• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI Sistem Informasi dan Teknologi Informasi. tujuan, dimana elemen elemen tersebut terdiri dari sumber daya input, proses

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI Sistem Informasi dan Teknologi Informasi. tujuan, dimana elemen elemen tersebut terdiri dari sumber daya input, proses"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

13

LANDASAN TEORI

2.1. Teori – Teori Dasar / Umum

Sub bab ini berisi teori – teori dasar atau umum dari berbagai sumber yang menjadi landasan dalam pembuatan skripsi mengenai New Information Economics.

2.1.1. Sistem Informasi dan Teknologi Informasi 2.1.1.1. Pengertian Sistem

Menurut McLeod dan Schell. (2007, p10), sistem adalah sekelompok elemen yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan, dimana elemen – elemen tersebut terdiri dari sumber daya input, proses transformasi dan sumber daya output.

Menurut Bennet et al. (2006, p5-6), sistem memiliki karakteristik. Berikut merupakan karakteristik sistem:

1. Suatu sistem berada di dalam suatu lingkup lingkungan.

2. Sistem memiliki input dan output, mereka menerima input dari lingkungannya, dan memberikan output bagi lingkungannnya.

3. Sistem memiliki interface. Sebuah interface memungkinkan komunikasi antar dua sistem.

4. Sebuah sistem memiliki banyak subsistem. Sebuah subsistem merupakan sebuah sistem, dan mungkin mempunyai subsistem – subsistem lainnya.

Menurut O’Brien (2005, p29), sistem adalah sekelompok komponen yang saling berhubungan dan bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama

(2)

dengan menerima input (masukkan) dan menghasilkan output (keluaran) dalam proses transformasi yang terorganisir.

Menurut Whitten et al. (2004, p10), sistem adalah pengaturan orang, data, dan proses teknologi informasi yang berinteraksi untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan menyediakan sebagai output yang diperlukan untuk mendukung sebuah organisasi.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi ke-4 (2008), sistem memiliki 3 arti, yaitu:

1. Perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas.

2. Susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas, dan sebagainya. 3. Metode.

Berdasarkan teori – teori tersebut, pengertian sistem dapat disimpulkan, yaitu sekumpulan dari berbagai elemen yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan.

2.1.1.2. Komponen Sistem

Menurut O’Brien (2005, p30), sistem memiliki tiga komponen atau fungsi dasar yang berinteraksi :

a. Input : penangkapan dan perakitan berbagai elemen yang memiliki sistem untuk diproses.

b. Pemrosesan : proses transformasi yang mengubah input menjadi output. c. Output : perpindahan elemen yang telah diproduksi oleh proses

(3)

Menurut Turban et al (2005, p56), sistem dibagi menjadi tiga bagian berbeda yakni input, proses, dan output. Ketiga bagian tersebut dikelilingi oleh sebuah lingkungan, adanya pengambilan keputusan, adanya batasan sistem.

a. Input diartikan sebagai elemen yang masuk ke dalam sistem.

b. Proses adalah sebuah elemen yang diperlukan untuk mengubah input ke dalam output.

c. Output mengandung pengertian produk akhir dari sistem.

d. Umpan balik adalah adanya aliran informasi dari komponen output ke pengambilan keputusan berkenaan dengan output atau performa sistem. e. Lingkungan sistem terdiri dari beberapa elemen yang ada di luar, dalam

hal elemen tersebut tidak ada input, output, ataupun proses.

f. Batasan merupakan daerah yang membatasi antara sistem dengan lingkungannya. Sistem berada didalam batasan, sedangkan lingkungan berada diluar.

2.1.1.3. Pengertian Informasi

Menurut Mcleod dan Scheel (2007, p11), informasi adalah data – data yang telah diproses dan telah memiliki arti atau makna bagi orang yang menggunakannya.

Menurut Stair dan Reynolds (2006, p5), informasi adalah sekumpulan dari fakta yang diorganisasikan dalam berbagai cara yang telah memiliki nilai tambah melebihi nilai dari fakta itu sendiri.

Menurut O’Brien (2005, p38), informasi adalah data yang telah diubah menjadi konteks yang berarti dan berguna bagi pemakai akhir.

(4)

Menurut Whitten et al. (2004, p23), informasi merupakan data yang telah diproses atau diorganisasi ulang menjadi bentuk yang berarti. Informasi dibentuk dari kombinasi data yang diharapkan memiliki arti ke penerima.

Menurut Turban et al. (2003, p15), informasi adalah sekumpulan fakta (data) yang diatur dalam beberapa aturan sehingga mempunyai arti bagi penggunanya. Dengan kata lain informasi yang ada itu berasal dari data yang telah diproses

Jadi, dapat disimpulkan bahwa informasi adalah data yang telah diproses menjadi bentuk yang memiliki arti sehingga berguna bagi penerima.

2.1.1.4. Pengertian Sistem Informasi

Menurut O’Brien (2005, p5), sistem informasi adalah kombinasi teratur apa pun dari orang – orang, hardware, software, jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi.

Menurut Laudon dan Laudon (2004, p8), sistem informasi adalah suatu proses yang didefinisikan secara teknis yaitu sekumpulan dari komponen yang saling berhubungan yang dikumpulkan, diproses, disimpan, dan didistribusikan informasinya untuk mendukung pengambilan keputusan dan pengontrolan dalam sebuah organisasi.

Menurut Whitten et al. (2004, p10), sistem informasi adalah pengaturan orang, data, proses, dan teknologi informasi yang berinteraksi untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan menyediakan output informasi yang diperlukan untuk mendukung sebuah organisasi.

(5)

Menurut Turban et al. (2003, p15), sistem informasi adalah proses pengumpulan, pemrosesan, penyimpanan, proses analisis, dan penyebaran informasi untuk suatu tujuan khusus.

Menurut McLeod dan Scheel (2007, p10), sistem informasi adalah sistem virtual yang memungkinkan manjemen mengendalikan operasi sistem fisik perusahaan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Sistem Informasi adalah suatu kesatuan dari komponen – komponen seperti data, orang, serta proses yang mencakup kegiatan mengumpulkan, mengolah data menjadi informasi yang berguna. o Jenis – Jenis Sistem Informasi

Menurut Turban et al. (2003, p42-47), tipe dari sistem informasi dibagi menjadi tiga, yaitu :

Transaction Processing Systems

Sistem informasi yang mendukung tugas – tugas seperti pemonitoran, pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, dan penyebaran dari transaksi bisnis dasar organisasi.

Management Information Systems

Sistem informasi yang mengakses, mengorganisir, meringkas, dan menampilkan informasi untuk mendukung pembuatan keputusan rutin dalam area fungsional.

Support Systems

Sistem informasi yang mendukung end user diorganisasi dalam melakukan tugas – tugasnya.

(6)

Menurut O’Brien (2005, p24-25), tipe dari sistem informasi dibagi menjadi dua, yaitu :

Operation Support Systems

Menghasilkan sejumlah produk informasi dalam penggunaan internal dan eksternal. Perannya adalah untuk membantu proses transaksi bisnis berjalan secara efisien, mengontrol proses industri, mendukung komunikasi dan kinerja perusahaan, dan meng-update database perusahaan.

Management Support Systems

Aplikasi sistem informasi yang terfokus pada menyediakan informasi dan dukungan untuk membuat keputusan yang efektif bagi pihak manajer.

2.1.1.5. Pengertian Teknologi Informasi

Menurut Mcleod dan Scheel (2007, p1), teknologi informasi adalah sumber daya fisik dan sumber daya manusia yang digunakan manajer untuk mengelola perusahaan.

Menurut Stair dan Reynolds (2006, p17), teknologi informasi adalah sekumpulan komponen teknologi yang terdiri dari hardware, software, database, telekomunikasi, sumber daya manusia, dan prosedur.

Menurut Laudon dan Laudon (2005, p18), teknologi informasi merupakan satu dari sekian banyak alat bantu yang digunakan para manajer untuk menjembatani perubahan.

(7)

Menurut O’Brien (2005, p704), teknologi informasi adalah hardware, software, telekomunikasi, manajemen database, dan teknologi pemrosesan informasi lainnya yang digunakan dalam sistem informasi berbasis komputer.

Menurut Whitten et al. (2004, p10), teknologi informasi merupakan istilah yang menggambarkan kombinasi teknologi komputer (perangkat keras maupun lunak) dengan teknologi komunikasi (jaringan data, gambar, dan suara).

Berdasarkan pendapat – pendapat para ahli diatas, teknologi informasi adalah kumpulan dari komponen teknologi (hardware, software, telekomunikasi, manajemen database, dan teknologi pemrosesan) yang digunakan dalam sistem berbasis komputer untuk membantu manajer mengatasi perubahan.

o Infrastruktur Teknologi Informasi

Menurut Laudon dan Laudon (2004, p11), infrastruktur dari teknologi informasi terdiri dari :

1. Perangkat Keras (Hardware)

Peralatan fisik yang digunakan untuk meng-input, memproses, dan menghasilkan aktivitas dalam sebuah sistem informasi.

