛij adalah pengali kesetaraan, antara kuantitas magnetisasi arah-t yang disebabkan oleh

medan arah-j karena pendekatan yang digunakan bersifat simetri, maka : ƛ12 = ƛ21, ƛ23 = ƛ32, ƛ31 =

ƛ13, sehingga hanya ada enam komponen yang saling bebas dan dapat diselesaikan dengan enam

persamaan untuk menentukan ellipsoid suseptibilitas. Setiap persamaan berhubungan dengan pengukuran suseptibilitas magnetik (M) dalam arah medan magnet berbeda (n), sehingga menghasilkan persamaan :

Mn =l12 ƛ11 + l22 ƛ22 + l32 ƛ33 + 2l2l3 ƛ23 +2l3l1 ƛ31 + 2l1l2 ƛ12 (2.7)

Dimana l1 adalah arah cosinus dari medan yang diberikan. Untuk n pengukuran, M dapat

dinyatakan sebagai matriks berorde n x 1 dengan keenam persamaan dinyatakan sebagai : ((R1)(R-1)) (R1) (M) = ƛ (2.8)

Dengan (R) adalah matriks n baris dengan kolom l1,l2,l3,2l2l3, 2l3l1, 2l1l2 dan (Rt) adalah transpose

dari matriks (R). Dalam sistem koordinat, suseptibilitas umumnya diberikan dalam tiga komponen ( ƛ1 ƛ2 ƛ3 ) yang saling ortogonal. Ketiga komponen ini diperoleh dengan menyelesaikan

persamaan karakteristik matriks ƛij sebagai berikut :

Det ( ij – ƛij ) = 0 (2.9)

(ή ij – ƛij ) ƛ = 0 (2.10)

Dimana ή adalah nilai eigen dari matriks ƛij, ƛ merupakan vektor eigen yang berkolerasi dengan ή

dan ⸹ij adalah delta krocneker. Adapun sumbu ellipsoida suseptibilitas diperoleh dari nilai eigen

(23)

Dalam pengukuran suseptibilitas AMS pada penelitian ini mengacu pada skema pengukuran yang dimodifikasi (Bijaksana, 1999). Pola pengukuran dapat di lihat pada gamnar II.2. Arah cosinus (koordinat geometri ruang) sumbu-sumbu North, East dan Down tu N,E,d dapat dinyatakan sebagai berikut : M1 ( 1,0,0 ) M5 ( √ , 0, √ ) M2 ( 0,1,0 ) M6 (0, √ , √ ) M3 (0,0,1 ) M7 ( - , , 0 ) M4 ( √ , √ , 0 ) M8 ( - √ , √ , 0 )

Suseptibilitas diukur dalam delapan arah-arah menurut persamaan 2.8 yaitu : M1 = ƛ11

(24)

M3 = ƛ33 M4 = ƛ11 + ƛ22 + ƛ12 M5 = ƛ11 + ƛ33 + ƛ31 M6 = ƛ22 + ƛ33 + ƛ23 M7 = ƛ11 + ƛ22 – ƛ12 M8 = ƛ11 + ƛ33 – ƛ31 (2.11)

Jika ditulis dalam notasi matrik sebagai berikut :

M = Rƛ (2.12)

Dimana

Tensor anisotropi tersebut

dapat dihitung dengan bentuk

persamaan 2.7 sehingga

(25)

ƛ dapat diselesaikan memakai software MATLAB seperti persamaan 2.6 dengan mensubstitusi komponen-komponen ƛ nilai eigen terbesar didefinisikan suseptibilitas maksimum ƛmax nilai eigen

antara sebagai suseptibilitas intermediate ƛint , nilai eigen terendah sebagai suseptibilitas minimum

ƛmin. Suseptibilitas total ( ƛm ) didefinisikan sebagai nilai rata-rata dari ketiga nilai eigen yakni

ƛm =

. Untuk mengetahui kecendrungan arah anisotropi suseptibilitas , deklinasi dan inklinasi dapat di cari.

