• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk pelayanan yang menurut Levey dan Loomba (1973) dalam Azwar (1999) adalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk pelayanan yang menurut Levey dan Loomba (1973) dalam Azwar (1999) adalah"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas

Manfaat secara bahasa diartikan sebagai guna; faedah; untung. Pemanfaatan adalah proses; cara; perbuatan memanfaatkan sedangkan pelayanan adalah perihal atau cara melayani (Depdiknas, 2003).

Dari berbagai bentuk pelayanan, pelayanan kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang menurut Levey dan Loomba (1973) dalam Azwar (1999) adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok, maupun masyarakat.

Menurut Brotosaputro (1997) pelayanan kesehatan adalah segala kegiatan yang secara langsung berupaya untuk menghasilkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan atau dituntut oleh masyarakat untuk mengatasi kesehatannya. Sumber lain yang menyatakan bahwa pengertian pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Pelayanan kesehatan juga melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) (Notoatmodjo, 2003).

Tujuan dari pelayanan kesehatan adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan masyarakat secara menyeluruh dalam memelihara kesehatannya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal secara mandiri sehingga pelayanan kesehatan sebaiknya tersedia, dapat dijangkau, dapat diterima oleh semua orang, penyusunan kebijakan kesehatan seharusnya melibatkan penerima pelayanan kesehatan, lingkungan

(2)

pengaruh terhadap kesehatn penduduk, kelompok, keluarga dan individu, pencegahan penyakit sangat di perlukan untuk meningkatkan kesehatan, kesehatan merupakan tanggung jawab individu, klien merupakan anggota tetap team kesehatan (Azwar, 1999).

Beberapa macam pelayanan kesehatan diantaranya adalah 1) Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care) ditujukan untuk pelayanan kesehatan masyarakat untuk yang sakit ringan atau meningkatkan kesehatan/promosi kesehatan bentuk pelayanan antara lain: Puskesmas, Pusling, Pustu, bakesmas, 2) pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health care) adalah pelayanan kesehatan masyarakat yang memerlukan rawat inap dan memerlukan tersedianya tenaga dokter baik dokter umum maupun dokter spesialis, 3) pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health care) pelayanan kesehatan masyarakat kelompok yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder dan membutuhkan tenaga superspesialis (Azwar, 1999).

Pelayanan Puskesmas merupakan salah satu jenis pelayanan tingkat pertama

(Primary health care) yaitu pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk yang sakit

ringan atau meningkatkan kesehatan/promosi kesehatan, sehingga pemanfaatan Puskesmas dapat diartikan sebagai perilaku, proses, cara atau perbuatan dalam memanfaatkan pelayanan puskesmas oleh masyarakat.

B. Faktor - faktor yang berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas Dalam pemanfaatan pelayanan Puskesmas terdapat beberapa teori yang mengungkap faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan Puskesmas erat kaitannya dengan faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang atau masyarakat. Pendekatan teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori Andersen R (1968) dan teori Lawrence L. Green (1980).

(3)

Menurut Andersen R (1968) perilaku orang sakit berobat ke pelayanan kesehatan secara bersama dipengaruhi oleh faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor kebutuhan (need factors).

Menurut teori perilaku Lawrence L. Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) perilaku dipengaruhi oleh faktor predisposisi (Predisposing factors), faktor pendukung

(Enabling factors), faktor pendorong (Reinforcing factors).

1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai nilai. Faktor Predisposisi juga berkaitan erat dengan karakteristik individu mencakup umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan. a. Umur

Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Semisal, umur manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung.

Jenis Perhitungan usia terbagi dalam tiga kategori: 1) usia kronologis, 2) usia mental, 3) usia biologis.

Usia kronologis adalah perhitungan usia yang dimulai dari saat kelahiran seseorang sampai dengan waktu penghitungan usia.

Usia mental adalah perhitungan usia yang didapatkan dari taraf kemampuan mental seseorang. Misalkan seorang anak secara kronologis berusia empat tahun akan tetapi masih merangkak dan belum dapat berbicara dengan kalimat lengkap dan menunjukkan kemampuan yang setara dengan anak berusia satu tahun, maka dinyatakan bahwa usia mental anak tersebut adalah satu tahun.

