K
K
at
at
a Peng
a Pengant
ant
ar
ar
Dengan menyebut namaDengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkanMaha Panyayang, kami panjatkan puja dan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah yang telah melimpahkan rahmat, hidayamelimpahkan rahmat, hidayah, dan h, dan inayah- inayah- Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini Adapun
Adapun makalah makalah ini ini telah telah kami kami usahakan usahakan semaksimal semaksimal mungkin mungkin dan dan tentunya tentunya dengan dengan bantuanbantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan bayak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam lupa menyampaikan bayak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
pembuatan makalah ini. Namun tidak lepas
Namun tidak lepas dari semua itu, kami mdari semua itu, kami menyadar sepenuhnya bahwa enyadar sepenuhnya bahwa ada kekurangan ada kekurangan baik daribaik dari segi penyusun bahasanya mau
segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena pun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang daitu dengan lapang dada dan tanganda dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin member saran dan kritik terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin member saran dan kritik kepada kami sehingga
kepada kami sehingga kami dapat memperkami dapat memperbaiki makalah baiki makalah ini.ini. Akhirnya penyusun
Akhirnya penyusun mengharapkan mengharapkan semoga dari semoga dari makalah dapat makalah dapat diambil hikmah diambil hikmah dan manfaatnyadan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.
sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.
Manado , 2016 Manado , 2016
Penyusun Penyusun
BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang
Pengertian Metode Numerik
Pengertian Metode Numerik adalah teknik-teknik yang digunakan untuk memformulasi kanadalah teknik-teknik yang digunakan untuk memformulasi kan masalah matematis agar dapat dipecahkan dengan operasi perhitungan.
masalah matematis agar dapat dipecahkan dengan operasi perhitungan. metode numerik metode numerik adalah adalah teknik di mana masalah matematika diformulasikan sedemikian rupa sehingga dapat diselesaikan teknik di mana masalah matematika diformulasikan sedemikian rupa sehingga dapat diselesaikan oleh pengoperasian aritmetika (Chapra dan Chanale, 1991);
oleh pengoperasian aritmetika (Chapra dan Chanale, 1991); metode numerik metode numerik adalah teknik - adalah teknik -teknik yang digunakan untuk merumuskan masalah matematika agar dapat diselesaikan han ya teknik yang digunakan untuk merumuskan masalah matematika agar dapat diselesaikan han ya dengan operasi hitungan, yang terdiri dari operasi tambah, kurang, kali dan bagi (Susila, 1994 ; dengan operasi hitungan, yang terdiri dari operasi tambah, kurang, kali dan bagi (Susila, 1994 ; Ibraheem dan Hisyam, 2003). Terdapat banyak jenis
Ibraheem dan Hisyam, 2003). Terdapat banyak jenis metode numerik metode numerik , namun pada dasarnya,, namun pada dasarnya, masing -masing metode tersebut memiliki karakteristik umum, yaitu selalu mencakup sejumlah masing -masing metode tersebut memiliki karakteristik umum, yaitu selalu mencakup sejumlah kalkulasi aritmetika. Jadi
kalkulasi aritmetika. Jadi metode numerik adalahmetode numerik adalah suatu teknik untuk memformulasikan suatu teknik untuk memformulasikan masalah matematika sehingga dapat diselesaikan dengan operasi aritmetika yang terdiri dari masalah matematika sehingga dapat diselesaikan dengan operasi aritmetika yang terdiri dari operasi tambah, kurang, kali dan bagi (Rochmad, 2011).
operasi tambah, kurang, kali dan bagi (Rochmad, 2011). Tujuan
Tujuan
Pembuatan makalah ini sebagai tugas mata kuliah Metode Numerik untuk lebih memahami Pembuatan makalah ini sebagai tugas mata kuliah Metode Numerik untuk lebih memahami metode eliminasi Gauss dan Gauss-Jordan dan membantu pembaca lainnya yang ingin metode eliminasi Gauss dan Gauss-Jordan dan membantu pembaca lainnya yang ingin menyelesaikan sistem persamaan linier.
menyelesaikan sistem persamaan linier. Manfaat
Manfaat
Dari makalah y
Dari makalah yang dibuat ang dibuat antara lain antara lain ::
Membantu memahami apa yang dimaksud metode eliminasi Gauss dan Gauss-Jordan.Membantu memahami apa yang dimaksud metode eliminasi Gauss dan Gauss-Jordan.
.Membantu mempelajari langkah-langkah yang dilakukan untuk menyelesaikan soal.Membantu mempelajari langkah-langkah yang dilakukan untuk menyelesaikan soal sistem persamaan linier dengan metode eliminasi Gauss dan Gauss Jordan
BAB II BAB II
PEMBAHASAN PEMBAHASAN
A.
A. Definisi Deret TaylorDefinisi Deret Taylor
Andaikan f dan semua turunannya, f’, f’’, f’’’, …., menerus di dalam selang [a, b]. Misalkan xₒ ϵ
Andaikan f dan semua turunannya, f’, f’’, f’’’, …., menerus di dalam selang [a, b]. Misalkan xₒ ϵ
[a, b], maka untuknilai-[a, b], maka untuk nilai-nilai xₒ dan x ϵ nilai-[a, b], f(x) dapat diperluas (diekspansi) ke dalam deret
nilai xₒ dan x ϵ [a, b], f(x) dapat diperluas (diekspansi) ke dalam deret
taylor:taylor:
Persamaan di atas merupakan penjumlahan dari suku-suku (
Persamaan di atas merupakan penjumlahan dari suku-suku (termterm) yang disebut deret.) yang disebut deret. Untuk memudahkan penulisan
suku-Untuk memudahkan penulisan suku-suku selanjutnya kita menggunakan tanda ellipsis (…). Jika
suku selanjutnya kita menggunakan tanda ellipsis (…). Jika
dimisalkan xdimisalkan x –
– xₒ = h, maka f(x) dapat juga ditulis sebagai
xₒ = h, maka f(x) dapat juga ditulis sebagai
Contoh:Contoh:
Hampiri fungsi f(x) = sin(x) ke dalam deret Taylor di s
Hampiri fungsi f(x) = sin(x) ke dalam deret Taylor di sekitar xₒ = 1.
ekitar xₒ = 1.
Penyelesaian:Penyelesaian:
Kita harus menentukan turunan sin(x) terlebih dahulu sebagai berikut Kita harus menentukan turunan sin(x) terlebih dahulu sebagai berikut f(x) = sin(x) f(x) = sin(x)
f’(x) = cos(x)
f’(x) = cos(x)
f’’(x) =
f’’(x) =
-sin(x)-sin(x)f’’’(x) =
f’’’(x) =
-cos(x)-cos(x) f f (4)(4)(x) = sin(x),(x) = sin(x), dan seterusnya. dan seterusnya. Maka, Maka, Bila dimisalkan xBila dimisalkan x –
–
1 = h, maka 1 = h, maka = 0.8415 + 0.5403h + 0.4208h= 0.8415 + 0.5403h + 0.4208h22+ 0.0901h+ 0.0901h33 + 0.0351h + 0.0351h44
+ …
+ …
Kasus khusus adalah bila fungsi diperluas di sekitar xₒ = 0, maka deretnya dinamakan deret
Kasus khusus adalah bila fungsi diperluas di sekitar xₒ = 0, maka deretnya dinamakan deret
Maclaurin, yang merupakan deret Taylor baku.Deret
Deret Taylor Taylor yang yang dipotong dipotong sampai sampai suku suku orde orde ke-n ke-n dinamakan dinamakan deret deret Taylor Taylor terpotong terpotong dandan dinyatakan oleh:
dinyatakan oleh: Yang dalam hal ini, Yang dalam hal ini,
, xₒ < c < x
, xₒ < c < x
Disebut galat atau sisa (residu). Disebut galat atau sisa (residu).Dengan demikian deret Taylor yang dipotong sampai suku orde k-n dapat ditulis sebagai Dengan demikian deret Taylor yang dipotong sampai suku orde k-n dapat ditulis sebagai f(x) = P
f(x) = Pnn(x) + R (x) + R nn(x)(x) yang dalam hal ini, yang dalam hal ini, Contoh:
Contoh:
Sin(x) jika dihampiri dengan deret Taylor orde 4 di sekitar xₒ = 1 adalah:
Sin(x) jika dihampiri dengan deret Taylor orde 4 di sekitar xₒ = 1 adalah:
Yang dalam hal ini,Yang dalam hal ini, , 1 < c < x , 1 < c < x
Deret Taylor terpotong di sekitar xₒ = 0 disebut deret Maclaurin terpotong
Deret Taylor terpotong di sekitar xₒ = 0 disebut deret Maclaurin terpotong
Contoh:Contoh:
Hitunglah hampiran nilai cos(0.2), sudut dinyatakan dalam
Hitunglah hampiran nilai cos(0.2), sudut dinyatakan dalam radian, dengan deret Maclaurinradian, dengan deret Maclaurin sampai suku
sampai suku orde orde n = n = 6.6. Penyelesaian:
Penyelesaian: Cos(0.2) 1
Cos(0.2) 1 –
–
0.2 0.222/2 + 0.2/2 + 0.244/24/24–
–
0.2 0.266/720 = 0.9800667/720 = 0.9800667 (sampai tujuh angka di belakang koma)(sampai tujuh angka di belakang koma) a.
