• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Dinamika Oseanografi Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Pelagis PPN Kejawanan dari Data Satelit Oseanografi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Dinamika Oseanografi Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Pelagis PPN Kejawanan dari Data Satelit Oseanografi"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Dinamika Oseanografi Terhadap Hasil

Tangkapan Ikan Pelagis PPN Kejawanan dari

Data Satelit Oseanografi

E. Susilo, F. Islamy, A.J. Saputra, J.J. Hidayat, A.R. Zaky dan K.I. Suniada

Balai Penelitian dan Observasi Laut Jl. Baru Perancak, Negara, Jembrana, Bali, 82251

e-mail: ekosusilo@live.com Abstract - The abudance and distribution of pelagic fish be affected

by the oceanographic dynamics. Natuna Sea, Java Sea and the surrounding significantly influence by the water mass coming from the South China Sea, are known have high primary productivity. The aim of this study is to investigate the oceanography characteristics of the Java Sea waters and its impact on pelagic fish catches landed in National Fishing Port Kejawanan. Fihseries data was obtained from National Fishing Port Kejawanan which contains information such us fishing areas, fishing frequency, and pelagic fish catches during 2013. Monthly and seansonaly composite satellite AQUA MODIS data such us sea surface temperature (SST) and concentration of chlorophyll-a (Chl-a) was used to know the impact oceanography condition and fishes landed. The highest pelagic fishing occurred in November amounted to 543 205 kg. The major fish catches consist of tembang, lemuru, dan layang. Satellite data showed the highest fishing occurs around waters with SST range between 25,74 to 35,00 °C with an average value 31,37oC and Chl-a between 0,23 to 0,58 mg/m3 with a average of 0,46 mg / m3. Fishing areas and migratory patterns of fish catches in 2013 along with changes in oceanographic conditions also follow the pattern of the monsoon.

Keywords: pelagis fish, PPN Kejawanan, MODIS

Abstrak - Sebaran kelimpahan dan distribusi ikan pelagis tak terlepas dari perubahan dan dinamika oseanografi. Perairan Laut Natuna, Laut Jawa dan sekitarnya mendapatkan pengaruh yang signifikan dari massa air dari Laut Cina Selatan yang dikenal mempunyai tingkat produktivitas primer yang tinggi. Penelitian ini bertujuan mengetahui karakteristik oseanografi perairan kaitanya dengan hasil tangkapan ikan pelagis di Wilayah Pengelolaan Perikanan Nasional Republik Indonesia (WPP-NRI) 712. Data penangkapan ikan di peroleh dari Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Kejawanan yang berisi informasi area penangkapan, frekuensi, dan jumlah tangkapan ikan pelagis tahun 2013. Analisis kondisi oseanografi pada lokasi penangkapan menggunakan data bulanan dan musiman satelit AQUA/TERRA MODIS yang meliputi data suhu permukaan laut (SPL) dan konsentrasi klorofil–a. Penangkapan ikan pelagis tertinggi terjadi pada bulan Juni sebesar 543.205 kg. Komposisi hasil tangkapan terbesar terdiri dari ikan tembang, tenggiri dan alu-alu. Hasil pemantauan data satelit menunjukkan penangkapan ikan tertinggi terjadi pada kisaran SPL antara 25,74 – 35,00 oC dengan nilai rata-rata sebesar 31,37oC dan

I. PENDAHULUAN

Sebaran kelimpahan dan distribusi ikan pelagis tak terlepas dari perubahan dan dinamika oseanografi perairan. Secara geografis kondisi perairan Laut Jawa diatur oleh iklim muson dan mendapatkan pengaruh yang signifikan dari massa air dari Laut Cina Selatan yang dikenal mempunyai suhu dingin dan salinitas rendah [1]. Kombinasi antara musim dan ENSO turut berperan dalam migrasi ikan yang ada di perairan [1]. Laut Jawa juga dikenal sebagai salah satu daerah penangkapan (fishing ground) perikanan pelagis di Indonesia yang mendukung produksi kelautan dan perikanan nasional. Penelitian ini bertujuan mengetahui karakteristik oseanografi perairan Laut Jawa dan pengaruhnya terhadap hasil tangkapan ikan pelagis yang di daratkan di PPN Kejawanan. Nelayan di PPN Kejawanan sebagian besar melakukan aktivitas penangkapan ikan di perairan Laut Jawa.

