• Tidak ada hasil yang ditemukan

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Wirausaha 2.2. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Agribisnis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Wirausaha 2.2. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Agribisnis"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Wirausaha

Wirausahawan atau entrepreneur adalah suatu sikap mental individu yang berani menanggung risiko, berpikiran maju, berani berdiri di atas kaki sendiri. Sikap mental inilah yang akan membawa seorang pengusaha untuk dapat berkembang secara terus-menerus dalam jangka panjang. Sikap mental ini perlu ditanamkan serta ditumbuhkembangkan dalam diri angkatan muda Indonesia, agar dapat mengejar ketertinggalan dengan bangsa-bangsa lain di dunia (Sutanto 2002).

Riyanti (2003) menjelaskan bahwa kata “wirausaha” dalam bahasa Indonesia adalah padanan kata bahasa Prancis yaitu entreprendre. Dalam bahasa Indonesia, kata “wirausaha” merupakan gabungan kata wira, yang artinya gagah berani atau perkasa, dan usaha. Jadi, wirausaha berarti orang yang gagah berani atau perkasa dalam usaha.

Arti wirausaha adalah orang yang berjiwa berani mengambil risiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Berjiwa berani mengambil risiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti. Seorang wirausaha dalam pikirannya selalu berusaha mencari, memanfaatkan, serta menciptakan peluang usaha yang dapat memberikan keuntungan. Risiko kerugian merupakan hal yang biasa karena mereka berperinsip bahwa faktor kerugian pasti ada. Bahkan, semakin besar risiko keuangan yang bakal dihadapi, semakin besar pula keuntungan yang dapat diraih. Tidak ada istilah rugi selama seseorang melakukan usaha dengan penuh

keberanian dan penuh perhitungan, dalam Kasmir (2006). 2.2. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Agribisnis

Menurut undang-undang republik Indonesia nomor 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah, yang dimaksud dengan usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perseorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi usaha mikro. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha

(2)

menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar.

Kriteria usaha mikro, kecil, dan menengah menurut undang-undang no. 20 tahun 2008 tentang UMKM Pasal 6 adalah sebagai berikut:

1). usaha mikro memiliki kekayaan bersih (asset) kurang dari Rp. 50.000.000 diluar tanah dan bangunan, omzet tahunan paling banyak Rp. 300.000.000. 2). usaha kecil memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,- (lima puluh

juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah). 3). usaha menengah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,- (lima

ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, memiliki hasil penjualan tahunan Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah).

Agribisnis adalah kegiatan manusia yang memanfaatkan sumber daya alam untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah cara pandang ekonomi bagi kegiatan dalam bidang pertanian. Agribisnis mempelajari strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran. Secara luas, agribisnis berarti "bisnis berbasis sumber daya alam".

Obyek agribisnis dapat berupa tumbuhan, hewan, ataupun organisme lainnya. Fungsi agribisnis terdiri dari kegiatan-kegiatan yang saling berkaitan secara ekonomi, yaitu sektor pengadaan dan penyaluran sarana produksi (input), produksi primer (on farm), pengolahan (agroindustri), dan pengemasan. Fungsi-fungsi tersebut kemudian disusun menjadi suatu sistem, dimana masing-masing sektor di atas menjadi subsistem dari sistem agribisnis dengan dukungan dari lembaga penunjang salah satunya adalah lembaga keuangan. Semua subsistem ini

(3)

penting dan bagaimana investasi diarahkan ke setiap subsistem menjadi pertimbangan strategis.