II.6. Parameter Anisotropi

Untuk mengetahui kecendrungan anisotropi suseptibilitas pada sampel batuan sedimen digunakan beberapa parameter anisotropi, yang terdiri dari (Collinson,1983: Tarling and hrouda, 1993 ) :

1. Lineasi magnetik (L) yang dirumuskan sebagai berikut :

L = ƛmax / ƛint (2.13)

2. Derajat anisotropi (P) yang dirumuskan sebagai berikut :

P = ƛmax / ƛmin (2.14)

3. Foliasi magnetik (F) yang dirumuskan sebagai berikut :

F = ƛint / ƛmin (2.15)

4. Faktor bentuk (T) yang dirumuskan sebagai berikut :

T = (ln F – ln L)/(ln F + ln L ) (2.16) Nilai T berada diantara -1 dan 1 yang memberikan implikasi sebagai berikut :

 T = -1 menggambarkan bentuk ellips suseptibilitasnya lonjong rotasional, menunjukkan bahwa hanya lineasi yang meningkat

 T = 0 menggambarkan bentuk ellllllllllllips suseptibilitasnya netral, menunjukkan bahwa lineasi dan foliasi meningkat dengan derajat yang sama.

 T = 1 menggambarkan bentuk ellips suseptibiltasnya pepat rotasional, menunjukkan bahwa foliasi yang meningkat.

 -1<T<0 menggambarkan bentuk ellips suseptibilitasnya lonjong, menunjukkan bahwa lineasi yang lebih dominan.

 0<T<1 menggambarkan bentuk ellips suseptibilitasnya pepat, menunjukkan bahwa foliasi lebih dominan. Sampel akan bersifat isotropis jika P = 1, dan akan bersifat anisotropis jika P semakin besar. Kuantitas P dapat dinyatakan dalam persen dengan rumus :

(26)

Batuan dengan prosentase anisotropi diatas 3 % dapat dinyatakan sebagai batuan yang anisotropi. Nilai prosentase anisotropi pada batuan biasanya berkisar antara 1 s/d 15 %

(27)

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

III.1. Pengambilan Sampel

Sampel batuan yang digunakan adalah batu gamping atau limestone yang berlokasi di Uluwatu Jimbaran Kabupaten Badung Bali. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampel setangan ( hand Sample), dimana sampel batuan yang masih bongkahan. Sebelum dilakukan pemboran di laboratorium, hand sample diletakkan pada suatu wadah yang berbentuk kotak sesuai dengan posisi sebenarnya di lapangan , kemudian di gibs untuk mengkokohkan kedudukan hand sample ini. Selanjutnya sampel siap di bor dalam arak tegak lurus bidang horizontal. Core diperoleh dengan menggunakan MMPRD hand drill ( Magnetic Measurement Portable Rock Drill) ( Magnetic Measurement Ltd, Lancasshire United Kingdom) dengan panjang masing-masing core antara 10 – 20 cm. Sampel berjumlah 8 core (silinder panjang) dengan diameter 2,54 cm. Masing-masing di beri no 1,2,3,...8 dan masing-masing potongan diberi inisial BG1, BG2, ... dan seterusnya sehingga diperoleh 10 sampel

(28)

III.2. Pengukuran Anisotropi Suseptibilitas Magnetik (AMS)

Sebelum pengukuran suseptibilitas sampel diukur masangan dalam gram. Pengukuran anisotropi suseptibilitas menggunakan instrument Bartington magnetic Susceptibility Meter model MS2 ( Bartington instrument Ltd, oxford, United kingdom). Instrumen terdiri dari sensor MS2B dengan diameter internal 36 mm yang dihubungkan dengan MS2 meter pengukur oleh kabel co-axial. Instrumen ini menggunakan medan magnetik lemah 80 A/m rms dan frekuensi 465 Hz

Sampel ditempatkan dalam sensor yang menghasilkan frekuensi berubah-ubah. Hasil pengukuran di tampilkan pada MS2 meter pengukur. Instrumen ini dapat mengukur harga suseptibilitas dari 1 x 10-6 sampai 9999 x 10-6 dalam satuan cgs atau 1,26 x 10-5 sampai 1,26 x 10-1 untuk satuan SI.

