• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN LIMBAH TULANG SAPI SEBAGAI ADSORBEN UNTUK MENYERAP LOGAM TEMBAGA (Cu) DENGAN MENGGUNAKAN AKTIVASI Na 2 CO 3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN LIMBAH TULANG SAPI SEBAGAI ADSORBEN UNTUK MENYERAP LOGAM TEMBAGA (Cu) DENGAN MENGGUNAKAN AKTIVASI Na 2 CO 3"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

PEMANFAATAN LIMBAH TULANG SAPI SEBAGAI

ADSORBEN UNTUK MENYERAP LOGAM TEMBAGA (Cu)

DENGAN MENGGUNAKAN AKTIVASI Na

2

CO

3

Zuhrizal Ade Samaras Varenta

Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia

Abstrak. Pencemaran yang disebabkan oleh logam Cu sangat berbahaya karena bersifat toksik. Tulang sapi digunakan sebagai adsorben dengan aktivator natrium karbonat (Na2CO3). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas adsorpsi dari adsorben tulang sapi. Uji adsorpsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode batch. Penelitian meliputi karakterisasi tulang sapi menggunakan instrumen FTIR dan SEM, sedangkan variabel yang akan di uji pada penelitian ini meliputi massa adsorben, pH, waktu kontak, dan pembacaan konsentrasi logam Cu menggunakan AAS. Hasil uji AAS menunjukkan massa optimum berada pada 0,05 gr, pH optimum 6, waktu kontak optimum 120 menit. Kapasitas maksimum dari adsorben tulang sapi adalah 100,9366 mg/g.

Kata Kunci : Adsorpsi, Isoterm Freundlich, Logam Cu, Natrium Karbonat (Na2CO3), Tulang Sapi.

Abstract. Pollution that caused by Cu is very dangerous because it is toxic. Cow bone is used as an adsorbent with an activator of sodium carbonate (Na2CO3). This study aimed to determine the effectiveness of the adsorption of adsorbent cow bones. Adsorption test used in this study is the batch method. Research includes characterization of cow bone using FTIR and SEM instrument, while the variable that will be tested in the study include the mass of adsorbent, pH, contact time and concentration readings of Cu using AAS. AAS test results showed the optimum mass is at 0.05 ounces, the optimum pH 6, optimum contact time of 120 minutes. The maximum capacity of cow bone adsorbent is 100.9366 mg/g.

Keywords: Adsorption, Cow Bone, Freundlich isotherm, Metal Cu, Sodium Carbonate (Na2CO3).

(2)

PENDAHULUAN

Ekosistem perairan merupakan ekosistem yang khas, dimana kondisi fisika-kimia sangat dipengaruhi oleh berbagai aktivitas disekitar perairan. Aktivitas tersebut selain memberikan keuntungan terhadap kehidupan manusia juga dapat memberikan dampak yang negatif bagi ekosistem di perairan seperti menurunnya kualitas perairan akibat pelepasan bahan-bahan pencemar ke dalam perairan tersebut (Setiadi & Soeprianto, 2007). Seperti kasus yang terjadi di perairan pantai Dumai yang telah terkontaminasi oleh logam Cu akibat dari pembuatan industri galangan kapal, dimana logam Cu ini digunakan sebagai campuran bahan pengawet. Kadar logam tembaga (Cu) dalam sedimen tertinggi ditemukan di Pelabuhan yaitu 3,631 ppm dimana baku mutu logam berat untuk air laut dari Kep.MENLH No. 51 Tahun 2004 (< 0,008 ppm) maka bisa dikatakan bahwa kadar tembaga di perairan Dumai telah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan (Febrita dkk, 2013).