Gambar 1. Sistem Agribisnis dan Subsistem Penunjangnya Sumber: Saragih (2003)

Dalam arti luas agribisnis tidak hanya mencakup kepada industri makanan saja. Seiring perkembangan teknologi, pemanfaatan produk pertanian berkaitan erat dengan farmasi, teknologi bahan, dan penyediaan energi. Cakupan obyek pertanian yang dianut di Indonesia meliputi budidaya tanaman (termasuk tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan), kehutanan, peternakan, dan perikanan. 2.3. Permasalahan UMKM

Menurut Arif dan Wibowo (2004) dalam Handoyo (2009), permasalahan yang dihadapi UKM meliputi masalah pemasaran produk, teknologi, pengelolaan keuangan, kualitas sumberdaya manusia dan permodalan. Sedangkan menurut Sumardjo (2001) dalam Handoyo (2009), permasalahan yang dihadapi oleh UKM disebabkan oleh :

1. posisi dalam persaingan rendah karena lemahnya informasi tentang kondisi lingkungan yang menyangkut pemasok, peraturan/kebijakan pemerintah, kecenderungan perubahan pasar/teknologi baru sehingga memiliki daya saing rendah.

2. usaha kecil sering tidak memiliki catatan mengenai usahanya secara teratur dan sistematis karena sering tercampur antara modal usaha dengan uang untuk rumah tangga, sehingga kesulitan untuk memperoleh dana dari bank.

Subsistem input (hulu) Subsistem on-farm Subsistem Pengolahan (hilir)

Subsistem Penunjang (Pertanian, Keuangan, Penelitian, dll) Subsistem Pemasaran

(4)

3. kekurangmampuan pengusaha kecil untuk mengakses ke bank karena tidak adanya agunan untuk memenuhi tuntunan audit akuntansi dari bank.

4. keluar masuknya karyawan usaha kecil dengan intensitas yang tinggi yang disebabkan oleh rendahnya upah, ketidakjelasan masa depan, tidak adanya jaminan sosial dan kepastian usaha, sehingga sering ditinggalkan karyawan yang terampil.

Iwantono (2006) dalam Handoyo (2009) juga mengemukakan tentang permasalahan UKM di Indonesia yang sangat bervariasi. Permasalahan tersebut meliputi :

1. Akses pasar, umumnya UKM tidak memiliki pengetahuan yang memadai mengenai pasar. Mereka tidak memahami dan tidak memiliki informasi tentang pasar potensial atas barang dan jasa yang dihasilkan. Selain itu, pelaku UKM juga tidak memahami sifat dan perilaku konsumen pembeli hasil produksinya dan juga sering gagal bertransaksi dalam kegiatan ekspor karena tidak terbiasa dengan praktek-praktek bisnis internasional.

2. Kelemahan dalam pendanaan dan akses pada sumber pembiayaan. Hal ini dikarenakan oleh adanya keterbatasan UKM dalam penyediaan dukungan keuangan yang bersumber dari internal usaha. Ketersediaan dana melalui berbagai kredit masih terbatas, prosedur perolehan yang rumit dan persyaratan yang cukup membebani seperti persyaratan administratif dan penjaminan 3. Kelemahan dalam organisasi dan manajemen. Dalam hal ini, sumberdaya

manusia yang dimiliki UKM sebagian besar memiliki latar belakang pendidikan rendah, tidak memiliki keterampilan manajemen dan bisnis yang memadai. Hal tersebut mengakibatkan para pelaku UKM akan mengalami kesulitan untuk berinteraksi dan bersaing dengan pelaku bisnis lainnya yang memiliki keterampilan manajemen moderen.

4. Kelemahan dalam kapasitas dan penguasaan teknologi. Para pelaku UKM mengalami kesulitan dalam menghasilkan produk yang selalu dapat mengikuti perubahan permintaan pasar, sehingga barang-barang yang dihasilkan umumnya konvensional, kurang mengikuti perubahan model, desain baru, pengembangan produk dan tidak menyadari pentingnya mempertahankan hak paten.

(5)

5. Kelemahan dalam jaringan usaha. Jaringan bisnis merupakan unsur dalam penetrasi pasar dan keunggulan bersaing. Kualitas SDM yang masih rendah dalam penguasaan teknologi informasi, mengakibatkan UKM pada umumnya belum mampu membangun jaringan bisnis. Cara-cara pemasaran maupun pengadaan bahan baku masih terbatas pada cara-cara konvensional sehingga tidak mampu memanfaatkan potensi pasar melalui pengembangan jaringan usaha.

