• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tradisi Gebug Ende

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tradisi Gebug Ende"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1. Bagaimana Sejarah Munculnya tradisi Gebug Ende ini ? 1. Bagaimana Sejarah Munculnya tradisi Gebug Ende ini ?

Konon zaman dahulu karma desa Seraya adalah prajurit perang Raja Konon zaman dahulu karma desa Seraya adalah prajurit perang Raja Karangasem

Karangasem yang yang ditugaskan ditugaskan untuk untuk menggempur menggempur atau atau menyerang menyerang sebuahsebuah kerajaan di Lombok Barat yaitu Kerajaan Seleparang. Karena pada waktu itu kerajaan di Lombok Barat yaitu Kerajaan Seleparang. Karena pada waktu itu orang asli Seraya kebal (kuat) sehingga dijadikan benteng oleh raja Karangasem orang asli Seraya kebal (kuat) sehingga dijadikan benteng oleh raja Karangasem sehingga Kerajaan Seleparang takluk terhadap Kerajaan Karangasem.

sehingga Kerajaan Seleparang takluk terhadap Kerajaan Karangasem.

Belum puas berperang menghadapi musuh dan semangat kesatria masih Belum puas berperang menghadapi musuh dan semangat kesatria masih  berkobar

 berkobar maka maka bertarunglah bertarunglah dengan dengan teman-temannya teman-temannya sendiri, sendiri, saling saling menyerangmenyerang (memukul dan menangkis dengan alat yang dibawa). Menurut cerita dari leluhur (memukul dan menangkis dengan alat yang dibawa). Menurut cerita dari leluhur  pada

 pada abad abad ke ke 16 16 Kerajaan Kerajaan Karangasem Karangasem meraih meraih kemenangan kemenangan melawan melawan KerajaanKerajaan Selaparang dalam peperangan yang dilakukan di Lombok. Saat perang dengan Selaparang dalam peperangan yang dilakukan di Lombok. Saat perang dengan Kerajaan Selaparang konon jalannya perang diiringi dengan hujan yang lebat. Kerajaan Selaparang konon jalannya perang diiringi dengan hujan yang lebat.

Setelah mengalami kemenangan tentara Seraya kembali ke kampung Setelah mengalami kemenangan tentara Seraya kembali ke kampung

(2)

di Lombok, dengan cara itu mereka yakin hujan akan turun dan hujan pun ternyata  benar-benar turun. Seiring perkembangan zaman maka terciptalah

tarian/permainan Gebug Ende yang secara turun temurun dapat dimainkan dan disaksikan hingga kini. Tombak, pedang dan tameng yang digunakan pada zaman dahulu diganti dengan peralatan rotan dan ende.

Selain itu di Desa Seraya merupakan daerah kering dan disertai dengan musim kemarau yang tak kunjung berakhir. Hujan yang dinanti oleh masyarakat setempat belum juga menunjukan tanda-tanda akan turun. Sehingga dari hasil  parum desa tercetuslah untuk melaksanakan ritual memohon turunnya hujan yakni dengan mengadakan Gebug Ende. Menurut kepercayaan masyarakat tarian ini dianggap suci atau sacral, lebih-lebih disaat tarian/permainan berlangsung salah seorang bisa memukul bagian tubuh lawan hingga mengeluarkan darah maka akan cepat turun hujan.

2.Dimana Letak dan Lokasi berlangsungnya tradisi Gebug Ende ini ?

Tradisi ini terletak di desa Seraya Kabupaten Karangasem. Desa Seraya kini telah dimekarkan menjadi tiga desa

meliputi : Seraya Barat, Seraya Tengah dan Seraya Timur, termasuk wilayah Kecamatan Karangasem, 10 km dari Amlapura setelah melewati obyek wisata Taman Soekasada Ujung. Jika di lihat di peta Pulau Bali, wilayah ini berada paling ujung timur.

(3)

Secara geografis desa Seraya memiliki tanah yang tandus. Hamper setiap tahun  bila musim kemarau tiba desa ini membutuhkan bantuan tambahan air minu air

mandi meskipun air minum PDAM sudah masuk ke Seraya.