Dinamika oseanografi berperan dalam mengatur tingkah perilaku ikan. Beberapa parameter kondisi lingkungan laut tersebut antara lain suhu air laut, arus laut, salinitas, dan ketersediaan makanan. Suhu merupakan parameter oseanografi yang berpengaruh sangat dominan terhadap kehidupan ikan. Setiap jenis ikan mempunyai suhu optimum untuk kehidupannya [2]. Pengetahuan mengenai suhu optimum dari suatu spesies ikan dapat dijadikan dasar dalam menduga keberadaan ikan. Pada kondisi suhu yang cocok ikan cenderung memiliki selera makan yang lebih baik. Gerombolan ikan biasanya dijumpai pada daerah pertemuan antara dua massa air yang memiliki perbedaan suhu (front suhu). Front suhu dicirikan pertemuan massa air dingin dengan masa air sekelilingnya yang memiliki perbedaan suhu 1-20C [3]. Selain suhu, pergerakan migrasi ikan secara alamiah mengikuti pola pergerakan arus sebagai alat orientasi ikan [4]. Arus laut dapat berupa arus pasang surut maupun pergerakan massa air secara global. Gerombolan ikan ikan biasanya dijumpai pada daerah pertemuan antara dua arus (front arus). Sedangkan salinitas berpengaruh terhadap berlangsungnya proses biologis yang secara langsung mempengaruhi laju pertumbuhan, jumlah makanan yang

(2)

dalam rantai makanan di laut. Kelimpahan dan keberadaannya bergantung pada jumlah biomassa pada tingkat trofik yang lebih rendah yaitu fitoplankton dan zooplankton. Kelimpahan fitoplankton dalam perairan dapat direpresentasikan dengan konsentrasi klorofil-a, yang merupakan salah satu pigmen yang paling dominan terdapat pada fitoplankton dan berperan dalam proses fotosintesis [5]. Fitoplankton menghasilkan zat asam yang berguna bagi ikan dan berperan sebagai produsen primer dalam rantai makanan di perairan [6]. Laut Jawa di kenal sebagai salah satu ekosstem ikan pelagis kecil. Komoditas tangkapan utama berupa ikan layang, selar, kembung dan tembang [7] yang termasuk ikan pemakan plankton (plankton feeder) dalam rantai [8].

Teknologi inderaja telah banyak digunakan untuk aplikasi bidang kelautan dan perikanan. Pemanfaatan teknologi ini sangat luas yang mencakup pengamatan faktor-faktor oseanografi perairan berupa parameter fisika (suhu permukaan, angin, tinggi muka laut, gelombang, dan salinitas permukaan) maupun kualitas air (konsentrasi klorofil-a permukaan). Berbagai data dalam skala global maupun regional tersedia untuk keperluan monitoring dinamika laut. Salah satu satelit penginderaan jauh yang dapat mengukur suhu permukaan laut dan kandungan klorofil-a yaitu satelit Aqua-MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer).

II. METODE PENELITIAN

2.1. Data Tangakapan Ikan

Data Tangkapan ikan berupa data respon balik hasil tangkapan ikan harian di diperoleh dari PPN Kejawanan selama tahun

2013. Data penangkapan ikan meliputi informasi lokasi penangkapan, jumlah hasil tangkapan ikan, dan jenis ikan yang tertangkap. Jumlah hasil tangkapan harian djumlahkan menjadi hasil tangkapan bulanan dengan resolusi spasial 1ox1o. Selanjutnya data penangkapan dan data satelit osenografi dilakukan overlay untuk mengetahui kondisi perairan pada saat penangkapan ikan.

