BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 New MediaMedia baru atau yang biasa kita kenal dengan istilah new media adalah segala bentuk media komunikasi yang baru saja muncul (Sobur, 2014: 500). Seorang penulis yang bernama Robert Logan dalam bukunya yang berjudul Understanding New Media mengatakan bahwa New Media adalah suatu proses yang dengan sangat mudah dapat diakses. New media sendiri banyak dikenal orang sebagai media komunikasi yang muncul karena perkembangan jaman yaitu Internet. Bentuk komunikasi dari new media sendiri juga berkaitan dengan dunia digital atau media elektronik. Globalisasi membawa dampak yang besar dalam berkembangnya new media termasuk di Indonesia.
Perkembangan media komunikasi memiliki tujuan untuk semakin memudahkan masyarakat global untuk berkomunikasi tanpa batas. Seorang penulis buku Richard Hunter (2002) dalam world without secret mengatakan bahwa New Media atau Cybermedia menjadikan informasi sebagai sesuatu yang mudah untuk dicari. Dengan hadirnya Internet, semua orang mendapat akses untuk mengetahui kondisi dunia tanpa harus membuang tenaga dan waktu. Internet mudah diterima oleh masyarakat karena ke-efisiensi-nya dan sangat mudah diakses untuk semua orang. Dengan perkembangannya juga, masyarakat semakin tidak memiliki pilihan untuk terus mengikuti perkembangan teknologi yang ada. Dengan fungsinya sebagai media informasi juga hiburan, masyarakat yang tidak mengikuti justru akan semakin sulit untuk mendapatkan informasi.
Peminatan masyarakat dengan new media karena kemudahannya untuk diakses dalam mencari informasi, membuat new media atau internet semakin mengalami perkembangan dan membuat perkembangan teknologi yang semakin pesat. Melalui Internet, informasi dapat dibuat oleh siapapun dan tidak hanya oleh media tradisional seperti televisi, radio, dan surat kabar saja sumber informasi dapat didapatkan. Namun, tidak selalu new media membawa dampak baik untuk masyarakat. Dalam hal komunikasi, masyarakat dengan adanya new media menjadi kurang memperhatikan atau cenderung cuek. Selain itu, Internet juga membuat semakin tidak adanya kehidupan privat untuk penggunanya.
Semua informasi dapat diakses bahkan untuk informasi pribadi dari pengguna new media.
2.2 Media Sosial
Media sosial menjadi salah satu dari produk new media. Dalam pengertiannya, Media sosial terdiri menjadi dua kata yaitu Media dan Sosial. Media sendiri secara sederhana dapat diartikan sebagai alat untuk berkomunikasi. Media biasanya diidentikkan dengan media massa seperti televisi, koran dan radio. Namun, pengertian media itu sendiri bukan berdasarkan dari teknologinya, melainkan dari proses komunikasi itu sendiri. Kata Media mengartikan sebagai perantara atau wadah dalam penyampaian pesan dari proses komunikasi. Sedangkan untuk kata Sosial menurut para pakar sosiologi seperti Emiel Durkheim, Max Weber, dan Karl Max, mengatakan secara luas bahwa arti kata sosial yang berarti adanya aksi dalam proses komunikasi antara satu orang dengan orang lain.
Dengan demikian, definisi dari media sosial itu sendiri tidak mudah untuk disimpulkan karena media sosial tidak hanya sebuah perangka teknologi semata. Berdasarkan teori dari para pakar tersebut, media sosial dapat dilihat dari perkembangannya bagaimana individu dengan perangkat media. Hal ini berarti dengan adanya media sosial pada dasarnya tidak jauh berbeda bentuknya dengan keberadaan dan cara kerja komputer. Media sosial dalam hal ini dapat diartikan sebagai suatu tempat atau wadah di dalam Internet yang memungkinkan bagi pengguna untuk mempresentasikan diri, berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain, dan membentuk ikatan atau relasi sosial secara virtual (Nasrullah, 2015: 11).