2.4. Karakteristik Wirausaha

Kamus Internasional Cambridge, Inggris (Cambridge International Dictionary of English), mendefinisikan karakteristik sebagai kombinasi dari sifat-sifat istimewa seseorang atau tempat, yang membuat mereka berbeda dari yang lain dalam (www.dictionary.cambridge.org/define). Karakteristik juga dapat didefinisikan sebagai ciri khas atau bentuk-bentuk watak atau karakter yang dimiliki setiap individu, corak tingkah laku, tanda khusus yang melekat pada diri setiap wirausaha. Karakter sendiri berarti watak, tabiat, pembawaan, kebiasaan menurut kamus ilmiah populer.

Karakteristik wirausaha menurut Longenecker et al. (2001) sebagai berikut:

1) Keinginan untuk mengambil risiko

Risiko yang diambil para wirausahawan didalam memulai dan waktu menjalankan bisnisnya berbeda-beda. Misalnya dengan menginvestasikan uang miliknya, mereka mendapat risiko keuangan. Dan jika mereka meninggalkan pekerjaannya, mereka mempertaruhkan kariernya. Tekanan dan waktu yang dibutuhkan untuk memulai dan menjalankan bisnisnya juga mendatangkan risiko bagi keluarganya.

2) Percaya diri

J. B Rotter seorang psikolog, mengemukakan bahwa kesuksesan wirausaha tergantung pada usaha mereka sendiri yang mempunyai pengendalian yang disebut Internal Locus of Control. Sebaliknya wirausaha yang merasa bahwa hidupnya dikendalikan oleh besarnya keberuntungan atau nasib mempunyai pengendalian yang disebut sebagai Eksternal Locus of Control. Oleh karena itu wirausaha yang sukses adalah orang yang percaya pada diri sendiri,

(6)

karena orang yang mempunyai keyakinan pada dirinya sendiri merasa dapat menjawab tantangan yang ada di depan mereka.

3) Kebutuhan akan keberhasilan

Psikologi mengakui bahwa tiap orang berbeda dalam tingkat kebutuhan akan keberhasilannya. Orang yang mempunyai tingkat kebutuhan keberhasilan menurun, terlihat puas dengan status yang dimiliki pada saat ini, sedangkan orang dengan tingkat kebutuhan keberhasilan meningkat senang bersaing dengan standar keunggulan dan memilih untuk bertanggung jawab secara pribadi atas tugas yang dibebankan kepadanya, dalam David Mc Cleland (1961) dalam Longenecker et al. (2001).

4) Kepemimpinan. Memiliki watak mampu memimpin, dapat bergaul dengan orang lain, menanggapi saran dan kritik.

5) Keorisinilan. Memiliki watak inovatif, kreatif, fleksibel, banyak sumber, serba bisa, dan memiliki banyak pengetahuan.

Menurut Ibnoe Soedjono (2006) kemampuan kewirausahaan merupakan fungsi dari perilaku kewirausahaan dalam mengkombinasikan kreativitas, inovasi, kerja keras dan keberanian menghadapi risiko untuk memperoleh peluang. Faktor internal wirausaha seperti kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja seorang wirausaha.

2.5. Tujuan Berwirausaha

Widodo (2005) dalam bukunya berjudul jendela cakrawala kewirausahaan mengemukakan sembilan faktor utama motivasi yang dapat dijadikan tujuan bagi seseorang menjalankan bisnis dan ingin sukses. Faktor-faktor ini meliputi:

1) keinginan memperoleh pendapatan tambahan (extra income) 2) ingin memiliki usaha (bisnis) sendiri (Business Owner) 3) ingin memperluas relasi

4) ingin mencapai pengembangan diri 5) ingin membantu orang lain

6) ingin memiliki waktu luang

7) ingin mencapai kondisi bebas finansial 8) ingin memasuki masa pensiun dengan tenang 9) ingin meninggalkan warisan

(7)