Pengukuran dilakukan dengan memasukkan sampel sejajar dengan sumbu coil sensor. Hasil pengukuran akan langsung terbaca pada MS2 meter yang terhubung dengan komputer. Hal ini dilakukan berulang kali dengan arah yang berbeda sesuai dengan arah yang akan diukur. Program ini menghitung

(29)

rata-rata suseptibilitas magnetik sampel. Pengukuran dilakukan sebanyak delapan kali dengan merubah orientasi sampel.

Hasil pengukuran rata-rata suseptibilitas dihitung dengan menggunakan software Matlab untuk mencari nilai eigen dan vektor eigennya. Nilai eigen terbesar didefinisikan sebagai suseptibilitas maksimum (ƛmax), nilain eigen antara didefinisikan sebagai suseptibilitar intermediate (ƛint), dan nilai eigen terkecil didefinisikan sebagai suseptibilitas minimum (ƛmin).

III.3.Pengukuran Natural Renament Magnetization (NRM)

Pengukuran NRM ini meliputi pengukuran intensitas remanen magnetik dan proses demagnetisasi.

(30)

Gambar III.6 Minispin Magnetometer.

Pengukuran Intensitas magnetisasi remanen dilakukan dengan menggunakan Minispin

Magnetometer yang dikenndalikaan oleh mikroprosesor Rockwell 6502. Instrumen ini

membangkitkan sinyal AC 780 Hz yang sebanding dengan komponen medan magnetik pararel dengan sumbu fluxgate. Sampel diputar dalam fluxgate dengan frekuensi 6 Hz untuk meningkatkan rasio sinyal terhadap noise. Amplitudo dan fasa sinnyal menunjukkan magnitudo dan komponen horizontal dari magnetisasi sampel. Output dirangkai digital dengan ADC (Analog Digital converter) dan dapat disimpan dalam memori komputer. Pada penelitian ini dipakai putaran panjang yaitu sebanyak 24 putaran ( short). Pengukuran dilakukan dengan mengubah posisi sampel (6)

(31)

Gambar III.7. Molspin Demagnetizer

Untuk melihat kestabilan arah remanen magnetik, dilakukan demagnetisasi dengan menggunakan instrumen Molspin Demagnetizer. Prinsip kerja instrumen menggunakan metode

alternatif field (medan bolak-balik). Molspin menggunakan sistem tumbling 2 sumbu. Harga

medan tertinggi 1000 Oe (100 mT) pada fgrekuensi 180 Hz [6]. Pengukuran dimulai dengan memasang sampel pada tumbler kemudian ditempatkan pada coil yang dilapisi 3 lapis mu-metal. Pengukuran dilakukan di laboratorium kemagnetan batuan Fisika ITB.

Sampel didemagnetisasi pada tiga arah yang saling tegak lurus (N, E, D). Medan yang diberikan di mulai dengan puncak 25 Oe dengan step 25 Oe. Ketiga arah dirotasi untumedan magnetik yang diberikan (NED, EDN, DNE, dst). Setelah proses demagnetisasi selesai untuk tiap medan dengan tiga arah, sampel diukur kembali dengan minispin magnetometer sampai intensitas yang dimiliki sampel meluruh dari intensitas awal (NRM).

Data pengukuran dipakai untuk mem-plot kurva peluruhan intensitas magnetik remanen. Kemudian di cari komponen horizontal, komponen vertikal untuk memperlihatkan arah deklinasi dan inklinasi yang bisa dilihat pada kurva Zijderveld. (5)

Pada sampel peluruhan step yang dilakukan hanya sampai 400 Oe untuk sampel yang memiliki intensitas di atas 5 m, A/m, tetapi bila di bawah , step yang dilakukan hanya sampai 100 Oe, hal ini dilakukan karena hasilnya sudah memperlihatkan tidak baik, di luar koreksi alat, hal ini terjadi karena sampel yang diukur memiliki intensitas lemah, sebab terlihat dari hasil kurva peluruhan NRM yang tidak baik.