(4)

Usia biologis adalah perhitungan usia berdasarkan kematangan biologis yang dimiliki oleh seseorang.

b. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata). Tingkat pengetahuan didalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan (Notoatmodjo, 2003).

1) Tahu

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali

(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. 2) Memahami

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat mengiterpretasikan materi secara benar.

3) Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disim dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya.

(5)

4) Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6) Evaluasi

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian suatu materi atan objek sesuai kriteria-kriteria yang ada.

c. Status Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau berubah kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat (Muklas, 2000)

Pendidikan saat ini merupakan kebutuhan primer setiap manusia. Karenanya, pendidikan tidak boleh dianggap sepele karena pendidikan akan meningkatkan harkat dan martabat manusia itu sendiri.

Pendidikan dalam kehidupan manusia merupakan sebuah proses yang harus dilakukan sepanjang hayat. Pada saat ini pendidikan bukan hanya merupakan suatu proses pembelajaran dalam masyarakat, tetapi sudah berkembang menjadi pusat atau narasumber dari segala pengetahuan. Pendidikan

(6)

mempunyai fungsi utama yang selalu ada dalam perkembangan sejarah manusia yaitu untuk meningkatkan taraf pengetahuan manusia. Pendidikan merupakan sarana sosialisasi nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat setempat juga sebagai media untuk mentransmisikan nilai-nilai baru maupun mempertahankan nilai-nilai lama (Anwarudin, 2008).

Sukmadinata (2003) menyatakan pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal - hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk siap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangannya sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

Menurut Heru (2005) makin tinggi pendidikan makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Saimi dan Kusnanto (2006) menyebutkan 70% ibu yang memanfaatkan persalinan gratis adalah berpendidikan tamat pendidikan formal dari tingkat sekolah dasar sampai Sarjana. Sejalan dengan penelitiannya Nurcahyani (2000) bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor pendidikan dengan pemanfaatan pelayanan pengobatan.

2. Faktor Pemungkin/Pendukung (Enabling factors)

Andersen R (1968) mengartikan Enabling factors sebagai faktor pemungkin yaitu faktor yang memungkinkan orang sakit memanfaatkan pelayanan kesehatan.

(7)

Faktor-faktor ini mencakup status ekonomi keluarga, akses terhadap sarana pelayanan kesehatan yang ada dan penaggung biaya berobat.

Lawrence L Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) mengartikan Enabling

factors sebagai faktor pendukung. Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan

prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat seperti: rumah sakit, puskesmas, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta, ketercapaian pelayanan kesehatan baik dari segi jarak maupun segi biaya dan social, adanya peraturan-peraturan dan komitmen masyarakat dalam menunjang perilaku tertentu.

Adapun uraian dari beberapa faktor diatas adalah sebagai berikut: a. Sosial Ekonomi

Dalam lingkungan masyarakat kita melihat bahwa ada pembeda-bedaan yang berlaku dan diterima secara luas oleh masyarakat. Di sekitar kita ada orang yang menempati jabatan tinggi seperti gubernur dan wali kota dan jabatan rendah seperti camat dan lurah. Di sekolah ada kepala sekolah dan ada staf sekolah. Di RT atau RW kita ada orang kaya, orang biasa saja dan ada orang miskin.

Perbedaan itu tidak hanya muncul dari sisi jabatan tanggung jawab sosial saja, namun juga terjadi akibat perbedaan ciri fisik, keyakinan dan lain-lain. Perbedaan ras, suku, agama, pendidikan, jenis kelamin, dan lain sebagainya juga membedakan manusia yang satu dengan yang lain (Winarno, 2009).