Seraya juga masih menyimpan sejumlah identitas lain dengan kualitas relative baik. Misalnya dibading hasil bumi, dikenal jagung Seraya yang rasanya gurih dan empuk, merupakan produk kecil dari beberapa bidang tanah yang bisa ditanami. Dan anehnya, kendati geografisnya demikian tapi sosok tubuh  penduduknya dikenal fisiknya kuat.

3. Bagaimana Perkembangannya sampai saat ini ?

Dalam perkembangannya, tradisi Gebug Ende mengalami sejumlah  perubahan. Dulu, saat perang dengan Kerajaan Selaparang, para tentara Seraya menggunakan tombak dan senjata tajam. Namun kini, hal itu tidak berlaku lagi. Perangkat yang digunakan saat ini berupa tamian (tameng) yang terbuat dari anyaman bambu berlapis kulit sapi plus rotan yang digunakan sebagai alat  pemukul.

Karena tradisi Gebug Seraya memiliki kekhasan dan berkualitas baik sebagai pertunjukkan rakyat, maka berbagai pihak masyarakat dan pemerintah memanfaatkannya untuk dipertunjukkan dalam acara tertentu termasuk konsumsi wisatawan domistik dan mancanegara yang datang ke Karangasem. ”Meski tampil  pesanan untuk pertunjukkan permainan Gebug tidak boleh direkayasa/disetting,  justru kalau direkayasa permainanya akan membawa petaka bagi pemainnya

(4)

di Karangasem seperti Ni Wayan Kinten pemilik Sanggar Seni Mini Artis Amlapura mengemasnya kedalam bentuk tarian, cukup atraktif.

Sejak saat itu warga Seraya pun menganggap Gebug Ende sebagai kewajiban yang harus digelar setiap musim kemarau. Sampai sekarang tradisi ini masih tetap dilestarikan. Tradisi ini sudah menjadi suatu ritual yang harus dilaksanakan setiap tahunnya. Bahkan setiap tanggal 17 Agustus tradisi ini kerap diselenggarakan untuk memeriahkan HUT RI.

Karena sampai sekarang tradisi ini masih tetap dilestarikan, jadi para generasi muda khususnya yang ada di Desa Seraya harus bisa menjaga tradisi ini agar tidak punah dan tidak terlupakan. Para Generasi muda yang ada di Desa Seraya harus bisa mengembangkan tradisi ini agar semakin dikenal oleh semua masyarakt. Misalnya dengan cara mementasakan tradisi ini pada suatu acara seperti Pesta Kesenian.Bali. Cara ini bertujuan untuk memperkenalkan pada semua orang bahwa daerah Karangasem memiliki sebuah Tradisi yang salah satunya adalah Gebug Ende yang patut kita jaga dan lestarikan bersama-sa ma.

Saran kami untuk mempertahankan Tradisi ini adalah para masyarakat setempat harus mampu mempertahankan warisan tradisi dari leluhur ini agar tidak  punah. Para generasi muda baik yang ad ads desa Seraya dan diluar desa Seraya harus ikut serta dalam melestarikan tradisi ini. Misalnya mementaskannya di PKB yang dimana telah kami jelaskan diatas. Cara ini bertujuan untuk memperkenalkan  pada semua orang, agar mereka dapat mengetahui apa dan bagaimana

(5)

Yang kedua, Pemerintah Kabupaten Karangasem harus mematenkan tradisi ini ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di Bali. Yang bertujuan, bahwa tradisi Gebug Ende adalah tradisi yang lahir dan berkembang di desa Seraya Kabupaten Karangasem agar tidak ada Daerah atau Negara lain yang mengakui tradisi ini.

4. Apa Makna dari tradisi Gebug Ende ini ?

Istilah Gebug Ende ini juga dikenal dengan Gebug Seraya didasarkan pada daerah dimana kesenian ini  berrasal. Gebug Ende ini hanya dimainkan oleh para pria dewasa maupun

anak-anak.Soal asal kata, Gebug Ende sendiri berasal dari kata “Gebug” dan “Ende”.