Bagaimana urutan prioritas dari tujuan yang ingin dicapai dengan menjalankan bisnis bergantung kepada masing-masing orang. Maksudnya faktor penggerak atau motivasi utama mana yang paling kuat sehingga dia ingin mengembangkan dirinya. Terkait dengan kewirausahaan, faktor mana yang paling kuat dan menjadi tujuan sehingga membuatnya melaksanakan suatu bisnis wirausaha. Kedudukan atau kekuatan faktor penggerak itu sangat personal

sifatnya setiap orang bisa berbeda tujuannya dalam berbisnis. 2.6. Kesuksesan Usaha

Menurut Syahrial (1998), sukses adalah kemampuan mengenal potensi diri dan megoptimalkan potensi tersebut. Pribadi yang sukses adalah pribadi yang mendayagunakan potensinya sehingga bermanfaat bagi orang banyak. Dimensi kesuksesan menurut Syahrial, di antaranya :

1) Mengenal potensi diri dan mengoptimalkannya.

2) Tidak diukur secara materi, kekuasaan, atau status sosial. 3) Diukur dari nilai manfaatnya bagi orang lain.

4) Tetap dikenang secara luas meski sudah meninggal. Sedangkan faktor-faktor kondusif untuk sukses, antara lain : 1) Keluarga yang harmonis dan demokratis.

2) Pendidikan formal dan non formal.

3) Pergaulan dengan teman-teman yang sukses. 4) Lingkungan masyarakat yang kondusif.

Faktor-faktor penghambat untuk meraih sukses berupa : 1) Adanya sikap tidak percaya diri.

2) Mental yang cepat puas, santai, dan feodal.

3) Sistem pendidikan nasional yang kurang memperhatikan sikap kritis, keberanian, dan kreativitas siswa.

4) Sistem politik yang cenderung represif.

Menurut Riyanti (2003), keberhasilan usaha diukur dari tingkat kemajuan yang dicapai perusahaan dalam hal akumulasi modal, jumlah produksi, jumlah pelanggan, perbaikan sarana fisik, perluasan usaha, dan kepuasan kerja karyawan. Keberhasilan seorang wirausaha tidak semata-mata diukur dalam bentuk uang, tetapi juga melihat kemajuan dalam proses bisnis internal perusahaan dan

(8)

kepuasan kerja karyawan. Ukuran dari kesuksesan seorang wirausaha antara lain adalah :

1) Kelangsungan hidup usaha.

2) Menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitarnya. 3) Meningkatkan kesejahteraan keluarga.

4) Meningkatkan kualitas hidup bagi para pemakai produk. 2.7. Penelitian Terdahulu

Penelitian Maybelle (2009) yang berjudul Analisis Pengaruh Sikap dan Norma Subyektif Terhadap Intensi Perilaku Dalam Pembelian Jasa Produk Percetakan di Wilayah Industri Percetakan Jakarta Barat Dengan Studi Kasus di Jalan Muwardi bertujuan untuk menganalisis pengaruh sikap dan norma subyektif terhadap intensi perilaku pembelian jasa produk percetakan dengan obyek penelitian adalah kartu undangan. Pengambilan sampel dengan metode survei dengan jumlah sampel sebanyak 100 responden yang merupakan pelanggan jasa percetakan. Alat analisis yang digunakan adalah korelasi dan determinasi, analisis regresi berganda, pengujian hipotesis dengan uji T dan uji F.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik pembeli jasa percetakan sebagian besar adalah laki-laki (79%), berusia diatas 30 tahun (44%), pendidikan terakhir SLTA (43%), sudah menikah (60%), bekerja sebagai karyawan swasta (34%), dan pengeluaran belanja dalam sebulan sebesar Rp 1,5 juta sampai 3 juta (37%). Sikap seseorang dalam mempertimbangkan dalam pembelian produk percetakan berupa kartu undangan dilihat melalui (1) harga yang kompetitif, (2) kualitas cetakan, (3) desain produk, (4) ketepatan waktu, (5) kecakapan pegawai dan (6) sistem pembayaran. Faktor sikap yang paling mempengaruhi dalam pembelian jasa produk percetakan adalah harga yang kompetitif. Norma Subyektif yang berlaku di lingkungan masyarakat yang mempengaruhi pembelian kartu undangan yaitu (1) perlunya memberikan informasi kepada kerabat dekat melalui kartu undangan, (2) motivasi untuk selalu berinteraksi dengan kerabat dekat melalui kartu undangan, dan (3) keharusan memberi kartu undangan bila dilakukan sebuah acara keluarga. Norma subyektif yang paling mempengaruhi pembelian jasa produk percetakan adalah keharusan memberi kartu undangan bila dilakukan sebuah acara keluarga.