(32)

Ferrofluida yang dipakai adalah EMG 701 yang berbasis minyak, kita campur dengan minyak zaitun dengan perbandingan 1 : 3 . fungsi minyak di sini adalah untuk menghambat volatilitas. Semakin rendah volatilitas, viskositas ferrofluida semakin tinggi. Sebelum diimpregnasi sampel dibersihkan dan dipanaskan perlahan-lahan dari 50,60,70,80,90,1000C masing-masing selama satu jam untuk menghilangkan air yang mengisi ruang pori. Proses dimulai dengan merendam sampel dengan ferrofluida yang berbasis minyak selama dua jam dengan gelas ukur yang ada penutup, seolah-olah sebagai ruang vakum. Koloid dibiarkan menembus sampel dari semua sisi dalam vakum. Hasil impregnasi dapat dilihat pada gambar III.6. Sebelum mengukur AMS sampel diukur masa setelah diimpregnasi. Kemudian diukur densitas ferrofluida dengan perbandingan volume per massanya. Langkah-langkah pengukuran AMS sama seperti semula, sebelum diimpregnasi ferrofluida ( Pfleiderer dan Halls, 1993).

(33)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil Pengukuran Anisotropi Suseptibilitas Magnetik

Untuk pengukuran 10 sampel yang diukur didapat nilai suseptibilitasnya bervariasi dari 984.5 x 10 -5

hingga 1518.4 x 10-5 satuan SI, dengan selisih suseptibilitas antara ƛmax, ƛint, dan ƛmin tidak terlalu jauh. ( lampiran A). Pada lampiran A diperoleh derajat Anisotropi (P%) berada pada interval 2 % hingga 7 % dengan rata-rata 4,2 %. Nilai rata-rata faktor bentuk anisotropinya adalah – 0,370 yang mengindikasikan lineasi magnetiknya lebih dominan, sehingga bentuk anisotropinya cenderung memanjang ( prolate ) atau bentuk ellipsoid suseptibilitasnya agak lonjong.

Berdasarkan plot stereonetnya terlihat sumbu minimum mendekati vertikal dan sumbu maksimunm mendekati horizontal. Sehingga dapat dikatakan bahwa pola sebaran pori pada sampel batuan adalah lateral.

IV.2. Hasil Pengukuran NRM Dan Stabilitas Magnetik

Secara keseluruhan baik sampel core, mempunyai intensitas remanen magnetik yanberkisar dalam rentang 0,046 hingga 10, 824 mA/m. Gambar IV.1. memperlihatkan grafik intensitas remanen magnetik terhadap posisi sampel.

(34)

Gambar IV.1. Intensitas remanen sebagai fungsi posisi.

Intensitas terkecil rata-rata sebesar 0,046 mA/m merupakan sampel dari core MD01 2382-8 , dan intensitas remanen magnetik terbesar sebesar 10,2382-824 mA/m merupakan sampel dari core MD01 2382-9 . Dari hasil pengukuran tersebut bahwa distribusi intensitas remanen magnetik rata-rata sebesar 2,77 mA/m dengan simpangan baku 2,75. Ada 2 sampel kubik pada satu core yaitu core 9 dengan intensitas sekitar 10,0. Dan untuk kebanyakan sampel bahwa sampel yang diteliti hampir semua memiliki intensitas sangat rendah.

(35)

Gambar IV.2. Fungsi Derajat anisotropi denga posisi sampel terhadap kedalaman

Untuk plot dalam grafik fungsi derajat anisotropi dengan posisi sampel (Gambar 18), terlihat polanya sangat acak dan beberapa sampel sangat anisotropik lebih dari 5%, dari plot grafik dan tabel pada lampiran B bahwaa derajat anisotropi rata-rata 5,34% dengan simpangan baku 2,57%.

Faktor bentuk pada sampel yang diukur memiliki harga rata-rata 0,056. Hal ini, 0<T<1, bentuk elipsoid suseptibilitas pepat, dimana foliasi lebiih dominan , bentuk anisotropinya cenderung pipih (oblate).

(36)

Pada stereo plot (IV.3.) menunjukkan arah suseptibilitas magnetik, terliht arah tidak begitu stabil. Tetapi pada beberapa sampel menunjukkan kecenderungan sumbu minimum berada di pusat dan sumbu maksimum menyebar dengan arah memanjang, bisa dikatakan distribusi sampel batuan beku intrusif tersebut berbentuk pipih dan dimungkinkan tersebut terkompaksi.