2.2. Data Satelit Oseanografi

Data satelit oseanografi menggambarkan kondisi lingkungan perairan dan saat terjadinya kegiatan penangkapan ikan. Parameter yang diamati berupa suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil-a baik dalam skala bulanan maupun musiman level 3 resolusi spasial 4 km yang direkam oleh sensor Moderate Resolution Imaging Spectoradiometer (MODIS) pada satelit Aqua (http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/). Pengolahan data menggunakan software ArcGIS 9.3. untuk mencari nilai kisaran SPL antara 20-30oC dan nilai konsentrasi klorofil-a 0,1 – 2 mg/m3. Data komposite bulanan dan musim digunakan untuk mengetahui dinamika oseanografi lokasi penelitian akibat pengaruh musim dan iklim regional dan kondisi perairan di lokasi penangkapan ikan. Perubahan kondisi oseanografi direpresentasikan oleh nilai rata-rata suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil-a pada area 4S-5,5S dan 107E-114E (Gambar 1). Nilai anomali suhu permukaan laut/NINO 3.4 diperoleh melalui

http://www.cpc.ncep.noaa.gov/data/indices/sstoi.indices.

(3)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Dinamika Oseanografi di Laut Jawa

Laut Jawa termasuk dalam perairan dangkal dengan rata-rata kedalaman mencapai 40m dan termasuk perairan yang homogen. Kondisi oseanografi permukaan laut dapat memberikan gambaran secara menyeluruh perihal karakteristik massa dan dinamika oseanografi perairan. Secara umum dinamika oseanografi perairan Laut Jawa mendapatkan pengaruh yang kuat dari monsoon seperti halnya perairan Indonesia lainnya. Pola pergerakan angin selama periode musim menyebabkan pergerakan massa air sesuai dengan arah pergerakan angin. Selama musim barat (northwest monsoon) yang berlangsung selama Desember – Februari angin bertiup dari barat menuju timur. Berdasarkan data komposit musiman tahun 2003-2013 terekam massa air dengan suhu dingin di perairan Selat Karimata yang berkisar antara 29,12 – 30,55oC. Suhu dingin ini mencirikan pergerakan massa air Laut Cina Selatan yang bergerak memasuki Selat Karimata menuju Laut Flores melalui Laut Jawa. [9] menyebutkan selama periode musim barat suhu permukaan laut di Laut Jawa paling rendah di antara peraian lainnnya di Indonesia. Sebaliknya selam musim timur (southest monsoon) yang berlangsung selama Juni – Agustus angin berhembus dari timur ke arah barat. Selat Karimata cenderung lebih hangat dibandingkan musim barat, hal ini akibat pengaruh massa air yang berasal dari Laut Flores yang bergerak ke Laut Cina Selatan yang memiliki karakteristik suhu yang dingin [10]. Suhu permukaan laut pada musim ini terekam dingin di seluruh perairan Laut Jawa yang kisaran 28,01 – 29,17 oC. Nilai suhu permukaan laut di Laut Jawa bagian Selatan lebih panas dibandingkan dengan suhu

sebelah Utara Kalimantan. Sedangkan pengaruh masa air Laut Flores menyebabkan nilai suhu permukaan laut di tengah Laut Jawa terekam paling rendah. Nilai rata-rata suhu permukaan laut pada masing-masing musim barat, peralihan 1, timur dan peralihan 2 secara berurutan sebagai berikut 29,73 oC, 30,15

oC, 28,44 oC dan 29,30 oC.

Konsentrasi klorofil-a pada sepanjang pesisir perairan Laut Jawa terekam tinggi sepanjang tahun hingga mencapai di atas 2 mg/m3. Tingginya nilai konsentrasi klorofil-a disebabkan oleh banyaknya muara sungai besar di sepanjang pesisir. Laut Jawa memiliki massa air dengan salinitas rendah yang diakibatkan oleh adanya run-off dari sungai-sungai besar di Pulau Sumatra, Pulau Kalimantan, dan Pulau Jawa [10]. Namun pengukuran konsentrasi klorofil-a menggunakan data satelit diperlukan kehati-hatian dalam menerjemahkan nilai tersebut. Pada daerah pesisir dimana terdapat muara sungai besar dimungkinkan partikel yang terekam oleh sensor MODIS tidak hanya fitoplankton tetapi partikel yang terbawa oleh aliran air ke wilayah muara sungai seperti (Hendiarti, 2004). Pada musim barat konsentrasi klorofil-a terekam tinggi di sepanjang pesisir Kalimantan Selatan yang juga merupakan muara Sungai Barito. Pada periode ini sebagian wilayah Indonesia mengalami puncak musim penghujan yang menyebabkan masukkan nutrien dari wilayah daratan bersamaan dengan aliran air ke muara sungai semakin tinggi. Variabilitas konsentrasi klorofil-a antar musim terlihat pada bagian tengah Laut Jawa. Nilai rata-rata konsentrsi klorofil-a pada masing-masing musim barat, peralihan 1, timur dan peralihan 2 secara berurutan sebagai berikut 0,44 mg/m3, 0,39 mg/m3, 0,43 mg/m3 dan 0,32 mg/m3.