Keberadaan unsur tembaga di alam dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas, akan tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan. Dalam kadar yang rendah tembaga dibutuhkan oleh organisme sebagai koenzim dalam metabolisme tubuh. Sifat racunnya baru muncul dalam kadar yang tinggi (Rochayatun dkk, 2003).

adsorben tulang sapi dimanfaatkan untuk menyerap ion-ion besi, tembaga, sulfat dan sianida , yang berbahaya bagi lingkungan sekitar kita baik itu sungai, danau, air, tanah dan lain-lain yang berasal dari limbah rumah tangga, pertanian, pertambangan, transportasi dan perindustrian (Darmono, 2008).

METODE PENELITIAN

Lokasi pengambilan limbah tulang sapi berada di Pasar Pakem Kecamatan Nganglik , Sleman, Yogyakarta. Lokasi pengujian adsorben dan pengujian hasil dilakukan di Laboratorium Kualitas Air Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia.

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Tulang Sapi, Larutan induk Cu, dan Larutan Na2CO3. Metode penelitian ini dilakukan dengan

dua tahap metode, yaitu metode pengumpulan data dan pengolahan data. Metode pengumpulan data diperoleh dari pengujian di laboratorium terhadap massa adsorben, pH, waktu kontak, konsentrasi larutan, karakterisasi adsorben menggunakan SEM dan FTIR, serta dilakukan pengujian terhadap daya serap terhadap logam Tembaga (Cu). Pengujian kadar logam Cu berpedoman pada SNI 6989.66:2009 secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Sedangkan pengolahan data dilakukan dengan penentuan isotherm Langmuir dan Freundlich.

1. Proses Adsorpsi

a. Menentukan Massa Optimum

Pada penelitian ini, proses adsorpsi digunakan dengan menggunakan sistem batch reactor. Dalam menentukan dosis optimum adsorben

(3)

menggunakan kondisi dimana logam Tembaga dalam kodisi Equilibrium dengan pH 6, dan waktu kontak 120 menit. Tahapan proses menetukan massa optimum yang pertama adalah menyiapkan erlenmeyer 100 ml sebanyak 5 buah, kemudian masukan adsorben dengan variasi massa 50 mg, 100 mg, 200 mg, 300 mg dan 400 mg dan masukan larutan Cu sebanyak 50 dengan konsentrasi 50 ppm kedalam masing-masing erlenmeyer. Setelah itu atur pH ke pH 6 dan di aduk selama 120 menit dengan kecepatan 150 rpm, melakukan pengecekan pH setiap 30 menit agar pH tetap stabil. Lalu uji larutan dengan Spektofotometri Serapan Atom dan membuat grafik yang menyatakan efisiensi dari masing-masing dosis.

b. Menentukan pH Optimum

Setelah didapatkan massa adsorbent yang optimum maka data tersebut digunakan untuk menentukan pH optimum. Tahapan proses ini yang pertama adalah menyiapkan erlenmeyer 100 ml sebanyak 6 buah, kemudian masukan adsorben sesuai dengan hasil dari massa optimum dan masukan larutan Cu sebanyak 50 dengan konsentrasi 50 ppm kedalam masing-masing erlenmeyer. Setelah itu atur pH dengan variasi 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 . kemudian di aduk selama 120 menit dengan kecepatan 150 rpm, melakukan pengecekan pH setiap 30 menit agar pH tetap stabil. Lalu uji larutan dengan Spektofotometri Serapan Atom dan membuat grafik yang menyatakan efisiensi dari masing-masing pH.

c. Menentukan Waktu Kontak Optimum

Waktu kontak adalah salah satu faktor penting dalam proses adsorpsi untuk mencapai kesetimbangan. Setelah massa adsorbent optimum serta pH larutan optimum, maka dilanjutkan dengan meneliti waktu kontak optimum larutan dengan adsorbent. Tahapan yang pertama adalah menyiapkan erlenmeyer 100 ml sebanyak 5 buah, kemudian masukan adsorben sesuai dengan hasil dari massa optimum dan masukan larutan Cu sebanyak 50 dengan konsentrasi 50 ppm kedalam masing-masing erlenmeyer. Setelah itu atur pH sesuai dengan hasil dari pH optimum. kemudian di aduk dengan variasi waktu 15, 30, 60, 90 dan 120 menit dengan kecepatan perputaran 150 rpm, kemudian beri tanda pada masing-masing gelas. Lalu uji larutan dengan Spektofotometri Serapan Atom dan membuat grafik yang menyatakan efisiensi dari masing-masing waktu.