2. Perangkat Lunak (Software)

Instruksi detail dan terprogram yang mengontrol dan mengkoordinasikan kinerja dari komponen hardware dari suatu komputer dalam sebuah sistem informasi.

(8)

3. Teknologi Penyimpanan (Storage Technology)

Media fisik dan software yang memerintahkan penyimpanan dan pengorganisasian data untuk digunakan dalam sebuah sistem informasi.

4. Teknologi Komunikasi (Communication Technology)

Peralatan fisik dan software yang menghubungkan berbagai komponen hardware komputer untuk mentransfer data dari satu lokasi fisik ke lokasi yang lain. Peralatan komputer dan komunikasi dapat dikoneksikan dalam suatu jaringan untuk membagikan suara, data, gambar, ataupun video. Jaringan (network) menghubungkan dua atau lebih komputer untuk berbagi data atau sumber daya.

2.1.2. Analisis Sistem

Menurut Jogiyanto (1999, p8), analisis sistem adalah penguraian dari suatu sistem yang utuh ke dalam bagian – bagian komponennya dengan maksud untuk mendefinisikan dan mengevaluasi permasalahan – permasalahan, kesempatan – kesempatan, hambatan – hambatan yang terjadi dan keputusan-keputusan yang diharapkan sehingga dapat diusulkan perbaikan – perbaikannya.

Analisis sistem dilaksanakan dengan langkah – langkah sebagai berikut : 1. Identify (Mengidentifikasi masalah)

2. Understand (Memahami kerja dari sistem yang ada) 3. Analyze (Menganalisis masalah)

(9)

2.1.3. Fungsi dan Peranan Sistem Informasi Bagi Suatu Organisasi

Menurut James O’Brien (2005, p8), terdapat tiga peran utama dari sistem informasi aplikasi bisnis, yaitu:

1. Mendukung proses dan operasi bisnis.

Dengan adanya sistem informasi, maka proses dan operasi bisnis akan semakin cepat dan dapat meningkatkan kinerja bisnisnya.

2. Mendukung pengambilan keputusan para pegawai dan manajernya. Sistem informasi juga dapat mendukung pengambilan keputusan yang lebih baik dan terukur bagi para pegawai dan manajernya.

3. Mendukung berbagai strategi untung keunggulan kompetitif.

Mendapatkan kelebihan yang strategis atas para pesaing membutuhkan penggunaan yang inovatif atas teknologi informasi.

2.1.4. Pengertian Investasi

Menurut Reily and Brown (2006, p708), investasi adalah komitmen pendanaan untuk periode waktu tertentu yang akan memberikan hasil sebagai kompensasi bagi investor selama selang waktu tersebut, tingkat inflasi selama periode waktu tersebut, dan resiko yang termasuk didalamnya.

2.1.5. Pengertian Investasi Teknologi Informasi

Menurut Fitzpatrik (2005, p28) suatu investasi teknologi informasi terdiri dari total biaya dari seluruh proyek atau sebagian proyek yang melibatkan teknologi informasi termasuk biaya operasional pasca proyek dari sistem yang telah dikumpulkan.

(10)

2.1.6. Analisis Lingkungan Eksternal

Lingkungan eksternal merupakan lingkungan yang berada diluar kendali perusahaan. Untuk mempelajari lingkungan eksternal tersebut, biasanya perusahaan melakukan audit eksternal. Menurut David (2009, p120), audit eksternal adalah untuk mengembangkan daftar yang terbatas tentang peluang yang memberi manfaat dan ancaman yang harus dihindari. Audit lingkungan eksternal difokuskan pada :

- Kekuatan ekonomi,

- Kekuatan sosial – budaya, demografi dan lingkungan, - Kekuatan politik, pemerintahan dan hukum,

- Kekuatan teknologi, dan - Kekuatan kompetitif.

Dengan melakukan audit eksternal, perusahaan dapat mengidentifikasi peluang (Opportunity) dan ancaman (Threats) sehingga perusahaan dapat merumuskan strategi yang dapat memanfaatkan peluang yang ada dan menghindari atau meminimalisir ancaman – ancaman yang dihadapi perusahaan.

2.1.6.1. Kekuatan Ekonomi

Berdasarkan David (2009, p124-126), terdapat berbagai kekuatan ekonomi yang mempengaruhi identifikasi peluang dan ancaman perusahaan.

Kekuatan ekonomi memberikan dampak bagi perusahaan pada : market – share, harga, luasnya lini produk, perekonomian dunia, kecanggihan teknologi, tingkat biaya modal, dan keunggulan kompetitif.

(11)

Beberapa kekuatan ekonomi yang dapat digali antara lain : - Nilai tukar mata uang,

- Pola konsumsi masyarakat, - Indeks saham,

- Tingkat ketersediaan dan kemudahan kredit, dan - Tingkat produktivitas kerja.

2.1.6.2. Kekuatan Sosial, Budaya, Demografi, dan Lingkungan Fisik

Berdasarkan David (2009, p127-130), kekuatan – kekuatan ini berdampak bagi perusahaan dalam bentuk : produk, pasar, jasa, dan pelanggan. Kekuatan – kekuatan ini dinilai baik dalam skala nasional maupun global. Dengan adanya perubahan faktor – faktor sosial, budaya, demografi dan lingkungan fisik dapat menimbulkan peluang bahkan bisa mendatangkan ancaman bagi perusahaan. Beberapa kekuatan sosial, budaya, demografi dan lingkungan fisik yang dapat digali antara lain :

- Pendapatan per kapita,

- Sikap terhadap kualitas produk, - Pelayanan dan tanggung jawab sosial,

- Sikap terhadap bisnis dan isu – isu etika bisnis, dan - Pencemaran lingkungan.

2.1.6.3. Kekuatan Politik, Hukum, dan Pemerintah

Berdasarkan David (2009, p131-132), banyak peraturan atau regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah, yang dilaksanakan oleh aparat penegak

(12)

hukum yang dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kondisi bisnis dan kinerja perusahaan. Regulasi atau peraturan yang sensitif mempengaruhi perusahaan antara lain : Antitrust Legislation (Microsoft), Patent Laws.

Selain itu, terdapat kekuatan lainnya seperti :

- Undang – undang dan peraturan tentang Ketenagakerjaaan, - Undang – undang dan peraturan tentang Perlindungan Konsumen.

2.1.6.4. Kekuatan Teknologi

Berdasarkan David (2009, p135-137), berbagai penemuan dan perubahan teknologi memberikan dampak yang signifikan bagi banyak organisasi. Sebagai contoh dapat dikatakan teknologi informasi dan internet.

Kekuatan teknologi dapat menimbulkan peluang dan ancaman utama bagi perusahaan, yang harus diperhatikan oleh perusahaan dalam merumuskan strateginya. Beberapa dampak dari perkembangan teknologi :

1. Mempengaruhi aspek produk, jasa, pasar, pemasok, distributor, pelanggan, pesaing, proses manufaktur, praktik pemasaran dan posisi bersaing perusahaan.

2. Menciptakan pasar baru, menghasilkan perkembangan produk baru yang lebih baik, mengubah posisi biaya bersaing dalam industri.

3. Mengurangi atau menghilangkan hambatan biaya antar bisnis, menciptakan rangkaian produksi yang lebih pendek, mengurangi keterampilan teknis dan menghasilkan perubahan nilai serta harapan keseluruhan organisasi.

(13)

2.1.6.5. Kekuatan Kompetitif

Berdasarkan David (2009, p137-140), mengenali perusahaan pesaing dalam industri adalah bagian penting dari audit eksternal. Semakin meningkatnya situasi persaingan dalam industri, mendorong perusahaan untuk selalu memonitor, mengevaluasi, dan menganalisis serta jika mungkin, mengantisipasi kekuatan persaingan. Untuk menganalisis kekuatan persaingan dilakukan dengan menganalisis Kekuatan, Kelemahan, Kemampuan, Peluang, Ancaman, Tujuan dan Strategi dari setiap pesaing dalam industri terutama pesaing kunci.

Perusahaan perlu mengenal pesaingnya sebaik mungkin sehingga analisa dan evaluasi terhadap pesaing akan membantu manajemen memutuskan strategi yang akan digunakan untuk bersaing dan bagaimana menentukan posisi menghadapi pesaingnya pada setiap pasar sasaran. Pasar sasaran adalah pasar yang telah didefinisikan atau ditentukan perusahaan sebagai wilayah untuk bersaing dalam industri. Hal ini perlu ditentukan terlebih dahulu sehingga konsumen dan pesaing dapat dianalisa secara tepat.

2.1.6.6. Analisis Daya Kekuatan Porter

Menurut David (2009, p146), terdapat lima kekuatan analisis kompetitif dari Michael Porter yang digunakan sebagai pendekatan untuk menentukan strategi dalam industri.