Menurut Andreas Kaplan dan Michael Haelein, media sosial sendiri merupakan seperangkat aplikasi yang berjalan dalam jaringan Internet dan memiliki tujuan dasar ideologi serta penggunaan teknologi web 2.0 yang berfungsi untuk saling tukar menukar konten (Kaplan, 2010: 57). Media sosial kini begitu banyak diminati oleh masyarakat karena berkomunikasi kepada semua orang menjadi begitu mudah. Media sosial semakin digemari khususnya pada remaja karena dapat menjadi wadah untuk pertemanan.
Komunikasi tidak harus bertatap muka secara langsung. Bagi orang yang sibuk dan tidak memiliki waktu untuk melakukan interaksi atau membangun relasi kepada semua orang secara langsung, media sosial dapat memberikan kemudaan untuk melakukan hal-hal tersebut. Saat ini, media sosial begitu cepat perkembangannya, mulai dari Facebok, Twitter, Instagram, dll. Hal ini dikarenakan masyarakat globalisasi yang membutuhkan sesuatu yang praktis bahkan dalam hal komunikasi.
2.3 Instagram Story
Berawal dari satu aplikasi media sosial yakni Instagram yang berdiri sejak tahun 2010 dan mulai disukai oleh kalangan anak muda. Instagram merupakan suatu aplikasi media sosial dengan kecenderungan fitur untuk membagikan foto-foto ataupun video seiring berkembangnya waktu, Instagram yang juga mengalami perkembangan mulai memberikan inovasi-inovasi yang semakin diminati oleh masyarakat dunia tak terkecuali anak muda. Salah satu inovasi yang dikembangkan oleh Instagram adala fitur bernama Instagram Story yang terinspirasi dari salah satu aplikasi media sosial yaitu Snapchat. (Sumber:
https://www.nesabamedia.com/pengertian-instagram/ , diunduh pada 30 November 2018 pukul 20.33)
Instagram Story adalah salah satu fitur yang ada di media sosial Instagram yang menyediakan fasilitas untuk seseorang membagikan foto atau video dan bertahan selama 24 jam saja atau bisa dikatakan tidak selamanya akan bertahan dalam aplikasi tersebut. Kemunculan Instagram Story dimulai pada tahun 2016 dan dapat secara langsung mendapatkan minat masyarakat karena kemiripannya dengan Snapchat. Instagram Story dengan cepat dapat diterima masyarakat karena dapat membagikan foto atau video dan tidak perlu menghapusnya karena foto atau video tersebut akan terhapus dengan sendirinya setelah 24 jam. Dengan demikian, pengguna Instagram Story dapat membagikan apapun dan dapat dilihat oleh banyak orang, dan pengguna juga dapat melihat siapa saja pengikutnya yang sudah melihat foto atau video yang dibagikan. (Sumber:
https://medium.com/@gatot/apa-fungsi-instagram-stories-400876646c80 , diunduh pada 30 November 2018 pukul 20.33)
2. 4 Teori Interaksionisme Simbolik
Penelitian ini akan melihat media sosial Instagram dari sudut pandang pesan yang disampaikan dan interaksi yang terjalin oleh remaja milenial dalam hal pemakaian Instagram Story. Pengucapan kata-kata yang sederhana yang seharusnya dapat disampaikan dengan mudah secara langsung, seperti mengucapkan selamat ulang tahun, terima kasih, dsb kini disampaikan menggunakan Instagram Story. Dengan berbagai macam fitur yang disediakan oleh media sosial ini, remaja milenial di Indonesia lebih memilih mengucapkannya menggunakan media ketimbang dengan dilakukan secara langsung. Hal ini berkaitan dengan interaksi dan pesan yang disampaikan melalui media sosial Instagram Story sehingga remaja saat ini lebih memilih berkomunikasi menggunakan media sosial khususnya Instagram.