a. Analisis GalatAnalisis Galat
Galat berasosiasi dengan seberapa dekat solusi
Galat berasosiasi dengan seberapa dekat solusi hampiran terhadap solusi sejatinya.semakinhampiran terhadap solusi sejatinya.semakin kecil galatnya, semakin teliti solusi numerik yang didapatkan.
kecil galatnya, semakin teliti solusi numerik yang didapatkan.
Misalkan â adalah nilai hampiran terhadap nilai sejati a, maka selisih Misalkan â adalah nilai hampiran terhadap nilai sejati a, maka selisih
ε = a –
disebut galat. Sebagai contoh, jika â = 10.5 adalah nilai hampiran dari a = 10.45, maka galatnya disebut galat. Sebagai contoh, jika â = 10.5 adalah nilai hampiran dari a = 10.45, maka galatnya
adalah ε =
adalah ε =
-0.01. Jika tanda galat (positif atau neg-0.01. Jika tanda galat (positif atau negatif) tidak dipertimbangkan, maka galat mutlakatif) tidak dipertimbangkan, maka galat mutlak didefinisikan sebagaididefinisikan sebagai
ǀεǀ =ǀa –
ǀεǀ =ǀa – âǀ
âǀ
Untuk mengatasi interpretasi nila galat, maka galat harus dinormalkan
Untuk mengatasi interpretasi nila galat, maka galat harus dinormalkan terhadap nilai sejatinya.terhadap nilai sejatinya. Sehingga dinamakan galat relatif.
Sehingga dinamakan galat relatif. Galat relatif didefinisikan sebagai Galat relatif didefinisikan sebagai Atau dalam persentase
Atau dalam persentase
Karena galat dinormalkan terhadap nilai sejati, maka
Karena galat dinormalkan terhadap nilai sejati, maka galat relatif tersebut dinamakan juga galatgalat relatif tersebut dinamakan juga galat relatif sejati.
relatif sejati.
Dalam praktek kita tidak mengetahui nilai sejati
Dalam praktek kita tidak mengetahui nilai sejati
a, karena itu galat ε seringkali dinormalkan
a, karena itu galat ε seringkali dinormalkan
terhadap solusi hampirannya, sehingga galat relatifnya dinamakanterhadap solusi hampirannya, sehingga galat relatifnya dinamakan galat relatif hampiran.galat relatif hampiran. Contoh:
Contoh:
Misalkan nilai sejati
Misalkan nilai sejati = 10/3 dan nilai hampiran = 10/3 dan nilai hampiran = 3.333. Hitunglah galat, galat mutlak, gal= 3.333. Hitunglah galat, galat mutlak, galatat relatif, dan galat relatif hampiran.
relatif, dan galat relatif hampiran. Penyelesaian: Penyelesaian: Galat = 10/3 Galat = 10/3 –
–
3.333 = 10/3 3.333 = 10/3 –– 3333/1000 = 1/3000 = 0.000333…
3333/1000 = 1/3000 = 0.000333…
Galat mutlak = ǀ0.000333…ǀ = 0.000333…
Galat mutlak = ǀ0.000333…ǀ = 0.000333…
Galat relatif = (1/3000)/(10/3) = 1/1000 = 0.0001 Galat relatif = (1/3000)/(10/3) = 1/1000 = 0.0001 Galat relatif hampiran = (1/3000)/3.333 = 1/9999 Galat relatif hampiran = (1/3000)/3.333 = 1/9999b.
b. Sumber Utama Galat Numerik Sumber Utama Galat Numerik
Secara umum terdapat dua sumber utama penyebab galat dalam Secara umum terdapat dua sumber utama penyebab galat dalam perhitungan numerik:
perhitungan numerik: 1.
1. Galat pemotongan (Galat pemotongan (truncation error truncation error )) 2.
Selain kedua galat ini, masih ada sumber galat lain, antara lain: 1. Galat eksperimental
2. Galat pemrograman c. Galat Pemotongan
Galat pemotongan mengacu pada galat yang ditimbulkan akibat
Penggunaan hampiran sebagai pengganti formula eksak. Tipe galat pemotongan bergantung pada metode komputasi yang digunakan untuk penghampiran sehingga kadang-kadang ia disebut juga galat metode. Misalnya, turunan pertama fungsi f di x, dihampiri dengan formula
Yang dalam hal ini h adalah lebar absis xi+1dengan xi.
Untuk mencari nilai maksimum yang mungkin dari ǀ R
nǀ dalam selang yang diberikan , yaitu:
Contoh:Gunakan deret Taylor orde 4 di sekitar xₒ = 1 untuk menghampiri ln(0.9) dan berikan taksiran untuk galat pemtongan maksimum yang dibuat.
Penyelesaian:
Tentukan turunan fungsi f(x) = ln(x) terlabih dahulu f(x) = ln(x) f(1)=0
f’(x) = 1/x
f’(1)=1
f’’(x) =
-1/x2f’’(1)=-1
f’’’(x) = 2/x
3f’’’(1)=2
f (4)(x) = -6/x4 f (4)(1)=-6 f (5)(x) = 24/x5 f (5)(c)=24/c5 Deret Taylornya adalahln(x) = (x-1) – (x-1)2/2 + (x-1)3/3 – (x-1)4/4 + R 4(x) dan
Dan nilai Max |24/c5| di dalam selang 0.9 < c < 1 adalah pada c = 0.9 (dengan mendasari pada fakta bahwa pada suatu pecahan nilainya semakin membesar bilamana penyebut dibuat lebih kecil). Sehingga
Jadi ln(0.9) = -0.1053583 dengan galat pemotongan lebih kecil dari 0.0000034.
Deret Taylor dapat digunakan unuk menghitung integral fungsi yang sulit diintegralkan secara analitik (bahkan adakalanya tidak dapat dihitung secara analitik).
d. Galat Pembulatan
Perhitungan dengan metode numerik hampir selalu menggunakan bilangan riil. Semua bilangan riil tidak dapat disajikan secara tepat di dalam komputer, sehingga keterbatasan komputer dalam menyajikan bilangan riil yang menghasilkan galat disebut galat pembulatan. Misalnya sebuah komputer hanya dapat merepresentasikan bilangan riil dalam 6 digit angka, maka representasi
bilangan 1/6 = 0.1666666666… di dalam komputer 6-digit tersebut adalah 0.166667.
Kebanyakan komputer digital mempunyai dua buah cara penyajian bilangan riil, yaitu bilangan titik-tetap ( fixed point ) dan bilangan titik-kambang ( floating point ). Dalam format bilangan titik-tetap setiap bilangan disajikan dengan jumlah tempat desimal yang titik-tetap, misalnya 62.358, 0.013, 1.000. sedangkan dalm format bilangan titik-kambang setiap bilangan disajikan dengan jumlah digit berarti yang sudah tetap, misalnya
0.6238 x 103 0.1714 x 10-13 Atau ditulis juga
0.6238E+03 0.1714E-13
Digit berarti di dalam format bilangan titik-kambang disebut juga angka bena ( significant figure).