Gambar IV.3. Stereo Plot sebaran anisotropi

Hasil demagnetisasi dari keseluruhan sampel secara umum menunjukkan stabilitas remanen dengan pola keseluruhan yang relatif kurang stabil, tetapi ada juga yang stabil, dan hal ini yang menjadi salah satu jawaban sumber permasalahan penelitian. Diduga pada sampel yang mengalami peluruhan seperti (gambar IV.3.) cenderung stabil dimungkinkan kontribusi mineral magnetik berbentuk single domain , walaupun terdapat juga kontribusi mineral magnetik multi

domain , pada (gambar IV.3.). Dengan kata lain, memungkinkan ukuran bulir mineral magnetik

(37)
(38)

Gambar IV.5. Kurva Peluruhan NRM yang kurang baik

IV.3. Analisis Data

Dari data pengukuran didapat harga suseptibilitas magnetik sangat kecil, secara umum kontribudi mineral magnetik sangat sedikit, Jika dilihat dari arah suseptibilitas maksimum yang cenderung ke sumbu horizontal, sedangkan suseptibilitas minimum cenderung bergerak ke arah vertikal, berarti dalam batuan karbonat , distribusi bulir dan bentuk bulir magnetik cenderung pipih mendekati daerah horizontal. Hal ini mungkin terjadi adanya proses penekanan dari lapisan diatasnya.

Perbedaan harga suseptibilitas magnetik dari lapis ke lapis menunjukkan kualitas mineral magnetik dari waktu ke waktu tidak sama, dn pripsip ini sangat berguna dalam menentukan varisi intensitas medan magnet bumi yang terekam pada batuan karbonat, akan tetapi untuk data dalam penelitian ini kurang begitu baik untuk hal tersebut. Ada beberapa data menampakkan nilai anisotropi yang menjolok dari yang lainnya, mungkin saja saat peng-core-an ada ter-induksi magnetik pada batuan beku atau core yang bersangkutan.

Hasil deklinasi dan inklinasi yang bervariasi menunjukkann rekaman medan magnetik yang berbeda pada tiap lapisan batuan karbonat . Sebagaiman kita ketahui, jenis kandungan mineral, bentuk serta ukuran bulir bertanggung jawab dalam merekam medan magnetik.

Hasil pengukuran NRM keselurukan sampel mempunyai intensitas remanen magnetik yang berkisar dalam rentang 0,046 hingga 10,824 mA/m.

Untuk plot dalam grafik fungsi derajat anisotropi dengan posisi sampel terlihat polanya acak dan beberapa sampel sangat anisotropi lebih dari 5% dari plot grafikdengan simpangan baku 2,57%. Faktor bentuk pada sampel yang diukur memiliki harga rata-rata 0,056. Hal ini 0<T<1,

(39)

bentuk ellipsoid suseptibilitas pepat, dimana foliasi lebih dominan, bentuk anisotropinya cenderung pipih (oblate)

Pada stereo plot (IV.3.) menunjukkan arah suseptibilitas magnetic terlihat arah tidak begitu stabil. Tetapi pada beberapa sampel menunjukkan kecendrungan sumbu minimum berada di pusat dan sumbu maksimum menyebar dengan arah memanjang, bias dikatakan distribusi sampel batuan karbonat tersebut berbentuk pipih dan dimungkinkan tersebut terkompaksi.

Hasil demagnetisasi dari keseluruhan sampel secara umum menunjukkan stabilitas remanen dengan pola keseluruhan yang relative kurang stabil, tetapi ada juga yang stabil, dan hal ini yang menjadi salah satu jawaban sumber permasalahan penelitian. Diduga pada sampel yang mengalami peluruhan seperti (gambar IV.3) cenderung stabil dimungkinkan kontribusi mineral magnetic berbentuk single domain, walaupun terdapat juga kontribusi mineral magnetik multi

domain. Dengan kata lain memungkinkan ukuran bulir mineral magnetic pembawa remanen bukan

murni single domain.