d. Menentukan Kemampuan Adsorpsi dengan Variasi Konsentrasi Logam Tembaga

Setelah didapatkan massa, pH dan waktu optimum, maka data dari variasi tersebut digunakan untuk menentukan kemampuan adsorpsi tulang sapi dalam menyerap logam Cu. Tahapan yang pertama adalah menyiapkan erlenmeyer 100 ml sebanyak 5 buah, kemudian masukan adsorben sesuai dengan hasil dari massa optimum dan masukan larutan Cu sebanyak 50 dengan variasi konsentrasi 50, 75, 100, 200 dan 250 ppm kedalam masing-masing erlenmeyer. Setelah itu atur pH sesuai dengan hasil dari pH optimum. kemudian di aduk selama 120 menit dengan kecepatan perputaran 150 rpm,

(4)

melakukan pengecekan pH setiap 30 menit agar pH tetap stabil dan beri tanda pada masing-masing gelas. Lalu uji larutan dengan Spektofotometri Serapan Atom dan membuat grafik yang menyatakan efisiensi dari masing-masing konsentrasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Karakterisasi Adsorben Tulang Sapi

1. Fourier Transform Infrared Spektroscopy (FTIR)

Gambar 4.3 Hasil Overlay Perbandingan Gugus Fungsi Adsorbent Alami

dan Teraktivasi Na2CO3

(Sumber : Data Primer, 2016)

Berdasarkan hasil uji FTIR diatas dapat dilihat pada tulang sapi sebelum diaktivasi menunjukan adanya pita serapan pada gelombang 3416,38 cm-1 yang cukup lebar mengindikasikan vibrasi ulur gugus –OH, vibrasi ulur C=O pada gugus amida ditandai dengan munculnya pita serapan dibilangan gelombang 1660,72 dan vibrasi ulur CH2 pada gugus alifatik ditandai dengan munculnya pita

serapan dibilangan gelombang 1474,18. Gugus-gugus polar ini diduga bereaksi dengan logam berat (Mohamad, 2012).

Adapun hasil FTIR yang telah diaktivasi menggunakan Na2CO3

menunjukkan adanya pita serapan pada gelombang 3437,42 yang cukup lebar mengindikasikan vibrasi ulur gugus –OH, vibrasi ulur C=O pada gugus amida ditandai dengan munculnya pita serapan dibilangan gelombang 1660,24 dan vibrasi ulur CH2 pada gugus alifatik ditandai dengan munculnya pita serapan

dibilangan gelombang 1470,79. Hasil uji FTIR yang telah di aktivasi jika dibandingkan dengan hasil uji FTIR sebelum di aktivasi hampir serupa, sehingga dalam dalam proses pengaplikasian adsorben tulang sapi pada uji variasi massa dan pH tidak menunjukan adanya perbedaan yang signifikan dalam proses penyerapan logam Cu.

(5)

2. Analisis Morfologi Biosorben Baglog dengan Scanning Electron

Microscopy (SEM)

Gambar 4.4 (A. Tanpa aktivasi) (B. Teraktivasi)

(Sumber : Data Primer, 2016)

Berdasarkan Gambar 4.4 menunjukan bahwa adanya perbedaan morfologi antara adsorben tulang sapi tanpa aktivasi dengan teraktivasi dimana bisa dilihat pada adsorben tulang sapi teraktivasi pada pebesaran 10.000 kali dapat lebih jelas terlihat bahwa pori-pori tulang sapi terbuka lebih banyak dibandingkan dengan adsorben tulang sapi tanpa aktivasi.

b. Uji Massa Optimum

Gambar 4.5 Grafik Variasi Massa Adsorben Tulang Sapi (pH larutan 6, waktu

kontak 120 menit, konsentrasi Cu 50 ppm)