Contohnya:
43.123 memiliki 5 angka bena (yaitu 4,3,1,2,3) 0.0000012 memiliki 2 angka bena (yaitu 1,2)
270.0090 memiliki 7 angka bena (yaitu 2,7,0,0,0,9,0) e. Galat Total
Galat akhir atau galat total atau pada solusi numerik merupakan jumlah galat pemotongan dan galat pembulatan. Misalnya menggunakan deret Maclaurin orde-4 untuk menghampiri cos(0.2) sebagai berikut:
Cos(0.2) ≈ 1 –
0.22/2 + 0.24/24 ≈ 0.9800667
Galat Galat
Pemotongan Pembulatan f. Orde Penghampiran
Di dalam metode numerik, fungsi f(x) sering diganti d engan fungsi hampiran yang lebih
sederhana. Satu cara mengungkapkan ketelitian penghampiran ini adalah dengan menggunakan notasi O-Besar ( Big-Oh).
Contoh:
eh = 1 + h + h2/2! + h3/3! + h4/4! + O(h5) ln(x+1) = x – x2/2 + x3/3 – x4/4 + x5/4 +O(h5)
Sin(h) = h – h3/3! + h5/5! + O(h7) (bukan O(h6), karena suku orde 6 = 0) Cos(h)=1
–
h2/4!+h4/6!–
h6/6!+O(h8) (bukan O(h7), karena suku orde 7=0)g. Bilangan Titik-Kambang
Bilangan riil di dalam computer umumnya disajikan dalam format bilangan titik-kambang. Bilangan titik-kambang ditulis sebagai
a = ± m x B p = ± 0.d1d2d3d4d5d6
…dn x B
p yang dalam hal ini,m = mantisa (riil). d1d2d3d4d5d6
…dn adalah digit atau bit mantisa yang
nilainya dari 0 sampai B – 1, n adalah panjang digit (bit) mantisa. B = basis sistem bilangan yang dipakai (2, 8, 10, 16, dan sebagainya) P = pangkat (berupa bilangan bulat), nilainya dari–
pmin sampai +pmaksSebagai contoh, bilangan riil 245.7654 dinyatakan sebagai 0.2457654 x 103 dalam format bilangan titik kambang dengan basis 10.
Bilangan Titik-Kambang Ternormalisasi
Bilangan titik-kambang juga dapat dituliskan sebagai a = ± (mb) x
Misalnya, 245.7654 dapat ditulis sebagai 0.2457654 X atau
2.457654 X atau
0.02457654 X , dan sebagainya
Agar bilangan titik-kambang dapat disajikan secara seragam, ke banyakan sistem komputer
menormalisasikan formatnya sehingga semua digit mantisa selalu angka bena. Karena alasan itu, maka digit pertama mantisa tidak boleh nol.
Epsilon Mesin
Satu ukuran yang penting dalam aritmetika komputer adalah seberapa kecil perbedaan antara dua buah nilai yang dapat dikenali oleh komputer. Ukuran yang digunakan untuk membe dakan suatu bilangan riil dengan bilangan riil berikutnya adalahepsilon mesin. Epsilon mesin distandarisasi
dengan menemukan bilangan titik-kambang terkecil yang bila ditambahkan dengan 1
memberikan hasil yang lebih besar dari 1. Dengan kata lain, jika epsilon mesin dilambangkan dengan maka
1+
(bilangan yang lebih kecil dari epsilon mesin didefinisikan sebagai nol dalam komputer).
Pembulatan pada Bilangan Titik-Kambang
Ada dua teknik pembulatan yang lazim dipakai oleh komputer, yaitupemenggalan (chopping ) dan pembulatan ke digit terdekat
(in-rounding ).
1. 1. Pemenggalan (
chopping
)Misalkan adalah bilangan titik-kambang dalam basis 10: = . x
misalkan adalah banyak digit mantis komputer. Karena digit mantis lebih banyak dari digit mantis komputer, maka bilangan dipotong sampai digit saja:
( ) = x
1. 2. Pembulatan ke digit terdekat
( in-rounding )
Misalkan adalah bilangan titik-kambang dalam basis 10: = . x
Misalkan adalah jumlah digit mantis komputer. Karena digit mantis lebih banyak dari digit mantis komputer, maka bilangan dibulatkan sampai digit.
Contohnya, bilangan x di dalam komputer hipotesis dengan 7 digit mantis dibulatkan menjadi fl =0.3141593 x
dengan galat sebesar 0.00000035…. contoh ini memperlihatkan bahwa
pembulatan ke digit terdekat menghasilkan galat yang lebih rendah daripada pemenggalan.
Aritmetika Bilangan Titik-Kambang
Operasi aritmetika pada bilangan titik-kambang meliputi operasi penambahan dan pengurangan, operasi perkalian, dan operasi pembagian.
Operasi penambahan dan Pengurangan
Terdapat dua buah kasus serius yang menyebabkan timbulnya galat pembulatan pada operasi penjumlahan dua buah bilangan titik-kambang:
Kasus 1 : Penjumlahan (termasuk pengurangan) bilangan yang sangat kecil ke (atau dari) bilangan yang lebih besar menyebabkan timbulnya galat pembulatan.
Galat pembulatan pada kasus 1 ini terjadi karena untuk menjumlahkan dua buah bilangan yang berbeda relatif besar, pangkatnya harus disamakan terlebih dahulu (disamakan dengan pangkat bilangan yang lebih besar).
Operasi Perkalian dan Pembagian
Operasi perkalian dan pembagian dua buah bilangan titik-kambang tidak memerlukan penyamaan pangkat seperti halnya pada penjumlahan perkalian dapat dilakukan dengan
mengalikan kedua mantis dan menambahkan kedua pangkatnya. Pembagian dikerjakan dengan membagi mantis dan mengurangkan pangkatnya.
Perambatan Galat
Galat yang dikandung dalam bilangan titik-kambang merambat pada hasil komputasi. Misalkan terdapat dua bilangan dan (nilai sejati) dan nilai hampirannya masing-masing dan , yang
Berikut adalah bagaimana galat merambat pada hasil penjumlahan dan perkalian dan .Untuk penjumlahan,
Jadi, galat hasil penjumlahan sama dengan jumlah galat masing-masingoperand . Untuk perkalian,
Yang bila kita susun menjadi
Dengan mengandaikan bahwa dan , maka galat relatifnya adalah
Kondisi Buruk
Suatu persoalan dikatakanberkondisi buruk (ill conditioned ) bila jawabannya sangat peka terhadap perubahan kecil data (misalnya perubahan kecil akibat pembulatan). Bila kita
mengubah sedikit data , maka jawabannya berubah sangat besar (drastis ). Lawan dari berkondisi buruk adalahberkondisi baik (well conditioned ).Suatu persoalan dikatakan baik bila
perubahan kecil data hanya mengakibatkan perubahan ke cil pada jawabannya.
Sebagai contoh, tinjau persoalan menghitung akar persamaan kuadrat di bawah ini. Disini kita hanya mengubah nilai-nilai tetapan c-nya saja:
(i) akar-akarnya dan
Sekarang, ubah 3.99 menjadi 4.00: (ii) akar-akarnya
Ubah 4.00 menjadi 4.001: (iii) akar-akarnya imajiner
Dapat dikatakan bahwa persoalan akar-akar persamaan kuadrat diatas berkondisi buruk, karena dengan pengubahan sedikit saja data masukannya (dalam hal ini nilai koefisienc ), ternyata nilai akar-akarnya berubah sangat besar.
Bilangan Kondisi
Kondisi komputasi numerik dapat diukur denganbilangan kondisi. Bilangan kondisi merupakan ukuran tingkat sejauh mana ketidakpastian dalam diperbesar oleh Bilangan kondisi dapat
Galat relatif hampiran dari adalah Dan galat relatif hampiran dari adalah
Bilangan kondisi didefinisikan sebagai nisbah (ratio) antara galat relatif hampiran dan Bilangan kondisi
Arti dari bilangan kondisi adalah:
–
Bilangan kondisi = 1 berarti galat relatif hampiran fungsi sama dengan galat relatif–
Bilangan kondisi lebih besar dari 1 berarti galat relatif hampiran fungsi besar–
Bilangan kondisi lebih kecil dari 1 berarti galat relatif hampiran fungsi kecil (kondisi baik) Suatu komputasi dikatakan berkondisi buruk jika bilangan kondisinya sangat besar, sebaliknya berkondisi baik bila bilangan kondisinya sangat kecil.PERSAMAAN NON LINEAR
mampu: 1. Memformulasikan fenomena fisis dalam bentuk persamaan non linear ke dalam formula iteratif komputasi numerik. 2. Menyebutkan beberapa metode komputasi numerik dalam kasus finding roots 3. Menjelaskan proses iterasi dari bracketing methods dan open methods. 4. Menjelaskan perilaku metode Bisection, Newton Raphson dan Secant sesuai dengan karakter persamaan non linear yang ditangani. 5. Mengembangkan pemahaman dengan menggunakan
karakteristik metode-metode komputasi numerik yang lain. 6. Meng-implementasikan metode komputasi numerik untuk persamaan non linear dalam program komputer.