Hasil analisis statistik Cahyanto (2004) menyebutkan sebanyak 184 responden (87,6%) menunjukkan kecenderungan minat untuk tetap memanfaatkan pelayanan rawat jalan Puskesmas setelah kenaikan tarif. Dari data sekunder terlihat bahwa pengaruh kenaikan tarif terhadap koefisien elastisitas harga dari pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat jalan bersifat inelastis (Eh<1), sehingga

(8)

kenaikan tarif tersebut tidak berpengaruh pada tingkat pemanfaatan pelayanan poliklinik rawat jalan. Hasil analisis regresi dan korelasi menunjukkan bahwa keikutsertaan dalam asuransi kesehatan, kemauan membayar dan kemampuan membayar mempunyai pengaruh dan hubungan yang bermakna (p<0,05) terhadap pemanfaatan pelayanan poliklinik rawat jalan Puskesmas setelah kenaikan tarif. b. Jarak dan waktu tempuh

Menurut Anderson dan Mc.Farlen dalam Susanti (2009) jarak merupakan penghalang yang meningkatkan kecenderungan penundaan upaya seseorang atau masyarakat dalam mencari pelayanan kesehatan. Masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan (dalam hal ini Puskesmas) untuk keluarganya, jika jarak tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari pusat pelayanan kesehatan. Kendala jarak dapat diatasi jika akses menuju puskesmas ini dipermudah dengan jalan meningkatkan sarana dan prasarana transportasi yang ada.

Menurut Setyowati, Lubis dan Agustina (2003) dalam Syafriadi Kusnanto dan Lazuardi (2008) faktor keterpencilan, sulit, dan mahalnya transportasi merupakan hambatan untuk menjangkau Puskesmas sehingga kunjungan masyarakat yang bertempat tinggal lebih dekat dari puskesmas lebih banyak jika dibanding dengan masyarakat yang jaraknya jauh. Begitupun menurut Mills dan Gillson (1990) dalam Kusnanto dan Saimi (2006) sulitnya pelayanan kesehatan dicapai secara fisik banyak menuntut pengorbanan sehingga akan menurunkan permintaan.

Penelitian Nurcahyani (2000) menyebutkan ada hubungan yang signifikan antara jarak, biaya dengan pemanfaatan pelayanan pengobatan di Puskesmas, tetapi berbeda dengan penelitian Ngadillah, Kusnanto dan Kristiani (2009) dalam

(9)

penelitiannya menyebutkan tidak ada hubumgan signifikan (p>0,05) antara jarak dengan pemanfaatan Pustu.

Hasil penelitian dari Purbaya, Amirudin dan Wahihudin (2009) menunjukkan bahwa hampir seluruh responden menjawab terjangkau dalam menempuh perjalanan ke sarana pelayanan kesehatan terdekat yaitu sebanyak 206 orang (98,6%), sedangkan yang tidak terjangkau yaitu sebanyak 3 orang (1,4%). Berdasarkan ketersediaan angkutan umum ke sarana pelayanan kesehatan, sebagian besar responden dapat menggunakan angkutan umum ke sarana pelayanan kesehatan terdekat yaitu sebanyak 168 orang(80,4%), sedangkan yang tidak tersedia angkutan umum di sekitar tempat mereka tinggal yaitu sebanyak 41 orang (19,6%). Hal ini disebabkan karena semakin banyaknya kendaraan yang masuk ke daerah pedesaan terpencil, terutama kendaraan roda dua yang kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai ojek.

Berdasarkan analisis data Susenas diketahui bahwa sebagian besar masyarakat yang memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan di Kalimantan adalah masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar puskesmas. Sedangkan yang bertempat tinggal jauh dari sarana pelayanan kesehatan masih memerlukan pelayanan yang khusus misalnya melalui kunjungan lapangan atau puskesmas keliling, apalagi mengingat kondisi geografis Kalimantan sangat berbeda dengan daerah Jawa Bali (Susanto dan Hasanbasri, 2004).

3. Faktor Penguat/Pendorong (Reinforcing factors)

Faktor penguat/pendorong adalah faktor yang memperkuat untuk terjadinya perilaku tertentu. Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan

(10)

Sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek. Menurut Azwar (2004) sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang atau tidak senang, menurut dan melaksanakan atau menjauhi/menghindari sesuatu, sedangkan perilaku merupakan bentuk tindakan nyata seseorang sebagai akibat dari adanya aksi respon dan reaksi.

Sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata namun juga ditentukan faktor eksternal lainnya.

Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa sikap adalah kecenderungan, pandangan, pendapat atau pendirian seseorang untuk menilai suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan penilaiannya dengan menyadari perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek

Perilaku yang nampak terhadap suatu obyek tertentu setidaknya bisa diramalkan melalui sikap yang diungkapkan oleh seseorang. Dalam arti bahwa sikap seseorang bisa menentukan tindakan dan perilakunya. Sikap terkadang bisa diungkapkan secara terbuka melalui berbagai wacana atau percakapan, namun seringkali sikap ditunjukkan secara tidak langsung. Sikap bisa muncul sebelum perilaku tetapi bisa juga merupakan akibat dari perilaku sebelumnya.

4. Faktor Kebutuhan (Need factors)

Faktor kebutuhan adalah kondisi individu yang mencakup keluhan sakit. Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakanpelayanan

(11)

kesehatan bila factor predisposisi dan pendukungnya ada. Komponen kebutuhan dibagi menjadi 2 yaitu percepted (persepsi seseorang terhadap kesehatannnya) dan

evaluated (gejala dan diagnosis penyakit). Hasil analisis statistik Tri Astuti (2004)

menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor kebutuhan dengan pemanfaatan pelayanan skrining IMS.

C. Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) adalah suatu kesatuan organisasi fungsionil yang langsung memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam bentuk usaha-usaha kesehatan pokok (Entjang, 2000)

Puskesmas adalah satu kesatuan organisasi fungsionil yang langsung memberikan pelayanan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam suatu wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha kesehatan pokok (Azwar, 1999)

Menurut Brotosaputro (1997) Puskesmas adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok , Sedangkan pengertian puskesmas menurut Depkes RI (2004b) Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan di suatu wilayah kerja.

Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Ditinjau dari sistem kesehatan nasional maka sebagai pelayanan kesehatan ditingkat pertama, Puskesmas mempunyai upaya kesehatan wajib yaitu upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus

(12)

diselenggarakan oleh setiap Puskesmas wilayah indonesia. Upaya kesehatan wajib atau

basic six puskesmas tersebut adalah: 1) upaya promosi kesehatan, 2) upaya kesehatan

Lingkungan, 3) upaya keehatan Ibu dan anak serta keluarga bereencana 4) upaya perbaikan gizi masyarakat, 5) Upaya pencegahan dan pemberantasan Penyakit menular, 6) Upaya pengobatan (Depkes, 2004b).

Salah satu kewenangan wajib yang harus dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan minimal bidang kesehatan adalah penyelenggaraan kesehatan dasar. Jenis pelayanan dalam penyelenggaraan kesehatan dasar adalah: 1) pelayanan kesehatan ibu dan bayi, 2) pelayanan kesehatan anak pra sekolah, 3) pelayanan keluarga berencana, 4) pelayanan Imunisasi, 5) pelayanan pengobatan/perawatan, 6) Pelayanan Kesehatan Jiwa (Dinkes Jateng, 2005).

Beberapa fungsi Puskesmas adalah; 1) sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya, 2) membina peran serta masyarakat diwilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat, 3) memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat wilayah kerjanya (Depkes, 2004b).

Fungsi Puskesmas dilaksanakan dengan cara: 1) merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka menolong dirinya sendiri, 2) memberikan petunjuka kepada masyarakat tentang menggali dan menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisieni, 3) memberi bantuan yang bersifat bimbingan teknis dan rujukan medis maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan harapan bantuan tersebut menimbulkan ketergantungan, 4) memberi pelayanan langsung kepada masyarakat, 5) bekerja sama dengan lintas sektor yang bersangkutan dan lintas program Puskesmas.

(13)

Pembentukan Puskesmas termasuk dalam Program Kesehatan Nasional, dengan maksud memberikan pelayanan kesehatan yang setinggi tingginya (Entjang, 2000).

Puskesmas adalah penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan untuk tingkat pertama (Depkes RI, 2004b). Jika ditinjau dari pelayanan kesehatan (health care

system) yang berlaku di Indonesia, maka puskesmas adalah tulang punggung, bahwa

sistem pelayanan kesehatan di Indonesia dilaksanakan melalui kerjasama timbal balik antara masyarakat dengan puskesmas beserta rujukannya (Haswinda , 2009)

Menurut Depkes RI (2004b) keberadaan Puskesmas mempunyai misi antara lain adalah menggerakkan pembangunan kecamatan yang berwawasan kesehatan, mendorong agar kemandirian masyarakat dan keluarga untuk hidup sehat, memelihara dan meningkatkan pelayanan yang bermutu, memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.