(14)

Gambar 2.1. Model Analisis 5 Kekuatan Menurut Porter (Sumber : David., 2009, p146)

Persaingan antar perusahaan sejenis

Menurut David (2009, p148-149), persaingan antar perusahaan sejenis merupakan yang paling kuat dalam lima kekuatan kompetitif lainnya. Intensitas persaingan di antara perusahaan – perusahaan sejenis yang bersaing cenderung meningkat seiring dengan adanya penambahan jumlah pesaing, ketika permintaan untuk produk perusahaan semakin menurun dan pemotongan harga menjadi hal yang umum. Persaingan juga dapat meningkat apabila :

- Ketika konsumen dapat dengan mudah berpindah ke perusahaan lain, - Ketika hambatan untuk meninggalkan pasar tinggi,

- Ketika biaya tetap tinggi,

- Ketika produk mudah rusak, dan

- Ketika merger dan akuisisi menjadi suatu hal yang umum dalam industri. Persaingan antar perusahaan sejenis Potensi masuknya pesaing baru Potensi pengembangan produk substitusi Kekuatan tawar menawar pemasok Kekuatan tawar menawar pembeli

(15)

Potensi pengembangan produk substitusi

Menurut David (2009, p150), dalam berbagai industri, tidak akan terlepas dari persaingan dengan produk substitusi yang ada dalam perusahaan lain. Tekanan kompetitif yang muncul dari adanya produk substitusi akan meningkat ketika harga dari produk substitusi tersebut lebih rendah dan pelanggan memutuskan unutk memilih produk substitusi dibanding produk perusahaan. Cara terbaik unutk mengukur kekuatan kompetitif produk substitusi adalah dengan memantau pangsa pasar yang didapat oleh produk tersebut dan memantau rencana perusahaan untuk meningkatkan kapasitas dan penetrasi pasar.

Potensi masuknya pesaing baru

Menurut David (2009, p149), ketika perusahaan baru dapat dengan mudah masuk ke dalam pasar, intesitas persaingan dalam pasar akan semakin meningkat. Ancaman masuknya pendatang baru ke dalam industri akan tergantung dari besar atau kecilnya hambatan masuk yang ada.

Hambatan bagi masuknya perusahaan baru dapat mencakup : - Kebutuhan untuk mencapai skala ekonomi secara cepat,

- Kebutuhan untuk memperoleh teknologi dan spesialisasi, - Kurangnya pengalaman,

- Loyalitas konsumen yang kuat, - Preferensi merek yang kuat,

- Perusahaan yang diam – diam berkubu, - Kebutuhan modal yang besar,

(16)

- Kurangnya channel distribusi yang memadai, - Kurangnya akses ke bahan baku,

- Kepemilikan paten,

- Lokasi yang kurang menguntungkan, dan - Potensi penyaringan pasar.

Walaupun ada hambatan untuk masuk ke dalam pasar, pesaing baru yang masuk ke dalam pasar juga biasanya sudah menyiapkan berbagai strategi untuk dapat mengatasi hambatan tersebut, seperti adanya kualitas produk yang lebih baik, harga yang lebih rendah, dan sumber daya marketing yang baru. Karena ada kemungkinan pesaing baru dapat masuk ke dalam pasar, maka penting bagi perusahaan untuk dapat menentukan strategi agar tidak kalah dengan pesaing baru yang akan masuk ke pasar.

Kekuatan tawar menawar pemasok

Menurut David (2009, p150-151), kekuatan tawar menawar pemasok dapat dikatakan kuat dan dapat mempengaruhi intensitas persaingan dalam suatu industri ketika :

- Terdapat banyak pemasok bagi perusahaan,

- Hanya terdapat sedikit bahan baku pengganti yang baik, - Biaya peralihan ke bahan baku lain sangat tinggi.

Dibanyak industri, penjual menjalin kemitraan dengan pemasok terpilih dalam upaya untuk :

- Mengurangi biaya persediaan dan logistik,

(17)

- Meningkatkan kualitas komponen yang dipasok dan mengurangi tingkat kecacatannya,

- Menekan pengeluaran baik bagi perusahaan maupun bagi pemasoknya. Kekuatan tawar menawar pembeli

Menurut David (2009, p151), kekuatan tawar menawar konsumen menjadi berpengaruh bagi perusahaan ketika konsumen terkonsentrasi untuk pembelian dalam jumlah besar karena akan meningkatkan intensitas persaingan dalam suatu industri. Perusahaan pesaing akan menawarkan pelayanan spesial untuk mendapatkan kesetiaan pelanggannya ketika merasa bahwa kekuatan tawar pelanggan kuat. Kekuatan tawar menawar konsumen juga lebih tinggi ketika produk yang dibeli konsumen adalah produk standard atau tidak terdiferensiasi. Pembeli mempunyai daya tawar yang semakin besar dalam kondisi berikut :

• Jika mereka dapat dengan mudah beralih ke merek pesaing. • Jika mereka menduduki tempat yang sangat penting bagi penjual. • Jika penjual menghadapi masalah menurunnya permintaan konsumen. • Jika mereka memegang informasi tentang produk, harga, dan biaya jual. • Jika mereka memegang kendali mengenai apa dan kapan mereka bisa

membeli produk. 2.1.6.7. Analisis SWOT

Menurut Bateman dan Snell (2004, p122), analisis SWOT merupakaan perbandingan dari kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang membantu para eksekutif dalam merumuskan strategi bagi organisasi.

(18)

Menurut Wheelen dan Hunger (2008, p138), SWOT adalah identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang menjadi faktor strategis bagi perusahaan.

Dapat disimpulkan bahwa analisis SWOT merupakan identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dari perusahaan yang dapat membantu manajer dalam merumuskan suatu strategi perusahaan.

2.1.7. Analisis Lingkungan Internal

Analisis lingkungan internal memfokuskan pada bagaimana perusahaan mengembangkan suatu tujuan dan strategi yang dapat memanfaatkan kekuatan yang dimiliki perusahaan secara optimal dalam rangka mengurangi kelemahan yang dimiliki perusahaan.

Menurut David (2009, p176-177), seharusnya perusahaan menyadari kompetensi pembeda (distinctive comptencies) yang dimilikinya atau membangunnya jika belum memilikinya. Distinctive competencies merupakan kekuatan perusahaan yang tidak mudah ditiru oleh pesaingnya, digunakan sebagai alat untuk membangun keunggulan kompetitif, dan perumusan strategi perusahaan dalam rangka mengubah kelemahan menjadi kekuatan.

Analisis lingkungan internal dimulai dengan menganalisa keseluruhan fungsi bisnis yang ada diperusahaan mulai dari area fungsional pemasaran, keuangan, akuntansi, produksi, sumber daya manusia, dan fungsi – fungsi lain yang ada di perusahaan. Dari analisis tersebut dapat diidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari setiap fungsi. Selanjutnya kekuatan yang ada akan didaya gunakan dalam menghadapi persaingan dan kelemahan akan diatasi serta jika

(19)

memungkinkan diubah menjadi kekuatan, hal inilah yang disebut sebagai keuntungan bersaing (competitive advantage) yang seharusnya dimiliki perusahaan dalam memenangkan persaingan.

2.1.8. Proses Pemilihan Strategi 2.1.8.1. Tahap Input

Menurut David (2009, p325), pada tahap ini terdiri dari Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (Matriks EFE) dan Matriks Evaluasi Faktor Internal (Matriks IFE). Dengan alat – alat input, dapat mendorong para penyusun strategi untuk mengukur subjektivitas selama tahap awal perumusan strategi, dengan mengetahui evaluasi dari faktor eksternal dan internal perusahaan, akan membantu penyusun strategi untuk secara efektif menciptakan dan mengevaluasi strategi alternatif.

2.1.8.1.1. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matriks)

Menurut David (2009, p158), Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matriks) memungkinkan para penyusun strategi untuk merangkum dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintah, hukum, teknologi, dan persaingan. Tahapan penyusunan matriks EFE :

a. Buat daftar faktor eksternal yang diidentifikasikan dalam proses audit eksternal. Masukkan dari total sepuluh hingga dua puluh faktor, termasuk peluang dan ancaman yang mempengaruhi perusahaan dan industrinya. Tuliskan peluang terlebih dahulu dan kemudian ancaman.

(20)

b. Memberikan bobot untuk masing – masing faktor dari 0.0 (tidak penting) hingga 1.0 (paling penting). Bobot mengindikasikan tingkat penting relatif dari faktor terhadap keberhasilan perusahaan dalam suatu industri. Peluang sering kali diberi bobot lebih tinggi dari ancaman, tetapi ancaman juga dapat diberi bobot tinggi jika ancaman tersebut sangat serius atau sangat berbahaya bagi perusahaan. Bobot yang tepat dapat ditentukan dengan membandingkan keberhasilan atau kegagalan pesaing atau dengan mendiskusikan faktor dan mencapai konsensus kelompok. Penjumlahan dari seluruh bobot yang diberikan kepada semua faktor harus sama dengan 1.0.

c. Memberikan peringkat 1-4 untuk masing – masing faktor eksternal kunci mengenai seberapa efektif strategi perusahaan saat ini dalam merespon faktor tersebut, dimana 4 = respon perusahaan superior, 3 = respon perusahaan diatas rata – rata, 2 = respon perusahaan rata – rata, 1 = respon perusahaan dibawah rata – rata. Peringkat didasari pada efektivitas strategi perusahaan.