(9)

Pada analisis korelasi didapatkan nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,706 maka interpretasi korelasi tersebut bermakna kuat. Nilai koefisien determinasi atau R square sebesar 0,498, nilai ini memberikan makna bahwa kedua variabel bebas yaitu sikap dan norma subyektif memberikan kontribusi sebesar 49,8 persen terhadap peningkatan atau penurunan intensi berperilaku, sedangkan sisanya yaitu sebesar 50,2 persen dipengaruhi oleh faktor lain di luar variabel bebas seperti lokasi tempat usaha percetakan yang berdekatan dengan responden atau lainnya. Pengaruh sikap dan norma subyektif terhadap intensi berperilaku dalam pembelian jasa produk percetakan dapat diwakilkan oleh model regresi yaitu: Yintensi berperilaku = 1,174+0,040Xsikap+0,585Xnorma subyektif

sehingga variabel norma subyektif merupakan variabel yang memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap intensi berperilaku daripada variabel sikap, hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai koefisien regresi norma subyektif 0,585 lebih besar dari nilai koefisien regresi sikap 0,040. Hubungan antara Y dengan Xsikap dan Xnorma subyektif bergerak secara linier, jika Xsikap mengalami peningkatan maka Yintensi berperilaku juga akan mengalami peningkatan.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji T dan uji F. Ada tiga hipotesis yang diuji dalam penelitian ini dan ketiga pengujian hasilnya sama yaitu tolak H0.

Hipotesis pertama didapatkan bahwa sikap berperilaku untuk membeli produk percetakan kartu undangan berpengaruh signifikan terhadap intensi berperilaku. Hipotesis kedua didapatkan bahwa norma subyektif dalam memberikan informasi dan bersilaturahmi melalui kartu undangan memberikan pengaruh secara signifikan terhadap intensi berperilaku. Hipotesis ketiga didapatkan bahwa sikap dan norma subyektif secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap intensi berperilaku.

Rochmania (2009) meneliti tentang pengaruh sikap dan norma subyektif terhadap intensi penggunaan mobile messenger XL. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian besar pengguna mobile messenger XL adalah perempuan yang berkuliah di Atma Jaya Jakarta, angkatan 2006, berasal dari fakultas ekonomi, pengeluaran pulsa per bulan antara Rp 50.001-Rp 100.000, hanya memiliki satu buah HP, memiliki HP berbasis GSM. Variabel bebas terdiri dari sikap dan norma subyektif.

(10)

Sikap diukur melalui keyakinan dari dalam diri terhadap suatu hal dan juga dengan keinginan untuk mewujudkan apa yang diyakininya tersebut. Inti pertanyaan dari kuesioner untuk variabel sikap meliputi (1) Mobile Messenger XL dapat memudahkan dalam berkomunikasi, (2) Mobile Messenger XL dapat memudahkan dalam networking, (3) Mobile Messenger XL dapat digunakan dimana saja, (4) Mobile Messenger XL memiliki harga yang murah. Norma subyektif diukur melalui keyakinan lingkungan sosial disekitarnya dan motivasi untuk mengikuti saran dari orang lain. Inti dari pertanyaan kuesioner untuk variabel norma subyektif meliputi (1) saran dari teman untuk menggunakan Mobile Messenger XL karena kemudahan berkomunikasi, (2) saran dari teman untuk menggunakan Mobile Messenger XL karena kemudahan networking, (3) saran dari teman untuk menggunakan Mobile Messenger XL karena dapat digunakan dimana saja, (4) saran dari teman untuk menggunakan Mobile Messenger XL karena harganya yang murah.