IV.4. Hubungan Antara Suseptibilitas dan Porositas

Pada penelitian ini parameter fisis lain dari batuan akan dicari melalui suseptibilitas magnetik , yaitu porositas.Porositas dapat ditentukan dengan dua cara yaitu, melalui rapat masa sampel tersaturasi ferrofluida dan rapat massa ferrofluida itu sendiri. Yaitu dari pengukuran diperoleh data-data rapar massa sampel tersaturasi ferrofluida (lampiran A), dan juga rapat massa ferrofluida , yaitu 6,0197 gr/10 cm3. Dari data-data tersebut akan diperoleh volume fluida yang mengisi pori-pori sampel batuan. Karena volume fluida dalam pori sampel menggambarkan volume pori itu sendiri, maka porositas sampel dapat kita peroleh melalui hubungan :

Φ =

(4.1)

Selain dengan cara diatas, porositas juga dapat ditentukan dari suseptibilitas magnetik sampel, sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu bila kita asumsikan

ƛferrofluida / ƛsaturasi = Vfluida / Vtotal (4.2)

Maka berdasarkan data suseptibilitas sampel ( Lampiran A ) kita akan memperoleh volume ferrofluida yang mengisi sampel tersebut. Dengan menggunakan persamaan (4.1) diperoleh porositas sampel Nilai porositas yang diperoleh melalui kedua cara tersebut kita lihat pada grafik dibawah ini

(40)

IV. 5. Diskusi

Dari data pengukuran bahwa suseptibilitas magnetik setelah diimpregnasi ferrofluid mengalami penambahan suseptibilitas yang cukup besar. Suseptibilitas sebelum impregnasi berkisar dari -6 x 10-5 sampai -9 x 10-5 satuan SI ( tabel A.1 lampiran A). Setelah impregnasi berkisar dari 979 x 10-5 sampai 1523 x 10-5 satua SI (tabel A.2 lampiran A) , menunjukkan bahwa kontribusi mineral magnetiknya cukup besar ( Tauxe, 1998). Sedangkan selisih nilai suseptibilitas tidak terlalu besar untuk orientasi yang berbeda-beda dalam satu sampel, begitupun selisih antara ƛmax ƛint dan ƛmin ( tabel A.3. lampiran A).

Batuan dengan derajat anisotropi di atas 3 % dapat dinyatakan sebagai batuan anisotropi (Tarling dan Hrouda, 1993). Dari sepuluh sampel masing-masing mempunyai derajat anisotropi dari 2 % sampai 7 % dengan rerata 4,2 % sehingga sampel batu gamping dianggap batuan yang anisotropi ( tabel A3 lampiranA )

Hasil penelitian yang telah dilakukan untuk batuan sedimen struktur dan komposisi lebih bersifat foliasi dibandingkan lineasi ( Tarling dan hrouda, 1993).Berbeda dengan hasil penelitian ini dimana lineasi lebih dominan dibandingkan foliasi. Hasil yang didapatkan dari grafik stereoplot (gambar IV.3 ) memperlihatkan arah sumbu-sumbu suseptibilitas maksimum cenderung ke horizontal dan

(41)

minimum cenderung ke arah vertikal, ini berarti pola sebaran pori adalah lateral.Penyebabnya ada beberapa faktor diantaranya pada waktu pengambilan sampel dan cara impregnasi ferrofluida arah sampel vertikal sehingga adanya proses tekanan dari atas ( kontribusi gaya gravitasi cukup besar ) menyebabkan arah penyebaran cenderung ke arah horizontal.

Dari gambar IV.2 terlihat grafik porositas yang diperoleh dari rapat massa terhadap porositas yang di peroleh dari suseptibilitas. Dari analisa regresi linearnya terlihat grafik yang diperoleh memiliki gradien yang kecil, artinya terlihat ada perbedaan hasil perhitungan porositas magnetik batuan berdasarkan dua parameter fisis tersebut ( rapat massa dan suseptibilitas). Hal ini dikarenakan bila porositas dihitung berdasarkan rapat massa maka kita melihat jumlah fluida keseluruhan yang mengisi pori magnetik tersebut tanpa memperhitungkan apakah bulir-bulir magnetiknya ikut masuk atau tidak. Sedangkan bila porositas dihitung berdasarka suseptibilitas magnetik sampel, kita menghitung porositas magnetiknya berdasarkn volume fluida yang membawa bulir-bulir magnetik yang mengisi pori magnetik , tetapi volume fluidab yang kita hitung di sini hanyalah fluioda yang membawa bulir-bulir magnetik saja, bukan fluida secara keseluruhan.