Teori Interaksionisme Simbolik adalah suatu paham yang menyatakan bahwa terjadinya interaksi antar individu, antar individu dengan kelompok, dan antar kelompok masyarakat adalah suatu komunikasi yang diawali dengan adanya pembatinan (Sobur, 2014: 296). Menurut George Herbert Mead, interaksionisme simbolik merupakan hubungan antara individu dengan masyarakat sebagai sebuah proses komunikasi simbolik yaitu dengan penggunaan bahasa-bahasa tertentu yang didalamnya terdapat aktor-aktor sosial, karena Mead memiliki pandangan bahwa masyarakat adalah sebagai sebuah pertukaran isyarat (komunikasi). Perspektif dalam interaksionisme menyediakan basis untuk 3 teori sebagai berikut (Sobur, 2014: 296) :
1. Teori Pelabelan (labeling theory)
Labeling Theory atau teori pelebelan adalah suatu pemahaman bahwa setiap orang memiliki identitas diri ketika diberikan dari orang lain dan juga dapat menjelaskan bagaimana seseorang tersebut. Teori labeling juga biasa disebut sebagai pemberian cap atau julukan kepada seseorang. Dari teori ini, seseorang dapat melihat secara keseluruhan tentang orang lain tanpa harus melihat satu persatu karakteristik orang tersebut. Pemberian label juga biasanya digunakan untuk membedakan seseorang yang ditandai atau diberi label dengan orang lain. Hal ini yang nantinya akan
menimbulkan stereotip dan interpretasi atas perilaku seseorang tersebut.
2. Stereotipe (stereotype)
Stereotype atau biasa disebut stereotipe adalah cara pandang seseorang atau kelompok terhadap suatu kelompok sosial atau individu. Seperti misalnya orang gemuk biasanya malas dan rakus, hal tersebut adalah suatu contoh dari stereotipe. Stereotip juga biasanya digunakan untuk memberikan pertahanan diri untuk menyembunyikan dari keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh individu tersebut.
3. Stigma (stigma)
Berhubungan dengan label, stigma adalah suatu konstruksi sosial yang harus dikomunikasikan kepada komunitas atau banyak orang sehingga setiap orang dapat bereaksi secara tepat (Littlejohn, 2016: 1122). Jadi stigma yang dimaksudkan adalah sebagai suatu tanda kepada seseorang yang telah disepakati oleh komunitas atau sekumpulan orang.
Interaksionisme simbolik juga memiliki tiga premis yang mendukung, seperti dalam buku yang berjudul A First Look at Communication Theory, yaitu (Sobur, 2014: 297) :
1. Tindakan manusia terhadap orang lain, atau sesuatu yang lain, mengacu pada makna-makna yang ia berikan kepada orang lain atau sesuatu yang lain tersebut
2. Makna muncul dari interaksi sosial yang dilakukan individu-individu Makna dinegosiasikan oleh pemakaian bahasa, maka itu ia disebut interaksi simbolik
3. Interpretasi atau penafsiran individu terhadap simbol-simbol dimodifikasi oleh proses oleh proses berpikir individu tersebut. Interaksionisme simbolik mendeskripsikan berpikir sebagai inner conversation. George Herbert Mead menyebutkan bahwa inner conversation adalah sebuah dialog dalam pikiran.
Hal ini berkaitan dengan apa yang ingin peneliti amati. Dalam penelitian ini, dapat dikatakan bahwa media sosial Instagram Story dapat menjadi simbol untuk masyarakat khususnya remaja milenial menyampaikan pesan pernyataan selamat dan terima kasih. Adanya suatu kepuasan dari masyarakat saat orang lain melihat pesan yang disampaikan menggunakan Instagram Story. Masyarakat memaknai media sosial tersebut sebagai balasan atau hadiah yang diberikan kepada seseorang yang dituju yang dapat menimbulkan kepuasan dari orang yang menyampaikan pesan dan orang yang menerima pesan. Berkaitan dengan premis-premis tersebut, masyarakat saat ini menginginkan untuk orang lain bertindak memaknai sebuah pesan atau simbol yang disampaikan individu kepada orang lain dan kemudian diinterpretasikan terhadap suatu makna tertentu dari suatu pesan atau interaksi simbol atau bahasa melalui proses berpikir individu.