Berdasarkan hasil korelasi Pearson didapatkan angka korelasi 0,500 untuk variabel sikap dan 0,650 untuk variabel norma subyektif dalam hubungannya dengan intensi. Hasil korelasi Spearman didapatkan angka korelasi 0,491 untuk variabel sikap dan 0,556 untuk variabel norma subyektif sehingga norma subyektif memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap intensi dibandingkan dengan sikap. Pengaruh sikap dan norma subyektif terhadap intensi penggunaan Mobile Messenger XL dapat diwakili dengan analisis regresi berganda, didapatkan persamaan: Yintensi = -0,503 + 0,058Xsikap+0,090Xnorma subyektif. Kemudahan berkomunikasi merupakan faktor sikap yang membuat responden yakin untuk menggunakan Mobile Messenger XL, faktor norma subyektif yang paling membuat responden menggunakan Mobile Messenger XL adalah saran dari teman karena harganya yang murah. Sikap dan norma subyektif secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap intensi dibuktikan melalui uji F dengan hasil tolak H0.

Penelitian yang akan dilakukan ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Maybelle (2009) dan Rochmania (2009). Perbedaan dengan penelitian Maybelle (2009) dan Rochmania (2009) adalah dari sisi obyek yang diteliti. Obyek yang diteliti pada penelitian Maybelle (2009) adalah pembeli jasa produk percetakan

(11)

kartu undangan dan obyek penelitian Rochmania (2009) adalah mahasiswa Atma Jaya Jakarta yang menggunakan Mobile Messenger XL, sedangkan pada penelitian ini obyek yang diteliti adalah wirausaha UMKM di Kecamatan Ciampea, Bogor. Inti pertanyaan kuesioner untuk variabel sikap dan norma subyektif dalam penelitian ini menggunakan sembilan faktor motivasi utama bagi seseorang dalam menjalankan bisnis yang dikemukakan oleh Widodo (2005) dalam bukunya yang berjudul jendela cakrawala kewirausahaan. Uji hipotesis pada penelitian ini dilakukan pada satu hipotesis saja karena sudah cukup mewakili hubungan sikap, norma subyektif dan intensi. Penelitian ini menggunakan teori tindakan beralasan yang dihubungkan dengan segi ekonomi atau bisnis dan sering diistilahkan dengan psikologi bisnis.

Gambar

Gambar 1. Sistem Agribisnis dan Subsistem Penunjangnya Sumber: Saragih (2003)

Referensi

Dokumen terkait

Data kubikal yang menyimpan data utuk memetakan pergerakan revolusi sosial dunia Data kubikal ini akan dilakukan analisa, mencaup drilling data generalisasi,

a) Performa switch OF software-based dapat dikatakan baik dengan hasil gap rata-rata pada setiap pengujian menunjukkan angka yang tidak tinggi. Bahkan pada pengujian jitter dapat

Perilaku penggunaan sabuk keselamatan dapat dijelaskan dengan menggunakan teori Health Belief Model yang memandang penggunaan sabuk keselamatan sebagai tindakan pencegahan kecela-

Berdasarkan penelitian tentang “Penerapan Pembelajaran Berbasis E- Learning dalam Mempersiapkan Generasi Milenial di Era 4.0” maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

Atas dasar penelitian dan pemeriksaan lanjutan secara seksama terhadap berkas yang diterima Mahkamah Pelayaran dalam Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan (BAPP)

Setelah 4-5 jam dalam pelayarannya kapal mengalami cuaca buruk dan ombak besar, Saksi melaporkan kepada Tersangkut Nakhoda bahwa kapal bocor dan diperintahkan

Dalam netnografi ini, memanfaatkan beberapa analytical tools seperti Keyhole dan Social Blade untuk melakukan monitoring bentuk digital storytelling dan

Dimana apabila menunjukan status tersedia dari sebuah sarana pada suatu tanggal tertentu itu artinya sarana tersebut masih bisa untuk dilakukan pemesanan karena