Dengan demikian, peringkat didasarkan pada perusahaan sedangkan bobot didasarkan pada industri. Ancaman dan peluang juga dapat diberikan peringkat 1-4.

d. Kalikan masing – masing bobot faktor dengan peringkatnya untuk menentukan nilai tertimbang.

e. Jumlahkan nilai tertimbang dari masing – masing variabel untuk menentukan total nilai tertimbang bagi organisasi.

(21)

Tabel 2.1. Matriks EFE (sumber : David., 2009, p160) Faktor Eksternal Utama Bobot (i) Peringkat (ii) Rata – rata Tertimbang (i)*(ii) Peluang Ancaman Total

2.1.8.1.2. Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE Matriks)

Menurut David (2009, p229), Matriks Evaluasi Faktor Internal digunakan untuk meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam area fungsional bisnis dan juga memberikan dasar untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi hubungan antara area – area tersebut. Tahapan dalam penyusunan matriks EFI :

a. Menuliskan faktor internal utama seperti yang diidentifikasi dalam proses audit internal. Menggunakan total 10 hingga 20 faktor internal yang mencakup kekuatan dan kelemahan. Tuliskan kekuatan terlebih dahulu lalu kelemahan.

b. Memberikan bobot untuk masing – masing faktor dari 0.0 (tidak penting) hingga 1.0 (paling penting). Bobot mengindikasikan tingkat penting relatif dari faktor terhadap keberhasilan perusahaan dalam suatu industri. Tanpa memandang apakah faktor kunci itu adalah kekuatan atau kelemahan internal, faktor yang dianggap memiliki pengaruh paling besar dalam kinerja organisasi harus diberikan bobot yang paling tinggi. Penjumlahan

(22)

dari seluruh bobot yang diberikan kepada semua faktor harus sama dengan 1.0.

c. Memberikan peringkat 1-4 untuk masing – masing faktor internal untuk mengindikasikan apakah faktor tersebut menunjukkan peringkat 4 = kekuatan utama, 3 = kekuatan minor, 2 = kelemahan minor, 1 = kelemahan utama. Peringkat didasarkan pada penilaian perusahaan, sedangkan bobot didasarkan pada industri.

d. Kalikan masing – masing bobot faktor dengan peringkatnya untuk menentukan rata – rata tertimbang untuk masing – masing variabel.

e. Jumlahkan rata – rata tertimbang dari masing – masing variabel untuk menentukan total rata – rata tertimbang bagi organisasi.

Tabel 2.2. Matriks EFI (sumber : David., 2009, p160) Faktor Internal Utama Bobot (i) Peringkat (ii) Rata – rata Tertimbang (i)*(ii) Peluang Ancaman Total 2.1.8.2. Tahap Pencocokan

Menurut David (2009, p344-346), tahap selanjutnya adalah mencocokkan faktor – faktor keberhasilan penting internal untuk menciptakan strategi alternatif yang masuk akal. Pada tahap ini terdapat beberapa metode yaitu Matriks Internal – Eksternal, Matriks SWOT. Alat – alat ini bergantung

(23)

pada informasi yang diperoleh pada tahap input untuk memadukan peluang dan ancaman eksternal dengan kekuatan dan kelemahan internal.

2.1.8.2.1. Matriks Internal – Eksternal (IE Matriks)

Menurut David (2009, p344-346), matriks IE adalah matriks yang menempatkan berbagai divisi dari suatu organisasi dalam sembilan sel. Matriks IE terdiri dari dua dimensi yaitu skor total dari matriks EFI pada sumbu X dan skor total matriks EFE pada sumbu Y. Masing – masing SBU harus membentuk EFI dan EFE matriksnya. Pada sumbu X terdapat tiga macam skor, yaitu : skor 1.0 – 1.99 menyatakan posisi internal yang lemah, skor 2.00 – 2.99 menyatakan posisi rata – rata, dan skor 3.00 – 4.00 menyatakan posisi kuat. Dengan cara yang sama pada sumbu Y juga terdapat tiga macam skor yaitu : skor 1.0 – 1.99 menyatakan posisi rendah, skor 2.00 – 2.99 menyatakan posisi sedang, dan skor 3.00 – 4.00 menyatakan posisi tinggi.

(24)

Tabel 2.3. Matriks Internal – Eksternal (sumber : David., 2009, p344)

Matriks IE memiliki tiga implikasi strategi yang berbeda yaitu :

• Daerah Tumbuh dan Kembangkan, yaitu sel I, II, dan IV. Strategi – strategi yang cocok untuk divisi ini adalah strategi intensif dan strategi terintegrasi. Strategi intensif seperti penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk. Strategi terintegrasi seperti integrasi ke belakang, integrasi ke depan, dan integrasi horizontal.

• Daerah Jaga dan Pertahankan, yaitu III, V, dan VII. Strategi – strategi yang cocok untuk divisi ini adalah strategi intensif yaitu penetrasi pasar dan pengembangan produk.

(25)

• Daerah Panen atau Divestasi, yaitu VI, VII, dan IX. Strategi – strategi yang cocok untuk divisi – divisi ini adalah strategi intensif dan defensif.

2.1.8.2.2. Matriks SWOT

Menurut David (2009, p327), matriks kekuatan – kelemahan – peluang – ancaman (SWOT) adalah sebuah alat pencocokan yang penting yang membantu manajer mengembangkan empat jenis strategi, yaitu :

Strategi SO (Strengths – Opportunities) memanfaatkan kekuatan internal perusahaan untuk menarik keuntungan dari peluang eksternal.

Strategi WO (Weakness – Opportunities) bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan cara mengambil keuntungan dari peluang eksternal.

Strategi ST (Strengths – Threats) menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal.

Strategi WT (Weakness - Threats) disebut sebagai taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal.

(26)

Tabel 2.4. Matriks SWOT (David 2009, p328) Selalu dibiarkan kosong Kekuatan – S Daftar kekuatan Kelemahan – W Daftar kelemahan Peluang – O Daftar peluang Strategi SO Strategi WO Ancaman – T Daftar ancaman Strategi ST Strategi WT

Walaupun matriks SWOT digunakan secara luas dalam perencanaan strategis, analisis tersebut memiliki beberapa keterbatasan, yaitu :

a. Matriks SWOT tidak menunjukkan cara untuk mencapai sesuatu keunggulan kompetitif.

b. Matriks SWOT merupakan penilaian yang statis dan tunduk pada waktu. c. Analisis Matriks SWOT dapat membuat perusahaan memberi penekanan

yang berlebih pada suatu faktor internal atau eksternal tertentu dalam merumuskan strategi.

2.1.8.3. Tahap Keputusan

Menurut David (2009, p349-350), pada tahap ini merupakan tahapan akhir dalam merumuskan suatu strategi bagi perusahaan. Analisis dan intuisi menjadi landasan bagi pengambilan keputusan perumusan strategi. Teknik pencocokan pada tahap sebelumnya menghasilkan berbagai alternatif strategi

(27)

yang bisa ditempuh. Dari daftar strategi alternatif yang dihasilkan dapat diberikan peringkat sehingga daftar prioritas strategi terbaik dapat dicapai. 2.1.8.3.1. Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (QSPM)

Menurut David (2009, p350), pada tahap ini hanya ada satu teknik yang digunakan, yaitu Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix - QSPM). QSPM menggunakan input dari analisis tahap input dan hasil pencocokan pada tahap pencocokan untuk menentukan alternatif strategi secara objektif.

Kolom kiri QSPM terdiri atas informasi yang didapat dari Matriks EFI dan EFE, setelah itu terdapat kolom Bobot, kolom Nilai Daya Tarik (Attractiveness Score – AS) dan kolom Total Nilai Data Tarik (Total Attractiveness Score - TAS) serta Penjumlahan Total Nilai Daya Tarik (Sum Total Attractiveness Score – STAS).

Langkah penyusunan QSPM menurut David (2009, p352 & p355) : a. Membuat daftar peluang atau ancaman eksternal dan kekuatan kelemahan

internal pada kolom kiri QSPM yang didapat dari Matriks EFE dan EFI. b. Memberikan bobot untuk masing – masing faktor internal dan eksternal,

bobot sesuai yang diberikan pada Matriks EFE dan EFI.

c. Setelah melakukan evaluasi pada tahap pencocokan dan mendapatkan alternatif strategi yang dapat dipertimbangkan, mencatat strategi tersebut pada baris atas dari QSPM.

d. Menentukan Nilai Daya Tarik (AS), yaitu angka yang mengindikasikan daya tarik relatif masing – masing strategi dalam set alternatif tertentu. Jangkauan nilai daya tarik adalah 1 = tidak menarik, 2 = daya tarik

(28)

rendah, 3 = daya tarik sedang, 4 = daya tarik tinggi dan tanda minus (-) untuk mengindikasikan bahwa faktor tersebut tidak mempengaruhi pilihan strategi yang dibuat.

e. Menghitung Total Nilai Daya Tarik (TAS), yang didefinisikan sebagai hasil dari perkalian antara bobot dan nilai daya tarik.

f. Langkah terakhir adalah menghitung Penjumlahan Total Nilai Daya Tarik (STAS) dalam masing – masing kolom strategi QSPM. Nilai yang lebih tinggi menunjukkan strategi yang lebih menarik.