2.5 Penelitian Terdahulu
Di bawah ini adalah uraian tentang penelitian-penelitian terdahulu yang akan dijadikan sebagai bahan rujukan dalam penelitian ini, sebagai berikut :
Penelitian pertama yaitu Dianelia, R. S. Kembaren yang berasal dari Fakultas Psikologi UKSW tahun 2016 yang mengamati tentang Hubungan Kesepian dengan Kecenderungan Narsistik Pada Pengguna Media Sosial Instagram. Metode yang digunakan peneliti ialah dengan mengambil populasi pengguna instagram berumur 18-24 tahun dan minimal menggunakan Instagram selama 6 bulan dan minimal memiliki 90 foto di akunnya dengan menggunakan teknik snowball sampling. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa tidak ada hubungan antara kesepian dengan kecenderungan narsistik pengguna jejaring media sosial Instagram. (Kembaren, 2016)
Penelitian kedua yaitu Cecilia, Lius Devita yang berasal dari Psikologi UKSW tahun 2016 yang mengamati tentang Hubungan Antara Harga Diri dengan Kecenderungan Narsistik pada Siswa SMA Kristen 1 Salatiga yang Menggunakan Jejaring Sosial Instagram. Metode yang digunakan adalah pengujian secara empiric dengan subjek sebanyak 70 siswa dan menggunakan teknik sampling jenuh. Dari hasil penelitian yang didapat bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara harga diri dengan kecenderungan narsistik pengguna jejaring sosial Instagram. (Cecilia, 2016)
Penelitian ketiga oleh peneliti yaitu Alban Ismail yang berasal dari STIKOM tahun 2014 berbicara tentang “Pengaruh Media Sosial Instagram Terhadap Perilaku Remaja” dengan mengkhususkan penelitiannya kepada mahasiswa desain komunikasi visual STIKOM Surabaya angkatan 2011. Penelitian ini merujuk kepada bagaimana pola perilaku remaja yang mengalami perubahan akibat media sosial Instagram. Namun, perubahan perilaku ini tidak selalu menimbulkan hal negatif, tetapi juga ada sisi positif yaitu bagaimana mahasiswa DKV STIKOM dapat memanfaatkan media sosial ini untuk memamerkan karya mereka secara efektif dan efisien. (Ismail, 2014)
Penelitian yang keempat sebagai bahan rujukan peneliti ditulis oleh Irma Elvina Lukmana yang berasal dari Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2016 dengan penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Sosial Media Instagram Terhadap Gaya Hidup Konsumtif” yang memfokuskan penelitiannya kepada mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang. Penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian pertama, yang mengamati bahwa remaja menjadi memiliki krisis kepercayaan diri akibat media sosial Instagram. Perilaku remaja yang memiliki media sosial Instagram menjadi berperilaku konsumtif yang selalu menginginkan kehidupan mewah demi terlihat baik saat mereka meng-unduh foto atau video kedalam Instagram. (Lukmana, 2016)
Penelitian yang kelima oleh Pandansari, Febri berasal dari program studi Ilmu Komunikasi UKSW tahun 2017 yang meneliti tentang Daya Tarik Klien Make Up Artist dengan Penggunaan Melalui Promosi Media Instagram. Metode yang digunakan adalah dengan teknik analisis kuantitatif dan sampel berjumlah 77 orang dengan populasi adalah semua make up artist dan konsumen yang pernah melakukan transaksi melalui media Instagram yaitu di MUA Lizzebethmua. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara daya tarik klien dmake up artist dengan pengguna melalui promosi media Instagram. Semakin tinggi daya tarik make up artist maka akan semakin meningkatkan pengguna melalui promosi media Instagram. (Pandansari, 2017)