Telah dikenal beberapa metode nonkomputer di dalam menyelesaikan akarakar secara aljabar dan non-aljabar. Untuk kasus non-aljabar ada persamaan transendental
–
didalamnya mengandung bentuk-bentuk trigonometri, eksponensial, logaritma, dan persamaan campuran yang mengandung polinom dan transendental. Dalam beberapa kasus, akar-akar bisa ditentukan dengan metode langsung. Contoh yang paling sederhana seperti pada persamaan linear ax + b=0 (dimana a dan b adalah konstanta dan a 0), maka akar tunggal dari persamaan, xo=–
b/a. Persamaan kuadrat ax2 + bx + c=0 dalam keadaan tertentu bisa diselesaikan dengan formula kuadratik: a acbb x 2 42 ,21±−− =
(2.1)
Rumus-rumus yang memberikan nilai eksak dari penyelesaian secara eksplisit hanya ada untuk kasus-kasus yang sangat sederhana. Fungsi yang cukup sederhana seperti f(x) = e-x
–
x sudah tidak bisa diselesaikan secara analitik. Dalam hal ini satusatunya alternatif adalah menggunakan solusi pendekatan (approximate solution) Salah satu metode untuk menentukan solusi pendekatan adalah menggambar fungsi dan menentukan nilai x dimana f(x)=0, seperti terlihat pada contoh 2.1. Contoh 2.1 Gunakan pendekatan grafik untuk menentukan koefisien tarik (drag coeffisient) c yang diperlukan sebuah parasut bermassa m=68,1 kg sehingga kecepatannya 40 m/dtk setelah terjun bebas selama t=10 detik. Catatan: percepatan gravitasi 9,8 m/dtk. Solusi Kecepatan parasut yang diturunkan dari Hukum Newton II (diberikan oleh persamaan 1.7 pada Bab 1) adalah:)1()( )/( tmce c gm tv − =− Dapat kita lihat bahwa tidak seperti kecepatan parasut secara
eksplisit dapat diisolasi pada satu sisi dan sebagai fungsi waktu. dalam kasus ini koefisien drag adalah implisit. Kasus ini bisa diselesaikan dengan metode numerik dengan cara mengurangi variabel takbebas v pada kedua sisi persamaan, sehingga:
ev c gm cf tmc −−= − )1()( )/(
(2.2) Nilai c yang membuat f(c)=0, selanjutnya disebut akar
persamaan, yang juga representasi dari koefisien drag sebagai solusi dari kasus. Dengan memasukkan parameter t=10, g=9,8, v=40 dan m=68,1
40)1(
)1,68(8,9 () 10)1,68/( −−= − ce c cf atau
40)1( ,38667 () 10)1,68/( −−= − ce c cf
(2.3) Variasi nilai c yang disubtitusi
pada persamaan memberikan hasil f(c) pada tabel sebelah kiri. Kurva melintasi sumbu c antara 12 dan 16. dan dari kelengkungan grafik memberikan estimasi akar 14,75.Gambar 2.1. Pendekatan grafik untuk menentukan akar-akar persamaan
Dengan subtitusi 14,75 pada persamaan (2.3), validitas estimasi grafik bisa diuji:
,059 400)1( ,7514 ,38667 )75,14( 10)1,68/75,14( −= =− − ef dan
dtkmev /059,40)1( ,7514 )1,68(8,9 10)1,68/75,14( −== −
t,dt f(c) 4 8 12 16 20 34,115 17,653 6,067–
2,269–
8,401 f(x) 20 40–
10 0 4 8 12 20 c AkarMetode grafik ini tidak cukup teliti (precision). Cara yang lain adalah melakukan trial and error. Teknik ini terdiri dari sebuah nilai coba x dan dievaluasi apakah f(x)=0. jika tidak, dimasukkan nilai coba yang lain dan f(x) dievaluasi kembali untuk menentukan apakah nilai yang baru memberikan estimasi akar yang lebih baik. Proses akan berulang sampai sebuah nilai coba
memberikan hasil f(x)=0. Metode seperti itu jelas tidak sistematis, tidak efisien dan tidak memadai untuk aktivitas saintis. Metode pendekatan yang paling tepat adalah metode-metode iterasi numerik. Metode iterasi numerik adalah metode yang memberikan pilihan suatu x 0 sebagai tebakan awal dan secara beruntun menghitung bari
san x 0,x1,x2,… secara rekursif dari
relasi berbentuk ()1 nn xgx =+ (n=0,1,2,…)
(2.4) dengan g didefinisikan dalam selang yang
memuat x 0 dan rentang g terletak dalam selang tersebut. Jadi secara beruntun dihitung
x1=g(x0), x 2=g(x1), x 3=g(2)…. Met
ode iterasi sangat penting untuk beragam masalah dalam analisa numerik, dengan kelebihan umumnya tidak sangat terpengaruh oleh merambatnya kesalahan pembulatan.Contoh 2.2 Buatlah program sederhana menggunakan BASIC untuk mencari akar positif dari fungsi f(x) = x2
–
5, dengan nilai tebakan awal x=1, lebar langkah 0,5 dan toleransi 10–
6. Nilaisebenarnya √5 =2,236068 Solusi Program BASIC 5 Def Fnf(x)=x*x–
5 10 Tolx=1.E–
0615 x=1: FOld=Fnf(x): dx=.5
20 Iter%=0
25 ‘ 30 While Abs(dx)>Tol
x 35 Iter%=Iter%+1 40 x=x+dx 45 Print Iter%,x,Sqr(5)–
x 50 If FungsiOld*Fnf(x)>0 Then Goto 60 55 x=x–dx: dx=dx/2 60 Wend 65 ‘
70 Stop Running program memberikan hasil sebagai berikut: Iterasi ke-n Nilai x Kesalahan (Error) 1 2 3 4 . . 13 14 . . 32 33 1.5 2 2.5 2.25 . . 2.2421875 2.23828125 . . 2.236066818237305 2.236068725585938 0.7360679774997897 0.2360679774997897
–
0.2639320225002103–
1.39320225002103E–
002 . .–
6.119522500210304E–
003–
2.2132725002103036E–
003 . . 1.159262485008914E–
006–
7.480861478035856E–
007Pada iterasi ke-33 proses komputasi berhenti, karena telah memenuhi toleransi kesalahan 10
–
6 dengan presisi jawaban yang bagus. Berikut ini adalah metode-metode yang populer digunakan untuk menyelesaikan masalah finding roots terutama pada kasus persamaan non linear f(x)=0 secarakomputasi numerik: a. ˜ Bagidua (Bisection) (initial Guesses:2,Convergence Rate:Slow,
Stability:Always, Accuracy:Good, Breadth of Application:Real Roots, Programming Effort:Easy) b. Posisi Palsu (False Position) c. Titik Tetap (Fixed Point Iteration) d.˜
NewtonRaphson (initial Guesses:1,Convergence Rate:Fast, Stability:Possibly Divergent,Accuracy:Good, Breadth of Application:General, Programming Effort:Easy, Requires evaluation
of f’(x)) e. Modifikasi Newton Raphson f. ˜Tali Busur (Secant) (initial G
uesses:2,Convergence Rate:Medium to Fast, Stability:Possibly Divergent, Accuracy:Good, Breadth of Application:General, Programming Effort:Easy, Initial guesses do not have to bracket the root g. Modifikasi Talibusur (Secant Modified) h. Müller i. BairstowMetode analisa numerik diatas, memiliki karakteristik terapan (metode a dan b untuk akar-akar real, metode b sampai g untuk general aplikasi, dan metode h dan i untuk akar-akar polinomial). Di sini hanya akan diimplementasikan satu atau beberapa metode yang dipilih, dengan pertimbangan yang disertakan pada item metode, sebagai dasar untuk menangani kasus-kasus
fisika pada bab-bab selanjutnya. Metode Grafik – dengan contoh 2.1 dan metode Bagidua adalah
termasuk metode ‘mengurung’ (bracketing methods), sedangkan metode Newton Raphson dan
metode Secant termasuk metode terbuka (open methods).2.1 Metode Bagidua (Bisection)
Nilai f(x) akan berubah tanda, berbeda pada kedua sisi akar, seperti yang ditunjukkan pada contoh 2.1. Secara umum, jika f(x) real dan kontinu pada interval antara xl sampai xu, dan f(xl) dan f(xu) berlawanan tanda, maka 0)()( <ul xfxf (2.5) dan sekurang-kurangnya ada satu akar pada interval itu. Berikut langkah-langkah komputasi aktual dengan metode bagidua: Langkah 1: Tentukan nilai awal xl yang lebih rendah dan xu yang lebih tinggi, sehingga fungsi berubah tanda melalui interval. Ini bisa dicek dengan menghitung 0)()( <ul xfxf . Langkah 2: Estimasikan akar xr, yang ditentukan oleh:
2 ul r xx x + =
Langkah 3: Lakukan evaluasi berikut untuk menentukan interval akar: (a) Jika 0)()( <rl xfxf berarti akar pada sub-interval bawah(xl,xr), kemudian set xu=xr dan kembali lakukan langkah 2 (b) Jika 0)()( >rl xfxf berarti akar pada sub-interval atas(xu,xr), kemudian set xl=xr dan kembali lakukan langkah 2 (c) Jika 0)()( =rl xfxf akarnya adalah xr, perhitungan dihentikan.