(14)

D. Kerangka Teori

Gambar 2.1. Kerangka teori faktor-faktor pemanfaatan pelayanan Puskesmas adaptasi dari teori perilaku Andersen R (1968) dan Lawrence L.Green (1980) (Andersen, 1968.,

Notoatmodjo, 2003 ) Predisposing factors (faktor

predisposisi): Pengetahuan Sikap Kepercayaan Keyakinan Nilai-nilai Umur Jenis kelamin Pendidikan Pekerjaan Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas Enabling factors (faktor

pemungkin/pendukung):

Status ekonomi keluarga

Ketercapaian pelayanan

meliputi: Akses (jarak, waktu tempuh dan biaya).

Ketersediaan sarana dan

prasarana atau fasilitas kesehatan bagi

masyarakat

Peraturan-peraturan dan

komitmen masyarakat

Reinforcing factors (faktor penguat):

Sikap dan prilaku tokoh

masyarakat dan tokoh agama

Perilaku petugas

kesehatan

Need factors (faktor Kebutuhan): Kebutuhan yang dirasakan individu terhadap pelayanan kesehatan

(15)

E. Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka konsep faktor-faktor pemanfaatan pelayanan Puskesmas

F. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara faktor umur dengan pemanfaatan pelayanan Puskesmas II Tambak Banyumas

2. Ada hubungan antara faktor status pendidikan dengan pemanfaatan pelayanan Puskesmas II Tambak Banyumas

3. Ada hubungan antara faktor ekonomi dengan pemanfaatan pelayanan Puskesmas II Tambak Banyumas

4. Ada hubungan antara faktor pengetahuan dengan pemanfaatan pelayanan Puskesmas II Tambak Banyumas Variabel Independent  Faktor umur  Faktor status pendidikan  Faktor sosial ekonomi  Faktor pengetahuan  Faktor jarak tempuh  Faktor waktu tempuh  Faktor prilaku petugas kesehatan  Faktor kebutuhan Variabel Dependent Pemanfaatan pelayanan Puskesmas

(16)

5. Ada hubungan antara faktor jarak tempuh dengan pemanfaatan pelayanan Puskesmas II Tambak Banyumas

6. Ada hubungan antara faktor waktu tempuh dengan pemanfaatan pelayanan Puskesmas II Tambak Banyumas

7. Ada hubungan antara faktor perilaku petugas kesehatan dengan pemanfaatan pelayanan Puskesmas II Tambak Banyumas

8. Ada hubungan antara faktor kebutuhan kesehatan dengan pemanfaatan pelayanan Puskesmas II Tambak Banyumas

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka teori faktor-faktor pemanfaatan pelayanan Puskesmas adaptasi dari  teori perilaku Andersen R (1968) dan Lawrence L.Green (1980) (Andersen, 1968.,
Gambar 2.2. Kerangka konsep faktor-faktor pemanfaatan pelayanan Puskesmas

Referensi

Dokumen terkait

Puskesmas merupakan organisasi fungsional penyelenggara upaya kesehatan bersifat menyeluruh, terpadu, merata dapat diterima dan terjangkau masyarakat dengan peran

Puskesmas merupakan kesatuan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat dengan

Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah tertentu, yang sudah disepakati dan digerakkan oleh masyarakat dimana

Pengertian Puskesmas menurut Azrul Azwar (1988 : 61) adalah unit pelaksanaan fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan masyarakat,

Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih

Puskesmas adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh,terpadu,merata, diterima dan terjangkau oleh masyarakat,dengan peran

Pusat Kesehatan Masyarakat adalah satu kesatuan organisasi fungsionil yang langsung memberikan pelayanan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam suatu wilayah kerja tertentu

Pos Pelayanan Terpadu atau yang sering disebut Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat yang dilakukan oleh