Gambar 2. Komposite musiman suhu permukaan laut (oC) dan konsentrasi klorofil-a (mg/m3) dari Moderate Resolution Imaging Spectoradiometer – Aqua

(4)

Gambar 3. Time series bulanan data suhu permukaan laut (deg-C), konsentrasi klorofil-a (mg/m3) dan anomali suhu permukaan laut/NINO 3.4 (deg-C) tahun

2003 – 2013

Gambar 4. Time series bulanan data suhu permukaan laut (deg-C), konsentrasi klorofil-a (mg/m3) dan hasil tangkapan ikan (ribu ton) tahun 2013

Selain pengaruh musim perairan Laut Jawa mendapatkan pengaruh dari Samudera Pasifik melalui aliran massa air Laut Cina Selatan. Pada musim barat massa air ini menjadi perantara masuknya massa air dari Samudera Pasifik ke perairan Laut Jawa yang selanjutnya masuk ke perairan Laut Flores dan Laut Banda. Pada musim barat arus permukaan bergerak ke arah timur dengan kecepatan 25 - 38 cm/detik, sebaliknya pada musim timur arah arus sepenuhnya berbalik arah menuju ke barat dengan kecepatan 12 - 25 cm/detik [10]. Pergerakan massa air ini mencapai nilai tertinggi pada periode

El Niño [11]. Pada periode El-Nino suhu permukaan laut rata-rata di Laut Jawa cenderung lebih dingin dibandingkan periode normal (Gambar 3). Kombinasi antara musim dan ENSO turut berperan dalam migrasi ikan yang ada di periran [12].

3.2. Karakreistik Daerah Penangkapan Ikan

Berdasarkan analisis data penangkapan ikan menunjukkan adanya pergeseran daerah penangkapan ikan nelayan PPN Kejawanan yang Laut Jawa sepanjang tahun. Namun secara umum ada 3 lokasi utama yaitu di sekitar Selat Karimata, bagian tengah Laut Jawa dan pesisir utara Jawa. Pada musim timur kegiatan penangkapan banyak dilakukan di sekitar Selat Karimata, sedangkan musim barat daerah penangkapan ikan bergeser ke bagian tengah Laut Jawa dan pesisir utara Jawa. Pergeseran ini berkaitan dengan pola migrasi ikan pelagis di perairan Laut Jawa. [7] pada musim barat ikan yang berada di sekitar karimata dan pesisir utara Jawa bergerak menuju ke bagian tengah Laut Jawa. Selama periode ini nelayan umumnya menangkap di perairan sekitar Selat Makasar bagian selatan (Selayar, Genting, Lari-Larian dan Kota Baru). Sebaliknya pada musim timur ikan berpindah menuju ke arah sebaliknya. Sedangkan di bagian timur Laut Jawa terjadi hal yang sama, yaitu pergerakan ikan dari Laut Jawa menuju Laut Flores pada musim barat dan arah sebaliknya pada musim timur. Pada saat musim paceklik (Maret-Mei) nelayan umumnya menangkap ikan di perairan Natuna.

Hasil tangkapan ikan bulanan turut berfluktuasi seiring dengan perubahan musim. Komposisi hasil tangkapan utama yang didaratkan di PPN Kejawanan di dominasi oleh ikan pelagis kecil. Komposisi hasil tangkapan terbesar terdiri dari ikan tembang, lemuru, dan layang. Sedangkan hasil tangkapan sampingan meliputi ikan tenggiri, alu-alu, tongkol dan beberapa jenis ikan demersal. Musim panen ikan terjadi pada musim peralihan timur menuju ke barat dengan nilai produksi mencapai nilai tertinggi 543.205 kg pada bulan Nopember dan rata-rata bulanan sebesar 417.478 kg. Sedangkan pada musim barat hingga peralihan menuju timur nilai produksi mencapai nilai tertinggi sebesar 388,035 kg pada bulan Desember dan rata-rata bulanan sebesar 291.256 kg (Gambar 4).