(Sumber : Data Primer, 2016)

Maka dari hasil uji coba tersebut ditunjukkan dari Tabel 4.1 Tabel 4.2 serta Gambar 4.4 Dapat disimpulkan bahwa penyerapan logam Cu akan lebih baik dengan massa yang lebih banyak di karenakan pada dasarnya semakin banyak jumlah adsorben yang digunakan maka semakin tinggi luas permukaan untuk penyerapan logam Cu tersebut. Dari Gambar yang dilihat adsorben tulang sapi yang tanpa aktivasi dan teraktivasi tidak terlalu menunjukan perbedaan dalam penyerapannya. Hal tersebut bisa saja dikarenakan proses pengaktivasian yang tidak berhasil, sehingga masih ada pengotor yang berada di pori-pori tulang sapi yang tidak dapat meningkatkan luas permukaan adsorben tulang sapi.

95,19% 97,49% 97,97% 98,39% 98,17% 79,03% 96,36% 98,62% 98,66% 98,39% 0,00% 20,00% 40,00% 60,00% 80,00% 100,00% 120,00% 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 % R em oval Cu Massa Adsorben (gr)

(6)

c. Uji Penentuan pH Optimum

Gambar 4.6 Grafik Pengaruh pH Terhadap Proses Adsorpsi ( massa tulang sapi

50 mg, waktu kontak 120 menit, dan konsentrasi Cu 50 ppm)

(Sumber : Data Primer, 2016)

Hasil dari uji coba ini menunjukan hasil yang sama seperti variasi massa sebelumnya, bahwa belum ada perbedaan yang signifikan antara adsorben tanpa aktivasi dan teraktivasi. Dari Gambar dapat dilihat bahwa semakin meningkat pH maka akan semakin meningkat penyerapan adsorben tulang sapi. Hal tersebut dikarekan pada pH rendah permukaan padatan bermuatan positif, karena terjadi protonasi pada gugus anionik, seperti karboksilat ataupun amino. Bila pH larutan diturunkan, maka akan terjadi protonasi gugus basa lemah pada permukaan sel biomassa tersebut, sehingga semakin rendah pH larutan akan menyebabkan semakin banyak gugus basa lemah yang terprotonasi dan akibatnya kemampuan biomassa untuk menyerap logam semakin lemah. Ditambah lagi dengan adanya kompetisi ion H+ dengan kation logam. Karena sama-sama memiliki muatan positif sehingga terjadi tolakan yang menyebabkan daya serap menjadi rendah. Sedangkan pada pH tinggi permukaan padatan bermuatan negatif karena terjadi deprotonasi pada gugus hidroksil atau amino, oleh karena itu daya serap ion logam Cu meningkat (Juliastuti dkk, 2013).

d. Uji Penentuan Waktu Kontak Optimum

56,15% 77,80% 96,66% 99,17% 99,29% 58,41% 67,02% 94,69% 99,63% 99,56% 0,00% 20,00% 40,00% 60,00% 80,00% 100,00% 120,00% 3 4 5 6 7 8 9 % R e m o val C u pH

T. Sapi Tanpa Aktivasi T. Sapi Aktivasi Natrium Karbonat

99,21% 99,57% 99,17% 99,22% 99,17% 80,00% 85,00% 90,00% 95,00% 100,00% 105,00% 0 20 40 60 80 100 120 140 % R e m o val C u Waktu (menit)

(7)

Gambar 4.7 Grafik Uji Coba Variasi Waktu Adsorpsi Adsorben Tulang sapi

(massa tulang sapi 50 mg, pH larutan 6, dan konsentrasi Cu 50 ppm)

(Sumber : Data Primer, 2016)