Gebug artinya memukul dimana alat pemukulnya berupa rotan yang panjang sampai sekitar 1,5 –   2 meter. Sedangkan Ende merupakan alat yang digunakan untu menangkis. Ende ini dibuat dari kulit sapi yang telah dikeringkan yang kemudian dianyam berbentuk lingkaran.

Menurut kepercayaan setempat, hujan akan turun apabila pertandingan mampu memercikan darah. Semakin banyak maka akan semakin cepat hujan akan turun. Tidak ada waktu tertentu dalam permainan tersebut. Yang jelas permaina akan berakhir bila salah satu pemain telah terdesak. Tidak ada kata dendam setelah itu.

(6)

Menurut penuturan I Wayan Kembar, salah seorang pemuda desa Seraya yang sudah sering ikut Gebug, jika para pemain sudah memegang sebatang rotan dan perisai maka akan muncul gejolak hati untuk maju melawan musuh. Tidak memandang siapa yang dilawan teman atau saudara. Bagi para pemain Gebug  bersimbah darah akibat terkena rotan sudah biasa, rasa sakit dan gembira

membaur menjadi satu. Tentang pengobatannya? Ooo... katanya tidak perlu repot-repot ke dokter! luka itu akan segera kering dan sembuh dengan memakai obat ramuan tradisional.

5. Apa Tujuan dilaksanakannya tradisi Gebug Ende ini ?

Tradisi Gebug Ende merupakan warisan budaya leluhur yang memang diyakini dapat menurunkan hujan. Bagi para Petani di Desa Seraya tradisi Gebug Ende ini sangat menguntukan. Karena dengan melaksanakan Tradisi ini maka otomatis daerah mereka akan turun hujan. Dan air hujan inilah sangat dibutuhkan oleh para petani untuk mengairi sawah-sawah mereka yang telah lama tidak mendapatkan air karena musim kemarau. Sehingga dengan adanya hujan mereka akan bisa meneruskan hasil panen guna memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Diakui memang tidak selalu sehabis atraksi Gebug hujan akan spontan turun, sebab turunnya hujan tergantung kepada-Nya, paling tidak warga sudah  berupaya memohon kepada yang kuasa. Atraksi ini biasanya berlangsung di

tempat-tempat umum dengan mengundang lawan yang ada di desa sekitarnya termasuk Dusun Ujung Pesisi, sebuah kampung nelayan pinggir pantai Ujung yang penduduknya sebagain warga Muslim asal Pulau Lombok. Gebug dilakoni

(7)

oleh baik anak kecil, dewasa maupun orang tua tak ketinggalan dalam mengadu kepintaran memainkan batangan rotan dan perisai.

Menurut bendesa pakraman Seraya, selain melstarikan tradisi yang mesti diwarisi secara turun temurun Gebug Ende adalah merupakan permainan atau tarian sukacita penduduk desa Seraya yang bertujuann memohon hujan kepada  pencipta ala ini.Unsur olahraga sangat ditekankan dalam permainan ini yakni

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan tradisi Gumbregan di Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali tahun 2013 dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tradisi khitan pada perempuan di desa Brengosan, Krakitan Rowo Jombor, Kabupaten Klaten. Informan dalam penelitian

Sehubungan dengan Pelaksanaan Pelelangan Umum Paket Pekerjaan Pembangunan Sumur Resapan pada Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kabupaten Ende Tahun Anggaran

Selain itu penggunaan tradisi marosok di zaman yang telah berkembang dengan alat alat teknologi dan komunikasi yang sangat cangih saat ini bertujuan untuk tetap

Dari hasil survey lapangan dan analisis laboratorium diketahui di sepanjang pantai selatan Kabupaten Ende empat daerah atau sektor yang dianggap paling memungkinkan

Penelitian bertujuan untuk mengetahui upaya pelestarian tradisi Nyadran di Desa Gabus, Kecamatan Ngrampal, Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah sebagai

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berbagai hal ikhwal terkait dengan pementasan Gebug Ende yang dilaksanakan dalam kaitannya dengan memohon hujan pada masyarakat

Hal ini bisa dilihat dari pola pemukiman yang masih memegang nilai-nilai budaya dan tradisi setempat, pemukiman adat suku Ende Lio Desa Woloara, Dusun Nuaone memiliki