Dengan metode ini ditentukan titik tengah interval, dan interval akan dibagi menjadi dua sub-interval, yang salah satunya pasti mengandung akar. Berikutnya yang ditinjau adalah sub-interval yang mengandung akar. Proses diulangi dengan membagi sub-interval tersebut dan memeriksa separo sub-interval mana yang
mengandung akar. Pembagiduaan sub-sub interval ini dilanjutkan sampai lebar interval yang ditinjau cukup kecil. Kriteria penghentian komputasi dan kesalahan estimasi pendekatan, adalah bijaksana untuk selalu disertakan didalam setiap kasus pencarian akar. Kesalahan relatif er cukup representatif untuk kasus dimana nilai akar sebenarnya telah diketahui. Pada situasi aktual biasanya nilai akar sebenarnya tidak diketahui, sehingga diperlukan kesalahan relatif pendekatan,
era, yaitu: %100
baru r lama r baru r ra x xx
e −
=Contoh 2.3 Dengan menggunakan metode bisection (Bagidua): [a] Selesaikan problem pada contoh 2.1. [b] Tentukan akarnya sampai kesalahan pendekatan dibawah 0,5%. Solusi [a] Langkah pertama dalam metode bagidua, memberi dua nilai awal dari nilai yang tidak diketahui yaitu koefisien drag ( c), sehingga f(c) memberikan tanda yang berbeda. dari gambar 2.1 dapat dilihat bahwa fungsi berubah tanda antara nilai 12 dan 16. Sehingga, iterasi pertama: estimasi awal akar xr yang merupakan titik tengah interval:
14
2 1216 = +=rx , kesalahan relatif er=5,3% (catatan bahwa nilai akar sebenarnya 14,7802). 5170 9,)569,1(067,6)14()12( > ==ff ,konsekuensinya akar berada pada interval 14 dan 16. selanjutnya iterasi kedua: titik tengah dari sub-interval antara 14 dan 16:
15
2 1416 = + =rx dengan kesalahan relatif : e r=1.5%. Proses berulang untuk mendapatkan
estimasi: 6660 0,)425,0(067,6)15()14( < −=−=ff . Jadi akar berada diantara 14 dan 15.
Iterasi ketiga: ,5 14 2 1415 = + =rx dengan kesalahan relatif er=1,9%. Metode ini bisa terus berulang sampai hasilnya cukup akurat.
[b] kriteria penghentian es adalah 0,5%. Hasil untuk iterasi pertama kedua adalah 14
dan 15, maka
%667,6%100 14 1514 = − =rae iterasi selengkapnya adalah sebagai berikut:
dari 6 iterasi akhirnya era<es=0,5% dan komputasi dihentikan.
Algoritma Bisection
Untuk mengimplementasi kasus mencari akar persamaan dengan menggunakan metode bisection ke dalam pemrograman komputer, dapat digunakan algoritma dalam format pseudocode
dibawah. FUNCTION Bisect(xl,xu,es,imax,xr,iter,era) iter=0 DO xrlama=xr xr=(xl+xu)/2 iter=iter+1 IF xr 0 THEN era=ABS((xr
–
xrlama)/xr)*100 END IF test=f(xl)*f(xr) IF test<0 THEN xu=xr ELSE IF test>0 THEN xl=xr ELSE era=0 END IF IF era<es OR iter imax EXIT END DO Bisect=xr END Bisect Algoritma ini tidak user friendly, tetapi tidak sulit bagi yang sudah mengenal bahasa pemrograman. Fungsi pada algoritma ini didefinisikan sendiri oleh user untuk membuat lokasi akar dan evaluasi fungsi telah dirancang lebih efisien.iterasi x l xu xr era(%) ex(%) 1 2 3 4 5 6 12 14 14 14,5 14,75 14,75 16 16 15 15 15 14,875 14 15 14,5 14,75 14,875 14,8125 6,667 3,448 1,695 0,840 0,422 5,279 1,487 1,896 0,204 0,641 0,219
2.2 Metode Newton Raphson
Metode Newton Raphson adalah metode iterasi lain untuk memecahkan persamaan f(x)=0,
dengan f diasumsikan mempunyai turunan kontinu f’. Secara geometri metode ini menggunakan
garis singgung sebagai hampiran fungsi pada suatu selang. Gagasan dasarnya adalah grafik f dihampiri dengan garis-garis singgung yang sesuai. Dengan menggunakan suatu nilai x i sebagai tebakan awal yang diperoleh dengan melokalisasi akar-akar dari f(x) terlebih dahulu, kemudian ditentukan xi+1 sebagai titik potong antara sumbu x dan garis singgung pada kurva f di titik (x i,f(xi). Prosedur yang sama diulang, menggunakan nilai terbaru sebagai nilai coba untuk iterasi seterusnya. Metode Newton Raphson ini bisa diturunkan dari interpretasi geometri (alternatif lain didasarkan pada deret Taylor). Dari gambar 2.2, turunan pertama terhadap x adalah ekivalen dengan kemiringan: 1 0)( ()'+− −
= iii xx xf xf (2.6) Dan bisa dituliskan ulang menjadi:
Contoh 2.4 Carilah akar positif dari fungsi f(x) = x 2
–
5 pada contoh soal 2.2, dengan nilaitebakan awal x=1, Nilai sebenarnya √5 =
2,236068. Gunakan metode Newton Raphson ! Solusi :f(xi) 0
xi x i+1 x i+2 x i+3
kemiringan=f’(xo)
x
f(xi+1) f(xi)
–
0 x i–
xi+1Gambar 2.2 Skema metode Newton Raphson ()' ()
1 i
i ii xf xf xx =−+ (2.7)
Turunan pertama dari fungsi f(x) = x 2
– 5 adalah f’(x)=2x, subtitusikan pada persamaan (2.7)
menjadi:i
i ii x x xx 2 52 1 − =−+ Dimulai dari nilai tebakan awal x=1, hitungan iterasi menggunakan
Microsoft Excel memberikan data seperti pada gambar 2.3. Gambar 2.3 Pencarian akar dengan Newton Raphson
Terlihat metode Newton Raphson hanya memerlukan 6 iterasi untuk mendapatkan nilai pendekatan numerik yang tepat dengan nilai sebenarnya pada ketelitian 10
–
6, dibanding dengan pencarian akar pada contoh soal 2.2.Contoh 2.5 Gunakan metode Newton Raphson untuk mencari estimasi akar dari fungsi transendental f(x) = e
–
x–
x, dengan nilai tebakan awal x=0 Solusi : Turunan pertamadidapatkan: f’(x) = –
e–
x – 1, sehingga persamaan (2.7) menjadi:11 −− − =− − − + i i x x ii e ex xx
Dimulai dari nilai tebakan awal x=0, iterasi persamaan memberikan hasil:
Pengecekan hasil menggunakan software Numerical Methods Electronic Toolkit (terlihat pada gambar 2.4) memberikan hasil yaitu 0,5671433 dalam 7 angka desimal, dengan toleransi kesalahan sampai 10
–
8, yang dicapai dengan jumlah iterasi yang cukup besar yaitu 35, lebih lambat konvergensinya dibanding dengan metode Newton Raphson.Gambar 2.4 Pencarian akar transendental dengan Numerical Methods Toolkit. Tidak dijelaskan metode yang dipakai tetapi berdasarkan jumlah input parameter nilai coba (low guess & high guess) adalah karakteristik metode talibusur (Secant) yang akan dijelaskan berikutnya .