Pada hasil uji coba variasi waktu adsorben tulang sapi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.7 Di atas bahwa sudah terjadi reaksi penyerapan logam Cu yang sudah cukup tinggi pada menit ke 15. Setelah 15 menit pengadukan, reaksi penyerapan adsorpsi terhadap logam Cu mengalami turun naik, hal tersebut dikarenakan sudah penuhnya permukaan adsorben tulang sapi oleh logam Cu atau dengan kata lain telah terjadi kejenuhan pada adsorben tulang sapi.

e. Uji Adsorpsi Variasi Konsentrasi Logam Cu

Gambar 4.8 Grafik Uji Adsorpsi Konsentrasi Logam Cu (massa tulang sapi 50

mg, pH larutan 6, waktu kontak 120 menit)

(Sumber : Data Primer, 2016)

Hasil dari percobaan uji adsorpsi variasi konsentrasi menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka persentase removalnya akan semakin menurun. 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% 0 50 100 150 200 250 300 350 % Rem o v a l Konsentrasi Cu (ppm)

Adsorpsi Variasi Konsentrasi Cu

(8)

f. Isoterm Langmuir dan Freundlich Adsorben Tulang Sapi Tanpa aktivasi

Gambar 4.10 Grafik Persamaan Isoterm Langmuir Tulang Sapi Tanpa Aktivasi

(Sumber : Data Primer, 2016)

Gambar 4.11 Grafik Persamaan Isoterm Freundlich Tulang Sapi

(Sumber : Data Primer, 2016)

Dari grafik di atas terdapat persamaan linear isoterm Freundlich tulang sapi tanpa aktivasi dengan nilai R2 = 0,7113. Dapat disimpulkan bahwa pemodelan isoterm Freundlich lebih cocok dengan adsorpsi yang terjadi pada logam Cu oleh tulang sapi dimana nilai R2 dari model isoterm Freundlich yang lebih mendekati 1. Sehingga dari hal tersebut dapat dicari kapasitas maksimum adsorpsi menggunakan pemodelan Isoterm Freundlich.

Kemampuan maksimum adsorpsi dari hasil penelitian menggunakan adsorben tulang sapi tanpa aktivasi dapat diketahui dari mekanisme pemodelan isoterm Langmuir dan Freundlich. Dari kedua pemodelan tersebut adapun nilai konstanta Langmuir (b) yang berguna untuk menentukan nilai maksimum adsorpsi adsorben tulang sapi (qm) dan nilai intercept Freundlich (ln K) yang

y = 0,005x + 0,0099 R² = 0,6354 0,00 0,01 0,01 0,02 0,02 0,03 0,03 0,000 0,500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 Isoterm Langmuir y = 0,2466x + 1,6548 R² = 0,7113 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 -1,000 -0,500 0,000 0,500 1,000 1,500 2,000 Log Qe Log Ce

Isotherm Freundlich

(9)

berguna untuk menentukan nilai maksimum kapasitas adsorben tulang sapi (Kf). Adapun data dari hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.9 nilai mekanisme adsorbsi Langmuir dan Freundlich.

Tabel 4.9 Nilai Mekanisme Adsorpsi Isoterm Langmuir dan Freundlich

(Sumber : Data Primer, 2016)

Dari data diatas menunjukkan kecenderungan mengikuti model adsorpsi isoterm Freundlich dimana nilai R2 tersebut lebih mendekati 1 dibandingkan dengan nilai R2 dari isoterm Langmuir. Model adsorpsi isoterm Freundlich menekankan bahwa kapasitas adsorpsi maksimum terjadi akibat adanya lebih dari satu lapisan permukaan (multilayer) adsorbat di permukaan adsorben dengan asumsi molekul diadsorpsi oleh site (tempat terjadinya reaksi di permukaan adsorben) yang tetap, setiap site dapat memegang lebih dari satu molekul adsorbat, dan adanya perbedaan energi pengikatan pada tiap-tiap site (Masduqi dan Slamet, 2000).