(5)

Gambar 5. Time series bulanan konsentrasi klorofil-a (mg/m3) pada daerah peangkapan ikan tahun 2013.

(6)

Berdasarkan analisis data satelit bulanan pada daerah penangkapan ikan nelayan PPN Kejawanan menunjukkan adanya variasi konsentrasi klorofil-a tahun 2013. Peningkatan konsentrasi klorofil-a terjadi sejak awal musim peralihan hingga akhir musim timur pada kisaran 0,47 – 0,74 mg/m3 dan rata-rata bulanan sebesar 0,66 mg/m3. Kesuburan yang tinggi terlihat pada daerah pesisir selatan Kalimantan akibat tingginya masukkan partikel terlarut di sekitar pesisir khususnya di musim barat. Penangkapan ikan tertinggi terjadi pada kisaran konsentrasi klorofil-a antara 0,23 – 0,58 mg/m3 dengan nilai rata-rata sebesar 0,46 mg/m3 (Gambar 5). Sedangkan suhu permukaan laut berkisar 25,74 – 35,00oC dengan nilai rata-rata sebesar 31,37oC(Gambar 6). Pada bulan januari mulai terjadi peningkatan SPL hingga puncak pada bulan mei dengan kisaran rata - rata suhu puncak mencapai 31,73 oC. Pada kurun waktu yang sama klorofil-a diawal bulan maret terjadi peningkatan dengan rata-rata nilai 0,73 mg/m3 dan ditinjau dari hasil tangkapan dengan jumlah 143.162 kg merupakan jumlah terendah ditahun 2013. Kemudian klorofil-a kembklorofil-ali turun hinggklorofil-a bulklorofil-an juni dengklorofil-an kisklorofil-arklorofil-an 0,18 – 0,75 mg/m3 dengan nilai rata – rata 0,46 mg/m3 disertai meningkatnya jumlah tangkapan hingga mencapai total 493.981 kg. Pada musim timur, nilai rata-rata SPL kembali turun diikuti dengan pola klorofil yang meningkat dan pada bulan nopember terjadi peningkatan jumlah tangkapan hingga menjadi nilai jumlah tangkapan tertinggi pada tahun 2013 dengan jumlah 543.205 kg dengan nilai SPL rata-rata 30,3oC dan berkisar 25,74 – 35,00oC serta klorofil-a nilai rata-rata mencapai 0,46 mg/m3.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Dinamika oseangrafi perairan laut Jawa dipengaruhi oleh sistem monsoon yang menyebabkan pergerakan massa dari Laut Cina Selatan dan Laut Flores. Proses ini mempengaruhi tingkat kesuburan perairan, pergeseran daerah penangkapan ikan nelayan dan hasil tangkapan ikan di PPN Kejawanan. Pada musim timur kegiatan penangkapan banyak dilakukan di sekitar Selat Karimata, sedangkan musim barat daerah penangkapan ikan bergeser ke bagian tengah Laut Jawa dan pesisir utara Jawa. Komposisi utama hasil tangkapan terdiri dari ikan tembang, tenggiri dan alu-alu dengan hasil tangkapan ikan pelagis tertinggi terjadi pada bulan Nopember sebesar 543.205 kg. Hasil pemantauan data satelit menunjukkan penangkapan ikan tertinggi terjadi pada kisaran suhu permukaan laut antara 25,74 – 35,00oC dengan nilai rata-rata sebesar 31,37oC dan konsentrasi klorofil-a antara 0,23 – 0,58 mg/m3 dengan nilai rata-rata sebesar 0,46 mg/m3.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bahrudin, S.Sos selaku pengelola data respon balik yang telah membantu dalam proses pengumpulan data penangkapan ikan di PPN Kejawanan selama periode tahun 2013.

DAFTAR PUSTAKA

[1]. N. Hendiarti, Suwarso, E. Aldrian, K. Amri, R. Andiastuti, S.I. Sachoemar, and I.B. Wahyono, “Seasonal Variation of Pelagic Fish Catch Around Java”, Oceanography 18(4), pp. 112-123, Dec. 2005.