i xi era(%) 0 1 2 3 4 0 0,500000000 0,566311003 0,567143165 0,567143290 100 11,8 0,147 0,0000220 < 10
–
8Metode Newton Raphson secara umum direkomendasikan karena kesederhanaannya, konvergensinya yang sangat cepat dan efisien dibanding metode lainnya. Tetapi ada pada situasi tertentu, seperti kasus khusus
–
akar-akar ganda–
dialamati lebih lambat. misalnya menentukan akar positif dari fungsi f(x)=x10–
1, dengan nilai tebakan awal x=0,5. Pada iterasi awalmemberikan hasil yang cukup jauh 51,65; 46,485; … dan seterusnya dengan nilai yang simultan
turun dengan lambat, konvergensi sampai nilai sebenarnya 1.Algoritma Newton Raphson Pencarian akar persamaan dengan metode Newton Raphson dengan pemrograman komputer, dapat mengacu pada algoritma pseudocode dibawah.
FUNCTION NewtonR( x0, es, imax, iter, era) xr=x0 iter=0 DO xrlama=xr xr=xr
–f(xr)/f’(xr)
iter=iter+1 IF xr 0 THEN era=ABS((xr–
xrlama)/xr)*100 END IF IF era<es OR iter imax EXIT END DO NewtonR=xr END NewtonRBagaimanapun program harus dimodifikasi untuk menghitung turunan pertama dari fungsi. Hal ini menjadi lebih sederhana dengan menyisipkan fungsi turunan yang didefinisikan oleh user sendiri.
2.3 Metode Talibusur (Secant)
Masalah potensial dalam implementasi metode Newton Raphson adalah evaluasi pada turunan.
Metode Secant diperoleh dari metode Newton dengan cara menggantikan turunan f’(x) dengan
beda hingga terbagi,
˚
42 1 1 ()()()' − − − −
= ii ii xx xfxf xf (forward) atau (2.8) ii ii xx xfxfxf − −
= − −
1 1 ()()()' (backward) (2.9) Jika diambil persamaan (2.8) untuk disubtitusikan pada persamaaan (2.7) persamaan iteratifnya menjadi:
()() ))(( 1 1
1 − − − −
=−+
iiiii ii xfxf xxxf xx (2.10) atau bisa dituliskan dalam bentuk ()() ))(( 12 121
1
−− −−− − − − =− ii iii ii xfxf xxxf xx ,
i=2,3…
(2.11) Secara geometri, dalam metode
Newton x i+1 merupakan perpotongan sumbu x dengan garis singgung di x i, sedangkan dalam metode Secant xi+1 adalah perpotongan sumbu x dengan talibusur kurva f(x) yang berpadanan terhadap xn+1 dan x n. Metode Secant memerlukan dua tebakan awal, xi
–
1 dan x i, tetapi tanpa perhitungan turunan.Gambar 2.5 Skema metode Secant
Dapat diperlihatkan metode Secant lebih lambat dibandingkan metode Newton Raphson, tetapi
menjadi pilihan bilamana kerja penghitungan suatu nilai f’(x) lebih lama daripada ½ kali kerja
penghitungan nilai f(x). Algoritmanya serupa dengan metode Newton. Tidak dianjurkan menuliskan skema iterasi pada (2.10) dalam bentuk
()() ()() 1 11
1 −
−− + − − = ii iiii i xfxf xfxxfx x
f(xi) 0 xi x i–
1 x f(xi–
1)karena bisa jadi menimbulkan kesulitan ketika xn dan xn-1 bernilai hampir sama. Contoh 2.6
Sebuah peluru bermassa 2 gram ditembakkan vertikal ke udara dan bergerak turun setelah mencapai batas kecepatan. Batas kecepatan ditentukan oleh mg=Ftarik, dimana m=massa dan g = percepatan gravitasi. Persamaan lengkap adalah sebagai berikut:
5
2 ,551 1510 1,4101, 1000 )81,9)(2( xvxv −−=+ dimana v adalah kecepatan batas, m/det. Suku
pertama pada ruas kanan menyatakan gesekan tarik (friction drag), dan suku kedua menyatakantekanan tarik (pressure drag). Tentukan batas kecepatan dengan metode secant. Nilai coba awal v ≅ 30 m/det Solusi: Kasus ini didefinisikan sebagai pencarian aka r dari
= = () vfy 52 ,551 1510 1,4101, 1000 )81,9)(2( xvxv −−=+ (2.12) diset vo=30 dan v1=30,1
didasarkan pada nilai coba awal, dimana y0 dan y1 dihitung dengan persamaan (2.12). Iterasi penyelesaian dengan persamaan (2.11) sebagai berikut:
Jadi batas kecepatannya adalah v=37,7 m/det ::: Studi Kasus Fisika ::: Hukum Gas Ideal dalam Termodinamika
Hukum gas ideal diberikan oleh PV=nRT
i vi yn 0 1 2 3 4 5 6 30,00000 30,10000 30,15411 38,62414 37,64323 37,73358 37,73458 1,9620001E
–
02 6,8889391E–
03 6,8452079E–
03–
8,9657493E–
04 9,0962276E–
05 9,9465251E–
07–
1,8626451E–
09dimana P adalah tekanan mutlak, V adalah volume, n adalah jumlah mol, R adalah konstanta gas universal dan T adalah temperatur mutlak. Persamaan ini amat luas penggunaannya dalam aktivitas enginer dan saintis. Persamaan keadaan alternatif untuk gas dinyatakan dalam persamaan
RTbv
v a P −= + ))(( 2
(2.13)
yang dikenal sebagai persamaan van der Waals, dimana v=V/n adalah molal volume, a dan b adalah konstanta empiris yang tergantung pada sifat gas. Diperlukan keakuratan di dalam memberikan estimasi terhadap molal volume (v) dari karbon dan oksigen untuk sejumlah kombinasi temperatur dan tekanan yang berbeda yaitu tekanan pada 1, 10 dan 100 atm untuk kombinasi temperatur pada 300, 500 dan 700 K, sehingga cocok dalam pemilihan bejana atau tempatnya. Berikut adalah data-data yang diperlukan: R= 0,82054 L atm/(mol K) a= 3,592 b=0,04267 a= 1,360 b=0,03183
Molal volume dari kedua gas dihitung menggunakan hukum gas ideal, dengan n=1. Sebagai contoh jika P=1 atm dan T=300 K,
molL atm K Kmol atmL P RT
n V v /6162,24 1 300 . . ,0820540 ==== dan perhitungan diulang untuk seluruh kombinasi temperatur dan tekanan. Komputasi molal volume dari persamaan van der Waals bisa di selesaikan dengan baik menggunakan metode numerik untuk mencari akar-akar persamaan, dengan
RTbv
v a Pvf −−
=+ ()() 2 turunan dari f(v) mudah didapatkan dan implementasi metode Newton Raphson dalam kasus ini sangat tepat dan efisien. Turunan f(v) terhadap v dituliskan karbon dioksida oksigen 23 2 ()' v abv a Pvf−+ =
(2.14) metode Newton Raphson untuk menentukan estimasi akar adalah dengan
formula iteratif,()' () 1 i
i ii vf vf vv =−+ ketika menggunakan nilai coba 24,6162, nilai komputasi molal volume dari
karbon dioksida pada 300 K dan 1 atm sebesar 24,5126 L/mol. Hasil ini didapat hanya dengan dua iterasi saja dan memiliki kesalahan kurang dari 0,0001 %. Berikut adalah hasil komputasi selengkapnyaDalam sistem kontrol proses produksi yang berkaitan dengan komputasi terhadap kombinasi temperatur dan tekanan dengan persamaan sistem yang bisa diturunkan, metode Newton Raphson sangat handal dalam hal kecepatan konvergensinya. Dalam evaluasi jutaan akar, pilihan metode menjadi faktor penentu, dan pada esensinya basisnya kontinu dari proses manufaktur sampai final produk. D. SOAL-SOAL (2.1) Carilah akar positiv dari x 2