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

Adsorben dari tulang sapi tanpa aktivasi tidak memberikan perbedaan yang cukup signifikan dalam menyerap logam Cu dibandingkan dengan adsorben tulang sapi yang diaktivasi dengan Na2CO3. Uji variasi massa

menunjukan bahwa kemampuan adsorben tulang sapi dalam menyerap logam Cu semakin meningkat dengan bertambahnya massa dikarenakan luas permukaan penyerap pun bertambah. Uji variasi pH menunjukan bahwa pH optimum dalam penelitian ini adalah pH 6. Uji variasi waktu menunjukan bahwa waktu optimum dalam penelitian ini adalah 120 menit. Uji variasi konsentrasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan maksimum penyerapan logam Cu oleh tulang sapi kemudian dimasukkan kedalam pemodelan isoterm. Model isoterm yang digunakan adalah isoterm Freundlich dengan nilai R2 yaitu 0,7113.

2. Saran

Teliti dalam proses berlangsungnya penelitian karena bila ada kesalahan kecilpun akan mempengaruhi hasil dari uji yang dilakukan. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menggunakan aktivasi selain Na2CO3 seperti

NaOH ataupun NaCl untuk mengetahui apakah aktivasi tersebut dapat membuat perbandingan yang cukup signifikan terhadap adsorben tulang sapi tanpa aktivasi. Untuk penelitian selanjutnya bisa menambahkan parameter lainnya seperti suhu. Untuk penelitian selanjutnya uji variasi massa, pH, waktu kontak dan juga konsentrasi dapat dilakukan secara bersamaan untuk mendapatkan hasil yang baik.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, M. 2012. Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Daya Adsorpsi Tulang Sapi Pada Ion Timbal (Pb2+). Jurnal Penelitian. Universitas Negeri Makassar, Makassar

Ayu, L. E. 2013. Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Biosorben MenggunakanAktivasi Asam Tanin (C76H52O46). Skripsi, Teknik Lingkungan, UII.

Atkins, P.W. 1997. Kimia Fisika Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Cooney, D.O. 1998. Adsorption Design For Wastewater Treatment. Lewis Publishers, USA

Febrita, E., Darmadi., Trisnani, T. 2013. Kandungan Logam Berat Tembaga (Cu) Pada Siput Merah (Cerithidea sp) di Perairan Laut Dumai Provinsi Riau.

Haswell, S. J. 1991. Atomic Absorption Spectrometry Theory, Design, and Application. New York: Elsevier Science Publishing Company Inc.

Juliastuti, S. R., Sani, T. F., Pinem, O. R. B. 2013. Pemisahan Logam Berat Cu dan Cd Dari Larutan Logam Sintetis dan Air Limbah Industri Dengan Menggunakan Biomassa Chlorella Vulgaris dan Biomassa Chlorella Vulgaris Yang Terimobilisasi Sebagai Adsorben. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Kubo, M., Kuwayama, N., Hirashima, Y., Takaku, A., Ogawa, T., dan Endo, S. 2003. Hydroxpatite Ceramic As a particular Embolic Material: Report of physical Properties of the Hydroxpatite Particles and the animal Neuroradiol, 24: 1540-1544.

Mohamad, E. 2012. Fitoremediasi Logam Kadmium (Cd) Pada Tanah Dengan Menggunakan Bayam Duri (Amaranthus Spinosus L). Fakultas

(11)

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo.

Palar, H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat.. Jakarta: PT.Rineka Cipta.

Perwitasari, D.C. 2008. Hidrolis Tulang Sapi Menggunakan HCL Untuk Pembuatan Gelatin. Makalah Seminar Nasional Soebardjo Brotohardjono.

Retno, E., Agus, P., Rizki, B., dan Wulandari, N. 2012. Pembuatan Ethanol Fuel Grade dengan Metode Adsorpsi Menggunakan Adsorben Granulate Natural Zeolite dan CaO. Simposium Nasional RAPI XI FT UMS_2K012. Teknik Kimia. Fakultas Teknik. Universitas Sebelah Maret.