Hal inilah yang menyebabkan perbedaan nilai porositas yang diperoleh dari kedua titik pandang tersebut. Pada perhitungan porositas berdasarkan suseptibilitas fluida yang mengisi pori yang tidak membawa bulir-bulir magnetik tidak ikut terhitung dan juga sebagian bulir-bulir magnetik pada ferrofluida tersebut hanya menempel di sisi sampel saja. Sehingga ada sebagian volume fluida yang tidak ikut terhitung yang menyebabkan nilai porositas yang diperoleh berdasarkan suseptibilitas lebih kecil nilainya dibandingkan dengan nilai porositas yang diperoleh berdasarkan rapat massa sampel.

(42)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

1. Nilai suseptibilitas yang diperoleh dari kesepuluh setelah diimpregnasi ferrofluida bervariasi dari 984.5 x 10-5 hingga 1518.4 x 10-5 satuan SI. Ini mengindikasikan bahwa kontribusi kandungan mineral magnetiknya signifikan. Derajat Anisotropi (P%) berada pada interval 2 % hingga 7 % dengan rata-rata 4.2 % dapat dikatakan sampel merupakan anisotropi. Nilai rata-rata faktor bentuk anisotropinya adalah – 0.370 yang mengindikasikan lineasi magnetiknya lebih dominan , sehingga bentuk anisotropinya cenderung Prolate( memanjang) atau bentuk ellipsoid suseptibilitasnya agak lonjong. Plot stereonetnya menunjukkan sumbu minimum mendekati vertikal dan sumbu maksimum mendekati horizontal. Sehingga dapat dikatakan bahwa pola sebaran pori pada sampel batuan adalah lateral.

2. Hasil pengukuran NRM keselurukan sampel mempunyai intensitas remanen magnetik yang berkisar dalam rentang 0,046 hingga 10,824 mA/m.

Untuk plot dalam grafik fungsi derajat anisotropi dengan posisi sampel terlihat polanya acak dan beberapa sampel sangat anisotropi lebih dari 5% dari plot grafikdengan simpangan baku 2,57%. Faktor bentuk pada sampel yang diukur memiliki harga rata-rata 0,056. Hal ini 0<T<1, bentuk ellipsoid suseptibilitas pepat, dimana foliasi lebih dominan, bentuk anisotropinya cenderung pipih (oblate)

Pada stereo plot (IV.3.) menunjukkan arah suseptibilitas magnetic terlihat arah tidak begitu stabil. Tetapi pada beberapa sampel menunjukkan kecendrungan sumbu minimum berada di pusat dan sumbu maksimum menyebar dengan arah memanjang, bias dikatakan distribusi sampel batuan karbonat tersebut berbentuk pipih dan dimungkinkan tersebut terkompaksi.

Hasil demagnetisasi dari keseluruhan sampel secara umum menunjukkan stabilitas remanen dengan pola keseluruhan yang relative kurang stabil, tetapi ada juga yang stabil, dan hal ini yang menjadi salah satu jawaban sumber permasalahan penelitian. Diduga pada sampel yang mengalami peluruhan seperti (gambar IV.3) cenderung stabil dimungkinkan kontribusi mineral magneti berbentuk single domain, walaupun terdapat juga kontribusi mineral magnetik multi domain. Dengan kata lain memungkinkan ukuran bulir mineral magnetik pembawa remanen bukan murni single domain.

3. Porositas sampel yang diperoleh melalui suseptibilitas batuan adalah 37 % - 58% dan porositas yang dihitung melalui rapat massa sampel 33% - 78%. Masih sesuai dengan literatur (Moore,1998) 4. Porositas sampel yang diperoleh melalui suseptibilitas batuan nilainya lebih kecil dari porositas

(43)

suseptibilitas hanya memperhitungkan volume fluida yang masuk ke pori yang mengandung bulir-bulir magnetik saja sehingga sejumlahj volume fluida yang masuk ke pori yang tidak mengandung bulir-bulir magnetik tidak ikut dihitung.