Tabel 2.5. Matriks QSPM (sumber : David., 2009, p350)

Alternatif Strategi

Faktor Kunci Bobot Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Faktor Eksternal

Faktor Internal

2.2. Teori – Teori Khusus

Pada sub bab ini berisi tentang teori – teori yang mendukung dalam penulisan skripsi New Information Economics (NIE).

2.2.1. Pengertian New Information Economics (NIE)

Menurut Benson et al. (2004, p99), New Information Economics (NIE) merupakan sekumpulan praktek prinsip dan aktivitas yang terkoordinasi secara efektif menghubungkan kegiatan bisnis dengan proses manajemen teknologi informasi dan mampu menghubungkan strategi bisnis perusahaan dengan aktivitas dan inisiatif teknologi informasi.

(29)

Gambar 2.2. Sasaran Perusahaan Dalam Mencapai IT Improvement Zone Menurut Benson et al. (2004, p2), perusahaan dapat mewujudkan sasarannya unutk mencapai IT Improvement Zone dengan melihat dampak yang dihasilkan dari proyek yang baru dan melakukan pengontrolan serta pengurangan biaya terhadap biaya investasi TI yang sedang berjalan (lights-on).

Ide terpenting dari New Information Economics adalah perusahaan seharusnya hanya menginvestasikan uang pada teknologi informasi yang mendukung strategi bisnis perusahaan dan efektivitas kegiatan operasional perusahaan, dan tidak menghabiskan uang pada investasi TI yang tidak bermanfaat bagi strategi bisnis perusahaan.

(30)

Jadi, tim manajemen perusahaan seharusnya dapat mengontrol anggaran dan investasi TI, sehingga dampaknya dari proses bisnis lapisan terbawah akan terasa. Kombinasi ini akan menyebabkan perusahaan mampu bergerak pindah dari struktur biaya sekarang dan posisi bottom-line menuju biaya terkendali serta meningkatkan dampaknya pada keuntungan (bottom-line) dengan secara konsisten memilih investasi TI terbaik yang mendukung strategi bisnis perusahaan dan menyisihkan investasi TI yang kurang berguna dan bermanfaat bagi perusahaan.

Right Results / Hasil Yang Tepat

Right result yang ingin dicapai adalah mengatur biaya pengeluaran TI dan pada saat yang sama meningkatkan dampak pada bottom-line perusahaan.

Right Decisions / Keputusan Yang Tepat

Right Decisions akan menghasilkan keputusan manajemen yang tepat yang dibutuhkan untuk menghasilkan right results.

(31)

Menurut Benson et al (2004, p4), untuk mencapai dampak bottom-line bagi perusahaan, ada 4 tujuan kemungkinan yang dihasilkan oleh perusahaan, tergantung dari perusahaan, yaitu :

1. Tujuan Pengurangan Biaya (A Reduced Cost Objective)

Dengan mengaplikasikan kerangka kerja dan praktek manajemen, perusahaan dapat mengurangi biaya TI dan mempertahankan kontribusi yang dibuat TI terhadap bottom-line. Kinerja TI tetap seperti sebelumnya, namun biaya berkurang.

2. Tujuan Biaya Stabil (A Stable Cost Objective)

Manajemen perusahaan dapat terus meningkatkan kegunaan TI dan tetap dengan pertumbuhan bisnis, dan dapat mengontrol seluruh biaya yang digunakan pada TI. Teknologi Informasi dapat meningkatkan dukungannya pada bisnis dan akan berdampak pada bottom-line, namun dengan tingkat biaya yang sekarang.

3. Tujuan ”Sweet Spot” (A Sweet Spot Objective)

Mengkombinasikan pengurangan biaya dengan dampak pada bottom-line yang lebih baik. Teknologi Informasi dapat mengurangi biaya dan juga meningkatkan kinerjanya dengan dampak pada bottom-line.

4. Tujuan Higher Growth

Diterapkan untuk perusahaan yang mengalami perubahan atau pertumbuhan yang cepat. Dalam kasus ini, biaya TI yang tinggi meskipun sudah dikontrol tetap harus diperhatikan, karena akan berpengaruh besar pada bottom-line. Akan lebih baik apabila biaya TI

(32)

yang tinggi dapat dikurangi dan pada saat yang sama juga meningkatkan dampak bottom-line bagi perusahan.

2.2.1.1. Praktek New Information Economics (NIE)

Gambar 2.4. Lima Praktek New Information Economics Menurut Benson et al (2004, p9-10), lima praktek New Information Economics menghasilkan kumpulan alat untuk digunakan oleh manajer TI dan bisnis, untuk menterjemahkan strategi bisnis perusahaan ke dalam program dan inisiatif lainnya yang dapat diimplementasikan TI.

Tujuan dari praktek lima praktek New Information Economics tersebut adalah untuk menterjemahkan strategi dan sasaran bisnis perusahaan ke dalam IT action yang tepat utnuk mencapai dampak bottom-line bagi perusahaan. Hal ini dapat dicapai degnan perencanaan yang efektif, penentuan sumber daya yang tepat, dan dengan perencanaan anggaran yang sesuai. Berikut merupakan lima praktek New Information Economics :

(33)

1. Praktek Demand / Supply Planning

Menurut Benson et al. (2004, p9), praktek ini menterjemahkan strategi bisnis perusahaan ke dalam suatu tahapan yang memberikan arahan yang jelas bagi TI tentang apa yang ingin dicapai oleh perusahaan. Manajer bisnis dan TI mencapai kesepakatan ke arah mana perusahaan ingin dikembangkan dan apa yang dapat TI lakukan untuk mendukung hal tersebut.

Mereka melakukan hal ini dengan mendirikan suatu alat bantu bisnis yang dapat dilihat melalui arahan strategis manajemen, dan menterjemahkannya ke dalam strategi IT requirement yang dibutuhkan untuk memenuhi arahan strategi tersebut. Arahan strategi manajemen menjadi penggerak untuk TI, yang menghasilkan strategi IT requirement yang membangun permintaan strategi bisnis untuk TI, yaitu apa yang pihak bisnis mau dari TI, dimana IT strategic planning harus memberikan solusi teknologi sebagai persediaan strategis (supply strategic). Hasilnya adalah sebuah agenda strategi penggunaan TI dalam bisnis yang dapat diterjemahkan ke dalam perencanaan dan tindakan TI.

o Elemen dalam Strategic Demand and Supply Planning

Menurut Benson et al. (2004, p173), proses perencanaan yang ideal adalah dengan menguraikan 2 elemen berikut ini :

Inputs

1. Arahan strategi bisnis (Business Strategic Intention). 2. Portfolio dan manajemen strategi.

(34)

Outputs

1. Agenda strategi TI (Strategic IT Agenda).

Strategic IT agenda menyatakan apa yang diharapkan oleh bisnis. Dan menyatakan secara benar bagaimana TI berkontribusi pada pengurangan biaya logistik.

2. Strategi perencanaan TI (Strategic IT Plan).

Digunakan sebagai kerangka kerja strategis untuk anggaran lights-on TI dan teknologi yang berkaitan dengan proyek yang dibutuhkan untuk mendukung proyek bisnis. Isinya adalah strategic intention perusahaan untuk mengantarkan TI dalam memenuhi kebutuhan bisnis. 3. Kebutuhan strategi TI (Strategic IT Requirements).

Program dan proyek yang dibutuhkan untuk memenuhi agenda strategi bisnis.

(35)

Gambar 2.5. Perencanaan Strategy Demand / Supply dan Inovasi Dalam Value Chain (Benson, 2004 , p 130)

2. Praktek Innovation

Menurut Benson et al. (2004, p10, p190), praktek innovation merupakan perubahan terhadap strategi bisnis melalui kemampuan TI. TI akan merespon terhadap kebutuhan bisnis dan tak jarang arah perubahan bisnis tersebut bergantung pada apa yang mungkin dapat dibuat oleh TI. Praktek ini secara eksplisit menggerakkan manajemen bisnis untuk membuka kesempatan bisnis yang dimungkinkan oleh TI serta menyediakan cara mengubah kesempatan tersebut menjadi strategi bisnis dan perencanaan taktik. Adapun hasilnya yaitu kumpulan kesempatan bisnis yang kompetitif dan lebih kuat.

(36)

o Empat Komponen Praktek Innovation

Menurut Benson et al. (2004, p190), praktek innovation memiliki empat komponen, antara lain :

1. Business and Technology Monitoring

Merupakan tinjauan bagi TI dan manajemen bisnis utuk perubahan faktor dari bisnis dan teknologi yang dapat mempengaruhi bisnis perusahaan itu sendiri. Proses ini menghasilkan laporan mengenai status teknologi dan bisnis serta penelitian dari pihak eksternal, arsitektur dan perencanaan TI, serta informasi bisnis yang memberikan pengaruh terhadap bisnis dan TI.

Hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan “Inisiatif seperti apakah yang akan menghasilkan dampak bagi perusahaan baik secara teknologi maupun bisnis?”