[2]. T. Laevastu and I. Hela, Fisheries Oceanography. London: Fishering News Book Ltd , 1970.

[3]. K.H. Mann and J.R.N. Lazier, Dynamic of Marine Ecosystem, Biological-Physical Interaction in The Oceans, Second edition, USA:Blackwell Science, 1996

[4]. T. Laevastu and L.M. Hayes, Fisheries Oceanography and Ecology, New York: Fishering News Book Ltd, 1981

[5]. I.S. Robinson, Discovering the Ocean from Space. The Unique Applications of Satellite Oceanography, Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 2010.

[6]. J.W. Nybakken, Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis, Jakarta: PT. Gramedia,1992.

[7]. I.G. Sedana, dkk. Musim Penangkapan Ikan di Indonesia. Jakarta:Penebar Swadaya, 2004.

[8]. K.E. Carpenter and V.H. Niem, FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of The Western Central Pacific. Volume 3. Batoid Fishes, Chimaeras and Bony Fishes Part.1 (Elopidae to Linophrynidae), Roma: FAO, 1999.

[9]. T. Qu, Y. Du, J. Strachan, G. Myers, and J. Slingo, “Sea Surface Temperature and Its Variability in Indonesian Region”, Journal Oceanography Vol.18 (4): 50-61, Dec. 2005

[10]. K. Wyrtki, Physical oceanography of Southeast Asian waters. Naga Report 2. Scripps Institution of Oceanography, La Jolla, CA, 1961.

[11]. T. Qu, Y.Y. Kim, M. Yaremchuk, T. Tozuka, A. Ishida, and T. Yamagata. 2004. “Can Luzon Strait Transport play a role in conveying the impact of ENSO to the South China Sea?”, Journal of Climate 17, pp. 3.644–3.657, 2004.

[12]. N. Hendiarti, H. Siegel and T. Ohde, “Investigation of different oastal processes in Indonesian waters using SeaWiFS data”, Deep-Sea Research II 51, pp. 85–97, Oct. 2004.

Gambar

Gambar 1. Batas perairan Laut Jawa (WPP-NRI 712)
Gambar 2. Komposite musiman suhu permukaan laut ( o C) dan konsentrasi klorofil-a (mg/m 3 ) dari Moderate Resolution Imaging Spectoradiometer – Aqua   tahun 2003 – 2013
Gambar 3. Time series bulanan data suhu permukaan laut (deg-C), konsentrasi  klorofil-a (mg/m 3 ) dan anomali suhu permukaan laut/NINO 3.4 (deg-C) tahun
Gambar 5. Time series bulanan konsentrasi klorofil-a (mg/m 3 ) pada daerah peangkapan ikan tahun 2013

Referensi

Dokumen terkait

Apakah anda bersikap seperti seorang pemandu desa wisata yang bertanggung jawab dan benar dalam memberikan informasi tentang pengetahuan desa wisata kepada wisatawan..

Pemilihan pelarut menjadi sangat penting, pelarut yang dipilih memiliki sifat antara lain: solut mempunyai kelarutan yang besar dalam solven, tetapi solven

membeli produk atau jasa yang ditawarkan, dengan keyakinan yang diterima konsumen bahwa kualitas produk atau jasa yang di tawarkan baik maka konsumen akan dapat

mengontrak mata kuliah Pengetahuan Lingkungan pada tahun ajaran 2000/2001 sebanyak dua kelas. Pembelajaran Pengetahuan Lingkungan yang terjadi selama ini

Hasil yang diperoleh menunjukkan perbedaan yang cukup besar jika dibandingkan dengan hasil penelitian Bari (2006) yang memperoleh mortalitas hampir mencapai 100% dengan

Berdasarkan hukum Hardy-Weinberg populasi itik Tegal yang digunakan untuk penelitian merupakan populasi yang seimbang dan pewarisan karakteristik polimorfisme protein

Oleh itu, dengan menggunakan reka bentuk kuasi eksperimental, kajian ini mengkaji kesan penggunaan model pembelajaran berasaskan kaedah penyelesaian masalah ke atas pelajar

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar pengaruh masing-masing faktor kecerdasan emosi yang diantaranya kesadaran diri, kontrol diri, motivasi diri, empati