Reynolds, T.D., dan Paul A.R.1995. Unit Operations And Processes In Environmental Engineering. PWS Publishing Company:Boston

Rochayatun, E., Edward., Rozak, A. 2003 . Kandungan Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn, Ni, Cr, Mn & Fe Dalam Air Laut Dan Sedimen Di Perairan Kalimantan Timur .

Rochayatun, R., dan Rozak, A. 2007. Pemantauan Kadar Logam Berat Dalam Sedimen Di perairan Teluk Jakarta, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta

Setiadi, S dan Soeprianto, B. 2007. Dampak Industri Terhadap Ekosistem Pantai (Studi Kasus Pencemaran Logam Berat dan Akumulasinya dalam Ekosistem Pantai Teluk Jakarta dan Banten. Laporan Penelitian Perpustakaan UI. Jakarta.

Skoog. D.A., Donald M., West, F., James. H., Stanley. R., Crouch. 2000. Fundamentals of Analytical Chemistry .Hardcover: 992 pages, Publisher: Brooks Cole.

(12)

Slamet, A dan Masduqi, A. 2000. Modul Ajar Satuan Proses. FTSP Teknik Lingkungan ITS, Surabaya.

Soeprijanto, Fabella R dan Aryanto B, 2007, Kinetika Biosorpsi Ion Logam Berat Cu (II) dalam Larutan menggunakan Biomasa Phanerochaete chrysosporium. Jurnal Industri: Jurnal IImiah Sains dan Teknologi,

Sulistia, G.U.N. 1980. Farmakologi dan Terapi, edisi ke-2. Jakarta. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Supriyanto, C., Samin, dan Zainum, K. 2007. Analysis Cemaran Logam Berat Pb, Cu, dan Cd pada Ikan air Tawar dengan Metode Spektrometri Nyala Serapan Atom (SSA). Seminar Nasional III, SDM Teknologi Nuklir 147-151

Yuniarto, A. (1999), Studi Kemampuan Batu Bara Untuk Menurunkan Konsentrasi Surfaktan Dalam Larutan Deterjen Dengan Proses Adsorpsi, Tugas Akhir Teknik Lingkungan:Surabaya

Gambar

Gambar 4.3 Hasil Overlay Perbandingan Gugus Fungsi Adsorbent Alami  dan Teraktivasi Na 2 CO 3
Gambar  4.5    Grafik Variasi  Massa Adsorben Tulang Sapi  (pH larutan 6, waktu  kontak 120 menit, konsentrasi Cu 50 ppm)
Gambar 4.6 Grafik Pengaruh pH Terhadap Proses Adsorpsi ( massa tulang sapi  50 mg, waktu kontak 120 menit, dan konsentrasi Cu 50 ppm)
Gambar 4.7  Grafik Uji Coba Variasi Waktu Adsorpsi Adsorben Tulang sapi  (massa tulang sapi 50 mg, pH larutan 6, dan konsentrasi Cu 50 ppm)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berkaitan dengan hal tersebut, maka penelitian bionomik tentang aktivitas menggigit vektor malaria nyamuk Anopheles di Desa Bangsring Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Inquiry Labs yang bertujuan untuk melatihkan keterampilan proses sains peserta didik

Dari hasil analisis data yang dilakukan oleh peneliti dibuktikan bahwa secara kumulatif tampak bahwa variabel harga saham secara statistik tidak terdapat perbedaan yang

Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan sebuah sistem berbasis web sebagai rekomendasi siswa dalam memilih calon sekolah menengah tingkat atas sesuai dengan

Ini adalah satu paras yang agak rendah dan dengan itu tidak dapat memberi sokongan yang kuat pada model kajian yang menggunakan nilai intrinsik, efikasi kendiri,

Sebuah penelitian ilmu kognitif menunjukkan bahwa gairah yang rendah (negatif) dapat memperlambat kinerja tugas [17] [18] dan suhu warna juga dapat menyebabkan

Seperti penelitian yang dilakukan Trisnaningsih (2007), data primer diperoleh dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah terstruktur dengan tujuan untuk