2. Innovation Visioning

Yaitu mengembangkan visi atau arahan alternatif yang luas bagi perusahaan, menanggapi perubahan bisnis dan teknis serta membangun sekumpulan konsensus dari visi atau arahan alternatif. Proses ini berhubungan dengan manajer bisnis dan teknologi sehingga menimbulkan sebuah pertanyaan “Inovasi apa yang dapat kita lakukan dengan menggunakan TI?”

3. Business Context and Choices

Memberikan pilihan mengenai visi atau arahan bagi suatu perusahaan yang akan menentukan bagaimana suatu bisnis

(37)

dapat berjalan. Proses ini menyatukan manajer bisnis dan teknologi dalam sebuah pertimbangan penuh dari skenario bisnis; “Apa yang seharusnya dilakukan?”, dan juga mengembangkan tujuan utama bisnis secara konsisten.

Konteks dan pilihan bisnis pada prakteknya dapat berupa workshop antara manajer bisnis dengan TI dalam sebuah diskusi mengenai dampak dari bisnis dan kesempatan TI dalam menciptakan perubahan dan inovasi.

4. Actionable Innovation

Pengembangan dari beberapa skenario dan rencana pengembangan untuk inovasi. Kegiatan ini melibatkan manajer bisnis dan teknologi dalam merencanakan skenarip bisnis dan teknologi secara terfokus berdasarkan kondisi bisnis dan teknologi baru yang akan dikembangkan. Kegiatan ini mengembangkan perencanaan – perencanaan yang telah dibuat sebelumnya menjadi suatu tindakan yang nyata dan memerlukan komitmen yang kuat baik dari pihak bisnis dan teknologi.

Actionable innovation pada prakteknya dapat berupa sebuah workshop yang menggabungkan bisnis dan manajemen teknologi informasi dalam menentukan langkah selanjutnya dalam pengimplementasian inovasi. Contoh agenda yang dibahas dalam workshop ini meliputi :

(38)

• Diskusi mengenai implikasi dari inovasi.

• Diskusi antara manajemen bisnis dan TI mengenai hal – hal yang akan dilakukan selanjutnya.

3. Praktek Prioritization

Menurut Benson et al. (2004, p10), praktek prioritization adalah menganalisa dampak bisnis dari inisiatif TI, memberi prioritas pada proyek, dan menyetujui sumber daya kepada proyek yang memberikan kontribusi paling tinggi serta memberikan manfaat bagi perusahaan.

Perusahaan seharusnya mengalokasikan biaya hanya pada proyek yang secara langsung berhubungan dengan harapan strateginya. Praktek ini mengatakan pada manajer, proyek TI mana yang secara kuat mendukung harapan strategi perusahaan dan mengurutkan proyek – proyek tersebut berdasarkan dampak bisnis yang dihasilkan di masa depan. Sebagai hasil, investasi dihabiskan pada proyek yang tepat, dengan alasan yang relevan serta secara bersamaan manajer bisnis dan TI menyetujui keputusan tersebut.

(39)

Gambar 2.6. Value Chain Pada Praktek Prioritisasi (Benson et al., 2004, p 130)

Gambar 2.7. Value Chain Jasa (sumber:http://www.valuebasedmanagement.net

(40)

Kerangka Rantai Nilai Michael Porter (Value Chain Framework of Michael Porter) adalah suatu permodelan yang membantu untuk menganalisis kegiatan tertentu, dan hasil akhirnya dapat menciptakan nilai serta keunggulan kompetitif bagi perusahaan.

Inbound Logistics: meliputi kegiatan penerimaan, penyimpanan, inventory control, penjadwalan transportasi.

Operations: terdiri dari kegiatan permesinan (produksi), pengemasan (packaging), perakitan, maintenance peralatan, pengujian dan semua kegiatan yang menciptakan suatu nilai tambah dari proses kegiatan mengubah input menjadi produk akhir.

Outbound Logistics: kegiatan yang mengirimkan produk akhir/ produk bernilai jual kepada konsumen akhir/pelanggan. Kegiatan tersebut meliputi: kegiatan dibagian pergudangan, pemenuhan pesanan, transportasi, manajemen distribusi.

Value Chain Model of Michael Porter : Pemasaran dan Penjualan (Marketing and Sales): aktivitas yang berhubungan dengan mendapatkan calon konsumen untuk membeli produk bernilai jual melalui perantara iklan, promosi, penjualan, harga, manajemen ritel, dll

Service: kegiatan yang mempertahankan dan meningkatkan nilai yang ada didalam produk jual, termasuk dukungan pelanggan, layanan perbaikan, instalasi, pelatihan, manajemen suku cadang, dll

Procurement: pengadaan bahan baku, pelayanan, suku cadang, bangunan, mesin, dll

(41)

Technology Development: meliputi pengembangan teknologi untuk mendukung kegiatan rantai nilai, seperti penelitian dan pengembangan, otomasi proses, desain, desain ulang.

Value Chain Model of Michael Porter: Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resource Management): aktivitas yang berhubungan dengan perekrutan, pengembangan (pendidikan), retensi dan kompensasi karyawan dan manajer.

o Lima Tahap Proses Prioritization

Menurut Benson et al. (2004, p143), prioritisasi memungkinkan manajer bisnis dari sebuah perusahaan dalam menilai dampak bottom–line dari inisiatif TI yang diajukan dengan menggunakan ukuran yang sama untuk setiap proyek. Hasilnya adalah proyek – proyek TI yang telah diurutkan dan diprioritaskan dimana pihak manajemen dapat mengalokasikan sumber daya semaksimal mungkin untuk proyek – proyek tersebut. Mekanisme proses prioritization melibatkan 5 tahapan, yaitu :

1. Senior manager, mengartikan arahan strategi untuk perusahaan, kemudian memberikan bobot untuk setiap arahan strategi tersebut dan mencapai kesepakatan bersama mengenai definisi dan skala proyek TI mana yang akan dinilai. Melalui tahap kesepakatan ini, manajemen senior akan menjadi yakin mengenai konsistensi dari arahan strategi

(42)

yang sebelumnya telah dibuat dan akan dijalankan secara konsisten dan dari sudut pandang bisnis maupun TI.

2. Semua proyek TI dideskripsikan dalam ukuran bisnis, secara singkat dan konsisten, menyediakan deskripsi dari berbagai inisiatif TI yang diajukan. Masing – masing bagian bisnis pada tiap – tiap proyek bertanggung jawab pada inisiatif TI ini. Dengan demikian, perusahaan mempunyai suatu pandangan berorientasi bisnis yang lengkap karena berbagi inisiatif TI tersebut.

3. Para manajer akan melihat hubungan sebab akibat antara proyek TI dengan arahan strategi perusahaan ; apabila kita mengimplementasikan proyek TI ini, dampak apa yang akan dihasilkan pada masing – masing arahan strategi tersebut? Setiap manajer harus menilai dan mengevalusi setiap proyek TI yang ada. Hasilnya berupa pengertian yang luas bagi para manajer bisnis mengenai seluruh inisiatif TI yang ada, bagaimana inisiatif TI ini dapat berhubungan dengan setiap bagian bisnis, dan apa dampaknya bagi arahan strategi perusahaan.

4. Dalam sebuah diskusi, masing – masing manajer akan mengulas hasil penilaian mereka terhadap proyek – proyek TI sebelumnya yang mereka nilai. Diskusi ini akan menghasilkan keputusan bagi pengembangan dan prioritisasi proyek.

(43)

5. Bagian TI akan mengembangkan perencanaan proyek berdasarkan prioritas yang telah disepakati sebelumnya, sumber daya apa saja yang dibutuhkan, dan jadwal pengembangan proyek.

Dengan melakukan penilaian terhadap keseluruhan portfolio inisiatif TI, pihak manajemen dapat mengambil keputusan mengenai alokasi sumber daya yang dibutuhkan karena penilaian portfolio menunjukkan keseluruhan nilai, biaya dan risiko investasi TI yang akan dilakukan. Skor portfolio proyek TI untuk dampak diambil dari business value scorecard yang terdiri atas arahan strategis beserta bobot dan isi oleh orang-orang yang berperan penting.