–
0,9x–
1,52 pada interval [1,2] menggunakan metode Bisection dengan toleransi 0,001 (2.2) Denganmenggunakan iterasi, perlihatkan bahwa akar positif yang terkecil dari persamaan x=tan x secara hampiran adalah 4,49 (2.3) Gunakan metode Newton Raphson untuk menentukan akar dari f(x)=
–
0,9x2+1,7x+2,5 dengan xo=5 (2.4) Buatlah program untuk menentukan akar dari soal (2.1)Molal Volume, L/mol Temperatur, K Tekanan, atm Hk. Gas Ideal Van der Waals Karbon dioksida
Van der Waals Oksigen
300 500 700 1 10 100 1 10 100 1 10 100 24,6162 2,4616 0,2462 41,0270 4,1027 0,4103 57,4378 5,7438 0,5744 24,5126 2,3545 0,0705 40,9821 4,0578 0,3663 57,4179 5,7242 0,5575 24,5928 2,4384 0,2264 41,0259 4,1016 0,4116 57,4460 5,7521 0,5842
PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR DENGAN METODE ITERASI Susilo Nugroho (M0105068)
1. Latar Belakang Masalah
Sistem persamaan linear yang terdiri dari n persamaan dengan n variabel x1,x2,...,xn dinyatakan dengan
a11x1 + a12x2 + ... + a1nxn = b1 a21x1 + a22x2 + ... + a2nxn = b2 . + . + ... + . = . an1x1 + an2x2 + ... + annxn = bn
(1.1)
Sistem (1.1) dapat diekspresikan dengan bentuk perkalian matriks. Sistem per samaan linear dapat diselesaikan dengan metode langsung atau metode iterasi. Kedua metode tersebut mempunyai kelemahan dan keunggulan. Metode yang dipilih akan menentukan keakuratan penyelesaian sistem tersebut. Dalam kasus tertentu, yaitu sistem yang besar, metode iterasi lebih cocok digunakan. Dalam menentukan penyelesaian sistem persamaan linear, metode iterasi menggunakan algoritma secara rekursif. Algoritma tersebut dilakukan sampai diperoleh suatu nilai yang konvergen dengan toleransi yang diberikan. Ada dua metode iterasi yang sering digunakan, yaitu metode Jacobi dan metode Gauss-Seidel. Metode Jacobi dikenalkan oleh Carl Jacobi (1804-1851) dan metode Gauss-Seidel dike nalkan oleh Johann Carl Friedrich Gauss (1777-1855) dan Philipp Ludwig von Seidel (1821-1896).
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dibahas yaitu
(1) bagaimana penurunan algoritma metode Jacobi dan metode Gauss-Seidel? (2) bagaimana penerapan metode Jacobi dan metode Gauss-Seidel pada suatu kasus?
(3) bagaimana menganalisis eror secara numerik metode Jacobi dan metode Gauss-Seidel?
3. Tujuan
Tujuan makalah ini adalah
(1) menjelaskan tentang penurunan algoritma metode Jacobi dan metode Gauss-Seidel
(2) menjelaskan tentang penerapan metode Jacobi dan metode Gauss-Seidel pada suatu kasus
(3) menganalisis eror secara numerik metode Jacobi dan metode Gauss-Seidel 4. Penurunan Algoritma
Dalam bagian ini, metode Jacobi dan metode Gauss-Seidel diturunkan ulang. Penurunan tersebut mengacu pada May [3].
4.1. Metode Jacobi. Persamaan ke-i dalam sistem persamaan (1.1) dinyatakan sebagai
ai1x1 + ai2x2 + ... + aiixi + ... + ainxn = bi, dimana i = 1,2,3,...,n. (4.1) Persamaan (4.1) dapat diekspresikan sebagai
aiixi +
n Xj =1,j6=i aijxj = bi (4.2)
Dari (4.2) dapat diperoleh penyelesaian persamaan ke-i yaitu xi =
1 aii
[bi −
n Xj =1,j6=i aijxj] (4.3)
Dengan demikian, algoritma metode Jacobi diekspresikan sebagai x(k+1) i = 1 aii
[bi −
n Xj =1,j6=i aijx(k) j ], dimana k = 0,1,2,... (4.4)Untuk menyelesikan sistem persamaan linear dengan metode Jacobi (maupun metode Gauss-Seidel) diperlukan suatu nilai pendekatan awal yaitu x(0). Nilai x(0) biasanya tidak diketahui dan dipilih x(0) = 0.
4.2. Metode Gauss-Seidel. Metode Gauss-Seidel pada prinsipnya hampir sama dengan metode Jacobi. Pada metode Jacobi, x(k+1) i dihitung dari x(k) 1 ,x(k) 2 ,...,x(k) n , tetapi nilai estimasi
baru dari x(k+1) 1 ,x(k+1) 2 ,...,x(k+1) i−1 sudah dihitung. Dalam metode Gauss
-Seidel, nilai estimasi baru tersebut digunakan dalam perhitungan.Seperti dalam metode Jacobi, penyelesaian persamaan ke-i diekspresikan menja di persamaan (4.3). Tetapi sekarang karena nilai estimasi baru yang digunakan dalam perhitungan maka penjumlahan pada persamaan (4.3) diekspresikan kem bali menjadi dua bagian sehingga diperoleh
xi = 1 aii
[bi −
i−1 X j=1
aijxj −
n Xj =i+1 aijxj]. (4.5)Dengan demikian, algoritma matode Gauss-Seidel diekspresikan sebagai x(k+1) i =
[bi −
i−1 X j=1
aijx(k+1) j −
n Xj =i+1 aijx(k) j ]. (4.6)4.3. Konvergensi Metode Jacobi dan Metode Gauss-Seidel. Menurut
May [3], untuk menyelesaikan sistem persamaan linear deng an metode iterasi,
koefisien matriks A dipecah menjadi dua bagian, N dan P, sedemikian sehingga A = N −P.
Dengan demikian dapat diperoleh bahwa N(x−x(k+1)) = P(x−x(k)) atau (x−x(k+1)) = M(x−x(k))
dengan M = N−1P. (4.7)
Kemudian didefinisikan eror pada iterasi ke-k yaitu
e(k) = x−x(k). (4.8)
Sehingga eror pada iterasi ke-(k + 1) dapat dinyatakan sebagai e(k+1) = Me(k). (4.9)
Oleh karena itu, dari persamaan (4.9) maka eror pada iterasi ke-k pada persamaan (4.8) dapat dituliskan kembali menjadi
e(k) = Mke(0). (4.10)
Pada persamaan (4.10), tampak bahwa e(k) → 0 untuk k → ∞ jika dan hanya jika Mk → 0 untuk
k → 0. Hal ini ekuivalen dengan syarat cukup dan perlu metode iterasi konvergen untuk
sebarang x(0)yang dipilih adalahMk → 0 untuk k →∞. (4.11)
Dengan mengambil norm persamaan (4.10) diperoleh e(k)
=
Mke(0)
≤
Mk . e(0)
Dengan sifat norm vektor seperti yang disebutkan oleh May [3]
yaitu kABk ≤ kAk.kBk, maka
dapat ditunjukkan bahwaMk
≤kMkk, sedemikian sehingga
e(k)
≤ kMkk.
e(0)
. Oleh karena itu, dapat dituliskan bahwa syarat cukupagar metode iterasi konvergen adalah kMk < 1. Melihat kembali persamaan (4.4) , sistem tersebut dapat diekspresikan dengan
aiix(k+1) i = −[
n Xj =1,j6=i aijx(k) j ] + bi,
sehingga dapat diperoleh N = diag(a11,a22,...,ann), dan
P =
0 −a12 ... −a1n −a21 0 ... −a2n . . ... . −an1 −an2 ... 0
Karena M = N−1P maka
0 −a12 a11 ... −a1n a11 −a21 a22 0 ... −a2n a22 . . ... . −an1 ann −an2 ann ... 0
.