Penelitian yang keenam oleh Hannah N. VanDerslice (2016) dengan penelitiannya yang berjudul “How Female Online Businesses And Brands Are Using Instagram Stories” menjelaskan bahwa keunggulan dari Instagram yang memiliki vitur berjangka 24 jam yaitu Instagram Story. Dengan adanya vitur ini memberikan ke-efektif-an bagi pengguna Instagram untuk menjalanjkan bisnis online dan pemberian brand dapat lebih efektif dan efisien. (Vanderslice, 2016)
Dengan adanya penelitian-penelitian tersebut sangat membantu peneliti sebagai bahan rujukan atas penelitian dalam menganalisis makna pesan dalam Instagram Story. Gaya hidup remaja dan krisis kepercayaan diri serta dalam ke-efektif dan ke-efisiensi Instagram Story dalam mengemas pesan menjadi berdurasi lebih singkat yaitu selama 24 jam. Hal ini juga berkaitan dengan penelitian ini dalam hal memaknai pesan dari komunikator kepada komunikan dengan penggunaan Instagram Story sebagai mediator dan alasan mengapa remaja lebih memilih media Instagram Story dalam penyampaian pesannya.
2.6 Kerangka Pikir Penelitian
jhu
Dalam era globalisasi saat ini, penggunaan media sosial cukup banyak diminati oleh masyarakat global karena ke-efisienan-nya. Salah satu media sosial yang banyak diminati adalah Instagram yang menyajikan fitur membagikan foto atau video bagi pengguna kepada pengikutnya dalam Instagram tersebut. Instagram banyak diminati oleh mahasiswa yang telah
Mahasiswa Media Sosial
Mahasiswa UKSW Instagram
Instagram Story oleh Mahasiswa UKSW
Konsep Media Sosial
Teori Interaksionisme Simbolik
elewati masa remaja juga akan memasuki masa kedewasaan. Peneliti ingin lebih memfokuskan unit amatan kepada mahasiswa UKSW aktif yang juga masih menggunakan media sosial Instagram secara aktif. Mahasiswa UKSW begitu meminati media sosial Instagram dan menjadikannya salah satu pilihan untuk memjadi media hiburan bagi mahasiswa. Media sosial diminati karena dapat mencari pertemanan dimana saja dan kapan saja tanpa terbatas oleh jarak dan waktu, yang memungkinkan untuk siapa saja membangun relasi dengan kapan saja.
Dengan Instagram sebagai media sosial yang paling diminati oleh masyarakat khususnya mahasiswa, penyajian fitur-fitur baru salah satunya Instagram Story juga diterima baik oleh pengguna Instagram khususnya oleh mahasiswa UKSW. Dalam Instagram Story, pesan-pesan yang disampaikan pun juga memiliki penafsiran atau arti tersendiri bagi pengguna dan penerima pesan dan dengan adanya interaksi antara komunikator dengan komunikan yang kemudian dapat didalami dengan menggunakan teori Interaksionime Simbolik untuk dapat mengerti kepuasan seperti apa yang didapat setelah bertukar pesan dalam Instagram Story.
Media sosial Instagram Story yang memiliki tanda dan keunikan tertentu dalam penyampaian pesannya yang kemudian menjadikan komunikasi antar pengirim dan penerima pesan tidak dilakukan secara langsung. Penyampaian kata-kata sederhana dengan mengucapkan kata terima kasih, selamat, dan permintaan maaf dilakukan menggunakan Instagram Story yang dengan jangka waktu 24 jam, pesan tersebut akan terhapus dengan sendirinya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui makna pesan yang disampaikan melalui Instagram Story sehingga banyak mahasiswa UKSW lebih memilih media dalam penyampaian pesan menggunakan Instagram Story.