Gambar 2.8. Pemberian Skor Prioritization Pada Sebuah Investasi Proyek

(44)

Skala nilai nol berarti proyek tidak memiliki dampak. Sedangkan skala lima berarti proyek tersebut penting bagi perusahaan. Menurut Benson et al. (2004, p298), skala yang digunakan dalam mengukur dampak proyek dimulai dari nilai nol sampai lima seperti pada tabel berikut:

Tabel 2.6. Sebab Akibat dalam Prioritization Cause and Effect Language Score Effect Proyek tidak memiliki hubungan

dengan arahan strategi perusahaan

0 Tidak ada

Proyek secara tidak langsung memberikan kontribusi terhadap arahan strategi perusahaan

1 Minor

Proyek akan memberikan kontribusi minor terhadap perusahaan, tetapi dampaknya sulit diukur

2 Kecil

Proyek akan memberikan kontribusi baru namun tidak mempengaruhi posisi perusahaan secara signifikan

3 Penting

Proyek akan memberikan kontribusi baru yang akan memberi perubahan secara signifikan bagi posisi kompetitif perusahaan, atau memberi keuntungan kompetitif

4 Sangat Penting

Proyek bersifat kritis dalam menetapkan atau mempertahankan posisi kompetitif perusahaan

(45)

4. Praktek Alignment

Menurut Benson et al. (2004, p10), praktek alignment merupakan kegiatan menganalisa dampak bisnis dari aktivitas TI yang sudah berjalan (lights-on). Setiap biaya yang dihabiskan untuk menjaga sistem yang ada, berasal dari biaya yang tidak digunakan untuk pengembangan sistem yang baru. Jadi, manajer TI dan bisnis dapat memutuskan inisiatif TI yang manakah yang seharusnya memperoleh sumber daya perusahaan yang lebih besar, dari pada beranggapan bahwa semua yang sekarang beroperasi adalah kritis bagi bisnis dan harus didukung pada tingkat sumber daya yang ada. Hasilnya adalah pendekatan yang lebih beralasan untuk menghabiskan biaya pada sistem yang sedang berjalan, dibandingkan untuk pengembangan sistem baru. Hasilnya lebih beralasan dimana mengeluarkan biaya untuk aktivitas yang ada.

o Tiga Bagian Praktik Alignment

Menurut Benson et al. (2004, p154-160), ada tiga jenis alignment. Yaitu :

1. Strategic Alignment. Melihat pada tiga elemen TI diantaranya yaitu aplikasi, service, dan infrastructure. Selain itu juga mendeskripsikan bagaimana elemen TI tersebut mendukung dua elemen bisnis (arahan strategi dan operasional bisnis serta kebutuhan proses).

(46)

Tabel 2.7. Contoh Data Alignment

2. Internal IT Alignment, mengukur seberapa besar infrastruktur TI dan service di dalam mendukung aplikasi, begitu juga sebaliknya. Disamping itu juga ada tentang bagaimana aktivitas manajemen TI yang ekfektif di dalam mendukung ketiga elemen tersebut.

3. Functional Alignment, ketika prioritas memperbolehkan manajemen memberikan sumber dayanya untuk mendukung inisiatif TI yang didasarkan pada dampak bottom-line dan hubungannya pada arahan strategis, alignment melakukan hal yang sama pada aplikasi dan infrastruktur TI yang sudah ada. Dan kebanyakan perusahaan biasanya mendedikasikan sumber daya TI untuk digunakan pada aplikasi yang sedang berjalan, dan untuk selanjutnya sumber daya diberikan pada inisiatif

(47)

baru. Functional alignment ini melanjutkan pengujian dengan melihat pada kualitas, level service, tingkat pengguna, dan teknologi.

o Strategi Investasi

Merupakan hasil dari NIE yang memiliki fungsi untuk mengetahui manfaat dari nilai investasi yang dilakukan perusahaan. Strategi investasi dilihat dari beberapa hal, contohnya :

1. Strategi investasi berdasarkan nilai penyelarasan (Alignment) dan kualitas (Quality).

Menurut Benson et al. (2004, p139), strategi investasi ini membuat manajemen dapat menentukan keputusan yang spesifik atau detail bagi investasi berdasarkan dampak bottom-line pada bisnis mengenai aplikasi lights-on yang perlu ditingkatkan lagi dan bagian pengeluaran TI apa yang dapat diminimalisir atau dikurangi serta investasi TI mana yang memberi dampak yang terbaik dan maksimal untuk bisnis.

Berikut ini merupakan pedoman yang dapat digunakan untuk menentukan kategori dari strategi investasi :

(48)

Tabel 2.8. Strategi Investasi untuk Portfolio Aplikasi Lights-On Berdasarkan Alignment – Quality

Kategori Strategi Investasi Abandon :

Penyelarasan rendah

Aplikasi sebaiknya tidak digunakan lagi.

Crisis

Penyelarasan tinggi (4, 5) dan kualitas rendah (2 atau kurang)

Aplikasi dapat direncanakan sebagai investasi untuk meningkatkan kualitas, khususnya dengan tingkat penyelarasan yang tinggi. Noncritical, stabilize :

Penyelarasan cukup (3)

Penyelarasan cukup, alokasikan dana seminimal mungkin untuk maintenance dan penambahan fitur.

Improve only as needed : Penyelarasan tinggi (4, 5) dan kualitas cukup (3)

Penyelarasan tinggi, tingkat kualitas cukup. Alokasikan dana hanya jika benar – benar diperlukan atau jika ada sisa sumber daya.

Excellent, monitor :

Penyelarasan dan kualitas tinggi (4, 5)

Pantau kualitas aplikasi. Alokasikan dana untuk menjaga nilai kualitas saja.

(49)

2. Strategi investasi berdasarkan ketergantungan (Dependency) dan kualitas (Quality).

Menurut Benson et al. (2004, p65), strategi berdasarkan ketergantungan dan kualitas, dari sisi ketergantungannya itu dilihat “Apakah si aplikasi tersebut benar – benar digunakan?”, sedangkan dilihat dari sisi kualitasnya melihat “Apakah informasi yang dihasilkan dari aplikasi tersebut akurat dan aplikasi tersedia ketika ingin dibutuhkan atau digunakan?”.

Tabel 2.9. Strategi Investasi untuk Portfolio Aplikasi Lights-On Berdasarkan Dependency – Quality

Kategori Strategi Investasi Abandon :

Ketergantungan rendah

Aplikasi sebaiknya tidak digunakan lagi.

Crisis

Ketergantungan tinggi (4, 5) dan kualitas rendah (2 atau kurang)

Aplikasi dapat direncanakan sebagai investasi untuk meningkatkan kualitas, khususnya dengan tingkat ketergantungan yang tinggi. Noncritical, stabilize :

Ketergantungan cukup (3)

Ketergantungan cukup, alokasikan dana seminimal mungkin untuk maintenance dan penambahan fitur.

(50)

Improve only as needed : Ketergantungan tinggi (4, 5) dan kualitas cukup (3)

Ketergantungan tinggi, tingkat kualitas cukup. Alokasikan dana hanya jika benar – benar diperlukan atau jika ada sisa sumber daya.

Excellent, monitor :

Ketergantungan dan kualitas tinggi (4, 5)

Pantau kualitas aplikasi. Alokasikan dana untuk menjaga nilai kualitas saja.

5. Praktek Performance Measurement

Menurut Benson et al. (2004, p10), praktek ini adalah mengukur kinerja TI berdasarkan hubungannya dengan bisnis. Yaitu dengan cara menggabungkan pengukuran kinerja operasional dan taktis TI dengan pengukuran dampaknya pada bisnis. Sangat mudah untuk menghitung kinerja TI pada tahap operasional dan taktik, tetapi sangat sulit untuk mengukur dampak TI pada bisnis. Praktek ini mencampurkan keduanya dan memungkinkan TI untuk mengetahui apa yang harus diukur, bagaimana mengelola TI berdasarkan ukuran tersebut, dan bagaimana mengkomunikasikan kinerja tersebut pada manajer bisnis dengan cara yang dapat mereka mengerti. Hasilnya meningkatkan performa TI dan meningkatkan komunikasi dengan manajemen bisnis.

(51)

2.2.1.2. Tujuan New Information Economics (NIE)

Menurut Benson et al. (2004, p68-69), tujuan NIE secara keseluruhan, yaitu :

1. Menyediakan kemampuan melihat 100% pengeluaran TI secara keseluruhan.

2. Membuat kerangka kerja perencanaan melalui penganggaran (mendukung rantai nilai strategi ke bottom-line)

Praktek NIE Demand/ Supply Planning dan Innovation bertujuan untuk :

1. Menghubungkan sumber daya yang ada dan yang dibutuhkan dengan strategic intention perusahaan.

2. Membuat pondasi untuk mengakses portfolio yang ada dan mendefinisikan portfolio strategi yang akan datang.

3. Membuat kata – kata yang konsisten antara bisnis dan TI.

4. Menggambarkan dimana letak sumber daya TI diaplikasikan dan menghubungkannya dengan anggaran perusahaan dan proses perencanaan.

5. Menyediakan kerangka kerja dalam mendefinisikan kebutuhan TI, mencakup pembaharuan dan pertumbuhan.

6. Membuat hubungan dengan pengukuran performa. Praktek NIE Prioritization bertujuan untuk :

1. Membuat dasar Strategic Intention untuk alokasi sumber daya dan prioritas.

(52)

3. Menyediakan dasar untuk mengakses risiko dan manfaat proyek. Praktek NIE Aligment bertujuan untuk :

1. Membuat dasar untuk tugas pelayanan, kualitas, kehandalan dan risiko. 2. Membuat informasi untuk penyelarasan.

3. Menghubungkan 100% biaya pengeluaran TI yang sudah dihabiskan pada Strategic Intention IT.

Praktek NIE Performance Measurement bertujuan untuk :

1. Menyediakan kerangka kerja untuk pengukuran performa dari 100% pengeluaran TI.

2. Menghubungkan pengukuran performa dengan perencanaan strategi. 3. Menghubungkan pada performa bisnis yang berpengaruh pada Portfolio

TI.