Dengan demikian, dapat diperoleh
kMk∞ = max 1≤j≤n
.
Oleh karena itu, syarat cukup agar metode Jacobi konvergen adalah
< 1 atau aii > n Xj =1,j6=i
|aij|,i = 1,2,...,n. (4.12)
Sebuah matriks yang memenuhi kondisi (4.12) disebut sebagai matriks yang dom inan secara diagonal. Metode Jacobi dan metode Gauss-Seidel akan konvergen
jika koefisien matriks dominan secara diagonal. Dalam hal ini, perlu dicatat bah
wa menyusun ulang persamaan akan membuat koefisien matriks dominan secara
diagonal. Selanjutnya, dalam menganalisis eror metode iterasi, menurut May [3], untuk menjamin bahwa
x−x(k+1)
< ε, iterasi dapat dihentikan jikaC 1−C
x(k+1) −x(k)
< ε, (4.13)dengan nilai rasio eror C adalah nilai maksimum dari beberapa nilai terakhir dari
x(k+1) −x(k)
k x(k) −x(k−1)k (4.14) dan ε adalah toleransi yang diberikan.
5. Penerapan Dalam KasusDalam menyelesaikan sistem persamaan linear dengan metode iterasi, perhi
tungan secara manual sangat tidak efisien. Oleh karena itu, perlu dibuat pro
gram yang menggunakan Mathematica atau Microsoft Excel. Pada bagian ini, diberikan dua sistem persamaan linear yaitu sistem yang dominan secara diagonal dan yang tidak dominan secara diagonal yang diselesaikan dengan menggunakan metode Jacobi dan metode Gauss-Seidel.Kasus 5.1.
Diberikan sistem persamaan linier diambil dari [1] yaitu 7x1 −2x2 + x3 + 2x4 = 3 2x1
+ 8x2 + 3x3 + 1x4 = −2 −1x1 + 5x3 + 2x4 = 5 2x2 −1x3 + 4x4 = 4
(5.1)
Akan ditentukan penyelesaian sistem tersebut menggunakan metode Jacobi dan metode Gauss-Seidel. Dapat
dilihat bahwa koefisien
-koefisien sistem tersebut
memenuhi syarat cukup (4.12) sehingga dapat dipastikan penyelesaiannya konvergen. Diambil x(0) = 0 sehingga diperoleh penyelesaian yang ditunjukkan dalam
Tabel 1 dan Tabel 2 kolom ke-2, 3, 4, dan 5. Tabel 1. Penyelesaian sistem (5.1) menggunakan metode Jacobi k x1 x2 x3 x4 C Batas Eror 0 0 0 0 0 1 0.428571 0.25 1. 1. 2 0.0714286 0.857143 0.685714 1.375 -. -. -. -. -. -. -. 24 -0-.175172 -
0.533795 0.416554 1.37103 0,6 4,5.10−6 25
-0.175173 -0.533794 0.416552 1.37104 3,33333 -1,4.10−5 26
0.175173 0.533793 0.416551 1.37103 3,33333-1,4.10−5
27 -0.175172 -0.533793 0.416551 1.37103 1 28 -0.175172 -0.533793 0.416552 1.37103 1Tabel 2. Penyelesaian sistem (5.1) menggunakan metode Gauss-Seidel k x1 x2 x3 x4 C Batas Eror 0 0 0 0 0 1 0.428571 0.357143 1.08571 1.45 2 0.242857 0.777679 0.371429 1.4817 -. -. -. -. -. -. -. 10 -0-.175197 -
0.53377 0.416535 1.37102 0.467413 9,57.10−5 11
-0.175159 -0.5337880.416561 1.37103 0.348624 2,03.10−5 12
-0.175172 -0.533796 0.416552 1.37104 0.3486246,96.10−6 13
-0.175174 -0.533793 0.416551 1.37103 0.769231 3,33.10−5 14
0.175172-0.533793 0.416552 1.37103 0.769231 6,67.10−6
Dengan metode Jacobi maupun metode Gauss-seidel, diperoleh penyelesaian yang sangat akurat yaitu x1 =
−0.175172,x2 = −0.533793,x3 = 0.416552, dan x4 = 1.37103. Untuk memperoleh
penyelesaian yang dimaksud, metode Jacobi memerlukan 28 iterasi sedangkan metodeiterasi. Hal ini menunjukkan bahwa metode Gauss-seidel mempunyai laju konver gensi yang lebih cepat dari pada metode Jacobi. Kemudian dengan menerapkan persamaan (4.13) dan (4.14), diperoleh nilai rasio eror C dan estimasi batas eror
seperti pada Tabel 1 dan Tabel 2 kolom ke-6 dan 7. Dengan metode Jacobi, rasio eror C yang terjadi adalah 1 sedangkan dengan metode Gauss-seidel, rasio erornya adalah 0.769231. Hal ini menunjukkan bahwa laju konvergensi metode Jacobi
maupun metode Gauss-seidel adalah linear. Batas eror untuk metode Jacobi maupun metode Gauss-Seidel masing-masi
ng adalah −1,4.10−5 dan 6,67.10−6. Kasus 5.2. Diberikan sistem
persamaan linier diambil dari [2] yaitu4x1 + 7x2 −3x3 = 20 3x1 + x2 −x3 = 5 2x1 −2x3 + 5x4 = 10
(5.2)
Dengan menerapkan algoritma metode Jacobi dan Gauss-Seidel, kemudian diambil sebarang nilai x(0) dapat diketahui bahwa penyelesaian sistem (5.2) tidak
konvergen. Hal ini dikarenakan, sistem (5.2) tidak memenuhi syarat cukup (4.12). Oleh karena itu, agar diperoleh penyelesaian yang konvergen, sistem (5.2) perlu diatur kembali agar memenuhi syarat (4.12) menjadi
3x1 + x2 −x3 = 5 4x1 + 7x2 −3x3 = 20 2x1 −2x3 + 5x3 = 10.
(5.3)
Sistem (5.3) memenuhi syarat cukup (4.12) sehingga dapat dipastikan penyele
saiannya konvergen. Dengan menerapkan algoritma metode Jacobi dan metode Gauss-Seidel dan mengambil nilai pendekatan awal x0 = 0 diperoleh penyelesa
ian yang sangat akurat yaitu x1 = 1.50602,x2 = 3.13253, dan x3 = 2.6506. Untuk memperoleh penyelesaian yang dimaksud, metode Jacobi dan metode Gauss
Seidel masing-masing memerlukan 18 dan 13 iterasi. Hal ini menunjukkan bahwa metode Gauss-Seidel mempunyai laju konvergensi yang lebih cepat dari metode Jacobi. Kemudian untuk menentukan rasio eror dan estimasi batas eror, diterap kan persamaan (4.13) dan (4.14). Rasio eror yang terjadi pada metode Jacobi dan
metode Gauss-seidel masing-masing adalah 0,6 dan 1. Hal ini menunjukkan bah wa kedua metode tersebut mempunyai laju konvergensi linear. Sedangkan batas
eror yang terjadi dengan metode Jacobi maupun metode Gauss-seidel masingmasing adalah
1,5.10−5 dan 5.10−6.
6. Kesimpulan
Berdasarkan penurunan algoritma dan penerapan dalam Kasus 5.1 dan 5.2, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
(1) Algoritma metode Jacobi adalah x(k+1) i =
1 aii
[bi −
n Xj =1,j6=i aijx(k) j ].
Sedangkan algoritma metode Gauss-Seidel adalah x(k+1) i = 1 aii
[bi −
i−1 X j=1
aijx(k+1) j −
n Xj =i+1 aijx(k) j ]dimana k = 0,1,2,..., dengan nilai pendekatan awal biasanya diambil x(0) = 0. (2) Suatu kasus sistem persamaan linear akan mempunyai penyelesaian yang konvergen jika memenuhi syarat cukup