V.2. Saran

Untuk penelitian selanjutnya agar diperoleh nilai porositas sampel batuan berdasarkan suseptibilitas yang lebih akurat, pada proses saturasi ferrofluida diperlukan teknik mensaturasi yang lebih baik. Seperti misalnya memberikan tekanan yang cukup pada ferrofluida sehingga bulir-bulir magnetik pada ferrofluida dapat masuk ke dalam pori sampel batuan.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Buttler,R,F, Paleomagnetism, Blackwell Scientific Publication, 1992

Bijaksana , Magnetic Anisotropi of Cretaceous Deep Sea Sedimentaruy Rock from the pasific

plate, unpublished M.Sc, Thesis, Memorial University of Newfoudland, Canada, 1991.

Collinson, DW, Methods in Rock Magnetism and Paleomagnetism, Chapman and Hall, 1983 Dunlop,DJ and Ozdemer,O, Rock Magnetism, Cambridge University Press, 1997

Kletetschka,G, and A. Kontny, Identification of Magnetic Mineral by Scanning Electron Microscope and Application of Ferrofluid, Studia Geophysica et Geodelica, vol 49,153-162. 2005 Molspin AF Demagnetizer. Ltd New castle, England

Moore, Carbonate Reservoir, colorado School of Mines, Golden CO, and Louisiana State University Baton Rouge, LA,USA, 1998

MS2 Magnetic Susceptibility System, bartington Instrument LTD, Oxford England.

Pfleiderer and H.C. Halls, Magnetic Susceptibility Anisotropy of Rock Saturated with Ferrofluid : a new method to study pore fabric, Physics of the Earth and planetary Interior,65 (1990),158-164. Tarling, D.H and Hrouda, F, The Magnetic Anisotropy of Rock, Chapman & Hall, 1993

Tauxe. L, Paleomagnetic Principles and Practise, Kluwer Academic Publisers, 1998

http://www.ferrotec.com/usa/ferrofluid tekno;logi overview. Htm, ferrotec (USA) corporation 2001-2005

(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)

Gambar

Gambar 1. Diagram segitiga (ternary diagram) untuk sistem TiO 2 -  FeO-Fe 2 O 3 . Pada puncak segitiga (TiO 2 ) hanya ditemukan Ti 4+  saja  Pada ujung sebelah kiri (FeO) hanya Fe 2+  sementara pada ujung   Sebelah kanan (Fe 2 O 3 ) hanya Fe 3+
Gambar 3. Kurva perubahan suseptibilitas magnetik fungsi temperatur rendah.
Gambar III.6 Minispin Magnetometer.
Gambar III.7. Molspin Demagnetizer
+6

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pada penelitian ini diperoleh kesimpulan terdapat korelasi positif antara asupan energi mahasiswa fakultas kedokteran terhadap massa lemak tubuh dan lingkar

Pengaruh jumlah cat merah 2 gram, 4 gram dan 6 gram terhadap terhadap hasil pewarnaan pada kain sifon dengan teknik hand painting ditinjau dari daya serap warna,

Berdasarkan hasil penelitian Sumarjo (2010)Leverage berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah namun hal ini tidak konsisten dengan hasil

Kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) Progam Studi Manajemen Pendidikan Jurusan Administrasi Pendidikan, salah satunya berlokasi di Dinas Pendidikan, Pemuda,

bahwa sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 3 Tahun 2009 tentang Izin Praktik Dokter dan Dokter Gigi, setiap dokter dan dokter gigi yang akan

Hasil penelitian ditemukan: (1) Penyusunan biaya pendidikan melalui Rencana Penggunaan Anggaran (RKA) dan Rancangan Anggaran Pendapat Belanja Sekolah (RAPBS) yang

Darmono, (2004: 2) perpustakaan adalah sebuah sistem, unit kerja yang berupa tempat untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola, dan mengatur koleksi bahan pustaka

Temuan dari penelitian ini adalah dokumen dan catatan akuntansi yang digunakan sudah efektif, fungsi pencatatan waktu hadir karyawan belum berjalan secara efektif karena