2.2.1.3. Pedoman Mendapatkan Hasil New Information Economics (NIE)

Menurut Benson et al. (2004, p19), untuk mendapatkan hasil NIE menajemen harus menjawab pertanyaan dibawah ini sebagai pedoman.

1. Affordability Questions

• Apa yang dapat kita hasilkan untuk pengeluaran TI? • Dapatkah kita mengurangi biaya TI yang tidak perlu?

• Dapatkah kita merancang ulang biaya-biaya untuk mendukung proyek yang dibutuhkan?

(53)

2. Impact Questions

• Apakah kita menginvestasikan sumber TI pada tempat yang tepat? • Apakah strategi bisnis perusahaan dapat mengendalikan tindakan TI

dan menghasilkan dampak bottom-line?

Apakah kita memperoleh dampak bottom-line dari sumber lights – on?

• Apakah sesuai antara investasi strategi dengan investasi taktik?

2.2.1.4. Pendukung Praktek : Dampak TI, Portfolio, dan Pengelolaan Budaya Menurut Benson et al. (2004, p10), kelima praktek NIE di dukung oleh konsep nilai, portfolio, dan pengelolaan budaya. Pengelolaan dampak IT berhubungan dengan pengelolaan budaya suatu perusahaan dan menggambarkan suatu kerangka kerja untuk memperlihatkan apa saja hal yang penting bagi perusahaan. Pengelolaan portfolio memberikan gambaran pertimbangan mengenai biaya pengeluaran IT secara keseluruhan, menyediakan suatu kerangka kerja yang holistic untuk membuat prioritas dan pengambilan keputusan investasi manajemen.

Pengelolaan budaya memungkinkan perusahaan untuk menghadapi budaya perusahaan yang sudah ada sebelumnya, dengan tujuan untuk menghilangkan faktor – faktor yang menjadi hambatan terhadap perubahan proses manajemen.

(54)

2.2.2. Arahan Strategis (Strategic Intention)

Menurut Benson et al. (2004, p37), arahan strategis merupakan langkah – langkah apa yang hendak dilakukan manajerial didalam meningkatkan efektifitas strategi maupun operasional yang harus berdampak pada sisi bottom-line.

Tabel 2.10. Arahan Strategis / Strategic Intention (Benson et al., 2004, p38)

2.2.2.1. Lima Pendekatan Pengembangan Arahan Strategis (Strategic Intention) Dari sudut pandang proses, disarankan 5 pendekatan dalam mengembangkan strategic intention, yaitu:

1. Mengembangkan pernyataan mengenai strategic intention dari orang yang dapat dipercaya.

(55)

2. Meninjau ulang pernyataan orang yang dapat dipercaya dengan jajaran eksekutif.

3. Memilih dan merevisi pernyataan kepada pemimpin senior.

4. Melakukan perputaran terhadap pernyataan yang telah direvisi kepada pemimpin bisnis.

5. Menyetujui pernyataan tersebut sebagai dasar untuk melangkah ke masa depan.

2.2.2.2. Strategi Menuju Bottom-Line Value Chain (The Strategy To Bottom-Line Value Chain)

Menurut Benson et al. (2004, p92-93), strategy-to-bottom-line value chain adalah sekumpulan dari proses manajemen yang saling berinteraksi dan penting dalam proyek dan anggaran operasional, serta ukuran kinerja untuk memantau pelaksanaan dan pengaruh pada bottom-line.

Gambar 2.9. Strategy-to-Bottom-Line Value Chain

Komponen – komponen untuk perencanaan dan mengatur proses yang dibutuhkan untuk memproduksi keputusan dan hasil yang tepat untuk bottom-line. Komponen – komponen tersebut diantaranya, yaitu :

(56)

− Perencanaan Yang Efektif.

Perencanaan yang efektif menghasilkan strategi TI, program, dan penggerak inisiatif yang sesuai dengan strategi bisnis, tujuan serta kebutuhan operasional.

− Keputusan Sumber Daya Yang Sesuai dan Tepat.

Mengkaji ulang investasi dan memprioritaskan program, inisiatif, dan proyek yang menghasilkan sumber daya yang dialokasikam untuk proyek TI.

− Rencana anggaran, proyek serta operasional yang dapat diimplementasikan. Merealisasikan anggaran operasional tahunan dan menentukan jadwal serta tujuan dari tiap langkah dan proyek TI.

Rantai nilai Strategic-to-Bottom-Line dibuat berpedoman pada : a. Kerangka kerja yang terintegrasi untuk seluruh bagian yang

didasarkan pada peran, tanggung jawab, serta informasi manajemen yang terbagi dan konsisten. Kerangka kerja tersebut menggunakan portfolio TI.

b. Kumpulan praktek yang saling terkait yang dapat mengambil dan mewujudkan keuntungan dari keseluruhan kerangka kerja dan membawanya kedalam kehidupan. Hal ini membutuhkan praktek yang dijelaskan dengan aturan dan proses yang tetap.

c. Sekumpulan deliverable yang didefinisikan secara konsisten, dimulai dari arahan strategi bisnis sampai ke proyek TI dan anggaran yang menghasilkan tindakan / langkah nyata.

(57)

Menurut Benson et al. (2004, p94-97), dua belas deliverable yang menyusun value chain itu memberikan informasi bahwa setiap praktek NIE mengoperasikan dan membangun dasar untuk hubungan proses dan informasi yang membimbing dari strategi bisnis sampai pada ke hasil bottom-line.

Hal – hal penting dari value chain deliverable yaitu :

- Hubungan informasi dari satu deliverable digunakan untuk membuat deliverable selanjutnya dalam value chain.

- Hubungan informasi dari sumber daya bisnis (arahan strategi dan perencanaan bisnis) untuk sumber daya TI (portfolio).

- Hubungan untuk anggaran proses bisnis (proses berhubungan dari pengukuran performa).

Berikut merupakan penjelasan mengenai rantai nilai strategi ke bottom-line :

(58)

Gambar 2.10. Rantai Nilai Strategi Ke Bottom-Line Berdasarkan Benson et al. (2004, p95-98), gambaran rantai nilai strategi ke bottom-line ditunjukkan pada tabel berikut ini :

(59)

Tabel 2.11. Rantai Nilai Strategi Ke Bottom-Line (Benson et al., 2004, p96)

Berikut adalah penjelasan rantai nilai strategi ke bottom-line : 1. Business Strategic Intention (Arahan Strategi Bisnis)

Arahan strategi perusahaan yang terdiri dari tujuan, ukuran, dan bobotnya masing – masing. Itu semua dipakai dalam lima praktek NIE.

2. Assesed Portfolio (Penilaian Portfolio)

Portfolio yang berisikan aplikasi, infrastruktur, service, dan manajemen yang dinilai berdasarkan pada nilai penyelarasan, service, kualitas, teknikal, dan tingkat penggunaannya. Penilaian portfolio akan dipakai untuk perencanaan dan pengembangan strategy IT requirement melalui proyek – proyek.

Gambar

Gambar 2.1. Model Analisis 5 Kekuatan Menurut Porter  (Sumber : David., 2009, p146)
Tabel 2.1. Matriks EFE  (sumber : David., 2009, p160)  Faktor Eksternal  Utama  Bobot (i)  Peringkat (ii)  Rata – rata  Tertimbang (i)*(ii)  Peluang  Ancaman  Total
Tabel 2.3.  Matriks Internal – Eksternal  (sumber : David., 2009, p344)
Tabel 2.4.  Matriks SWOT  (David 2009, p328)  Selalu dibiarkan  kosong  Kekuatan – S  Daftar kekuatan  Kelemahan – W  Daftar kelemahan  Peluang – O  Daftar peluang  Strategi SO  Strategi WO  Ancaman – T  Daftar ancaman  Strategi ST  Strategi WT
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan suplemen UMMB yang mengandung tepung daun glirisidia terhadap metabolisme pakan di dalam rumen

Penambahan Moringa oleifera dapat mengurangi pengaruh zat antinutrisi yang terdapat di dalam daun Tithonia diversifolia sehingga aktifitas mikroba di dalam rumen untuk

Penggunaan bahasa sastra akan memperindah diksi dudu.Penggunaan bahasa sastra mempunyai bunyi yang merdu dan saling berhungan dengan kata yang lainnya pada setiap

Namun angka keamanan yang dihasilkan yang dilakukan pada berbagai kondisi bendungan beberapa mendekati nilai keamanan ijin yaitu pada bagian tengah kondisi kosong

Penerapan konseling obat sebagai salah satu bentuk komunikasi dalam praktek Penerapan konseling obat sebagai salah satu bentuk komunikasi dalam praktek kefarmasian

Conto endapan lempung pada penelitian ini terdapat pada Formasi Warukin dan Formasi Tanjung dengan ketebalan yang bervariasi dari 20 cm sampai 7 meter, umumnya

Jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih berdasarkan Daftar Salinan Pemilih Tetap untuk TPS.. NO

Pengetahuan mengenai hal tersebut bermanfaat untuk analisis secara kuantitatif dan kualitatif kekerabatan bahasa Baranusa di Pulau Pantar dengan bahasa Kedang